062118057 Erdiana Putri Pertiwi Laprak AS AAS PDF

Title 062118057 Erdiana Putri Pertiwi Laprak AS AAS
Author Erdiana Pertiwi
Course Kimia
Institution Universitas Pakuan
Pages 11
File Size 261.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 19
Total Views 822

Summary

LAPORAN PRAKTIKUMANALISIS SPEKTROFOTOMETRIPenetapan Cu dan Fe dalam Contoh Batuan secara Spektrofotometri Serapan AtomKimia reguler 2018Disusun Oleh : Erdiana Putri Pertiwi (062118057)PROGRAM STUDI KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS PAKUANBOGOR2020Judul :Penetapan Cu dan F...


Description

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS SPEKTROFOTOMETRI

Penetapan Cu dan Fe dalam Contoh Batuan secara Spektrofotometri Serapan Atom

Kimia reguler 2018

Disusun Oleh : Erdiana Putri Pertiwi (062118057)

PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR 2020

Judul : Penetapan Cu dan Fe dalam Contoh Batuan secara Spektrofotometer Serapan Atom Tujuan Praktikum

:

Pada praktikum ini bertujuan untuk mengukur, mengoperasikan alat, menghitung kadar contoh, dan menyimpulkan hasil data yang diperoleh dari contoh batuan yang mengandung logam Cu dan Fe. Dasar Teori : Spektrofotometri Serapan Atom (AAS) adalah suatu metode analisis yang didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada tingkat energi dasar (ground state). Penyerapan tersebut menyebabkan tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkatenergi yang lebih tinggi. Keadaan ini bersifat labil, elektron akan kembali ke tingkat energi dasar sambil mengeluarkan energi yang berbentuk radiasi. Dalam AAS, atom bebas berinteraksi dengan berbagai bentuk energi seperti energi panas, energi elektromagnetik, energi kimia dan energi listrik. Interaksi ini menimbulkan proses-proses dalam atom bebas yang menghasilkan absorpsi dan emisi (pancaran) radiasi dan panas. Radiasi yang dipancarkan bersifat khas karena mempunyai panjang gelombang yang karakteristik untuk setiap atom bebas. Sumber cahaya pada AAS adalah sumber cahaya dari lampu katoda yang berasal dari elemen yang sedang diukur kemudian dilewatkan ke dalam nyala api yang berisi sampel yang telah terakomisasi, kemudian radiasi tersebut diteruskan ke detektor melalui monokromator. Chopper digunakan untuk membedakan radiasi yang berasal dari nyala api. Detektor akan menolak arah searah arus ( DC ) dari emisi nyala dan hanya mnegukur arus bolak-balik dari sumber radiasi atau sampel. Atom dari suatu unsur pada keadaan dasar akan dikenai radiasi maka atom tersebut akan menyerap energi dan mengakibatkan elektron pada kulit terluar naik ke tingkat energi yang lebih tingi atau tereksitasi. Atom-atom dari sampel akan menyerap sebagian sinar yang dipancarkan oleh sumber cahaya.

Penyerapan energi cahaya terjadi pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan energi yang dibutuhkan oleh atom tersebut (Basset, 1994).

Hubungan kuantitatif antara intensitas radiasi yang diserap dan konsentrasi unsur yang ada dalam larutan cuplikan menjadi dasar pemakaian SSA untuk analisis unsur-unsur logam. Untuk membentuk uap atom netral dalam keadaan/tingkat energi dasar yang siap menyerap radiasi dibutuhkan sejumlah energi. Energi ini biasanya berasal dari nyala hasil pembakaran campuran gas asetilen-udara atau asetilen-N2O, tergantung suhu yang dibutuhkan untuk membuat unsur analit menjadi uap atom bebas pada tingkat energi dasar (ground state). Disini berlaku hubungan yang dikenal dengan hukum Lambert-Beer yang menjadi dasar dalam analisis kuantitatif secara SSA. Hubungan tersebut dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut (Ristina, 2006). I = Io . a.b.c Atau, Log I/Io = a.b.c A = a.b.c dengan, A = absorbansi, tanpa dimensi a = koefisien serapan, L2/M b = panjang jejak sinar dalam medium berisi atom penyerap, L c = konsentrasi, M/L3 Io = intensitas sinar mula-mula I = intensitas sinar yang diteruskan

Pada persamaan diatas ditunjukkan bahwa besarnya absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi atom-atom pada tingkat tenaga dasar dalam medium nyala. Banyaknya konsentrasi atom-atom dalam nyala tersebut sebanding dengan konsentrasi unsur dalam larutan cuplikan. Dengan demikian, dari pemplotan serapan dan konsentrasi unsur dalam larutan standar diperoleh kurva kalibrasi. Dengan menempatkan absorbansi dari suatu cuplikan pada kurva standar akan diperoleh konsentrasi dalam larutan cuplikan (Day, 1986).

Batu merupakan suatu zat yang padat, keras, dan tahan lama. Karakteristik dari beberapa jenis batu bervariasi bergantung kepada kondisi dan cara pembentukannya. Batuan tersusun atas mineral-mineral. Mineral dibagi dalam kelompok-kelompok menurut unsur-unsur yang menyusunnya. Mineral-mineral yang tersusun dari satu unsur saja disebut unsur-unsur asli. (Smith,2001) Mineral yang terbentuk akan ditentukan oleh elemen-elemen yang tersedia dan melalui berbagai jenis temperatur dan tekanan yang berbeda yang merata selama waktu kristal terjadi. Misalnya, jika logam seperti Cu, Zn, Pb, dan Fe terdapat bersama sulfur, sulfida-sulfida dari elemen ini akan terbentuk seperti FeS2, CuFeS2, PbS, dan ZnS. Di sisi lain, jika metal seperti Cu, Pb, Zn, dan Fe terdapat bersama dengan karbon dan oksigen, kemudian karbonat kemungkinan akan terbentuk seperti FeCO3, PbCO3, ZnCO3, dan Cu2(OH)2CO3. (Tambunan, 2013) Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menguji kandungan logam berat di dalam batuan adalah metode Atomic Absorption Spectrophotometry atau yang biasa dikenal dengan istilah AAS. Prinsip kerja alat ini adalah mendeteksi radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang tertentu yang dapat diserap oleh atom-atom unsur dalam nyala dan juga mendeteksi radiasi yang diteruskan. Rasio energi yang diserap dan diteruskan tersebut disebut sebagai absorbansi. (Kunti, 2009) Sebelum suatu sampel batuan diuji dengan alat AAS, terlebih dahulu batuan harus didestruksi. Sampel batuan didekomposisi dengan penambahan asam oksidator, diantaranya H2SO4 dan HNO3. Destruksi merupakan tahap yang penting, karena dengan adanya proses ini dapat mengurangi kandungankandungan ion pengganggu yang mungkin ditemukan di dalam batuan. Terdapat dua macam metode destruksi, yaitu destruksi basah dan destruksi kering. Destruksi merupakan suatu perlakuan untuk melarutkan atau mengubah sampel menjadi bentuk materi yang dapat diukur sehingga kandungan berupa unsur-unsur di dalamnya dapat dianalisis. Pada dasarnya ada dua jenis destruksi yang dikenal,

yaitu destruksi basah dan destruksi kering, yang masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan. Destruksi kering merupakan perombakan organik logam di dalam sampel menjadi logam-logam anorganik dengan jalan pengabuan sampel dalam muffle furnace dan memerlukan suhu pemanasan tertentu. Destruksi basah adalah perombakan sampel dengan asam-asam kuat baik tunggal maupun campuran, kemudian dioksidasi dengan menggunakan zat oksidator. Pelarutpelarut yang dapat digunakan untuk destruksi basah antara lain asam nitrat (HNO3), asam sulfat (H2SO4), asam perklorat (HClO4), dan asam klorida (HCl). (Susila, 2012)

Alat dan Bahan

:

Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu Alat AAS, labu takar 50 ml, labu kjeldahl, contoh batuan, larutan HNO3 1:3 dan larutan standar Cu 1000 ppm.

Prosedur Kerja 

:

Pembuatan Larutan Standar Cu 1000 ppm Ditimbang dengan teliti 0,3929 gram CuSO4.5H2O ke dalam labu takar 100 ml, tepatkan sampai tanda tera dengan air suling, lalu homogenkan.



Pembuatan Deret Larutan Standar Cu Buat deret larutan standar Cu yang mempunyai kepekatan masing – masing 0,5 ; 1 ; 1,5 ; 2 ; 3 ; 4 ; 5 ppm Cu



Pembuatan Larutan Standar Fe 1000 ppm Ditimbang dengan teliti 0,1000 gram Fe murni kemudian tambahkan 50 ml air suling dan 1 ml asam sulfat pekat, lalu dipanaskan perlahan – lahan di atas penangas air sampai Fe melarut semua. Setelah dingin dimasukkan ke dalam labu takar 1000 ml ditepatkan sampai tanda tera dengan air suling dan dihomogenkan.



Pembuatan Deret larutan standar Fe Dipipet 0,5 ; 1,0 ; 2,0 ; 3,0 ; 4,0 ; dan 5,0 ml larutan standar induk tadi kemudian dimasukkan masing – masing ke dalam labu takar 50 ml, ditepatkan sampai tanda tera dengan air suling dan dihoimogenkan. Larutan ini mengandung 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm Fe.



Preparasi Larutan Contoh Ditimbang 0,5 gram contoh dalam labu Kjeldahl dan ditambahkan 30 ml larutan HNO3 (1:1) kemudian dididihkan selama 1 jam. Campuran larutan tersebut kemudian disaring ke dalam labu takar 50 ml dan sisanya / residu dicuci kembali dengan HNO3 (1:1). Larutan pencuci ini kemudian disatukan dengan cairan semula dalam labu takar 50 ml dan ditepatkan sampai tanda tera dengan air suling dan dihomogenkan.



Pengukuran dan Perhitungan Larutan contoh dihitung absorbansinya dengan menggunakan AAS pada panjang gelombang 324,7 nm untuk Cu dan 213,9 untuk Fe. Dengan memplot harga absorbansi larutan contoh pada kurva standar, maka kadar Cu dan Fe dalam contoh dapat diketahui.

:

Data Pengamatan dan Perhitungan  Panjang gelombang Fe

: 213,9 nm

 Data pengukuran pada Fe dan grafik Fe konsentrasi (ppm) 0 0.5 1 1.5 3 4 5 sampel

absorbansi 0.002 0.013 0.018 0.045 0.08 0.102 0.123 0.06

Kurva standar kalibrasi Fe 0.14 0.12

f(x) = 0.03 x + 0 R² = 0.99

absorbansi

0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0

0

1

2

3

konsentrasi (ppm)

 Perhitungan kadar Fe y = 0.025x + 0.0011 0,060 = 0,025x + 0,0011 x = 2,35 ppm (kadar Fe)

4

5

6

 Panjang gelombang Cu

: 324,7 nm

 Data pengukuran pada Cu dan grafik Cu konsentrasi (ppm) 0 1 1.5 2 3 4 5 sampel

absorbansi 0.002 0.031 0.071 0.096 0.147 0.181 0.234 0.088

Kurva kalibrasi Cu 0.25 f(x) = 0.05 x − 0 R² = 0.99

absorbansi

0.2 0.15 0.1 0.05 0

0

1

2

3

-0.05

konsentrasi (ppm)

 Perhitungan kadar Cu y = 0,0478x – 0,0044 0,088 = 0,0478x – 0,0044 x = 1,93 ppm (kadar Cu)

4

5

6

Hasil dan Pembahasan

:

Pada praktikum ini mengenai penetapan Cu dan Fe dalam contoh batuan dengan metoda spektrofotometri serapan atom (AAS). Pada prinsip metode AAS ini pada absorpsi cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu dan tergantung pada sifat unsurnya. Pada percobaan dengan menggunakan AAS yang pertama kali dilakukan yaitu membuat larutan deret standar Cu dan Fe dengan konsentrasi yang berbeda-beda (konsentrasi rendah-konsentrasi tertinggi). Setelah dilakukan pengukuran pada panjang gelombang maksimum Cu sebesar 324,7 nm serta Fe sebesar 213,9 nm sehingga didapat nilai absorbansi dari larutan standar Cu dan Fe. Kedua panjang gelombang yg ada pada Cu dan Fe merupakan panjang gelombang paling kuat yang menyerap garis elektronik dari ground state ke keadaan tereksitasi. Jadi jika cahaya dengan panjang gelombang resonansi itu dilewatkan nyala yang mengandung atom-atom yang bersangkutan maka sebagian cahaya itu akan diserap dan jauhnya penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. Keberhasilan pada penggunaan metode AAS ini tergantung pada proses eksitasi dan cara memperoleh garis resonansi yang tepat. Lalu dilakukan pengukuran sampel batuan yang mana sampel padatan ini harus kita jadikan sampel berupa larutan terlebih dahulu penambahan larutan HNO3 pada sampel bertujuan untuk mendestruksikan sampel yang mana digunakan untuk memisahkan antara logam-logam dengan bahan-bahan organik yang terikat pada sampel batuan selain itu destruksi juga berfungsi untuk menghilangkan unsur pengganggu sehingga diperoleh hasil dekstruksi yang siap dianalisis. Pada AAS sampel harus dijadikan larutan yang jernih untuk di proses ketahap pengabutan (aerosol) yang kemudian dialirkan ke dalam nyala. Larutan sampel hasil destruksi mengandung logam dalam bentuk garam. Larutan ini

kemudian diubah menjadi aerosol dan berdisosiasi menjadi bentuk atom-atomnya (Fe° dan Cu°). Beberapa atom tereksitasi secara termal dalam nyala, akan tetapi pada keadaan ground state atom menjadi netral pada tingkat energi terendah yang kemudian menyerap cahaya yang dipancarkan oleh sumber cahaya. Untuk sumber cahaya atau sumber radiasi pada AAS menggunakan HCL (Hollow Cathode Lamp) yang sesuai dengan logam yang ingin dianalisa jika kita ingin menganalisa logam Cu maka HCL yang digunakan harus mengandung HCL logam Cu begitupun dengan logam Fe. Pada kurva kalibrasi Cu dan Fe menunjukkan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Pada Cu diperoleh persamaan garis y = 0.0478x - 0.0044 dengan nilai koefisien korelasi 0.9914 dan pada Fe diperoleh persamaan garis y = 0.025x + 0.0011 dengan nilai koefisien korelasi 0.9901, persamaan garis linier tersebut digunakan untuk perhitungan kadar Cu dan Fe. Nilai absorbansi pada sampel batuan yang mengandung logam Cu sebesar 0.088 dengan kadar logam Cu pada sampel batuan sebesar 1.93 ppm sedangkan nilai absorbansi pada sampel yang mengandung logam Fe sebesar 0.060 dengan kadar logam Fe pada sampel batuan sebesar 2.35 ppm. Harga koefisien korelasi yang mendekati 1 dari kurva kalibrasi menunjukkan korelasi antara konsentrasi dan absorbansi baik. Kesimpulan : Pada praktikum ini dapat disimpulkan bahwa pada panjang gelombang logam Cu sebesar 324,7 nm serta logam Fe sebesar 213,9 nm merupakan panjang gelombang paling kuat yang menyerap garis elektronik dari ground state ke keadaan tereksitasi. Kadar logam Cu pada sampel batuan sebesar 1.93 ppm sedangkan kadar logam Fe pada sampel batuan sebesar 2.35 ppm. Daftar Pustaka A. Smith, Pustaka Sains Material. London: Usborne Publishing Ltd, 2001. Basset, J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisa Kuantitatif Anorganik. Jakarta: EGC

B. K. Tambunan, “Penentuan Kadar Ag, Cu, dan Fe di Dalam Batuan Mineral yang Berasal dari Dusun Jambu Dolok Kabupaten Toba Samosir,” Universitas Sumatera Utara, 2013. Day, R.A. 1986. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga K. Susila, “Kajian Berbagai Proses Destruksi Sampel dan Efeknya,” in Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Yogyakarta, 2012, p. K-195-K-202. Ristina, maria. 2006. Petunjuk Praktikum Instrumen Kimia. Yogyakarta: STTN – Batan S. P. D. Kunti, “Kemampuan Adsorspi Batu Pasir yang Dilapisi Besi Oksida (Fe2O3) untuk Menurunkan Kadar Pb dalam Larutan,” J. Bumi Lestari, vol. 9, no. 2, pp. 254–262, 2009. Underwood, A.L. dan Day R.A. 2001. Analisa Kimia Kualitatif Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga...


Similar Free PDFs