Analisis-Anggaran-Pendapatan-Belanja-Daerah-terhadap-Realisasi-Tata-Kelola-Anggaran-Pembangunan-di-Sektor-Pendidikan-Pemerintah-Kabupaten-Jombang PDF

Title Analisis-Anggaran-Pendapatan-Belanja-Daerah-terhadap-Realisasi-Tata-Kelola-Anggaran-Pembangunan-di-Sektor-Pendidikan-Pemerintah-Kabupaten-Jombang
Author Adhi Praditia
Pages 31
File Size 401.8 KB
File Type PDF
Total Downloads 23
Total Views 232

Summary

1 ANALISIS ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH TERHADAP REALISASI TATA KELOLA ANGGARAN PEMBANGUNAN DI SEKTOR PENDIDIKAN PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG 2 NOVIA ANDRIANA MAGISTER ILMU EKONOMI NAMA PEMBIMBING UTAMA Prof. Dr. Pudjihardjo, SE., MS. NAMA PEMBIMBING II Dr. Susilo, SE., MS. Program Pascasarjan...


Description

1

ANALISIS ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH TERHADAP REALISASI TATA KELOLA ANGGARAN PEMBANGUNAN DI SEKTOR PENDIDIKAN PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

2

NOVIA ANDRIANA MAGISTER ILMU EKONOMI

NAMA PEMBIMBING UTAMA Prof. Dr. Pudjihardjo, SE., MS.

NAMA PEMBIMBING II Dr. Susilo, SE., MS.

Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya

3

ABSTRACT Novia Andriana: Postgraduate Economics Faculty of Brawijaya University, Februari 11th 2011. Analysis of Local Income Expenditure Budgeting toward Arrangement System Realitation of Development Budgeting in Jombang Regency Government Education Sector. Supervisor: M. Pudjihardjo, co-supervisor: Susilo. This research specifically analyzes how: (1) the consistency between local income expenditure budgeting with arrangement system realitation of development budgeting in jombang regency government education sector that see from financial aspect, (2) efficiency and effectivity degree arrangement system realitation of development budgeting education sector that was allocated from local income expenditure budgeting that see from budgeting realitation, expenditure estimate and education sector expenditure realitation of Jombang regency government. Location of case study in Jombang regency in 2004 until 2008 year periode. The measurement analysis use balance score card method financial aspect also efficiency and effectivity degree value for money. The result of this research shows that: (1) there is consistency between local income expenditure budgeting with arrangement system realitation of development budgeting in jombang regency government education sector that see from financial aspect, (2) arrangement system of education sector development budgeting that was allocated from local income expenditure budgeting that see from budgeting realitation, expenditure estimate and education sector expenditure realitation of Jombang regency government was efficient with the result that more than 90% and effectivity degree 100% by knowing the realitation outcome achievement.

Keywords: efficiency and effectivity, local income expenditure budgeting, education sector development budgeting, education budgeting regulation arrangement.

4

ABSTRAK

Novia Andriana: Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, 11 Februari 2011. Analisis Anggaran Pendapatan Belanja Daerah terhadap Realisasi Tata Kelola Anggaran Pembangunan di Sektor Pendidikan Pemerintah Kabupaten Jombang. Ketua Pembimbing: Pudjihardjo, Komisi Pembimbing: Susilo. Penelitian ini secara spesifik menganalisis bagaimana: (1) konsistensi antara Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dengan realisasi tata kelola anggaran pembangunan di sektor pendidikan pemerintah Kabupaten Jombang yang dilihat dari aspek finansial, (2) tingkat efisiensi dan efektivitas tata kelola anggaran pembangunan di sektor pendidikan yang teralokasi dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang dilihat dari realisasi anggaran, rencana belanja dan realisasi belanja sektor pendidikan pemerintah Kabupaten Jombang. Lokasi studi kasus di Kabupaten Jombang pada periode tahun 2004 sampai tahun 2008. Analisis pengukurannya menggunakan metode Balance Score Card aspak finansial dan Value For Money tingkat efisiensi dan efektivitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) terjadi konsistensi antara Anggaran Pendapatan Belanja Daerah dengan realisasi tata kelola anggaran pembangunan di sektor pendidikan pemerintah Kabupaten Jombang yang dilihat dari aspek finansial, (2) tata kelola anggaran pembangunan di sektor pendidikan yang teralokasi dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang dilihat dari realisasi anggaran, rencana belanja dan realisasi belanja sektor pendidikan pemerintah Kabupaten Jombang dikatakan efisien dengan nilai lebih dari 90% dan tingkat efektifitas 100% dengan memperhatikan outcome yang dicapai.

Kata kunci: Efisiensi dan efektivitas, APBD, Anggaran pembangunan sektor pendidikan, Tata kelola anggaran pendidikan.

5

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Negara Indonesia, pembangunan suatu negara sangat berpengaruh pada potensi daerah dengan sumber daya yang berbeda-beda. Oleh karena itu, pemberdayaan ekonomi daerah sangat penting sekali untuk ditingkatkan guna menunjang peningkatan ekonomi nasional. Dalam konteks ini, peran kebijakan pemerintah yang efektif dan efisien sangatlah penting diperlukan baik kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah pusat. Sukses tidaknya pembangunan suatu negara pada umumnya dan daerah pada khususnya dalam menghadapi persaingan di era globalisasi, sangat dipengaruhi kuantitas dan kualitas dari sumber daya yang dimilikinya, baik Sumber Daya Alam (Natural Resources) berupa tanah yang subur, kandungan mineral berharga, dan bahan mentah bernilai ekonomis maupun Sumber Daya Manusia (Human Resources) berupa jumlah penduduk serta tingkat keterampilan atau pendidikannya. Namun perlu diketahui bersama, bahwa kemajuan suatu negara tidak sepenuhnya bergantung kepada sumber daya alam. Contoh nyata dapat dilihat dari kemajuan dari negara-negara yang secara potensial miskin sumber daya alamnya seperti Jepang dan Korea, tetapi karena usaha peningkatan kualitas sumber daya manusianya hebat maka kemajuan negara tersebut cukup pesat, sebaliknya negaranegara yang potensial sumber daya alamnya (misalnya beberapa negara di Asia Tenggara) tetapi kurang mementingkan sumber daya manusianya, tingkat kemajuan negaranya kalah dengan Jepang dan negara maju lainnya. Menyangkut sumber daya manusia, Todaro (2003) mengatakan : “Sumber daya manusia (Human Resources) – jumlah penduduk serta tingkat

keterampilan dan pendidikannya. Lebih jauh sumber daya manusia tidak hanya jumlah penduduk dan tingkat kekerampilannya, namun juga meliputi pandangan hidup mereka, kebudayaan, sikap-sikap atau penilaian mereka terhadap pekerjaan, akses mereka untuk mendapatkan informasi, dan besar kecilnya keinginan untuk memperbaiki diri secara kreatif dan otonom. Selanjutnya tingkat kecakapan administratif juga merupakan komponen sumber daya manusia yang penting karena hal tersebut seringkali menentukan dan ketetapan waktu pemerintah dalam memperbaiki struktur produksi secara keseluruhan.” Selanjutnya UNDP dalam laporannya tentang Pembangunan Sumber Daya Manusia (Human Resouces Development) tahun 2000 menyatakan bahwa ”Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur yang panjang, sehat dan menjalankan kehidupan yang produktif”. Pernyataan tersebut memberikan penekanan bahwa pembangunan berpusat kepada manusia, yang menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan, dan bukan sebagai alat pembangunan. Pembangunan membutuhkan suatu perubahan dinamika kehidupan masyarakat. Dinamika perubahan tersebut harus berkembang terus menerus menuju ke keadaan yang lebih baik dan maju. Untuk mencapai suatu perubahan dinamika tersebut diperlukan pendidikan. Pendidikan yang dimaksud menyangkut kuantitas dan kualitas pendidikan dan kesempatan masyarakat untuk mengakses pendidikan tersebut. Pendidikan merupakan sebuah investasi sumber daya yang sangat bermanfaat. MC Mahon dalam Nurkholis (2002) menyebutkan : “Pendidikan adalah sebagai investasi sumber daya manusia yang memberi

6

manfaat moneter ataupun non-moneter. Manfaat non-meneter dari pendidikan adalah diperolehnya kondisi kerja yang lebih baik, kepuasan kerja, efisiensi konsumsi, kepuasan menikmati masa pensiun dan manfaat hidup yang lebih lama karena peningkatan gizi dan kesehatan. Manfaat moneter adalah manfaat ekonomis yaitu berupa tambahan pendapatan seseorang yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu dibandingkan dengan pendapatan lulusan pendidikan dibawahnya.” Investasi pendidikan sebenarnya merupakan investasi jangka panjang. Nurkholis (2002), menyebutkan tiga alasan pendidikan merupakan investasi jangka panjang. Ketiga alasan tersebut adalah, pertama, pendidikan merupakan alat perkembangan ekonomi bukan sekedar pertumbuhan ekonomi; kedua, memberikan nilai balik yang tinggi; ketiga, memiliki banyak fungsi seperti sosialkemanusiaan, politis, budaya, dan kependidikan. Keluaran dari pendidikan tersebut adalah sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk membiayai sebuah Investasi, maka dibutuhkan perencanaan pembangunan bidang pendidikan dan sumber dana. Menurut teori perencanaan pembangunan bidang pendidikan yang dikemukakan Coombs dalam Sa’ud (2005) adalah penggunaan analisa yang rasional dan sistematis terhadap proses pembangunan pendidikan dengan tujuan agar pendidikan lebih efisien dan menanggapi kebutuhan dan tujuan muridmurid dan masyarakat. Sedangkan perencanaan pendidikan menurut Beeby (Soenarya, 2000), suatu kegiatan jauh melihat kedepan dalam menentukan kebijaksanaan, prioritas dan pembiayaan sistem pendidikan sesuai dengan realitas ekonomi dan sosial suatu negara. Dalam konteks nasional, Pendidikan merupakan salah satu hak dasar warga negara Indonesia. Untuk itu Pemerintah mempunyai kewajiban dalam

menyelenggarakan pendidikan dan memperluas akses masyarakat terhadap pendidikan yang berkualitas. Pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut telah mendapat dukungan berupa adanya persetujuan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang menetapkan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD. Hal ini sesuai dengan penjelasan pasal 167 UU No. 32 tahun 2004 yang menyatakan bahwa pemerintah daerah diwajibkan melakukan peningkatan pelayanan dasar pendidikan, dengan ketentuan sekurangkurangnya 20%. Berkaitan dengan alokasi anggaran pendidikan seperti yang tercantum dalam undang-undang tersebut di atas, berarti akan menghabiskan seperlima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Alasan bidang pendidikan mendapat alokasi besar antara lain dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2005-2009 disebutkan bahwa : “Kualitas sumber daya manusia Indonesia masih rendah. Pembangunan pendidikan belum sepenuhnya mampu memenuhi hak-hak dasar warga negara. Pada tahun 2003 rata-rata lama sekolah penduduk berusia 15 tahun ke atas baru mencapai 7,1 tahun dan proporsi penduduk berusia 10 tahun ke atas yang berpendidikan SLTP ke atas masih 36,2 persen. Sementara itu angka buta aksara penduduk berusia 15 tahun ke tas masih sekitar 10,12 persen. Pada saat yang sama Angka Partisipasi Sekolah (APS) penduduk 7-12 tahun sudah mencapai 94,4 persen, namun APS penduduk usia 13 – 15 tahun baru mencapai 81,0 persen dan APS penduduk usia 16-18 tahun baru mencapai 50,97 persen. Tantangan tersebut semakin berat dengan adanya disparitas tingkat pendidikan antar kelompok masyarakat yang cukup tinggi seperti antara antara penduduk kaya dan penduduk miskin, antara penduduk laki-laki dan penduduk perempuan, antara penduduk di

7

perkotaan dan perdesaan, dan antar daerah.” Perencanaan dan pengalokasian anggaran menjadi sangat penting untuk membiayai program pemerintah guna menaikkan kuantitas dan kualitas pendidikan. Dimana pendidikan yang baik memerlukan anggaran yang cukup untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia di Indonesia pada umumnya dan di Kabupaten Jombang pada khususnya sesuai dengan ruang lingkup penelitian ini. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah pada tahun 2001, salah satu isu yang menyertai reformasi adalah bergesernya kebijakan dekonsentrasi menjadi desentralisasi dalam asas penyelenggaran pemerintah daerah. Desentralisasi pada dasarnya merupakan transfer dari kekuasaan dan tanggung jawab untuk fungsi-fungsi publik dari pemerintah pusat kepada pemerintahan di bawahnya (daerah Propinsi dan daerah Kabupaten/Kota). Seperti yang dikemukakan oleh Koswara (2001) dalam Nurcholis (2005), PBB memberikan batasan tentang desentralisasi sebagai berikut: ”Decentralization refers to the transfer of authority away front the national capital wheter bv deconcentation (i.e.delegation) to field office or by devolution to local authorities or local bodies” Sedangkan menurut Rondinelli (1983) dalam Nurcholis (2005) merumuskan: “Decentralization is the transfer of planning, decision making, or administrative authority from the central government to its field organizations, local administrative units, semi-autonomous and parastatal organization, local government, or non government organization” Perubahan kebijakan pemerintahan tersebut terwujud dengan keluarnya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang kemudian digantikan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun

1999 yang kemudian digantikan oleh Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Tujuan pokok dari UU No. 22 Tahun 1999 jo UU No. 32 Tahun 2004 adalah untuk mewujudkan landasan hukum yang kuat bagi penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menjadikan daerah otonom yang mandiri dalam rangka menegakkan sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan UUD 1945. Sedangkan tujuan pokok dari UU No. 25 Tahun 1999 jo UU No. 33 Tahun 2004 adalah upaya untuk memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah, menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil, proporsional, rasional, transparan, parsitipatif, bertanggung jawab, dan mewujudkan sistem perimbangan keuangan yang baik antara pemerintah pusat dan daerah (Sidik dalam Tambunan, 2001). Maka berdasarkan Undang-undang tersebut, pemerintah baik pusat maupun daerah merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan dalam upaya penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Misi utama kedua undang-undang tersebut tidak hanya keinginan untuk melimpahkan keuangan pembiayaan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah, tetapi yang lebih penting adalah peningkatan efisiensi pengelolaan sumber daya keuangan dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat (publik), memudahkan masyarakat untuk untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari APBD, selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan mendorong timbulnya inovasi yang pada intinya adalah penyelenggaraan pemerintahan daerah secara partisipatif. Sejalan dengan Undang-undang tersebut, bahwa bidang pendidikan termasuk yang didesentralisasikan.

8

Pelimpahan kewenangan di bidang pendidikan, dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah atau kabupaten pada hakekatnya merupakan pemberdayaan semua lembaga pendidikan yang ada di daerah. Hal dimaksud agar dapat berperan secara aktif memberikan kontribusi meningkatkan kualitas pendidikan. Jika selama ini pengelolaan sekolah sebagai lembaga pendidikan tersentralisir dan semuanya ditentukan dari pusat, maka pada era otonomi daerah diberikan kewenangan seluas-luasnya bagi lembaga pendidikan, untuk mengelola berdasarkan aspirasi maupun kebutuhan masyarakat sekitarnya. Namun tetap berada dalam koridor pendidikan nasional. APBD merupakan salah satu dokumen rencana kinerja dari aspek finansial, dimana anggaran itulah yang akan digunakan pemerintah daerah sebagai dasar untuk melakukan pembangunan daerahnya. Sedangkan indikator kinerja kegiatan pembangunannya adalah ukuran kuantitatif pada kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang telah ditetapkan yang dikategorikan dalam masukan (input), keluaran (output), hasil (outcomes), manfaat (benefit) dan dampak (impacts) kegiatan pembangunan daerah tersebut. Indikatorindikator tersebut secara langsung atau tidak langsung dapat mengindikasikan sejauh mana keberhasilan pencapaian sasaran. Dalam hubungan ini, penetapan indikator kinerja kegiatan merupakan proses identifikasi, pengembangan, seleksi, dan konsultasi tentang indikator kinerja atau ukuran kinerja atau ukuran keberhasilan kegiatan dan programprogram instansi. Dari berbagai indikator tersbut, dapat diketahuilah sejauh mana tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran yang direncanakan dengan realisasinya terhadap pembangunan daerah. Kabupaten Jombang adalah salah satu Kabupaten yang berada di Propinsi Jawa

Timur. Kabupaten Jombang sebagai daerah otonom memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengelola daerahnya sendiri. Dengan adanya otonomi daerah membawa konsekuensi kepada Kabupaten Jombang harus memenuhi kewajibannya untuk menyelenggarakan kegiatan pendidikan serta berkewajiban untuk mendanai kegiatan pendidikan. Selanjutnya tentang alasan peneliti untuk memilih studi kasus Pemerintah Kabupaten Jombang adalah bahwa Kabupaten Jombang merupakan kabupaten di Propinsi Jawa Timur yang sudah mampu menyelenggaran APBD yang mandiri. Jika dilihat dari pertumbuhan ekonominya sejak diberlakukan otonomi daerah, Kabupaten Jombang terus mengalami peningkatan, tahun 2000 sebesar 2%, tahun 2001 sebesar 3,33%, tahun 2002 sebesar 3,97%, tahun 2003 sebesar 4,91%, tahun 2004 sebesar 5,10% kemudian tahun 2005 sebesar 5,15%. Dari data tersebut dapat diketahui secara umum bahwa perekonomian telah berada pada track record yang benar dan terus mempertahankan momentum stabilitasnya. Bahkan ketika inflasi pada tahun melonjak sebesar 15,40 % akibat kenaikan harga BBM kita masih mampu tumbuh dengan kecepatan yang sama dengan tahun sebelumnya, atau tepatnya lebih cepat sedikit. Double digit inflation. atau inflasi dua digit terbukti tidak terlalu mencemaskan sepanjang faktor-faktor non ekonomi, seperti stabilitas social politik terjaga dengan baik. Pelaksanaan pembangunan di Kabupaten Jombang didasari oleh paradigma pertumbuhan yang di dalamnya juga mengandung unsur pemberdayaan masyarakat dan pemeratan. Kemudian mengenai data APBD, setelah OTODA rata-rata jumlahnya surplus dengan bantuan DAU dan DAK yang relatif tidak terlalu besar dibanding kabupaten lain di Jawa Timur. Namun pada dasarnya surplus atau defisit anggaran bukanlah tolok ukur satu-

9

satunya yang menjadi masalah bahwa Sebelum Otonomi Daerah, banyak suatu perencanaan anggaran itu dapat program-program pembangunan bidang memaksimalkan realisasi program pendidikan yang belum terlaksana dengan pembangunan daerah atau tidak. Tetapi baik karena keterbatasan dana dari bagaimana pemerintah daerah dapat pemerintah yang selalu tersentralisir di bertindak secara efisien serta bertanggung pemerintah pusat. Banyak sarana dan jawab atas anggaran pembangunan serta prasarana sekolah yang tidak memadai, sekolah rusak, dan lain rencana kerja yang baik dengan berbagai gedung sebagainya. Masih banyak guru yang indikator kinerja yang sesuai. Secara khusus, mengapa penelitian ini maksimal hanya mempunyai jenjang dirasa perlu dilakukan, bahwasanya ada pendidikan sampai D2. Kondisi permasalahan pendidikan beberapa persoalan yang terjadi di Kabupaten Jombang berkaitan dengan lainnya adalah keterbatasan dana APBD realisasi tata kelola anggaran dan manajemen pengelolaan keuangan pembangunan sektor pendidikan. pemerintah daerah untuk prioritas sektor Kabupaten Jombang dalam pendidikan guna meningkatkan kualitas menyelenggarakan pendidikan sumber daya manusia. Sumber dana menghadapi permasalahan pendidikan pembangunan pendidikan adalah berasal menyangkut sarana dan prasarana dari APBD, sedangkan sumber pendidikan, kualitas pendidikan, tenaga penerimaan terbanyak masih berasal dari pendidik serta keperluan sekolah lainnya. DAU dan DAK. Di Kabupaten Jombang, lima tahun direalisasikan di beberapa kabupaten/kota terakhir, anggaran pendidikan yang di Jawa Timur. Sebagai perbandingan, direalisasikan setelah dikurangi gaji guru berikut data realisasi anggaran di beberapa jumlahnya masih kurang dari 10%, ini juga Kabupaten/Kota di Jawa Timur: setara dengan anggaran pendidikan yang Tabel 1.1 Rata-rata Realisasi Anggaran Pendidikan di Beberapa Kabupaten/Kota di Jawa Timur Daerah

DAK

Kab. Tuban Kab. Lamongan Kab. Sidoarjo Kab. Situbondo Kab. Pasuruan Kab. Jombang Kab. Banyuwangi Kab. Pacitan Kota Gresik Kota Madiun Kota Kediri Kota Surabaya

10,986,000,000 35,190,000,000 2,428,000,000 18,280,000,000 37,506,000,000 14,505,000,000 26,335,000,000 23,493,000,000 11,931,000,000 18,409,000,000 8,245,000,000 2,455,000,000

% dari Total Blj APBD (-) DAK 5.7 4.6 4.3 6.1 6.9 2.6 3.5 4.0 2.8 3.4 8.0 4.0

Sumber : Seknas FITRA, data diolah dari d...


Similar Free PDFs