Analisis Sejarah Judicial Review PDF

Title Analisis Sejarah Judicial Review
Pages 5
File Size 167.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 376
Total Views 970

Summary

ANALISS SEJARAH JUDICIAL REVIEW Suci Regina Maya Matiko (1011417032) Kelas B Semester 4 Tugas Hukum Acara Mahkamah Konstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak semua negara memberi kedudukan yang lebih tinggi kepada undang- undang dasar daripada undang-undang dalam arti formil. Artinya tida...


Description

ANALISS SEJARAH JUDICIAL REVIEW Suci Regina Maya Matiko (1011417032) Kelas B Semester 4 Tugas Hukum Acara Mahkamah Konstitusi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak semua negara memberi kedudukan yang lebih tinggi kepada undangundang dasar daripada undang-undang dalam arti formil. Artinya tidak semua undang-undang dasar memerlukan persyaratan yang lebih berat untuk perubahan atau amandemennya daripada undang-undang biasa. Dalam hal demikian prosedur pembuatan, penyempurnaan, dan perubahan undang-undang dasar adalah sama dengan prosedur pembuatan undang-undang. Jika pengertian ini diterapkan kepada konstitusi dalam arti luas, maka ini berarti konstitusi dalam bentuk apa pun (undangundang dasar, undang-undang, kebiasaan, konvensi) dapat diubah dengan cara yang sama seperti pembuatan undang-undang biasa. Lord Bryce memberi nama flexible constitution kepada konstitusi yang dibuat dan diubah dengan cara yang sama seperti undang-undang dan rigid constitution kepada konstitusi yang memerlukan persyaratan lebih berat dalam prosedur perubahan.1 Sejarah panjang mengenai pengujian produk legislasi oleh sebuah lembaga peradilan (judicial review) akan terus berkembang. Bermula dari Amerika (1803) dalam perkara Madison versus Marbury hingga pembentukan peradilan khusus konstitusional di Austria (1920). Pokok-pokok pemikiran John Marshall dan Hans Kelsen telah memengaruhi “cara” berhukum di banyak negara. Indonesia sendiri kemudian mengimplementasikan konsep tersebut pada perubahan UUD ketiga. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK) kemudian terbentuk pada tanggal 13 Agustus 2003. Dalam kurun 7 (tujuh) tahun sejak berdirinya, MK telah menjadi

1

Huda, Ni’matul.(2008). Urgensi Judicial Review Dalam Tata Hukum Indonesia. Jurnal Hukum, 15, 101.

sebuah lembaga kekuasaan kehakiman yang diakui oleh para pencari keadilan (justisiabellen). 2 Salah satu tugas dan kewenangan yang diemban oleh Mahkamah Konstitusi Negara Republik Indonesia sebagai bagian dari pelaksana kekuasaan kehakiman, adalah melakukan Judicial Review, peninjauan dan atau pengujian kembali terhadap putusan badan legislasi dan atau eksekutif. Apa yang dimaksudkan Judicial Review?, tidak lain adalah suatu pranata hukum yang memberikan kewenangan kepada badan pelaksana kekuasaan kehakiman dan atau badan lainnya yang ditunjuk oleh konstitusi (Grondwet) untuk dapat melakukan peninjauan dan atau pengujian kembali dengan cara melakukan interpretasi hukum dan atau interpretasi konstitusi untuk memberikan penyelesaian yuridis.3 Kehadiran Mahkamah konstitusi dalam sistem ketatanegaraan tidak lain berperan sebagai pengawal konstitusi(the guardianof the constitution), agar konstitusi selalu dijadikan landasan dan dijalankan secara konsisten oleh setiap komponen negara dan masyarakat. MK berfungsi mengawal dan menjaga agar konstitusi ditaati dan dilaksanakan secara konsisten, serta mendorong dan mengarahkan proses demokratisasi berdasarkan konstitusi.4

1.2 Tujuan Dapat mengetahui bagaimana sejarah perkembangan Judical Review.

BAB II DASAR PEMIKIRAN Pembentukan lembaga hukum tanpa dibarengi visi dan konsepsi menyeluruh dalam penegakan hukum memberikan peluang negatif dalam pembangunan hukum itu sendiri. Dalam upayanya membangun kerangka negara hukum, terben-tuknya visi

2

Pusat Studi Konstitusi FH Andalas.( 2010). Perkembangan Pengujian PerundangUndangan di Mahkamah KonstitusiJurn. Jurnal Konstitusi, 7, 148. 3 Qamar, Nurul. (2012). Kewenagnan Judicial Review Mahkamah Konstitusi. Jurnal Konstitusi, 1, 2. 4

Mulyanto, Achmad. (2013). Problematika Pengujian Peraturan Perundang-undangan (Judicial Review) Pada Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Jurnal Yustisia, 2, 59.

baru hasil amandemen UUD menuntut pemahaman dan kebijakanaaan yang berlandaskan prinsip negara hukum, Namun pembentukan lembaga hukum baru acapkali tidak sejalan dengan harapan. Mahkamah Konstitusi (MK) terbentuk karena implementasi paham konstitusionalisme. Paham yang menghendaki pembatasan kekuasaan. MK mendapat amanah untuk menyelesaikan problem hukum yang relevan dengan konstitusi kenegaraan dan diharapkan memberi koreksi atas praktik pradilan yang terjadi sebelumnya, yang dalam perjalanan waktu lebih dari tiga dasawarsa terbukti jika “kekuasaan kehakiman yang merdeka” ternyata tidak sepenuhnya dilaksanakan dengan baik. Banyak indikasi penyimpangan dari berbagai perundangan di bidang peradilan.5 Judicial Review bidang Konstitusi, adalah peninjauan kembali dan atau pengujian oleh suatu badan kekuasaan negara untuk dapat membatalkan putusan badan pembuat undang-undang (legislasi) dan atau badan Pemerintahan (eksekutif). Judicial Review bidang ini di Indonesia menjadi kompetensi dari Mahkamah Konstitusi.6

BAB III PEMBAHASAN Sejarah panjang mengenai pengujian produk legislasi oleh sebuah lembaga peradilan (judicial review) akan terus berkembang. Bermula dari Amerika (1803) dalam perkara Madison versus Marbury hingga pembentukan peradilan khusus konstitusional di Austria (1920). Pokok-pokok pemikiran Jhon Marshall dan Hans Kelsen telah mempengaruhi “cara” berhukum dibanyak negara. Indonesia sendiri kemudia telah mengimplementasikan konsep tersebut pada perubahan UndangUndang Dasar ketiga. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK).7 Jimly Asshiddiqie, mengemukakan bahwa pada umumnya mekanisme pengujian hukum (Judicial Review) ini diterima sebagai cara negara hukum modern

5

Kartono. (2011). Politik Hukum Judicial Review Di Indonesia. Jurnal Dinamika Hukum, 11, 1.

6

Qamar, Nurul. (2012). Kewenagnan Judicial Review Mahkamah Konstitusi. Jurnal Konstitusi, 1, 3.

77

Mulyanto, Achmad. (2013). Problematika Pengujian Peraturan Perundang-undangan (Judicial Review) Pada Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Jurnal Yustisia, 2, 58.

mengendalikan dan mengimbangi (check and balance) kecenderungan kekuasaan yang ada pada genggaman para pejabat pemerintahan untuk menjadi sewenangwenang.8 Jimly Asshiddiqie (2009:333-334), mengulas lebih jauh bahwa secara teoretis, keberadaan Mahkamah Konstitusi diperkenalkan oleh Hans Kelsen. Menurutnya pelaksanaan aturan konstitusional tentang legislasi dapat secara efektif dijamin hanya jika suatu organ selain badan legislatif diberikan tugas untuk menguji apakah suatu produk hukum itu konstitusional atau tidak, dan tidak memberlakukannya jika menurut organ ini produk hukum tersebut tidak konstitusional. Untuk itu dapat diadakan

organ

khusus

seperti

pengadilan

khusus yang disebut Mahkamah

Konstitusi (Constitutional Court), atau kontrol terhadap konstitusionalitas undangundang (Judicial Review) diberikan kepada pengadilan biasa, khususnya Mahkamah Agung.9 Konsep judicial review di Indonesia banyak berkembang setelah amandemen UUD 1945. Terutama dengan dibentuknya MK. Mulai dari istilah yang mengundang berbagai perdebatan. Seperti istilah judicial review, toetsingrecht, constitutional review, yang seringkali tumpang-tindih satu dengan lainnya. Berbeda cakupan maknanya daripada istilah constitutional review. Judicial Review dalam sistem common law tidak hanya bermakna ‘the power of the court to declare laws unconstitutional’. Namun demikian, istilah tersebut juga berkaitan dengan kegiatan examination of administration decisions by the court.10 Muh. Yamin sebagai salah satu anggota telah mengusulkan tentang perlunya dibentuk lembaga yang melakukan pengujian Judicial Review konstitusionalitas undang- undang dan diatur dalam UUD. Namun pemikiran Muh. Yamin tentang hal tersebut, ditolak oleh Soepomo dengan alasan keberadaan lembaga Mahkamah Konstitusi tidak sesuai dengan sistem berpikir UUD yang disusun dengan prinsip supremasi parlemen yang menempatkan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Baru setelah era reformasi bergulir dengan dilakukannya amandemen UUD 1945,

8

Qamar, Nurul. (2012). Kewenagnan Judicial Review Mahkamah Konstitusi. Jurnal Konstitusi, 1, 8.

9

Ibid, hlm 10. Kartono. (2011). Politik Hukum Judicial Review Di Indonesia. Jurnal Dinamika Hukum, 11, 18.

10

pemikiran tentang perlunya pembentukan Mahkamah Konstitusi kembali digulirkan, dan MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara dimana supremasi telah beralih dari MPR ke supremasi Konstitusi. Karena itu kewenangan melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD itu perlu diberikan kepada suatu mahkamah tersendiri di luar Mahkamah Agung yaitu Mahkamah Konstitusi.11 Penegasan sebagaimana dimaksudkan UUD Tahun 1945 tersebut, lebih lanjut diatur dan dipertegas kembali dalam UU. No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Sistematik pengaturan struktur kewenangan Mahkamah Konstitusi baik dalam UUD NRI Tahun 1945 maupun dalam UU. No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

yang menempatkan pengujian UU terhadap UUD, maka

tentunya pembentuk undang-undang mempunyai alasan dan pertimbangan tertentu sehingga menempatkan pengujian UU terhadap UUD dalam urut pertama, yang secara logika dapat dikatakan bahwa wewenang utama Mahkamah Konstitusi adalah melakukan Judicial Review atas UU terhadap UUD (pengujian konstitusionalisme).12

BAB IV PENUTUP Sifat pengujian atau Judicial Review rananya tidak terbatas hanya pada pengujian konstitusionalitas secara materil (substansi undang-undang), akan tetapi pula termasuk pengujian secara formil atas undang-undang, sehingga dikala undangundang yang diuji itu dinyatakan terbukti bertentangan dengan UUD, maka secara formil undang-undang yang bersangkutan tidak mengikat publik, dalam arti daya laku secara yuridis formal undang-undang yang bersangkutan sudah tidak ada lagi. Demikian pula halnya jika dalam pengujian secara materil salah satu pasal dari undang-undang yang dimohonkan Judicial Review, dinyatakan terbukti bertentangan dengan prinsip konstitusionalitas yang diatur dalam UUD, maka materi muatan atau substansi pasal yang dimohonkan itu dinyatakan tidak mengikat, meskipun undangundangnya secara formal masih berlaku.

11

Qamar, Nurul. (2012). Kewenagnan Judicial Review Mahkamah Konstitusi. Jurnal Konstitusi, 1, 12.

12

Ibid. hlm 13....


Similar Free PDFs