ASUHAN KEPERAWATAN SINDROM STEVEN JOHNSON PDF

Title ASUHAN KEPERAWATAN SINDROM STEVEN JOHNSON
Author Lailul Muna
Pages 29
File Size 349.4 KB
File Type PDF
Total Downloads 186
Total Views 530

Summary

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SINDROM STEVEN JOHNSON Disusun Oleh : 1. Anang Setyadi [20161242] 2. Lailul Muna [20161257] 3. Yusri Apnisah [20161274] PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KENDAL 2017/2018 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SINDR...


Description

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SINDROM STEVEN JOHNSON

Disusun Oleh : 1. Anang Setyadi [20161242] 2. Lailul Muna [20161257] 3. Yusri Apnisah [20161274]

PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KENDAL 2017/2018

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SINDROM STEVEN JOHNSON

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pembimbing: Faradisa Yuanita Fahmi, S.Kep., Ns., M.Kep.

Disusun Oleh : 1. Anang Setyadi [20161242] 2. Lailul Muna [20161257] 3. Yusri Apnisah [20161274]

PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA III KESEHATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KENDAL 2017/2018 i

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan

rahmat,

karunia

dan

hidayah-Nya sehingga kami

dapat

menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SINDROM STEVEN JOHNSON” ini dengan baik. Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas dari mata kuliah keperawatan medikal bedah II oleh ibu Faradisa Yuanita Fahmi, S.Kep, Ns, M.Kep. Ucapan terima kasih tidak lupa kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini, diantaranya: 1. Ibu Sulastri, S.Kep., Ns., M.Kes., direktur Akper Muhammadiyah Kendal 2. Ibu Faradisa Yuanita Fahmi, S.Kep, Ns, M.Kep, dosen pembimbing 3. Teman – teman yang telah membantu dan bekerjasama sehingga tersusun makalah ini. 4. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam pembuatan makalah ini yang namanya kami tidak dapat sebutkan satu persatu. Kami menyadari atas kekurangan kemampuan penulis dalam pembuatan makaah ini, sehingga akan menjadi suatu kehormatan besar bagi kami apabila mendapatkan kritikan dan saran yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini. Demikian akhir kata dari kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak dan menambah wawasan bagi pembaca.

Kendal, Maret 2018

Penyusun

ii

DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN .........................................................................................

i

KATA PENGANTAR ...................................................................................

ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................

iii

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..........................................................................................

1

B. Tujuan Penulisan .......................................................................................

2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Sindrom Steven Johnson .............................................................

3

B. Etiologi ......................................................................................................

4

C. Anatomi Fisiologi Kulit.............................................................................

5

D. Patofisiologi ..............................................................................................

8

E. Manifestasi Klinis ......................................................................................

9

F. Pathways ....................................................................................................

11

G. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................

12

H. Penatalaksanaan ........................................................................................

12

I. Konsep Asuhan Keperawatan .....................................................................

13

BAB 3 PENUTUP A. Kesimpulan ...............................................................................................

24

B. Saran ..........................................................................................................

24

DAFTAR PUSTAKA

iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Sindrom steven jhonson merupakan kelainan kulit yang bersifat fatal dan merupakan kondisi paling ekstrim dari eritema multiformis. Kondisi ini dipicu oleh penggunaan medikasi. Antibiotik, agens anti kejang NSAID, dan sulfonamida adalah obat-obatan yang paling sering menimbulkan kejadian ini. Seluruh permukaan tubuh dapat dipenuhi oleh eritema dan lepuhan (Brunner & Suddarth, 2013) Sindrom Steven Johnson ditemukan oleh dua dokter anak Amerika, yaitu A. M. Steven dan S.C Johnson, 1992 Sindrom Steven Johnson yang bisa disingkat SSJ merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-obatan. Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak dan dewasa maupun muda, jarang dijumpai pada anak usia 3 tahun kebawah. Perbandingan antara pria dan wanita tidak berbeda jauh, di rumah Sakit Ciptomangunkusumo setiap tahun kira-kira ditemukan 10 kasus. Pada cuaca yang dingin, penyakit ini sering ditemukan juga adanya faktor fisik pada lingkungan seperti sinar matahari dan sinar X yang akan mempengaruhi timbulnya sindrom ini (https://www.academia.edu/). Dari data yang dijelaskan diatas, penulis tertarik untuk membahas perihal sindrom steven johnson karena sindrom steven johnson sangat berbahaya bahkan dapat menyebabkan kematian. Sindrom ini tidak menyerang anak dibawah 3 tahun, dan penyebab sindrom steven johnson sendiri sangat bervariasi ada yang dari obat-obatan dan dari alergi yang hebat.

1

2

B. Tujuan Penulisan Tujuan penyusun dalam penyusunan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, dimana : 1. Tujuan Umum Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit sindrom steven johnson dan asuhan keperawatan yang benar pada pasien dengan sindrom steven johnson.. 2. Tujuan Khusus a. Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit sindrom steven johnson yang meliputi definisi sindrom steven johnson, etiologi, anatomi fisiologi kulit, patofisiologi, manifestasi klinis, pathways, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan. b. Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan sindrom steven johnson yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, dan perencanaan keperawatan.

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Definisi Sindrom Steven Johnson Sindrom steven jhonson merupakan kelainan kulit yang bersifat fatal dan merupakan kondisi paling ekstrim dari eritema multiformis. Kondisi ini dipicu oleh penggunaan medikasi. Antibiotik, agens anti kejang NSAID, dan sulfonamida adalah obat-obatan yang paling sering menimbulkan kejadian ini. Seluruh permukaan tubuh dapat dipenuhi oleh eritema dan lepuhan (Brunner & Suddarth, 2013) Stevens Johnson Syndrome adalah sebuah kondisi mengancam jiwa yang mempengaruhi kulit dimana kematian sel menyebabkan epidermis terpisah dari dermis. Sindrom ini diperkirakan oleh karena reaksi hipersensitivitas yang mempengaruhi kulit dan membrane mukosa. Walaupun pada kebanyakan kasus bersifat idiopatik, penyebab utama yang diketahui adalah dari pengobatan, infeksi dan terkadang keganasan. (Kusuma & Nurarif, 2015) Sindrom Steven Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir diorifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura. (Muttaqin, 2012). Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa sindrom steven johnson yaitu suatu sindrom yang terjadi pada kulit/integumen, dimana seluruh permukaan tubuh dipenuhi oleh eritema dan lepuhan, yang kebanyakan diketehui disebabkan oleh respon dari pengobatan, infeksi, dan terkadang keganasan. Terdapat tiga derajat klasifikasi yang diajukan menurut (Kusuma & Nurarif, 2015): 1. Derajat 1 : erosi mukosa SSJ dan pelepasan epidermis kurang dari 10% 3

4

2. Derajat 2 : lepasnya lapisan epidermis antara 10-30% 3. Derajat 3 : lepasnya lapisan epidermis lebih dari 30% B. Etiologi Menurut (Porth & Maffin, 2009 dalam Brunner & Suddarth, 2010) sindrom steven johnson dipicu oleh reaksi obat. Etiologinya tidak diketahui, tetapi kemungkinan berhubungan dengan sistem imun dan bisa berupa suatu reaksi terhadap obat atau kelainan sekunder akibat infeksi virus. Antibiotik, antikonvulsan, butazon dan sulfonamid merupakan obat yang paling sering terlibat. Beberapa penyebab sindrom steven johnson menurut (Kusuma & Nurarif, 2015): 1. Infeksi (biasanya merupakan lanjutan dari infeksi seperti virus herpes simpleks, influenza, gondongan/mumps, histoplasmosis, virus EpsteinBarr, atau sejenisnya). 2. Efek samping dari obat-obatan (allopurinol, diklofenak, fluconazole, valdecoxib, sitagliptin, penicillin, barbiturat, sulfanomide, fenitoin, azitromisin, modafinil, lamotrigin, nevirapin, ibuprofen, ethosuximide, carbamazepin). 3. Keganasan (karsinoma dan limfoma). 4. Faktor idiopatik (hingga 50%). 5. Sindrom steven johnson juga dilaporkan secara konsisten sebagai efek samping yang jarang dari suplemen herbal yang mengandung ginseng. Sindrom steven johnson juga mungkin disebabkan oleh karena penggunaan kokain. 6. Walaupun SSJ dapat disebabkan oleh infeksi viral, keganasan atau reaksi alergi berat terhadap pengobatan, penyebab utama nampaknya karena penggunaan antibiotik dan sulfametoksazole. Pengobatan yang secara turun menurun diketahui menyebabkan SSJ, eritem multiformis, sindrom Lyell,

dan

nekrolisis

epidermal

toksik

diantaranya

sulfanomide

(antibiotik), penisilin (antibiotic), berbiturate (sedative), lamotrigin

5

(antikonvulsan), fenitoin-dilantin (antikonvulsan). Kombinasi lamotrigin dengan asam valproat meningkatkan resiko dari terjadinya SSJ. C. Anatomi Fisiologi Kulit 1. Anatomi Kulit digambarkan sebagai pelindung, bersifat sensitif, reparatif, dan mampu mempertahankan homeostatisnya sendiri. Kulit menutupi 1,2 sampai 2,3 m3 area dan merupakan organ terberat dalam tubuh. Ketiga lapisan kulit tersebut adalah bagian terluar disebut epidermis, bagian tengah disebut dermis, dan bagian dalam disebut hipodermis atau jaringan subkutan. Apendiks kulit terdiri atas rambut, kuku, kelenjar keringat ekrin dan apokrin, dan kelenjat sebasea (Gonce, 2011).

Ketiga lapisan kulit, diantaranya : a. Epidermis atau Kutikula Epidermis tersusun atas epitelium berlapis dan terdiri atas sejumlah lapisan sel yang disusun atas dua lapis yang jelas tampak: selapis lapisan tanduk dan selapis zona germinalis. Lapisan tanduk terletak paling luar, dan tersusun atas tiga lapisan sel yang membentuk epidermis, yaitu stratum korneum, stratum lusidum, dan stratum granulosum. Sedangkan zona germinalis terletak dibawah lapisan

6

tanduk dan terdiri atas dua lapisan epitel yang berbentuk tegas, yaitu sel berduri dan sel basal (Pearce, 2012). Epidermis tidak berisi pembuluh darah. Saluran kelenjar keringat menembus epidermis dan mendampingi rambut. Sel epidermis membatasi folikel rambut. Di atas permukaan epidermis terdapat garis lekukan yang berjalan sesuai dengan papil dermis dibawahnya. Garisgaris ini berbeda=beda; pada ujung jari berbentuk ukiran yang jelas, yang pada setiap orang berbeda. Maka atas hal ini studi sidik jari dalam kriminologi dilandaskan (Pearce, 2012). b. Dermis atau Korium Korium atau dermis tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang elastis. Pada permukaan dermis tersusun papil-papil kecil yang berisi ranitng-ranting pembuluh darah kapiler (Pearce, 2012). Ujung akhir saraf sensoris, yaitu puting peraba, terletak di dalam dermis. Kelenjar keringat yang berbentuk tabung berbelit-belit dan banyak jumlahnya, terletak di sebelah dalam dermis, dan salurannya yang keluar melalui dermis dan epidermis bermuara di atas permukaan kulit di dalam lekukan halus yang disebut pori. Ada beberapa kelenjar keringat yang berubah sifat yang dapat dijumpai di kulit sebelah dalam telinga, yaitu kelenjar serumen (Pearce, 2012). Kelenjar sebseus adalah kelenjar kantong di dalam kulit. Bentuknya seperti botol dsan bermuara di dalam folikel rambut. Kelenjar ini paling banyak terdapat di kepala dan wajah, yaitu sekitar hidung, mulut, dan telinga, dan sama sekali tak terdapat dalam kulit tapak tangan dan telapak kaki. Kelenjarnya dan selurannya dilapisi sel epitel. Perubahan di dalam sel ini berakibat sekresi berlemak yang disebut sebum (Pearce, 2012). c. Hipodermis atau Subkutan

7

Hipodermis atau lapisan kulit subkutan terdiri atas jaringan ikat yang diselingi dengan lemak. Lemak hipodermis memiliki fungsi perlindungan terhadap retensi panas dan melindungi strukrtur dibawahnya. Selain itu, lemak di lapisan kulit subkutan berfungsi sebagai tempat penyimpanan kalori (Gonce, 2011) 2. Fisiologi a. Kulit sebagai organ pengatur panas Kulit adalah organ utama yang berurusan dengan pelepasan panas dari tubuh. Sebagian panas menghilang melalui paru-paru, dan sebagian lagi melalui feses dan urine. Panas dilepas oleh kulit dengan berbagai cara, yaitu dengan penguapan, pemancaran, konduksi, dan konveksi (pengaliran) (Pearce, 2012). Persarafan vaso-motorik mengendalikan arteriol kutan dengan dua cara, yaitu vaso-dilatasi dan vaso-konstriksi. Pada vaso-dilatasi arteriol memekar, kulit menjadi lebih panas, dan kelebihan panas cepat terpancar dan hilang, dan juga hilang karenas kelenjar keringat bertambah aktif, dan karena itu terjadi penguapan cairan dari permukaan tubuh. Pada vaso-konstriksi pembuluh darah dalam kulit mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin, keringat hampir dihentikan, dan hilangnya panas dibatasi. Dengan pengendalian ini pelepasan panas ditambah atau dikurangi sesuai kebutuhan tubuh (Pearce, 2012). b. Kulit sebagai indra peraba Rasa sentuhan yang disebabkan rangsangan pada ujung saraf di dalam kulit berbeda-beda menurut ujung saraf yang dirangsang. Perasaan panas, dingin, sakit, semua ini perasaan yang berlainan. Di dalam kulit terdapat tempat-tempat tertentu, yaitu tempat perabaan, beberapa sensitif (peka) terhadap dingin, beberapa terhadap panas, dan lain lagi terhadap sakit (Pearce, 2012).

8

Perasaan yang disebabkan tekanan yang dalam, dan perasaan yang memungkinkan seorang menentukan dan menilai berat suatu benda, timbul pada struktur lebih dalam, misalnya pada otot dan sendi (Pearce, 2012). c. Tempat penyimpanan Kulit

dan

jaringan

dibawahnya

bekerja

sebagai

tempat

penyimpanan air; jaringan adiposa di bawah kulit merupakan tempat penyimpanan lemak yang utama pada tubuh (Pearce, 2012). d. Beberapa kemapuan melindungi dari kulit Kulit relatif tak tertembus air, dalam arti menghindarkan hilangnya cairan dari jaringan dan juga menghindarkan masuknya air ke dalam jaringan, misalnya bila tubuh terendam air. Epidermis menghalangi cedera pada struktur di bawahnya dan karena menutupi ujung akhir saraf sensorik di dalam dermis, maka kulit mengurangi rasa sakit. Bila epidermis rusak, misalnya karena terbakar sampai derajat ketiga, proteksi ini hilang dan setiap sentuhan terasa nyeri, dan eksudasi cairan dari dermis yang sekarang terbuka ini menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit, dengan akibatnya klien berada dalam bahaya dehidrasi, yamg dapat menimbulkan keadaan yang lebih parah (Pearce, 2012). D. Patofisiologi Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang membentuk mikropresipitasi sehingga terjadi aktivasi sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi netrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran. Reaksi tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersensitisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama, kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Muttaqin, 2012).

9

E. Manifestasi Klinis

Menurut (Brunner & Suddarth, 2013) tanda-tanda awal sindrom steven johnson antara lain konjungtiva terasa panas atau gatal, nyeri tekan kutaneus, demam, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, malaise ekstrem, dan mialgia (nyeri dan sakit). Dilanjutkan dengan awitan eritema yang cepat yang mengenai sebagian besar permukaan tubuh dan membran mukosa, munculnya bula yang kaku dan luas dibeberapa area. Di area lain, lapisan epidermis yang luas mengelupas sehingga jaringan dermis dibawahnya terlihat kuku kaki, kuku tangan, alis dan bulu mata dapat rontok, begitu juga dengan epidermis di sekitarnya. Kulit yang sangat sensitif dan kulit yang mengelupas akan menghasilkan permukaan kulit yang mengeluarkan cairan, mirip seperti luka bakar partial thickness burn di seluruh tubuh, kondisi ini disebut juga sindrom kulit melepuh. Pada kasus berat yang mengenai mukosa, mungkin terdapat bahaya kerusakan pada laring, bronki, dan esofagus akibat ulserasi. Perjalanan penyakit sangat akut dan mendadak dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi (30º - 40ºC), mulai nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri tenggorokan yang dapat berlangsung dua minggu. Gejala-gejala ini dengan segera akan menjadi berat yang ditandai meningkatnya kecepatan nadi dan pernafasan, denyut nadi melemah, kelemahan yang hebat serta menunrunnya kesadaran, soporeus sampai koma (Kusuma & Nurarif, 2015). Menurut (Kusuma & Nurarif, 2015), pada sindroma ini terlihat adanya kelainan berupa : 1. Kelainan kulit

10

Kelainan kulit dapat berupa eritema, vesikal, dan bulla. Eritema mberbentuk

seperti

cincin

(pinggir

eritema

tengahnya

relatif

hiperpigmentasi) yang berkembang menjadi urtikari atau lesipapuler berbentuk target dengan pusat ungu atau lesi sejenis dengan vesikel kecil. Vesikel kecil dan bulla kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi erupsi hemorrhagis berupa ptechiae atau purpura. Bila disertai purpura, prognosisnya menjadi lebih buruk. Pada keadaan yang berat kelainannya menjadi generalisate. 2. Kelainan selaput lendir di orifisium Kelainan selaput lendir di orifisium yang tersering ialah pada mukosa mulut/bibir (100%), kemudian disusul dengan kelainan di lubang alat genitalia (50%), sedangkan di lubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% - 4%). Kelainan yang terjadi berupa stomatitis dengan vesikel pada bibir, lidah, mukosa mulut bagian buccal. Stomatitis merupakan gejala yang dini dan menyolok. Stomatiti kemudian menjadi lebih berat dengann pecahnya vesikel dan bulla sehingga terjadi erosi, excoriasi, pendarahan, ulcerasi, dan dan terbentuk krusta kehitaman. Juga dpaat terbentuk psudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak ialah krusta berwarna hitam yang tevbal. Adanya stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar menenlan. Kelainan ini di mukosa dapat juga terjadi di faring, traktus respiratorus bagian atas, dan esophagus. Terbentuknya pseudommebran di faring dapat memberikan keluhan sukar bernafas dan penderitanya tidak dapat makan dan minum. 3. Kelainan mata Kelainan pada mata merupsksn 80% diantara semua kasus, yang sering terjadi ialah conjunctivitis kataralis. Selain itu dapat terjadi conjunctivitis

purulen,

pendarahan,

simblefaron,

ulcus

cornea,

iritis/iridosiklitis yang pada akhirnya dapat terjadi kebutaan sehingga dikenal trias yaitu stomatitis, conjunctivitis, balanitis, uretritis.

11

F. Pathways Obat-obatan, infeksi virus, keganasan

Kelainan hipersesitifitas

Hipersesitifitas tipe IV

Hipersesitifitas tipe III

Limfosit T tersintesitasi

Antigen antibody terbentuk terperangkap dalam jaringan kapiler

Pengakitfan sel T Melepaskan limfokin/sitotoksik


Similar Free PDFs