BAHAN KULIAH Konstruksi Kayu PDF

Title BAHAN KULIAH Konstruksi Kayu
Author Muhammad Ananda
Pages 16
File Size 570.3 KB
File Type PDF
Total Downloads 868
Total Views 949

Summary

Fakultan Teknik Sipil Univ. Muhammadiyah Sumatera Utara 1. TEGANGAN-TEGANGAN IZIN 1. 1 BERAT JENIS KAYU DAN KLAS KUAT KAYU Berat Jenis Kayu ditentukan pada kadar lengas kayu dalam keadaan kering udara. Sehingga berat jenis yang digunakan adalah berat jenis kering udara. Berat jenis menentukan kekuat...


Description

Fakultan Teknik Sipil Univ. Muhammadiyah Sumatera Utara

1. TEGANGAN-TEGANGAN IZIN

1. 1

BERAT JENIS KAYU DAN KLAS KUAT KAYU

Berat Jenis Kayu ditentukan pada kadar lengas kayu dalam keadaan kering udara. Sehingga berat jenis yang digunakan adalah berat jenis kering udara. Berat jenis menentukan kekuatan kayu. Selain berat jenis kekuatan kayu juga ditentukan oleh mutu kayu. Mutu kayu dibedakan dalam 2 (dua) macam, yaitu mutu A dan mutu B yang selanjutnya dapat dibaca pada PKKI (Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia) 1961 (NI-P) pasal 3. Kekuatan Kayu digolongkan dalam klas kuat I, II, III, IV dan V. Tegangan-tegangan izin untuk kayu mutu A dengan klas kuat tertentu dapat dilihat pada daftar Iia PKKI 1961. Untuk kayu mutu B tegangan-tegangan ijin dalam daftar Iia harus dikalikan dengan faktor reduksi sebesar 0,75. Apabila diketahui berat-jenis kayu, maka tegangan-tegangan ijin kayu mutu A dapat langsung dihitung dengan rumus seperti terdapat pada daftar IIb PKKI 1961, sbb : lt  170.g (kg/cm2 )

 ds //   tr //  150.g ((kg/cm 2 )  ds   40.g ((kg/cm 2 ) //  20.g ((kg/cm2 )

Dimana : g = berat jenis kayu kering udara Untuk kayu mutu B rumus tersebut di atas harus diberi faktor reduksi sebesar 0,75. Jika suatu kayu diketahui jenisnya maka dengan menggunakan lampiran I PKKI 1961 dapat diketahui berat jenisnya. Dari lampiran I tersebut untuk perhitungan tegangan ijin sebagai berat jenis kayu diambil angka rata-rata dengan catatan bahwa perbedaan antara berat jenis maksimum dengan berat jeins minimum tidak boleh lebih dari 100 % berat jenis minimum, atau Bjmaks  Bjmin  Bjmin

Jika perbedaan tersebut lebih dari 100 % harus digunakan berat jenis yang minimum, misalnya kayu keruing dari lampiran I PKKI 1961 no. 22 mempunyai Bjmaks = 1,01 dan Bjmin = 0,51, maka Bjmaks  Bjmin  1,01  0,51  0,5  Bjmin  0,51 sehingga dapat digunakan Bj ratarata = 0,76.

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU” Dosen Razali, ST. MT.

Halaman 1

Fakultan Teknik Sipil Univ. Muhammadiyah Sumatera Utara

Dengan cara lain kita dapat langsung menggunakan klas kuat kayu yang terendah dari lampiran I tersebut. Disarankan untuk menggunakan rumus yang ada untuk menghitung tegangan ijin apabila telah diketahui berat jenis kayu. Kelas kuat kayu juga digunakan untuk menentukan medulus kenyal (elastisitas) kayu sejajar serat (E), yang dapat dilihat pada daftar I PKKI 1961. Jadi apabila telah diketahui berat jenis kayu, maka untuk menentukan modulus kenyal kayu harus diketahui pula klas kuat kayu. Untuk itu hubungan antara klas kuat dan berat jenis kayu didapat sbb :

Kelas Kuat

Berat Jenis Kering Udara

Kuat Lentur (Kg/cm2)

Kuat Tekan (Kg/cm2)

I II III IV V

 0,90 0,60 – 0,90 0,40 – 0,60 0,30 – 0,40  0,30

 1100 1100 – 725 725 – 500 500 – 360  360

 650 650 – 425 425 – 300 300 – 215  215

Sumber : Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia, 1961

1. 2

FAKTOR REDUKSI

Harga tegangan-tegangan ijin dalam daftar IIa PKKI 1961 maupun rumus tegangan yang telah diberikan di atas adalah untuk pembebanan pada konstruksi yang bersifat tetap dan permanen, serta untuk konstruksi yang terlindung, jadi :  Untuk sifat pembebanan tetap, faktor reduksi  = 1  Untuk konstruksi terlindung, faktor reduksi  = 1 Apabila pembebanan bersifat sementara atau khusus dan konstruksi tidak terlindung, harga tegangan ijin tersebut harus dikalikan dengan faktor reduksi sbb :  Untuk konstruksi tidak terlindung, faktor reduksi  =  Untuk konstruksi yang selalu basah (terendam air), faktor reduksi  =  Untuk pembebanan yang bersifat sementara, faktor reduksi  =  Untuk pembebanan yang bersifat khusus (getaran, dll) , faktor reduksi  =

maka 5/6 2/3 5/4 3/2

Faktor reduksi tersebut di atas juga berlaku untuk mereduksi kekuatan alat-alat sambung.

1. 3

PENGARUH PENYIMPANGAN ARAH GAYA TERHADAP ARAH SERAT KAYU

Apabila arah gaya yang bekerja pada bagian-bagian konstruksi menyimpang dengan sudut  terhadap arah serat kayu, maka tegangan ijin desak atau tarik kayu harus dihitung sebagai berikut :     ds //   ds //   ds   . sin 

Faktor reduksi seperti yang diuraikan di atas juga harus diperhitungkan.

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU” Dosen Razali, ST. MT.

Halaman 2

Fakultan Teknik Sipil Univ. Muhammadiyah Sumatera Utara

2. ELEMEN-ELEMEN KONSTRUKSI

2. 1

BATANG TARIK

Didalam menentukan luas tampang batang yang mengalami tarikan harus diperhitungkan berkurangnya luas tampang akibat adanya alat-alat sambung. Untuk itu dalam hitungan selalu digunakan luas tampang netto (Fnt). Besarnya nilai Fnt yakni : Fnt  c . Fbr

Dimana : c = adalah faktor perlemahan akibat adanya alat sambung Fbr = luas tampang bruto Besarnya faktor perlemahan dapat diambil seperti di bawah ini :  10 % untuk sambungan dengan paku  20 % untuk sambungan dengan baut dan sambungan gigi  20 % untuk sambungan dengan kokot dan cincin belah  30 % untuk sambungan dengan pasak kayu  0 % untuk sambungan dengan perekat

2. 2

BATANG DESAK

2.2.1 Batang Tunggal Didalam merencanakan batang desak harus diperhatikan adanya bahaya tekuk, tetapi tidak perlu memperhatikan faktor perlemahan seperti batang tarik. Besarnya faktor tekuk () tergantung dari angka kelangsingan batang ().

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU” Dosen Razali, ST. MT.

Halaman 3

Fakultan Teknik Sipil Univ. Muhammadiyah Sumatera Utara

l   tk imin

Dimana : ltk

=

imin =

panjang tekuk yang tergantung dari sifat-sifat ujung batang yakni sbb :  Untuk jepit – sendi : l tk  1/ 2 . l . 2  Untuk jepit – bebas : l tk  2 . l  Untuk sendi – sendi : l tk  l  Untuk konstruksi rangka : l tk  l jari-jari inersia minimum 

Imin Fbr

Hubungan antara  dan  dapat dilihat pada daftar III PKKI 1961, selanjutnya tegangan desak yang terjadi tidak boleh melampaui tegangan desak yang diijinkan.  ds 

P.   ds // Fbr

Untuk merencanakan dimensi batang desak tunggal, sebagai pedoman awal dapat digunakan rumus-rumus sbb :  Untuk kayu klas kuat I

 Untuk kayu klas kuat II

 Untuk kayu klas kuat III

 Imin  40 . Ptk . l tk 2  Imin  50 . Ptk . l tk 2  Imin  60 . Ptk . l tk 2

 Untuk kayu klas kuat IV  Imin  80 . Ptk . l tk 2 Dimana :

Ptk = l tk = Imin =

gaya desak (ton) panjang tekuk (m) dalam cm4

2.2.2 Batang Ganda Batang ganda dapat terdiri dari dua, tiga maupun empat batang tunggal yang digabungkan dengan diberi jarak antara. Pemberian jarak ini dengan maksud untuk memperbesar momen inersia yang berarti juga memperbesar daya dukung. Besarnya momen inersia terhadap sumbu bebas bahan dalam hal ini sumbu Y (lihat Gambar 2.1) harus diberi faktor reduksi sehingga besarnya dihitung sbb : I y  1/ 4 . ( It  3 . Ig )

Dimana :

It = Ig =

momen inersia yang dihitung secara teoritis (apa adanya) momen inersia yang dihitung dengan menganggap bagian-bagian ganda menjadi tunggal

Untuk momen inersia terhadap sumbu X tidak perlu direduksi.

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU” Dosen Razali, ST. MT.

Halaman 4

Fakultan Teknik Sipil Univ. Muhammadiyah Sumatera Utara

Gambar 2.1 Batang Ganda Terhadap Sumbu Bebas Bahan Disyaratkan bahwa a ≤ 2.b, jika a > 2.b, maka untuk menghitung It tetap diambil a = 2.b

2. 3

BALOK LENTUR

Pada sebuah balok yang dibebani momen lentur harus dipenuhi syarat batas tegangan lentur dan lendutan. Tengangan lentur yang terjadi tidak boleh melampaui tengangan lentur yang diijinkan.  lt 

Dimana :

Wn c W

= = =

M max  lt Wn

c.W adalah faktor perlemahan seperti batang tarik Momen tahanan = 1/6 . b . h2

Lendutan yang terjadi tidak boleh lebih besar dari lendutan yang diijinkan seperti yang disyaratkan pada PKKI 1961 pasal 12.5. Sedangkan syarat panjang bentang balok yang efektif dapat dilihat pada PKKI 1961 pasal 12.1

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU” Dosen Razali, ST. MT.

Halaman 5

Fakultan Teknik Sipil Univ. Muhammadiyah Sumatera Utara

2. 4

BALOK YANG MENDUKUNG MOMEN DAN GAYA NORMAL

2.4.1 Lenturan dan Tarikan

Pada konstruksi yang mengalami lenturan dan tarikan, tegangan yang terjadi tidak diijinkan lebih besar dari tegangan tarik yang disyaratkan, yakni :  tot

Dimana :







P Fnt

  .

M max Wn



 tr //

 tr // lt

2.4.2 Lenturan dan Desak

Pada konstruksi yang mengalami lenturan dan desakan, tegangan yang terjadi tidak diijinkan lebih besar dari tegangan desak yang disyaratkan, yakni :  tot

Dimana :





M P .    . max Fbr Wn



 ds //

 ds // lt

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU” Dosen Razali, ST. MT.



Halaman 6

Fakultan Teknik Sipil Univ. Muhammadiyah Sumatera Utara

3. SAMBUNGAN DAN ALAT-ALAT SAMBUNG

3. 1

SAMBUNGAN DENGAN BAUT

Garis tengah (diameter) baut paling kecil harus 10 mm (3/8”), sedangkan untuk sambungan baik bertampang satu maupun bertampang dua dengan tebal kayu lebih besar dari pada 8 cm, harus dipakai batu berdiameter paling kecil 12,7 mm (1/2”). Sambungan dengan baut dibagi dalam 3 (tiga) golongan menurut kekuatan kayu yaitu golongan I, II dan III. Agar sambungan dapat memberikan hasil kekuatan yang sebaik mungkin, hendaknya  b = b/d yang diambil dari angka-angka yang tercantum dibawah ini. a. Golongan I untuk kayu klas kuat I (Kayu Rasamala)  Sambungan bertampang satu : P = 50 . l . d . (1 – 0,60 . sin ) atau  b = 4,8

 Sambungan bertampang dua atau  b = 3,8

:

P =

240 . d 2 . (1 – 0,35 . sin )

P = P =

125 . m . d . (1 – 0,60 . sin ) 250 . l . d . (1 – 0,60 . sin )

P =

480 . d 2 . (1 – 0,35 . sin )

b. Golongan II untuk kayu klas kuat II (Kayu Jati)  Sambungan bertampang satu : P = 40 . l . d . (1 – 0,60 . sin ) atau  b = 5,4

 Sambungan bertampang dua atau  b = 4,3

:

c. Golongan III untuk kayu klas kuat III  Sambungan bertampang satu : atau  b = 6,8

 Sambungan bertampang dua

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU” Dosen Razali, ST. MT.

:

P =

215 . d 2 . (1 – 0,35 . sin )

P = P =

100 . m . d . (1 – 0,60 . sin ) 200 . l . d . (1 – 0,60 . sin )

P =

430 . d 2 . (1 – 0,35 . sin )

P =

25 . l . d . (1 – 0,60 . sin )

P =

170 . d 2 . (1 – 0,35 . sin )

P =

60 . m . d . (1 – 0,60 . sin )

Halaman 7

Fakultan Teknik Sipil Univ. Muhammadiyah Sumatera Utara

atau  b = 5,7

P = P =

120 . l . d . (1 – 0,60 . sin ) 340 . d 2 . (1 – 0,35 . sin )

Dimana : P = kekuatan ijin baut dalam kg yang diambil yang terkecil;  = sudut penyimpangan arah gaya terhadap arah serat kayu; l = tebal kayu tepi dalam cm; m = tebal kayu tengah dalam cm; d = garis tengah (diameter) baut dalam cm; Hasil kekuatan ijin baut yang diambil harus dikalikan dengan faktor reduksi seperti dalam pembahasan sub bab 1.2 diatas, yakni : Pr  P..

Dengan demikian dapat dihitung jumlah baut (n) yang akan direncanakan dengan persamaan : P n Pr Untuk kayu klas kuat di bawah III jarang digunakan sehingga tidak diberikan perumusannya. Perencanaan sambungan dengan alat sambung baut harus memperhatikan syarat-syarat yang berlaku sesuai dengan PKKI 1961. Penempatan baut-baut dapat di lihat pada gambar dibawah ini :

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU” Dosen Razali, ST. MT.

Halaman 8

Fakultan Teknik Sipil Univ. Muhammadiyah Sumatera Utara

Gambar 3.1 Penempatan Jarak-Jaak Baut Arah gaya membentuk sudut  (0 o    90 o ) dengan arah serat kayu seperti gambar diatas, maka antara sumbu baut dan tepi kayu yang dibebani dalam arah gaya ditentukan dengan meninterpolasi linier diantara harga 5.d dan 6.d. Contoh misalkan arah gaya membentuk sudut   45 dengan perumpamaan   0 o untuk

jarak 5.d dan   90 o untuk jarak 6.d dengan meninterpolasi linier maka akan diperoleh jarak 5,5.d.

3. 2

SAMBUNGAN DENGAN PAKU

Kekuatan paku untuk sambungan tampang satu dapat dilihat pada daftar Va (PKKI 1961, hal. 26). Apabila pada sambungan digunakan paku yang memenuhi syarat untuk sambungan tampang dua, maka kekuatan paku dalam daftar Va dapat dikalikan dua. Panjang paku untuk sambungan tampang satu biasanya diambil sebagai berikut : l p  2,5 . l (l  tebal kayu muka)

Sedangkan untuk sambungan tampang dua biasanya diambil sebagai berikut : l p  2,5 . m  l (m  tebal kayu tengah)

Dari daftar Va tampak bahwa tebal kayu muka tempat awal paku masuk dibatasi 2 – 4 cm. Sehingga apabila tebal kayu lebih dari 4 cm, maka kekuatan paku tidak dapat dihitung berdasarkan daftar Va tersebut. Jadi apabila tidak menggunakan daftar V, kekuatan paku dapat juga dihitung dengan rumus sebagai berikut :  Sambungan bertampang satu :

P = P =

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU” Dosen Razali, ST. MT.

0,5 . l . d . kd 3,5 . d 2 . kd

untuk l  7.d untuk l  7.d

Halaman 9

Fakultan Teknik Sipil Univ. Muhammadiyah Sumatera Utara

 Sambungan bertampang dua

:

P = P =

m . d . kd

7 . d . kd 2

untuk m  7.d

untuk m  7.d

Harga kd (kokoh desak kayu) dapta dilihat pada daftar Va sesuai dengan Bj kayu yang bersangkutan. Dalam perencanaan, sambungan dengan alat sambung paku harus memperhatikan syarat-syarat dalam PKKI 1961.

Gambar 3.2 Penempatan Jarak Paku

3. 3

SAMBUNGAN DENGAN PASAK

Pasak adalah alat penyambung yang dimasukkan ke dalam takikan-takikan di dalam kayu yang akan dibebani oleh tekanan dan gesekan. Pasak hanya boleh dibuat dari kayu keras (lihat daftar IV, PKKI hal. 20), besi atau baja. Pasak kayu keras yang mempunyai tampang persegi empat panjang, memasangnya harus sedemikian sehingga serat-seratnya terletak sejajar dengan serat-serat batang kayu yang disambung.

3.3.1 Sambungan dengan Pasak Kayu Persegi Sambungan dengan pasak kayu hanya digunakan untuk sambungan tampang 2 (dua) saja. Arah serat kayu pada pasak dibuat sejajar dengan arah serat kayu pada batang yang disambung (batang asli). Ukuran-ukuran pasak itu harus diambil sebagai berikut : Tinggi pasak (2t) : Panjang pasak (a) :

t  1,5 cm a  5.t dengan syarat : 10 cm  a  15 cm

Tegangan tekan yang diijinkan untuk kayu di dalam sambungan ini dapat diambil dari daftar II (PKKI 1961, hal. 6) dengan mengigat jenis muatannya, kemudian tegangan tekan yang diijinkan tersebut harus dikalikan dengan faktor direduksi. Antara masing-masing pasak demikian juga antara pasak dan ujug kayu harus diberi baut pelengkap dengan garis tengah (diameter) baut 1,27 cm (1/2”).

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU” Dosen Razali, ST. MT.

Halaman 10

Fakultan Teknik Sipil Univ. Muhammadiyah Sumatera Utara

Gambar 3.3 Penempatan Jarak Pasak Kayu Persegi

3.3.2 Sambungan dengan Pasak Kayu Bulat Kubler Alat sambungan ini dapat digunakan untuk sambungan tampang dua atau lebih, kekuatan pasak kubler dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 3.1 Kekuatan Pasak Kubler untuk Kayu dengan Bj = 0,6 Jarak antara pasak (cm)

(cm)

d (cm)

Baut (cm)

(ton)

Lebar Kayu min. (cm)

6

2,6

1,6

1,27

1,0

8

14

14

8

3

1,6

1,27

1,5

10

18

18

10

4

1,6

1,27

1,7

12

20

20

Diameter Pasak

t

(cm)

Garis Tengah

P

Kayu Muka (cm)

Untuk Bj lainnya maka angka-angak pada tabel diatas harus diberi faktor pengkali sebanding dengan Bj-nya, yaitu Bj/0,6. Apabila arah gaya membentuk sudut  terhadap arah serat kayu, maka kekuatan pasak berkurang sebagai berikut : P  P// . ( 1  0,25 . sin  )

Cara memilih ukuran pasak dengan memperhatikan ukuran kayu minimum, misalkan pasak akan diletakkan setangkup dengan lebar kayu 14 cm, maka dapat diambil pasak  10 cm atau yang lebih kecil lagi sesuai dengan kebutuhan kekuatan pasak. Pada prinsipnya jumlah pasak yang terpasang / digunakan semakin sedikit akan semakin baik karena menghemat panjang plat sambung.

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU” Dosen Razali, ST. MT.

Halaman 11

Fakultan Teknik Sipil Univ. Muhammadiyah Sumatera Utara

Gambar 3.4 Penempatan Jarak Pasak Kayu Bulat Kubler

3. 4

SAMBUNGAN DENGAN CINCIN BELAH KREUGERS

Cincin belah sebaiknya digunakan untuk sambungan tampang 2 (dua) atau lebih dan pada satu sambungan dibatasi maksimal ada 3 (tiga) pasang cincin belah. Kekuatan cincin belah kreugers perpasangan untuk kayu dengan berat jenis 0,6 dapat dilihat pada Tabel 3.2. Untuk Bj-lain harus diberi faktor pengkali sebanding dengan Bj-nya. Cincin belah ini sebaiknya digunakan untuk sambungan tampang dua atau lebih dan pada satu sambungan dibatasi maksimal ada 3 (tiga) pasang cincin belah. Apabila arah gaya yang membentuk sudut  terhadap arah serat kayu maka kekuatan cincin belah berkurang sebagai berikut : P  P// . ( 1  0,30 . sin  )

Cara memilih cincin belah tersbut berturut-turut dengan memperhatikan lebar kayu minimum, tebal kayu tengah minimum, tebal kayu tepi minimum dan jarak kayu muka yang direncanakan. Penempatan jarak sambungan dengan cincin belah kreugers sama halnya dengan Penempatan Jarak Pasak Kayu Bulat Kubler hanya saja sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

3. 5

SAMBUNGAN DENGAN KOKOT BULLDOG

Kekuatan kokot bulldog dapat dilihat pada Tabel 3.3 untuk kayu dengan Bj = 0,5. Untuk Bjlain harus diberi faktor pengkali sebanding dengan Bj-nya. Apabila arah gaya membentuk sudut  terhadap arah serat kayu, maka kekuatan kokot bulldog berkurang sbb : P  P// . ( 1  0,25 . sin  )

Cara memilih kokot bulldog tersebut dengan memperhatikan lebar kayu minimum dan tebal kayu muka minimum, serta diameter baut yang direncanakan.

Mata Kuliah “STRUKTUR KAYU” Dosen Razali, ST. MT.

Halaman 12

Fakultan Teknik Sipil Univ. Muhammadiyah Sumatera Utara

Tabel 3.2 Kekuatan Cincin Belah Kreugers untuk Kayu dengan BJ = 0,6 Tanda Cincin Belah

100/19 100/25 100/31 125/25 125/31 125/37 150/31 150/37 150/43 a

b

c

d

e

f

g

h

i

Garis tengah cincin belah, D (mm)

100

100

100

125

125

125

150

150

150

Tinggi cincin belah, H (mm)

19

25

31

25

31

37

31<...


Similar Free PDFs