BATAK TOBA PDF

Title BATAK TOBA
Author Andy Darussalam
Pages 25
File Size 469.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 2
Total Views 48

Summary

Fuad Erdansyah 115 Simbol dan Pemaknaan Gerga pada Rumah Adat Batak Karo di Sumatra Utara SIMBOL DAN PEMAKNAAN GERGA PADA RUMAH ADAT BATAK KARO DI SUMATRA UTARA Fuad Erdansyah Dosen Seni Rupa Unimed Jl. W. Iskandar, Psr V Medan [email protected] INTISARI Artikel ini berkeinginan untuk memahami as...


Description

Fuad Erdansyah Simbol dan Pemaknaan Gerga pada Rumah Adat Batak Karo di Sumatra Utara

115

SIMBOL DAN PEMAKNAAN GERGA PADA RUMAH ADAT BATAK KARO DI SUMATRA UTARA Fuad Erdansyah Dosen Seni Rupa Unimed Jl. W. Iskandar, Psr V Medan [email protected]

INTISARI Artikel ini berkeinginan untuk memahami aspek-aspek bentuk dan simbolik gerga yang terdapat pada rumah adat Batak Karo di Sumatera Utara. Gerga sebagai salah satu bentuk kesenian Batak Karo, khususnya kesenirupaan telah memberikan sumbangannya yang besar dalam pencitraan visual terhadap berbagai benda-benda kerajinan, arsitektur, dan artefak lainnya. Namun keberadaan gerga yang terdapat pada rumah-rumah adat Batak Karo tersebut mulai berkurang seiring dengan berkurangnya rumah-rumah adat Batak Karo di Sumatera Utara. Oleh karena itu artikel ini berusaha menjelaskan kehadiran gerga dalam konteks sosial-budaya masyarakat Karo, mendeskripsikan bentuk rumah adat Batak Karo, serta mengungkapkan bentuk, simbol gerga dan pemaknaannya pada rumah adat Batak Karo. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik analisis interpretasi dan pendekatan kebudayaan Batak Karo. Selain itu metode etnografi juga digunakan dengan pendekatan emik dan etik guna menemukan jawaban logis atas seluruh pemaknaan simbolik gerga. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa orang Batak Karo tradisional menganut paham animisme, dan hinduisme, yang berhubungan dengan kepercayaan pada roh dan daya-daya transenden di rumah dan lingkungan sekitarnya. Hubungan magis terhadap roh dan yang gaib tersebut dilakukan melalui mediator guru, dukun, raja, termasuk juga kalimbubu dalam kekerabatan rakut sitelu. Konsekuensi logisnya, bahwa hubungan dan unsur magis kemudian diberi tanda dan makna simbolik dalam bentuk ragam hias yang disebut gerga. Selanjutnya ditemukan bahwa Gerga dengan motif pengretret dan kepala kerbau, mengandung makna magis dan sakral, sedang motif tumbuhan hanya sebagai hiasan (profan). Kemudian berakhirnya kekuasaan raja serta diterimanya agama-agama wahyu, maka ekspresi nilai kepercayaan maupun makna gerga seperti pengretret serta kepala kerbau tidak lagi magis dan sakral, melainkan berubah sebagai hiasan (profan) dan pelengkap estetik semata. Penelitian ini juga menunjukan, bahwa berdirinya rumah-rumah adat Batak Karo, karena sistem kepercayaan kuno, dan hindu dalam konsep triloka, dengan bidang kosmo debata datas, teruh, dan tengah. Berdasarkan pembagian ini pula, bentuk dan makna simbolik gerga merupakan representasi religi (sakral), kekerabatan (semi sakral) dan hiasan (profan). Kata kunci: Gerga, simbol, rakut sitelu dan rumah adat. ABSTRACT This research belongs to a field study, taken place in villages Lingga and Dokan Regency Karo. Generally, this research reveals the traditional values based on social-cultural background of Karo people, while particularly it reveals the meaning of ornament style in Batak Karo custom house called gerga. For that reason, the objectives of research are: (1) to describe the belief and kinship sistem underlying the gerga establishment in Karo custom house; (2) to describe the architectural components in Karo custom house consisting of: kitchen or floor crossbar, room, wall, facade, and roof platform; and (3) to reveal the symbolic meaning in gerga (ornament style). In order to achieve those objectives, the research method or procedure is required to determine the data source, both from the informant and custom house artifact completed with its style ornament. Techniques of collecting data used were from library

115

116

Vol. 7 No. 1, Juli 2011

study, observation, interview and documentation. The data was then analyzed based on the qualitative method using analytical interpretation with semiotic approach and batak karo rakut sitelu. Furthermore, the result of research shows that: (1) the belief and kinship sistem underlies the conception in establishing custom house and gerga; (2) the presence of custom house is the symbol of Karo people’s cosmology, as well as the birth place of kinship system called rakut sitelu; and (3) the symbolic meaning of gerga has denotative and connotative meaning orientation based on its pattern and motive containing the message both as the adoration and as the tenet for batak Karo people. From the result of research, it can be concluded that gerga contains the meaning relevant to the original belief influence as well as indicates the megalithic culture development containing religious (sacred) values, norms or customs or tenets (semi-sacred) as well as containing aesthetical and ornamental (profane) values. However, Karo custom house has lost its sacred religious values because it starts to be abandoned by its people, and its existence is just as the past monument, while the gerga motive that was sacred and semi-sacred previously becomes now profane. This research is expected to enrich the cultural information and actualization through the messages obtained from symbol and sign system. Keywords: Gerga, symbol, sitelu rakut and custom house.

A. Gambaran Umum Masyarakat Karo Kabupaten Karo terbentang di dataran tinggi sekitar Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak, serta dataran tinggi Bukit Barisan. Tetangga terdekat Kabupaten Karo adalah Kabupaten Simalungun. Masyarakat suku Karo hidup berdampingan dengan puak-puak Batak lainnya yang juga berada di wilayah tersebut. Menurut cerita oral, orang-orang Batak berasal dari nenek moyang yang sama. Keturunan mereka menyebar

tradisi yang masih ada sekarang, seperti upacaraupacara adat yang syarat dengan simbol-simbol. Selain upacara, masyarakat Karo juga memiliki rumah adat yang syarat dengan elemen-elemen simbolik. Ciri-ciri utama dari simbol tersebut dapat diidentifikasi dari lukisan, gambar, atau ragam hias yang melekat pada rumah tersebut. Rumah adat Karo, sebagaimana rumah-rumah adat yang ada di Indonesia, arsitekturnya memiliki karakter tertentu. Selain karakteristik

dan membentuk klan-klan sendiri. Klan-klan yang

arsitekturnya yang khas, karakteristik ragam

merupakan keluarga besar puak Batak adalah Batak

hiasnya juga khas, sehingga menarik untuk dikaji.

Toba, Simalungun, Mandailing, Phakpak Dairi, dan

Ragam hias dalam bahasa Karo disebut gerga

Batak Karo.

yang terdapat pada benda-benda kerajinan dan

Suku Karo adalah masyarakat petani karena

benda seni lainnya, tetapi gerga juga identik dengan

didukung oleh faktor ekologi. Tanah pertanian di

rumah raja atau rumah orang kaya yaitu rumah-

Kapubaten Karo sangat cocok untuk jenis tanaman

rumah adat karena terdapat ragam hias pada

sayur-mayur dan buah-buahan. Bahkan sayur-

bagian luar rumahnya (Parlindungan, 2005:463).

mayur dan buah-buahan ini merupakan hasil

Gerga pada rumah adat Batak Karo terdapat pada

utama pertanian masyarakat Karo, yang di-

tiga bagian yaitu mulai dari palang lantai rumah

konsumsi oleh masyarakat Sumatera Utara.

(melmelen), dinding rumah (derpih), hingga anjungan

Masyarakat Karo hidup di wilayah tersebut

atap rumah (ayo). Gerga yang terdapat pada rumah

sejak sekitar tahun 1300-an M (Parlindungan,

adat memiliki keunikan dan ciri khasnya masing-

2005:463), dan telah memiliki sistem kebudayaan-

masing. Pola gerga yang terdapat pada melmelen

nya sendiri. Hal ini dapat dilihat dari tradisi-

dominan dengan pola stilasi tumbuhan, sedang

Fuad Erdansyah Simbol dan Pemaknaan Gerga pada Rumah Adat Batak Karo di Sumatra Utara

117

pada derpih dan ayo rumah terdapat pola geometris.

simbol gerga dan pemaknaannya pada rumah adat

Sesuai keyakinan masyarakat tradisional Batak

Batak Karo? Karena bentuk gerga yang terdapat

Karo, gerga yang terdapat pada rumah adat me-

pada rumah adat Batak memperlihatkan unsur

ngandung makna-makna simbolik baik bersifat

tradisional serta keunikannya, maka tujuan pe-

profan maupun sakral. Bagi masyarakat Batak

nelitian ini adalah menjelaskan latar sosial dan

Karo rumah tidak hanya tempat tinggal keluarga,

kebudayaan masyarakat Karo, keberadaan gerga

tetapi juga merupakan bangunan yang sakral,

dalam konteks sosial-budaya masyarakat Karo,

karena tempat bersemayamnya roh-roh orang

menjelaskan faktor-faktor yang membuat gerga

yang sudah meninggal dunia. Dengan demikian

muncul dalam ekspresi yang berbeda-beda. Se-

makna-makna simbolik gerga selain berfungsi

lanjutnya mendeskripsikan bentuk rumah adat

sebagai hiasan, juga terkait dengan sistem ke-

Batak Karo, serta menjelaskan bentuk, simbol gerga

percayaan (religi) dan kekerabatan yang menjadi

dan pemaknaannya pada rumah adat Batak Karo.

dasar kosmologi masyarakat tradisional Batak

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat se-

Karo.

bagai sumber informasi, sumber kajian ilmu

Keberadaan gerga sesuai dengan kondisi rumah

pengetahuan, seni, dan kebudayaan tradisional,

adat, saat ini sangat memprihatinkan. Kini masih

dan secara umum menjadi pengetahuan yang ber-

ada 18 rumah adat yang tersisa di Desa Dokan,

guna bagi masyarakat, dan khususnya masya-

Lingga, Peceren, Kabung, Paribun, dan Desa

rakat Batak Karo.

Tanjung Barus. Pada tahun 1980-an, di Desa Dokan

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif,

masih terdapat sepuluh rumah adat, namun saat

menggunakan metode etnografi dengan me-

ini hanya tersisa enam rumah saja. Berkurangnya

ngumpulkan berbagai data-data kualitatif yang

rumah-rumah adat tersebut antar lain disebab-

berkaitan dengan gerga pada rumah adat, ber-

kan tidak dihuni atau ditinggalkan oleh pemilik-

dasarkan latar belakang sosial dan kebudayaan

nya, usia rumah yang semakin tua sehingga

masyarakat Batak Karo. Adapun teknik analisis

semakin lapuk, roboh atau hancur. Kondisi ini

yang digunakan adalah interpretatif berdasarkan

semain diperparah dengan pertambahan jumlah

sistem kekerabatan, kepercayaan masyarakat

dan kebutuhan penduduk akan rumah hunian

Batak Karo dan makna-makna simboliknya.

yang sesuai dengan tuntutan selera masa kini, sehingga keberadaan rumah adat Karo semakin memarjinalkan. Fenomena tersebut belum mendapat perhatian yang cukup dalam kajian akademik, maka perlu kiranya dilakukan penelitian,

B. Gerga dalam Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Karo 1. Sosial budaya masyarakat Batak Karo dan kehadiran gerga

bagaimana keberadaan latar belakang sosial

Ada dua hal yang menjadi keunikan dalam

budaya masyarakat Batak Karo hingga muncul-

kebudayaan suku Batak Karo, yaitu sistem ke-

nya gerga pada rumah adat; dan mengapa dalam

percayaan (religi) dan sistem kekerabatan. Untuk

perkembangannya gerga muncul dalam bentuk

menjalankan kepercayaannya, orang Batak Karo

ekspresi yang berbeda? Bagaimana bentuk rumah

terlebih dahulu melakukan ritual. Semua jenis

adat Batak Karo; serta bagaimana pula bentuk,

ritual pada umumnya tidak terlepas dengan sikap

118

Vol. 7 No. 1, Juli 2011

penghormatan kepada roh-roh nenek moyangnya

meratap, menangis, dan menyatakan seluruh

untuk menjamin keselamatan bagi keluarga yang

perasaannya tentang arwah orang yang me-

masih hidup. Ritual ini penting dilaksanakan,

ninggal dunia tersebut.

sebab menurut Acih Ginting (Ginting, wawancara

Orang Batak Karo memiliki kepercayaan

13 Agustus 2009), jika tidak dilaksanakan maka

bahwa rumah adat merupakan tempat ber-

roh-roh tersebut atau tendi akan bergentayangan

semayamnya roh para leluhur maupun dewa-

menganggu orang-orang yang masih hidup dan

dewa. Oleh karena itu, membangun rumah adat

hal ini tentu menakutkan bagi keluarganya. Untuk

adalah sama seperti membuat “rumah tinggal”

menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka

para makhluk gaib. Di rumah ini roh-roh leluhur

dilakukanlah pemanggil-an roh-roh yang sudah

akan bersemayam selamanya. Mereka secara

mati (Perumah Begu).

sungguh-sungguh membuat seperangkat ritual dalam proses pendirian rumah adat tersebut, dan prosesnya dilakukan secara bersama dan gotong royong baik bersama keluarga inti maupun masyarakat kampung setempat. Dalam kaitan ini Masri Singarimbun (1975:55) menjelaskan: A number of complex ritual and ceremony are performed at successive stages during the building of a housing the side, selecting and felling the trees erecting the piles and establishing the hearths in certain circumstances, the occupants of the house constitute a ritual group.

Gambar 1. Tari-tarian masyarakat Batak Karo sering digunakan dalam upacara ritual ± tahun 1900 (Sumber: K.I. Museum Amsterdam, Capture)

Pemujaan ini dilakukan karena dalam keluarga

(Sejumlah ritual dan upacara yang kompleks diselenggarakan secara bertahap dan berurutan selama membangun sebuah rumahmulai dari memilih lokasi, menyeleksi dan menebang kayu-kayu pohonnya, menegakkan kerangka rumah dan menjalankan kehidupan rumah tangga. Pada kondisi tertentu, pendiri rumah tersebut melakukan sebuah rangkaian dari kumpulan ritual).

ada yang mati dalam satu hari (mate sadawari), baik karena sakit ataupun kecelakaan. Arwah dari

Pandangan di atas menjelaskan bahwa proses

orang yang mati diyakini dapat mengganggu

ritual mendirikan rumah adalah berkaitan dengan

keluarga. Oleh karena itu pada ritual, satu di

karakter alam maupun ekologinya. Ritual merupa-

antaranya adalah ritual mangmang, yaitu dengan

kan implementasi sakral yang berhubungan

cara memberi sesaji berupa sebatang rokok yang

dengan makrokosmos, sebab dalam praktiknya

sudah dinyalakan serta dijepit pada sebatang

mereka melakukannya dengan hati-hati berdasar-

ranting kecil di tanah, kemudian dilengkapi

kan perhitungan kalender Batak (katika), bahwa ada

dengan seperangkat daun sirih yaitu lazimnya

delapan penjuru mata angin sebagai pedoman

orang yang makan sirih. Lalu bersama seluruh

orang Karo, termasuk dalam kaitannya dengan

keluarga mereka duduk menghadap pohon sambil

pendirian rumah. Sikap kehati-hatian ini juga

Fuad Erdansyah Simbol dan Pemaknaan Gerga pada Rumah Adat Batak Karo di Sumatra Utara

119

salah satu yang mendorong perilaku orang Karo

bagi orang Batak Karo kuno merupakan pen-

melakukan ritual. Dalam kaitan dengan penebang-

jelmaan roh-roh yang menguasai dunia bawah,

an kayu sebagai tiang rumah, peranan seorang

yang akan melindungi manusia dari kekuatan-

dukun atau guru dibutuhkan sebagai penghubung

kekuatan jahat maupun yang bersifat magis. Oleh

ke dunia magis, cara yang dilakukan adalah

karena itu motif gerga yang paling primitif pada

dengan meletakkan sesajian berupa belo selambar

rumah adat Batak Karo adalah motif pengretret.

atau daun sirih lengkap dengan kapur dan

Selanjutnya motif inilah yang menjadi cikal bakal

tembakaunya di bawah kayu nderasi dan kayu

kehadiran gerga-gerga berikutnya pada rumah

serbenaik yang akan ditebang. Aturan lainnya juga

tersebut.

yang terkait dengan penempatan letak rumah

Tranformasi bentuk-bentuk makhluk tersebut

tidak boleh di atas batu besar, dan harus meng-

dalam temuan para arkeolog adalah perwujudan

hadap arah aliran sungai di satu kampung yaitu

estetika manusia purba berdasar kepercayaan

menghadap kenjulu (hulu) dan kenjahe (hilir)

sinkret yang berkembang antara agama asli dengan

sampai proses mendirikan rumah. Setelah itu

pengaruh Hindu. Konsep estetika manusia pra-

memasuki rumah baru, maka mereka melakukan

sejarah dalam dunia arkeologi terbagi ke dalam

ritual pemujaan kepada kekuatan gaib, roh, atau

tiga sifat-sifat dalam kosmologi manusia pada

makhluk halus lainnya agar diberikan keselamat-

masa itu, yaitu sifat sakral menempati posisi ter-

an, kedamaian, kesejahteraan, bagi penghuninya.

tinggi yang menggambarkan kekuatan yang tak

Hubungan makrokosmos mengambarkan

terindra, kemudian semisakral yaitu yang meng-

adanya kekuatan di belakang proses mendirikan

hubungkan dunia bawah dengan dunia atas, dan

rumah, yaitu: (a) kekuatan gaib yang berada di

yang terakhir adalah profane (Sukendar, 2004:59).

bumi, (b) kekuatan gaib yang berada di rumah,

Simbol-simbol tersebut terdapat dalam berbagai

dan (c) kekuatan gaib yang berada pada makhluk

peninggalan artefak-artefak kuno. Konsep primitif

halus atau gaib. Kekuatan gaib ini kemudian di-

ini merupakan kebudayaan manusia yang ber-

representasikan pada diri penghuninya. Orang

kembang dan secara bersama-sama bersentuhan

batak Karo mempercayai bahwa terdapat

dengan sistem-sistem kepercayaan baru, seperti

makhluk-makhluk legenda yang mempunyai

Hindu-Budha dan Islam.

kekuatan gaib baik yang tidak terlihat ataupun yang terlihat. Makhluk yang tidak terlihat disebut sebagai makhluk halus yang menyerupai manusia dan binatang dan ada juga yang berasal dari arwah maupun dewa alam (semula jadi).

2. Sistem Organisasi Kemasyarakatan dan Kekerabatan Masyarakat Batak Karo Batak Karo memiliki sistem organisasi sosial berdasarkan sistem kekerabatan yang disebut

Makhluk-makhluk gaib yang menguasai dunia

rakut sitelu. Secara harfiah arti rakut sitelu adalah

bawah, yaitu dunia manusia adalah makhluk-

ikatan yang menjadi satu (rakut = ikat, sitelu = yang

makhluk dengan motif raksasa (singa), termasuk

tiga). Dalam praktik sosialnya rakut sitelu terbentuk

juga makhluk yang menyerupai binatang cecak

dari hubungan perkawinan yang kemudian mem-

yang memiliki dua kepala disebut oleh orang Batak

bentuk pranata sosial dengan menempatkan tiga

Karo pengretret. Hewan-hewan legenda tersebut

unsur keluarga yaitu pihak pemberi dara disebut

120

Vol. 7 No. 1, Juli 2011

kalimbubu dan pihak penerima dara disebut anak

Jumlah marga dan sub marga pada orang Batak

beru dan pihak saudara dari kedua belah pihak

Karo cukup banyak, sehingga pada 3 Desember

masing-masing disebut senina. Ketiga unsur

1995 atas Keputusan Kongres Kebudayaan Karo

keluarga ini membentuk sistem kekerabatan yang

ditetapkan pemakaian ...


Similar Free PDFs