Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) PPT Pembesaran kelenjar prostat PDF

Title Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) PPT Pembesaran kelenjar prostat
Author Ika Fajrin
Pages 14
File Size 3.1 MB
File Type PDF
Total Downloads 176
Total Views 403

Summary

B E I N G C L E V E R C O M M U N I T Y "Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) L/O/G/O Apa itu BPH ? BPH atau sering disebut pembesaran prostat jinak adalah sebuah penyakit yang sering terjadi pada pria dewasa di Amerika dimana terjadi pembesaran prostat (Dipiro et al, 2015) BPH terjadi pada zona ...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) PPT Pembesaran kelenjar prostat Ika Fajrin

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

UROLOGI Rachmat Saput ra MAKALAH CRIT ICAL T HINKING CASE ST UDY NURSING PROCESS ON ADMINIST ERING DRUGS FOR SLEE… nandar wirawan Benign Prost at Hiperplasia (BPH) Ainuz Zahrah

B

E

I

N

G

C

L

E

V

E

R

C

O

M

M

U

N

I

T

"Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) L/O/G/O

Y

Apa itu BPH ? BPH atau sering disebut pembesaran prostat jinak adalah sebuah penyakit yang sering terjadi pada pria dewasa di Amerika dimana terjadi pembesaran prostat (Dipiro et al, 2015)

BPH terjadi pada zona transisi prostat, dimana sel stroma dan sel epitel berinteraksi. Sel sel ini pertumbuhannya dipengaruhi oleh hormon seks dan respon sitokin. Pada penderita BPH hormon dihidrotestosteron (DHT) sangat tinggi dalam jaringan prostat. Sitokin dapat memicu respon inflamasi dengan menginduksi epitel. Prostat membesar mengakibatkan penyempitan uretra sehingga menyumbat saluran kemih/aliran urin dan sering terjadi pada pria (Skinder et al, 2016). 2.

S1 Farmasi Transfer - Universitas Ngudi Waluyo

NORMAL

3.

TIDAK NORMAL

Gejala-gejala yang biasanya dirasakan oleh penderita pembesaran prostat jinak yaitu nookturia, inkontinensia urin, aliran urin tersendat-sendat,mengeluarkan urin disertai darah, dan merasa tidak tuntas setelah berkemih (Dipiro et al, 2015) S1 Farmasi Transfer - Universitas Ngudi Waluyo

Patofisiologi BPH

4.

S1 Farmasi Transfer - Universitas Ngudi Waluyo

Patofisiologi ...

5.

 Mekanisme patofisiologinya diduga kuat terkait aktivitas hormon Dihidrotestosteron (DHT)  DHT merupakan suatu androgen yang berasal dari testosteron melalui kerja enzim 5α-reductase dan metabolitnya 5α-androstanediol merupakan pemicu utama terjadinyaa poliferase kelenjar pada pasien BPH. Pengubahan testosteron menjadi DHT diperantai oleh enzim 5αreductase.  Ada dua tipe enzim 5α-reductase, tipe pertama terdapat pada folikel rambut, kulit kepala bagian depan, liver dan kulit. Tipe kedua terdapat pada prostat, jaringan genital, dan kulit kepala. Pada jaringan-jaringan target DHT menyebabkan pertumbuhan dan pembesaran kelenjar prostat (Mc Vary et al, 2010).  Proses pembesaran prostat terjadi perlahan-lahan, pada tahap awal setelah terjadi pembesaran, retensi urin akan meningkat, otot detrusor akan menebal dan merenggang  timbul sakulasi/divertikel (fase kompensasi), jika berlanjur detrusos akan menjadi lelah (mengalami dekompensasi), tidak mampu lagi berkontraksi, sehingga terjadi retensi urin yang dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas. S1 Farmasi Transfer - Universitas Ngudi Waluyo

Faktor-faktor Penyebab ...  Sebuah penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki kebiasaan merokok mempunyai risiko besar terkena BPH dibandingkan dengan tidak memiliki kebiasaan merokok.  Faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya BPH adalah kadar hormon, usia, riwayat keluarga, pola hidup, dan inflamasi (Khamriana et al, 2015).

Epidemiologi BPH ...

6.

 Benign prostate hyperplasia mempengaruhi sekitar 50% laki-laki antara usia 51 sampai 60 tahun, dan meningkat 90% pada pria yang berusia 80 tahun.  Survei dari Multi-national Aging Men (MSAM) yang dilakukan di Eropa dan Amerika, menunjukkan bahwa lebih dari 14.000 pria usia 5080 tahun mengalami masalah seksual akibat BPH. Data menunjukkan 49% mengalami kesulitan ereksi, 48% mengalami gangguan ejakulasi dan 7% mengalami nyeri saat berhubungan seksual. S1 Farmasi Transfer - Universitas Ngudi Waluyo

Manifestasi Klinis Gejala yang umumnya terjadi pada pasien BPH adalah gejala pada saluran kemih bagian bawah atau lower urinary track symptoms (LUTS) yang terdiri atas gejala iritatif (storage symptoms) dan gejala obstruksi (voiding symptoms). a. Gejala Obstruktif ditimbulkan karena adanya penyempitan uretra karena didesak oleh prostat yang membesar. Gejala yang terjadi berupa harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistancy), pancaran miksi yang lemah (weak stream), miksi terputus (Intermittency), harus mengejan (straining). b. Gejala Iritatif disebabkan oleh pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna pada saat miksi atau berkemih, sehingga kandung kemih sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala yang terjadi adalah frekuensi miksi meningkat (Frequency), nookturia, dan miksi sulit ditahan (Urgency). 7.

DIAGNOSIS  Pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium (Pengukuran kadar prostat – Spesifik antigen (PSA) & Pengukuran kadar kreatinin), radiologi, endoskopi dengan Uretrosistokopi.

S1 Farmasi Transfer - Universitas Ngudi Waluyo

Penatalaksanaan Terapi Penatalaksanaan BPH bertujuan : mengembalikan kualitas hidup pasien. Terapi

8.

Terapi Farmakologi Terapi farmakologi dilakukan pada pasien BPH tingkat sedang, atau dapat juga dilakukan sebagai terapi sementara pada pasien BPH tingkat berat. Tujuan  Untuk mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan α- adrenergik blocker dan mengurangi volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon testosteron atau dehidrotestosteron (DHT). Beberapa obat yang biasa digunakan α-adrenergik bloker dan 5a-reductase inhibitors (5ARIs). Terapi Non Farmakologi Merupakan terapi tanpa penggunaan obat, yakni modifikasi gaya hidup, terapi menggunakan alat hingga pembedahan. S1 Farmasi Transfer - Universitas Ngudi Waluyo

Algoritma Manajemen Terapi BPH BPH

Menghilangkan gejala ringan

Watchful waiting

Jika respon berlanjut

Menghilangkan gejala sedang

Menghilangkan gejala parah dan komplikasi BPH Operasi

α-adrenergik antagonis atau 5-α Reductace inhibitor

Jika respon tidak berlanjut, operasi

α-adrenergik antagonis dan 5-α Reductace inhibitor

Jika respon berlanjut

Jika respon tidak berlanjut, operasi

9. S1 Farmasi Transfer - Universitas Ngudi Waluyo

Terapi Farmakologi 1. Alpha-blocker atau α-adrenergik bloker Golongan Alpha-blocker atau α-adrenergik bloker bekerja dengan menghalangi kontraksi reseptor adrenergik simpatik dari otot polos prostat dan leher kandung kemih. dengan relaksasi otot polos di bagian leher prostat, saluran kemih dibuka yang memungkinkan aliran urin. Alpha-blocker memiliki onset cepat, dalam waktu 3 sampai 5 hari. Beberapa obat alpha-blockers sebagai pengobatan pasien BPH dengan keluhan LUTS yaitu prazosin (2mg 2x/hari), terazosin (5-10 mg / hari), doksazosin (1 mg sehari) yang merupakan generasi kedua dan alfuzosin dan tamsulosin (0,20,4 mg/hr) yang merupakan generasi 3. Efek samping dari alpha-blocker yaitu hipotensi ortostatik, pusing, kelelahan (asthenia), masalah ejakulasi dan hidung tersumbat. Untuk generasi 3, tamsulozin dan alfuzosin resiko pusing lebih rendah dibanding alpha-blocker generasi 2. Terazosin dan doxazosin memerlukan titrasi dosis karena sifat anti-hipertensi, tamsulosin dan alfuzosin tidak memerlukan titrasi dosis serta mempunyai lebih sedikit efek samping kardiovaskular. 10. Alpha-blockers dapat diberikan pada kasus BPH dengan gejala sedang-berat. S1 Farmasi Transfer - Universitas Ngudi Waluyo

Terapi Farmakologi

11.

2. Golongan 5 Alpha-reductase inhibitors (5ARIs) Obat golongan 5α-reduktase inhibitors bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT), sehingga terjadi penurunan kadar zat aktif dehidrotestosteron dan mengecilnya ukuran prostat. 5-Alphareductase inhibitors (5-ARIs) bekerja dengan memblok konversi testosteron menjadi dihidrotestoteron (DHT), dimana DHT ini merupakan androgen yang dapat memicu pembesaran prostat. Apabila kadar dihidrotestosteron mengalami penurunan mengakibatkan penurunan ukuran prostat. Golongan obat ini memiliki mula kerja yang lebih rendah dibandingkan dengan golongan α-bloker, yaitu berjalan selama 4 hingga 6 bulan. Efek samping yang timbul ialah menurunnya libido, kurangnya fungsi seksual, dan gynecomastia (pembesaran payudara). Jenis obat 5-alpha-reductase inhibitors, yaitu finasteride (1-5mg sehari) dan dutasteride. Finasteride digunakan bila volume prostat >40 mL dan dutasteride digunakan bila volume prostat >30 mL. Finasteride menghambat kompetitif enzim 5-alpha-reductase tipe II yang aktif secara oral, sedangkan dustasterid menghambat tipe I dan II. Kedua obat ini menurunkan kadar DHT plasma dan prostat tanpa peningkatan testosteron. Obat lain  dapat digunakan Flutamid, Nafarelin asetat, dan Magestrol asetat. S1 Farmasi Transfer - Universitas Ngudi Waluyo

Terapi Non Farmakologi 1. Minimally Invasive Therapies Melibatkan penempatan stent endoskopik ke dalam uretra prostat, sehingga dapat mengatasi gejala BPH dan meminimalkan komplikasi karena sayatan kecil dan trauma berkurang ke jaringan sekitarnya. 2. Transurethral Needle Ablation (TUNA) Menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk menghasilkan ablasi termal pada prostat. Cara ini bertujuan untuk meminimalkan perdarahanan dan mempertahankan mekanisme ejakulasi. 3. Transurethral Microwave Thermotherapy (TUMT) Tindakan pemanasan prostat dengan memakai energi mikro prosedurnya  memasukan kateter yang telah diberi elektrode dan diharapkan jaringan prostat menjadi lembek. Alat yang dipakai  Prostatron 4. Surgical Therapies (Terapi Pembedahan) Untuk pasien BPH dengan gejala LUTS yang parah. Ada beberapa macam pembedahan yakni Open prostatectomy atau pembedahan terbuka, 12. Transurethral holmium laser ablation of the prostate (HoLAP), HoLEP, S1 Farmasi Transfer - Universitas Ngudi Waluyo HoLRP, dan lain sebagainya.

B

E

I

N

G

C

L

E

V

E

R

C

O

M

M

U

N

I

T

L/O/G/O

Y...


Similar Free PDFs