Childfree: Ghazwul Fikr dan Trend yang merusak fitrah PDF

Title Childfree: Ghazwul Fikr dan Trend yang merusak fitrah
Author M. Haqqoni
Pages 4
File Size 592.2 KB
File Type PDF
Total Downloads 613
Total Views 719

Summary

Childfree: Ghazwul Fikr dan Trend yang merusak fitrah Muhammad Faiq Haqqoni [email protected] | haqqoni.id Pandangan tentang childfree beberapa hari belakangan ini menjadi sorotan kaum milenial khususnya Twitter dan Instagram, setelah seorang influncer memutuskan tidak ingin mempunyai anak dalam...


Description

Childfree: Ghazwul Fikr dan Trend yang merusak fitrah Muhammad Faiq Haqqoni [email protected] | haqqoni.id Pandangan tentang childfree beberapa hari belakangan ini menjadi sorotan kaum milenial khususnya Twitter dan Instagram, setelah seorang influncer memutuskan tidak ingin mempunyai anak dalam akun media sosialnya. Apakah childfree ini akan menjadi sebuah trend dikalangan anak muda indonesia saat ini? Sebenarnya ini belum bisa dikatakan trend, karna apakah betul yang menerapkan ini banyak, namun wacana saat ini sedang kencang dan di push terus-menurus dan tentu saja ini bukanlah alamiah karena ada pihak-pihak di belakang itu yang sedang bermain. Manusia dalam berkata memilih dengan akalnya, dan manusia yang baik akan memilihi kosakata bahasanya pastilah tidak sembarangan. Dan bukankah setiap kita pada fitrah nya ingin dikaruniai rizki berupaya anak oleh Alloh SWT. Dalam pemilihan kosakata “dikaruniai” diatas terdapat makna, bahwa anak itu merupakan karunia dari Sang Pencipta, pastilah kita mensyukuri, mencintai, dan menyanyangi anak kita. Tapi saat ini pembahasan kita adalah childfree, child adalah anak dan free adalah bebas, arti kata ini bermaksud bahwa memiliki anak adalah sebuah penjajahan terhadap orangtua nya, makanya mereka ingin free dari sebuah penjajahan tersebut. Tidak pernah kita menggunakan kalimat free selain untuk kalimat kebebasan (freedom) seperti debt free yang bermakna bahwa kita ingin bebas dari hutang,

atau dalam membeli barang kadang kita menemukan tax free bebas dari pajak. Dari sinilah kita mengerti bahwa pemilihan kata merupakan cerminan isi kepala, bukankan dibalik setiap kata ada konsep, dibalik konsep ada pemikiran, dan dibalik pemikiran ada worldview yang dianut? Childfree bukanlah pemikiran yang dibangun dari aqidah Islam, CF adalah buah dari aqidah liberalisme (kebebasan) dan sekulerisme (memisahkan agama dengan kehidupan). Dakwah kita bukan hanya pada pandangan CF nya saja melainkan perlawanan kita terhadap liberalisme dan sekulerisme itu sendiri. Karena yang punya anak pun, apabila orang tua mendidik dengan konsep liberal dan sekuler maka akan sama juga masalahnya. Kenapa kita sebagai muslim harus menangkal permasalahan ini? Sebab pembahasan ini sudah menjadi umum yang disebarkan ke negri mayoritas muslim sehingga khawatir akan mempengaruhi generasi yang akan datang. Childfree dengan Infertilitas (kemandulan) adalah dua hal yang sangat berbeda, dimana kemandulan adalah suatu pemberian dari Maha Pencipta dimana Ia menguji kesabaran dan syukur kita kepada Nya. Tapi kalau CF adalah suatu penyimpangan fitrah yang dilakukan atas kemauan sendiri sehingga menjadi suatu pandagan yang subjektif. Dan penganut ini percaya bahwa ini merupakan manifestasi evolusi tertinggi perempuan, dimana perempuan berhak atas tubuhnya dan “mendobrak” tuntutan sosial untuk tidak melahirkan karena berbagai alasan. Kalau kita meninjau dari sisi masyarakat sebuah negara justru keputusan tersebut berdampak sangat buruk terhadap sosial-ekonomi-demografi suatu negara.

Pernikahan pada prinsipnya bukan hanya melibatkan dua insan saja melainkan ada keluarga besar dibelakang itu, apabila seorang suami-istri mengambil keputusan untuk CF, sedangkan orang tua mereka memiliki harapan besar untuk memiliki cucu dan meneruskan keturunan, maka inipun merupakan kedzaliman terhadap orangtua. Karena salah satu tujuan dari menikah adalah memiliki anak dan dalam hukum islam ada yang namanya hifdzun nasl yakni menjaga keturunan dan ini suatu kewajiban. Pun dalam islam apabila tidak mendayagunakan fungsi tubuh adalah jahil, sedangkan mendayagunakan fungsi tubuh secara berlebihan adalah zalim. Keduanya sama-sama memiliki dosa, artinya apabila ada perempuan yang tidak mendayagunakan tubuhnya atas nama hak maka ia telah berdosa, karena fungsi rahim adalah untuk mengandung. Maka dari itu salah satu syarat menikah ialah aqil baligh, secara berfikir dan wawasan sudah matang dan dari segi organ reproduksi sudah sempurna. Konsep CF ini berlawanan dengan naluri manusia, dimana sifat seorang lelaki adalah abuwah (kebapkan) yang memiliki insting melindungi dan perempuan umuumah (keibuan) yang selalu memiliki insting mengayomi. Memiliki anak itu naluriah, bukankah binatang bisa mendidikan dan membesarkan anak-anak nya hanya bermodalkan insting semata tanpa pernah mengerti ilmu parenting. Bukankah Nabi Ibrahim berdoa kepada Tuhannya : َ‫ص ِل ِحيْن‬ ّٰ ‫َربّ ِ هَبْ ِل ْي ِمنَ ال‬ “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang saleh.” (Q.S 37:100)

Kemudian Alloh SWT memberikan kabar gembira kepadanya seorang anak bernama Ismail. Alloh sendiri yang mengatakan bahwa anak adalah kabar gembira. Dan setelah itu kita mengenal Ibrahim AS sebagai Abul Anbiya, yaitu bapak dari para nabi. Pun, demikian yang dilakukan oleh Nabi Zakaria dalam doa nya: ‫عاقِ ًرا فَ َهبْ ِل ْي ِم ْن لَّ ُد ْنكَ َو ِليًّا‬ ِ َ‫ي َو َكان‬ َ ‫ت ْام َراَتِ ْي‬ ْ ‫ي ِم ْن َّو َر ۤا ِء‬ َ ‫َواِ ِنّ ْي ِخ ْفتُ ْال َم َوا ِل‬ “Dan sungguh, aku khawatir terhadap kerabatku sepeninggalku, padahal istriku seorang yang mandul, maka anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu.” (Q.S 19:5) Suatu ketika Nabi Muhammad SAW sangat bersedih karena putra nya meninggal dunia, anak yang akan meneruskan dakwah bapak nya dan menjadi harapan besar. Di dalam tradisi Arab jahiliyah ketika orang tua tidak lagi memiliki keturunan maka mereka tidak mekiliki kehormatan. Namun Alloh SWT menjaga makar-makar itu dari nabi Muhammad SAW dengan diberikannya cucu Hasan dan Husein yang dengan nya sampai saat ini keturunan Yang Mulia itu masih terjaga. Cukuplah bagi kita pelajaran yang Alloh SWT sampaikan kepada kita di dalam kitabNya yang Agung, bahwa mereka khawatir apabila tidak memiliki anak untuk melanjutkan etape dakwah mereka, tidak ada yang melanjutkan kebaikan mereka, tidak ada yang mendoakan mereka kelak. Karena memiliki anak adalah proses pembentukan suatu peradaban.

Wallahu A’lam...


Similar Free PDFs