Contingent Valuation Method (CVM) PDF

Title Contingent Valuation Method (CVM)
Author Yuni Cristiany
Pages 18
File Size 171.5 KB
File Type PDF
Total Downloads 122
Total Views 733

Summary

TUGAS EKONOMI SUMBERDAYA ALAM CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM) Nama : Yuni Cristiany Munthe NPM : E1D013065 Prodi : Agribisnis Fakultas : Pertanian PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BENGKULU 2013/2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konsep CVM Dalam menilai dan mengukur barang dan jasa ...


Description

TUGAS EKONOMI SUMBERDAYA ALAM CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM)

Nama

: Yuni Cristiany Munthe

NPM

: E1D013065

Prodi

: Agribisnis

Fakultas

: Pertanian

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BENGKULU 2013/2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konsep CVM Dalam menilai dan mengukur barang dan jasa lingkungan terdapat dua kelompok pendekatan, yaitu (1) revealed preference approaches (revealed preference techniques); dan (2) stated preference approaches (expressed preference techniques) Metode valuasi kontingensi (CVM) termasuk pendekatan stated preference approaches (expressed preference techniques). Untuk

menghitung

nilai

CVM

ini

dapat

ditanyakan

langsung

ke

individu/masyarakat sejauhmana masyarakat mau membayar untuk perubahan kualitas lingkungan CVM adalah metode teknik survey untuk menanyakan penduduk tentang nilai atau harga yang mereka berikan terhadap komoditi yang tidak memiliki pasar, seperti barang lingkungan, jika pasarnya betul-betul tersedia atau jika ada cara-cara pembayaran lain seperti pajak diterapkan. Tujuan CVM: menghitung nilai (harga) atau penawaran yang mendekati keadaanyang sebenarnya jika pasar dari barang-barang tersebut benar-benar ada. pasar hipotetik (kuesioner dan responden) harus sebisa mungkin mendekati kondisi pasar yang sebenarnya. Responden harus mengenal dengan baik ’barang’ yang ditanyakan dalam kuesioner dan alat hipotetik yang digunakan untuk pembayaran, seperti pajak dan biaya masuk (retribusi) secara langsung, yang juga dikenal sebagai alat pembayaran

1.2 Definisi CVM Contingent Valuation Methods (CVM) merupakan metode yang dianggap dapat digunakan untuk menghitung jasa-jasa lingkungan/fungsi ekosistem yang dianggap tidak memiliki nilai guna. Misalnya, nilai jasa kebersihan lingkungan, nilai kerugian atas kemacetan transportasi, nilai kerugian masyarakat atas bahaya banjir akibat kerusakan lingkungan  sulit diukur dari sudut pandang pasar Contingent Valuation Method (CVM) adalah metode valuasi berdasarkan survei yang digunakan untuk memberikan penilaian moneter pada barang atau komoditas lingkungan. Ide yang mendasari metode ini adalah bahwa sesungguhnya orang-orang memiliki

preferensi, yang tersembunyi, untuk semua komoditas lingkungan. Di sini diasumsikan bahwa orang-orang memiliki kemampuan untuk mentransformasikan preferensi-preferensi ini ke dalam satuan moneter (d’Arge, 1985) CVM telah mendapatkan perhatian luas dalam ekonomi dan kebijakan lingkungan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,yakni : 1. CVM merupakan satu-satunya cara praktis dalam memperkirakan berbagai Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol.1, No. 1, Januari 2000 : 38-53 40 benefit lingkungan, misalnya jika pembuat kebijakan ingin memperkirakan nilai eksistensi habitat alam yang unik atau daerah hutan konservasi pada masyarakat, maka CVM merupakan prosedur estimasi benefit yang tersedia. 2. Perkiraan benefit lingkungan yang diperoleh dari survei contingent valuation, yang dilakukan dan didesain dengan baik, sama baiknya dibandingkan dengan hasil perkiraan diperoleh dengan metodelainnya 3. Kemampuan mendesain dan melakukan survei skala besar dan analisis rinci dalam menginterpretasikan informasi yang diperoleh telah meningkat dengan adanya kemajuan-kemajuan dalam teori sampling, teori ekonomi estimasi benefit, manajemen data yang terkomputerisasi dan Poll opini publik

1.3 Metodologi yang dipilih

BAB II DI APLIKASIKAN DARI BEBERAPA JURNAL 2.1 NILAI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT ALAM DI PESISIR UJUNG KULON BANTEN Keberadaan rumput laut di wilayah pesisir banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai salah satu komoditas yang dapat menghasilkan uang. Selain menyumbang pendapatan bagi masyarakat, rumput laut juga mempunyai manfaat ekologi yang besaran nilainya dapat dimoneterisasi. Valuasi ekonomi sumberdaya merupakan pendekatan untuk menilai besaran moneter sumberdaya, termasuk rumput laut. Nilai manfaat rumput laut alam terdiri atas nilai penggunaan langsung yang dapat dihitung dengan menggunakan teknik effect on production (EOP), sedangkan manfaat penggunaan tidak langsung dapat dihitung dengan teknik contingent valuation method (CVM). Paper ini bertujuan untuk menghitung nilai ekonomi sumberdaya rumput laut alam di pesisir Ujung Kulon dengan menggunakan pendekatan valuasi ekonomi sumberdaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai manfaat penggunaan langsung sumberdaya rumput laut alam di pesisir Ujung Kulon adalah Rp.66.685.861,22 per tahun atau sebesar Rp.19.053.103,21 per hektar per tahun. Nilai manfaat penggunaan tidak langsung diperoleh sebesar Rp.263.086.105,98 per tahun atau sebesar Rp.75.167.458,85 per hektar per tahun. Untuk mengetahui nilai manfaat bersih dan rasio manfaat biaya bersih pengelolaan dihitung dengan menggunakan pendekatan analisis biaya manfaat pengelolaan. Hasil perhitungan berdasarkan skenario pengelolaan jangka 25 tahun dan tingkat diskon 6 persen per tahun diperoleh hasil bahwa nilai NPV mencapai Rp.86.392.873,63 per hektar per tahun, sedangkan Net BCR-nya mencapai 84,99. 2.1.1 Pendahuluan Rumput laut merupakan salah satu sumberdaya penting yang terdapat di wilayah pesisir. Keberadaan rumput laut mampu memberikan kontribusi bagi perkembangan ekonomi pesisir di beberapa daerah di Indonesia. Rumput laut sendiri dewasa ini telah banyak dibudidayakan, kendati pada beberapa tempat masih banyak masyarakat pesisir yang memanfaatkannya langsung dari alam. Komunitas rumput laut di alam biasanya langsung berasosiasi dengan hamparan karang yang banyak ditemui di wilayah pantai yang berbatasan

langsung dengan samudera, seperti di pesisir Barat Sumatera dan pesisir selatan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Para pemetik rumput laut di alam biasanya mengandalkan kondisi surut sebagai waktu-waktu pemetikan. Hal ini dikarenakan pada waktu surut, gelombang samudera biasaya tidak terlalu besar dan hamparan karang juga tidak terendam air. Salah satu daerah yang memiliki potensi rumput laut alam yang masih banyak ditemui dan dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat pesisir di sekitarnya diantaranya terdapat di pesisir selatan Tasikmalaya, Garut, Sukabumi, Lebak dan Pandeglang. Pesisir Garut merupakan salah satu sentra produksi rumput laut alam. Di daerah ini terdapat beberapa home industry yang melakukan pengolahan rumput laut jenis Gracillaria sp untuk diolah menjadi agar-agar. Selain Garut, pesisir Pandeglang juga merupakan sentra produksi rumput laut alam, kendati di daerah ini belum banyak berkembang industri pengolahannya. Kebanyakan rumput laut yang dipetik kemudian dikeringkan terlebih dahulu, baru kemudian dijual ke pedagang pengumpul yang ada di wilayah tersebut. 2.1.2. HASIL DAN PEMBAHASAN a. Karakteristik Pemanfaatan Rumput Laut Alam Rumput laut alam di pesisir Ujung Kulon terhampar di atas permukaan batuan karang yang melindungi pesisir Ujung Kulon dari hempasan gelombang Samudera Hindia yang terkenal besar. Luasan hamparan rumput laut alam yang ada di pesisir Ujung Kulon mencapai 3,5 hektar dan dimanfaatkan oleh sekitar 180 orang pemetik. 12 Para pemetik atau pengumpul rumput laut alam di pesisir Ujung Kulon melakukan operasinya setiap 2 kali dalam seminggu, sehingga mereka mempunyai kesempatan untuk berbagi alokasi pemanfaatan dan daerah petikan. Setiap pemetik rumput laut alam di pesisir Ujung Kulon rata-rata dapat mengumpulkan sebanyak 18,75 kg rumput laut basah untuk setiap kali pemetikan. 3.2. Karakteristik Sosial Ekonomi Pemanfaat Rumput Laut Alam Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap 16 orang responden, gambaran umum kondisi sosial ekonomi para pengumpul rumput laut alam di pesisir Ujung Kulon dapat dicerminkan oleh beberapa parameter sosial ekonomi, seperti struktur usia, tingkat pendidikan, pekerjaan utama dan sampingan, lama tinggal di pesisir Ujung Kulon, besar keluarga dan tingkat pendapatan. Para pemetik rumput laut alam di pesisir Ujung Kulon secara keseluruhan berada pada usia produktif dengan rata- rata usia 39 tahun. Sebagian besar usia pemetik rumput laut alam di pesisir Ujung Kulon terletak pada struktur usia 30-34 tahun, yaitu sebanyak 25 persen.

2.2 VALUASI EKONOMI PENCEMARAN KALI SURABAYA DENGAN PENDEKATAN WILLINGNESS TO PAY DAN FUZZY MCDM WILLINGNESS TO PAY AND MCDM APPROARCH FOR ECONOMIC EVOLUTION OF SURABAYA WATER RIVER POLLUTION PROBLEM Air Kali Surabaya

saat ini berada dalam kondisi tercemar. Beberapa

parameter yang menunjukkan penurunan kualitas air Kali Surabaya adalah kandungan DO, Cr, Cd, Pb dan fenol yang berada di atas ambang batas. Sehingga pengendalian

pencemaran

air Kali Surabaya, mengingat

diperlukan upaya

kualitas air yang semakin

buruk dan kerugian ekonomi yang ditimbulkan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pengkajian terhadap besarnya manfaat yang dapat dikelola dari dana masyarakat dengan mengetahui tingkat kesanggupan masyarakat untuk membayar (Willingness To Pay) dengan metode langsung Contingent Valuation Method (CVM) biasa juga disebut dengan metode survey dan Fuzzy MCDM. Analisis kesanggupan membayar masyarakat (Willingness To Pay,WTP) bagi peningkatan kualitas air Kali Surabaya dengan metode langsung (Contingent Valuation Method, CVM) menunjukkan bahwa tingkat kesediaan membayar masyarakat senilai Rp. 2700/bulan. Besarnya WTP dari masyarakat ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pendapatan dan kualitas air. Besaran nilai manfaat untuk peningkatan kualitas air Kali Surabaya adalah sebesar Rp. 23.290.200,- /bulan. 3.2.1 Pendahuluan Kali surabaya merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai Brantas yang mengalir 42km dari DAM Mlirip Mojokerto, melewati Gresik, Sidoarjo dan berakhir di DAM Jagir Surabaya. Peruntukan utama pada bagian hulu sebagai sumber air irigasi, keperluan domestik penduduk kota dan pembudidayaan ikan kurang lebih seluas 4.000 hektar areal perikanan. Secara intensif, Kali Surabaya juga dipergunakan sebagai air proses bagi industri yang berlokasi di sepanjang sungai dan beberapa industri di Gresik. Konflik kepentingan antara berbagai aktivitas muncul akibat ketidakjelasan peruntukan Kali Surabaya. Peranannya sebagai tempat peenampungan limbah domestik menyebabkan kualitas air dibagian hilir Kali Surabaya, yang merupakan water in take PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) Gunungsari, tercemar. 3.2.2 Melakukan Identifikasi Kebutuhan Data

Dari

hasil studi

data-data yang Data

akan

pendahuluan

dari landasan teori dapat diidentifikasikan

dipergunakan

untuk

langkah penelitian

selanjutnya.

yang dibutuhkan terbagi menjadi dua macam, yaitu data primer dan

sekunder. Data primer merupakan data-data yang diperoleh secara langsung dari sumber yaitu melalui penyebaran kuisioner kepada masyarakat sekitar Kali Surabaya. Sedangkan data sekunder adalah data-data mengenai kondisi kualitas air Kali Surabaya pada saat ini dan data kependudukan di wilayah studi yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika (BPS) dan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) Ecoton. 3.2.3 Perhitungan WTP Setelah pengumpulan data dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah pengolahan data. Langkah pengolahan data yang paling awal adalah perhitungan nilai WTP, yaitu menggunakan metode CVM dan Fuzzy MCDM. Pada perhitungan ini Fuzzy yang digunakan adalah Fuzzy Logic Triangular. 3.2.4 Hasil dan Pembahasan Dari hasil perhitungan defuzzifikasi pada tiap interval diatas maka diperoleh

nilai

batas yang dapat dihitung nilai tepat yang mampu dibayarkan oleh masyarakat wilayah Driyorejo, Gresik untuk peningkatan kualitas air Kali Surabaya dengan cara menghitung defuzzifikasi kembali. Dan dari perhitungan defuzzifikasi tersebut didapatkan hasil perhitungan WTP adalah Rp. 3007.43 atau bisa dibulatkan menjadi Rp. 3100 untuk tiap rumah tangga setiap bulannya. Dalam melakukan evaluasi besaran secara ekonomi nilai peningkatan kualitas air Kali Surabaya diperlukan data jumlah rumah tangga di wilayah Driyorejo. Hal ini disebabkan karena nilai manfaat atau WTP sosial merupakan agregasidari WTP individu atau tiap-tiap rumah tangga. Nilai manfaat = 8626 rumah tangga x Rp. 3100 = Rp. 26.740.600/bulan

2.3 VALUASI KOMODITAS LINGKUNGAN BERDASARKAN CONTINGENT VALUATION METHOD 2.3.1 Pendahuluan Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio De Jenairo tahun 1992, secara global disepakati suatu paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yang berbeda dengan konsep pembangunan konvensional yang hanya menekankan aspek pertumbuhan ekonomi, karena pembangunan berkelanjutan memasukan aspek sosial, lingkungan dan ekonomi dalam proses pembangunan. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang. Terdapat dua gagasan penting disini, yaitu: 

Gagasan “kebutuhan” yaitu kebutuhan esensial untuk memberlanjutkan kehidupan manusia



Gagasan “keterbatasan” yang bersumber pada kondisi teknologi dan organisasi sosial terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari depan.

Dalam pembangunan ekonomi dan sosial yang keberlanjutan, kualitas lingkungan harus terjaga agar terjadi konser-vasi sumberdaya alam. 2.3.2 Proses Valuasi Interaksi orang dan objek yang dinilai melibatkan persepsi objek dan proses yang berkaitan dengan nilai (values), kepercayaan, (beliefs) dan watak atau kecenderungan (dispositions). Persepsi dan kepercayaan bertalian satu sama lain secara bersamaan menimbulkan rasa nilai yang tak dapat diamati (unik atau unity), yang kemudian diekspresikan sebagai assigned value dan perilaku tertentu atau certain behaviour (Brown dan Slovic, 1988) 1,3) Brown dan Slovic menyimpulkan bahwa konteks valuasi berpengaruh terhadap bagaimana objek dirasakan, kepercayaan yang relevan, kepuasan (utility) yang dialami dan nilai yang ditentukan (assigned). Persepsi, informasi dan kepercayaan kesemuanya menjadi input untuk motifasi dalam konteks kerusakan lingkungan yang ada. 2.3.3 Pendekatan Valuasi Klasifikasi metode valuasi moneter ini didasarkan pada penilaian sebuah komoditas melalui kurva permintaan Marshallian atau Hicksian. Metode yang tidak menggunakan kurva permintaan masih belum dapat memberikan informasi valuasi yang benar dan ukuran

kesejahteraan yang ada. Metode ini masih berupa heuristic pada berbagai penaksiran untung rugi proyek, kebijakan dan sejumlah tindakan-tindakan yang harus dilakukan. 2.3.4 Valuasi Sumberdaya Lingkungan Nilai aset lingkungan dapat diukur oleh preferensi individu untuk konservasi dan penggunaan komoditas ini. Berdasarkan preferensi dan selera yang ada, maka individuindividu akan menilai objek ke dalam berbagai assigned value. Untuk mendapatkan nilai ekonomis total, maka para pakar ekonom dalam penilaiannya membedakan user value dan non user value dari objek yang dinilainya. Sesuai dengan definisi, maka use value merupakan penggunaan aktual dari ling 2.3.5 Pendekatan Fungsi Produksi dal kungan.am Valuasi Perubahan Kesehatan Pendekatan fungsi produksi rumah tangga (household) sering dipergunakan dalam ekonomi lingkungan. Ide dasarnya adalah sebuah rumah tangga akan memproduksi rekreasi, misalnya dengan mempergunakan waktu dan komoditas yang dibeli sebagai input. Hubungan antara ouput (rekreasi) dan input yang digunakan dapat dinyatakan oleh fungsi produksi konvensional. Berbagai parameter lingkungan seperti kualitas udara dan jarak pandang (visibility) juga dapat dimasukan ke dalam fungsi produksi sebagai argument atau variabel. Dengan adanya asumsi seperti ini, maka terdapat kemungkinan memperoleh nilai yang diberikan oleh rumahtangga terhadap barang publik (public goods) atau kualitas lingkungan berdasarkan data pasar. 2.3.6 Contingent Valuation Method (CVM) Contingent Valuation Method (CVM) adalah metode valuasi berdasarkan survei yang digunakan untuk memberikan penilaian moneter pada barang atau komoditas lingkungan. Ide yang mendasari metode ini adalah bahwa sesungguhnya orang-orang memiliki preferensi, yang tersembunyi, untuk semua komoditas lingkungan. Di sini diasumsikan bahwa orangorang memiliki kemampuan untuk mentransformasikan preferensi-preferensi ini ke dalam satuan moneter (d’Arge, 1985) 1, 7).

BAB III METODE YANG DIGUNAKAN

3.1 NILAI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT ALAM DI PESISIR UJUNG KULON BANTEN Rumput laut merupakan salah satu sumberdaya penting yang terdapat di wilayah pesisir. Keberadaan rumput laut mampu memberikan kontribusi bagi perkembangan ekonomi pesisir di beberapa daerah di Indonesia. Rumput laut sendiri dewasa ini telah banyak dibudidayakan, kendati pada beberapa tempat masih banyak masyarakat pesisir yang memanfaatkannya langsung dari alam. Komunitas rumput laut di alam biasanya langsung berasosiasi dengan hamparan karang yang banyak ditemui di wilayah pantai yang berbatasan langsung dengan samudera, seperti di pesisir Barat Sumatera dan pesisir selatan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Para pemetik rumput laut di alam biasanya mengandalkan kondisi surut sebagai waktu-waktu pemetikan. Hal ini dikarenakan pada waktu surut, gelombang samudera biasaya tidak terlalu besar dan hamparan karang juga tidak terendam air. Salah satu daerah yang memiliki potensi rumput laut alam yang masih banyak ditemui dan dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat pesisir di sekitarnya diantaranya terdapat di pesisir selatan Tasikmalaya, Garut, Sukabumi, Lebak dan Pandeglang. Pesisir Garut merupakan salah satu sentra produksi rumput laut alam. Di daerah ini terdapat beberapa home industry yang melakukan pengolahan rumput laut jenis Gracillaria sp untuk diolah menjadi agar-agar. Selain Garut, pesisir Pandeglang juga merupakan sentra produksi rumput laut alam, kendati di daerah ini belum banyak berkembang industri pengolahannya. Kebanyakan rumput laut yang dipetik kemudian dikeringkan terlebih dahulu, baru kemudian dijual ke pedagang pengumpul yang ada di wilayah tersebut. Namun demikian, tidak sedikit para pemetik langsung menjual hasil petikannya. Hal ini biasanya terpaksa mereka lakukan agar mereka dapat dengan cepat mendapatkan uang dari hasil petikannya tersebut. Salah satu sentra atau tempat para pemetik rumput laut alam melakukan kegiatannya adalah hamparan karang yang terdapat di sekitar pesisir Ujung Kulon. Hamparan karang yang menjadi substrat atau tempat tumbuh rumput laut alam di pesisir Ujung Kulon ini diperkirakan mencapai 3,5 hektar dan dimanfaatkan oleh sejumlah 180 orang pemetik rumput laut. Untuk mengetahui seberapa besar manfaat langsung dan

tidak langsung yang dapat diperoleh dari keberadaan ekosistem ini, maka penulis mencoba melakukan penilaian ekonomi sumberdaya terhadap ekosistem ini. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap 16 orang responden, gambaran umum kondisi sosial ekonomi para pengumpul rumput laut alam di pesisir Ujung Kulon dapat dicerminkan oleh beberapa parameter sosial ekonomi, seperti struktur usia, tingkat pendidikan, pekerjaan utama dan sampingan, lama tinggal di pesisir Ujung Kulon, besar keluarga dan tingkat pendapatan. Para pemetik rumput laut alam di pesisir Ujung Kulon secara keseluruhan berada pada usia produktif dengan rata- rata usia 39 tahun. Sebagian besar usia pemetik rumput laut alam di pesisir Ujung Kulon terletak pada struktur usia 30-34 tahun, yaitu sebanyak 25 persen.

3.2 VALUASI EKONOMI PENCEMARAN KALI SURABAYA DENGAN PENDEKATAN WILLINGNESS TO PAY DAN FUZZY MCDM WILLINGNESS TO PAY AND MCDM APPROARCH FOR ECONOMIC EVOLUTION OF SURABAYA WATER RIVER POLLUTION PROBLEM Air Kali Surabaya

saat ini berada dalam kondisi tercemar. Beberapa

parameter yang menunjukkan penurunan kualitas air Kali Surabaya adalah kandungan DO, Cr, Cd, Pb dan fenol yang berada di atas ambang batas. Sehingga pengendalian

pencemaran

air Kali Surabaya, mengingat

diperlukan upaya

kualitas air yang semakin

buruk dan kerugian ekonomi yang ditimbulkan. Penelitian ini bertujuan untuk melakuka...


Similar Free PDFs