Title | Contoh Pembuatan Skala Psikologi |
---|---|
Author | Hanan Salsabila |
Pages | 91 |
File Size | 1.2 MB |
File Type | |
Total Downloads | 45 |
Total Views | 458 |
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENYUSUNAN ALAT UKUR Manusia tidak bisa bertahan hidup tanpa makanan. Di dalam hirarki kebutuhan Maslow, makanan adalah salah satu kebutuhan yang harus terlebih dahulu terpenuhi sebelum manusia dapat beranjak ke kebutuhan-kebutuhan selanjutnya. Namun, manusia bu...
Accelerat ing t he world's research.
Contoh Pembuatan Skala Psikologi Hanan Salsabila
Related papers
Download a PDF Pack of t he best relat ed papers
Jurnal kuan t ingkat st res ali syafi'i
Full Mariama Azis GAMBARAN CIT RA T UBUH PADA WANITA DEWASA AWAL YANG MENGALAMI OBESITAS Shint a Wulandari
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG PENYUSUNAN ALAT UKUR Manusia tidak bisa bertahan hidup tanpa makanan. Di dalam hirarki kebutuhan Maslow, makanan adalah salah satu kebutuhan yang harus terlebih dahulu terpenuhi sebelum manusia dapat beranjak ke kebutuhan-kebutuhan selanjutnya. Namun, manusia bukan hanya memerlukan makanan. Manusia memerlukan makanan yang sehat dengan takaran yang sesuai. Di Indonesia, pemerintah memperkenalkan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) sebagai acuan pola makan sehat bagi masayarakat. PUGS juga memuat 13 pesan dasar seperti membiasakan sarapan, menghindari minuman beralkohol, dll. Akan tetapi, masih ada banyak masyarakat Indonesia yang belum menerapkan 13 pesan dasar PUGS. Sebagai contoh, 4 dari 10 orang melewatkan sarapan setiap hari berdasarkan survey online yang melibatkan 2000 responden. Ada beberapa factor yang dapat menyebabkan hal tersebut. Menurut jurnal yang berjudul How People Interpret Healthy Eating: Contributions of Qualitative Research yang ditulis oleh Carole A. Bisogni, orang-orang mendefinisikan pola makan sehat degan kompleks dan melalui berbagai macam cara. Pemahaman mereka tersebut dipengaruhi oleh pengalaman sosial, buday, pribadi beserta kondisi lingkungan mereka. Oleh karena itu, peneliti berusaha untuk mengukur apakah mahasiswa Universitas Airlangga setidaknya mengetahui standar pola makan sehat yang dipromosikan pemerintah di dimensi kedua. Selain itu, menurut jurnal yang berjudul Healthy Eating: What Does It Mean to Adolescents? yang ditulis oleh Jillian K. Croll, anak-anak muda sebenarnya telah memahami standar pola makan sehat. Mereka mengerti bahwa pola makan sehat berarti makan dengan melihat jumlah, keseimbangan, dan keragaman. Namun, mereka tetap menganggap bahwa
1
menerapkan pola makan yang sehat adalah sesuatu yang sulit. Mereka tetap mengkonsumsi makanan yang mereka anggap tidak sehat. Hal-hal yang menyebabkan hal tersebut adalah keterbatasan waktu, terbatasnya makanan sehat di seitar mereka, dan kurangnya kekhawatiran mereka akan kesehatan. Dengan menyadari permasalahan ini, kami menyadari pentingnya untuk melakukan asesmen lanjutan kepada mahasiswa Universitas Airlangga mengenai kedisiplinan mereka dalam menerapkan pola makan sehat. 1.2.
URGENSI PENYUSUNAN ALAT UKUR Alat ukur yang menyertakan aitem-aitem berupa pernyataan ini sangat penting untuk diujicobakan karena mengukur kedisiplinan mahasiswa Universitas Airlangga dalam menerapkan pola makan yang sehat. Selain itu, skala mengenai kedisiplinan mahasiswa Universitas Airlangga dalam menerapkan pola makan yang sehat masih belum terlalu berkembang sehingga banyak aspek yang dapat digali. Setelah tahu bagaimana
kedisiplinan
mahasiswa
Universitas
Airlangga
dalam
menerapkan pola makan yang sehat, kita sebagai praktisi Psikologi (dengan menggunakan bantuan dari sarjana Kesehatan Masyarakat) bisa memberikan rancangan intervensi yang sesuai dengan data hasil asesmen.
1.3.
TUJUAN PENYUSUNAN ALAT UKUR Penyusunan Skala Psikologis ini bertujuan untuk mengukur kedisiplinan mahasiswa Universitas Airlangga dalam menerapkan pola makan
yang
sehat
berdasarkaan
Prijodarminto.
2
aspek-aspek
kedisiplinan
milik
1.4.
MANFAAT PENYUSUNAN ALAT UKUR 1.4.1. Manfaat Teoritis: a.
Menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca seputar pemahaman kedisiplinan mahasiswa Universitas Airlangga dalam menerapkan pola makan yang sehat;
b.
Menambah literatur dan referensi mengenai kedisiplinan mahasiswa Universitas Airlangga dalam menerapkan pola makan yang sehat.
1.4.2. Manfaat Praktis : a. Dapat dijadikan sebagai alat ukur untuk mengukur kedisiplinan mahasiswa Universitas Airlangga dalam menerapkan pola makan yang sehat 1.4.3. Manfaat Keseluruhan : Manfaat yang bisa diambil dari skala kedisiplinan mahasiswa Universitas Airlangga dalam menerapkan pola makan yang sehat
ini adalah untuk mengukur seberapa besar tingkat
kedisiplinan mahasiswa Universitas Airlangga dalam menerapkan pola makan yang sehat. Manfaat kedepannya yakni agar mahasiswa Universitas Airlangga bisa lebih menerapkan kedisiplinan dalam hal menerapkan pola makan yang sehat..
3
BAB II TINJAUAN TEORITIK
2.1.
KONSEP TEORI TENTANG KONSTRAK YANG AKAN DIUKUR 2.1.1. Teori Kedisiplinan a) Pengertian Kedisiplinan Kata kedisiplinan berasal dari bahasa Latin yaitu discipulus, yang berarti mengajari atau mengikuti yang dihormati. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia
(2007), menyatakan bahwa disiplin adalah:
Tata tertib (di sekolah, di kantor, kemiliteran, dan sebagainya). Ketaatan (kepatuhan) pada peraturan tata tertib. Bidang studi yang memiliki objek dan sistem tertentu. Kedisiplinan adalah suatu kondisi yang tercipta dan
terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan atau ketertiban. Karena sudah menyatu dengannya, maka sikap atau perbuatan yang dilakukan bukan lagi atau sama sekali tidak dirasakan sebagai beban, bahkan sebaliknya akan membebani dirinya bilamana ia tidak berbuat sebagaimana lazimnya (Prijodarminto, 1994). b) Tujuan kedisiplinan Gaustad
(1992)
mengemukakan
bahwa
kedisiplinan
memiliki 2 (dua) tujuan, yaitu memberi kenyamanan pada para siswa dan staf (guru) serta menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar. Subari (1994) berpendapat bahwa kedisiplinan mempunyai tujuan untuk penurutan terhadap suatu peraturan dengan kesadaran sendiri untuk terciptanya peraturan itu. Menurut Durkeim (1995),
4
kedisiplinan
mempunyai
tujuan
ganda
yaitu
mengembangkan suatu peraturan tertentu dalam tindak tanduk manusia dan memberinya suatu sasaran tertentu dan sekaligus membatasi cakrawalanya. Yahya (1992) berpendapat, tujuan kedisiplinan adalah perkembangan dari pengembangan diri sendiri dan pengarahan diri sendiri tanpa pengaruh atau kendali dari luar. Kedisiplinan adalah suatu latihan batin yang tercermin dalam tingkah laku yang bertujuan agar orang selalu patuh pada peraturan. Dengan adanya kedisiplinan diharapkan anak didik mendisiplinkan diri dalam mentaati peraturan sekolah sehingga proses belajar mengajar berjalan dengan lancar dan memudahkan pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena
itu,
anak
didik
perlu dibimbing atau
ditunjukkan mana perbuatan yang melanggar tata tertib dan mana perbuatan yang menunjang terlaksananya proses belajar mengajar dengan baik (Gordon, 1996). Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan kedisiplinan adalah memberi kenyamanan pada para siswa dan staf (guru) serta menciptakan lingkungan
yang
kondusif
untuk
belajar
perkembangan dari pengembangan diri
serta
sendiri dan
pengarahan diri sendiri tanpa pengaruh atau kendali dari luar. c) Fungsi kedisiplinan Fungsi kedisiplinan menurut Tu’u (2004) adalah: a.
Menata kehidupan bersama Kedisiplinan
sekolah
berguna
untuk
menyadarkan siswa bahwa dirinya perlu menghargai orang lain dengan cara menaati dan mematuhi peraturan
5
yang berlaku,
sehingga tidak akan merugikan pihak lain dan hubungan dengan sesama menjadi baik dan lancar. b.
Membangun kepribadian Pertumbuhan biasanya
kepribadian dipengaruhi
seseorang
oleh
faktor
lingkungan. Disiplin yang diterapkan di masing-masing memberi
lingkungan
dampak
bagi
tersebut pertumbuhan
kepribadian yang baik. Oleh karena itu, dengan disiplin seseorang akan terbiasa mengikuti , mematuhi aturan yang berlaku dan kebiasaan itu lama kelamaan masuk ke dalam
dirinya
serta
berperan
dalam
membangun kepribadian yang baik c.
Melatih kepribadian Sikap, perilaku dan pola kehidupan yang baik dan berdisiplin terbentuk melalui latihan. Demikian juga dengan kepribadian yang
tertib,
teratur
dan
patuh
perlu
dibiasakan dan dilatih. d.
Pemaksaan Kedisiplinan dapat terjadi karena adanya pemaksaan dan tekanan dari luar, misalnya ketika seorang siswa yang kurang disiplin masuk ke satu sekolah yang berdisiplin baik, terpaksa harus mematuhi tata tertib yang ada di sekolah tersebut.
e.
Hukuman Tata tertib biasanya berisi hal-hal positif dan sanksi atau hukuman bagi yang melanggar
6
tata tertib tersebut. f.
Menciptakan lingkungan yang kondusif Kedisiplinan
berfungsi
terlaksananya
proses
mendukung dan
kegiatan
pendidikan agar berjalan lancar dan memberi pengaruh bagi terciptanya sekolah sebagai lingkungan pendidikan yang kondusif bagi kegiatan pembelajaran. d) Cara terbentuknya kedisiplinan Menurut Lembaga Ketahanan Nasional (1997), kedisiplinan dapat terjadi dengan cara: a.
Disiplin tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan
harus
ditumbuhkan,
dikembangkan dan diterapkan dalam semua aspek menerapkan sanksi serta dengan bentuk ganjaran dan hukuman. b.
Disiplin seseorang adalah produk sosialisasi sebagai
hasil
interaksi
dengan
lingkungannya, terutama lingkungan sosial. Oleh karena itu, pembentukan disiplin tunduk pada kaidah-kaidah proses belajar. c.
Dalam membentuk disiplin, ada pihak yang memiliki kekuasaan lebih besar, sehingga mampu mempengaruhi tingkah laku pihak lain
ke
arah
diinginkannya. memiliki
tingkah Sebaliknya,
ketergantungan
laku pihak pada
yang lain pihak
pertama, sehingga ia bisa menerima apa yang diajarkan kepadanya.
e) Faktor yang mempengaruhi kedisiplinan
7
Terdapat beberapa faktor atau sumber yang dapat menyebabkan timbulnya masalah-masalah yang dapat mengganggu terpeliharanya disiplin. Menurut Ekosiswoyo dan Rachman (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi kedisiplinan, antara lain: Dari sekolah, contohnya: a.
Tipe kepemimpinan guru atau sekolah yang otoriter
yang
kehendaknya kedaulatan
senantiasa tanpa
mendiktekan memperhatikan
siswa. Perbuatan seperti itu
mengakibatkan siswa menjadi berpura-pura patuh, apatis atau sebaliknya. Hal itu akan menjadikan
siswa
agresif,
yaitu
ingin
berontak terhadap kekangan dan perlakuan yang tidak manusiawi yang mereka terima. b.
Guru yang membiarkan siswa berbuat salah, lebih mementingkan mata pelajaran daripada siswanya.
c.
Lingkungan
sekolah
seperti:
hari-hari
pertama dan hari-hari akhir sekolah (akan libur
atau
sesudah
libur),
pergantian
pelajaran, pergantian guru, jadwal yang kaku atau jadwal aktivitas sekolah yang kurang cermat, suasana yang gaduh, dll. Dari keluarga, contohnya: a.
Lingkungan rumah atau keluarga, seperti kurang
perhatian,
ketidak
teraturan,
pertengkaran, masa bodoh, tekanan, dan sibuk urusannya masing-masing. b.
Lingkungan atau situasi tempat tinggal, seperti lingkungan kriminal, lingkungan
8
bising, dan lingkungan minuman keras. f) Bentuk-bentuk perilaku pelanggaran disiplin sekolah Menurut Kooi dan Schutx (dalam Sukadji, 2000), hal- hal yang dianggap sebagai perilaku pelanggaran disiplin dapat digolongkan dalam lima kategori umum, yaitu: a.
Agresi
fisik
(pemukulan,
perkelahian,
perusakan, dan sebagainya). b.
Kesibukan berteman (berbincang-bincang, berbisik-bisik, berkunjung ke tempat duduk teman tanpa izin).
c.
Mencari perhatian (mengedarkan tulisantulisan, gambar-gambar dengan maksud mengalihkan perhatian dari pelajaran).
d.
Menantang wibawa guru (tidak mau nurut, memberontak, memprotes dengan kasar, dan sebagainya),
dan
membuat
(mengkritik,
perselisihan
menertawakan,
mencemoohkan). e.
Merokok di sekolah, datang terlambat, membolos,
dan ”kabur”,
mencuri dan
menipu, tidak berpakaian sesuai dengan ketentuan, mengompas (memeras teman sekolah), serta menggunakan obat-obatan terlarang maupun minuman keras di sekolah. g) Aspek- aspek Kedisiplinan Menurut Prijodarminto (1994), disiplin memiliki 3 (tiga) aspek. Ketiga aspek tersebut adalah : a.
sikap
mental
(mental
attitude)
yang
merupakan sikap taat dan tertib sebagai hasil atau
9
pengembangan
dari
latihan,
pengendalian
pikiran
dan
pengendalian
watak. b.
pemahaman yang baik mengenai sistem peraturan
perilaku, norma, kriteria, dan
standar yang sedemikan rupa, sehingga pemahaman
tersebut
menumbuhkan
pengertian yang mendalam atau kesadaran, bahwa ketaatan akan aturan. Norma, dan standar tadi merupakan syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan (sukses). c.
sikap
kelakuan
menunjukkan
yang
kesungguhan
secara
wajar
hati,
untuk
mentaati segala hal secara cermat dan tertib.
2.1.1.
Teori Pola Makan Sehat A. Pengertian Menurut Harper (1986), pola makan (dietary pattern) adalah cara yang ditempuh seseorang atau sekelompok untuk memilih makanan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial. Menu seimbang adalah menu yang terdiri dari beraneka ragam makanan dalam jumlah dan proporsi yang sesuai, sehingga memenuhi kebutuhan gizi seseorang guna pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan dan perkembangan (Almatsier, 2004). Ilmuwan memperkirakan 75% kanker bisa dicegah melalui diet yang lebih baik. Konsumsi makanan yang salah dapat membuat tubuh kekurangan nutrisi-nutrisi vital yang diperlukan agar tubuh dapat bekerja dengan baik. Kunci
10
menuju kesehatan yang baik adalah diet yang seimbang dan bervariasi (Weekes, 2008). B.Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) Menurut Almatsier (2004), PUGS disusun untuk mencapai dan memelihara kesehatan dan kesejahteraan gizi (nutritional well-being) semua yang merupakan prasyarat untuk pembangunan sumber daya manusia. Dalam PUGS, susunan makanan yang dianjurkan adalah yang menjamin keseimbangan zat-zat gizi. Hal ini dapat dicapai dengan mengkonsumsi beraneka ragam makanan tiap hari. Tiap makanan dapat saling melengkapi dalam zat-zat gizi yang dikandungnya. PUGS merupakan penjabaran lebih lanjut dari pedoman 4 Sehat 5 Sempurna yang memuat
pesan-pesan
berkaitan dengan pencegahan baik masalah gizi
yang kurang,
maupun masalah gizi lebih. Pengelompokan makanan didasarkan pada tiga fungsi utama zat-zat gizi, yaitu sumber zat energi/tenaga yang dapat berupa padi-padian, tepungtepungan, umbi-umbian, sagu, dan pisang yang dibeberapa bagian di Indonesia juga dimakan sebagai makanan pokok. Sebagai sumber zat pembangun berupa sayuran dan buah, serta sumber zat pengatur berupa ikan, ayam, telur, daging, susu, kacang-kacangan dan hasil olahannya, seperti tempe, tahu dan oncom. Untuk mencapai gizi seimbang hendaknya susunan makanan sehari terdiri dari campuran ketiga kelompok bahan makanan tersebut. Dari tiap kelompok dipilih salah satu atau lebih jenis bahan makanan sesuai dengan ketersediaan bahan makanan tersebut di pasar, keadaan sosial ekonomi, nilai gizi, dan kebiasaan makanan (Almatsier, 2004). Menurut Baliwati (2004), PUGS memuat tiga belas pesan
11
dasar yang diharapkan dapat digunakan masyarakat luas sebagai pedoman praktis untuk mengatur makanan seharihari yang seimbang dan aman guna mencapai dan mempertahankan status gizi dan kesehatan yang optimal. Ketiga belas pesan dasar tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Makanlah aneka ragam makanan
2.
Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi.
3.
Makanlah makanan sumber karbohidrat, setengah dari kebutuhan energi.
4.
Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kebutuhan energi.
5.
Gunakan garam beryodium.
6.
Makanlah makanan sumber zat besi.
7.
Berikan ASI saja kepada bayi sampai umur empat bulan.
8.
Biasakan makan pagi.
9.
Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya.
10. Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur. 11. Hindari minum minuman beralkohol. 12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan. 13. Bacalah label pada makanan yang dikemas.
2.2.
KONSEP PENGUKURAN DAN TAHAPAN PENYUSUNAN ALAT UKUR 2.2.1. Konsep Pengukuran menggunakan Skala Likert Pengukuran adalah suatu prosedur pemberian angka (kuantifikasi) terhadap atribut atau variable sepanjang suatu kontinum. Dalam ranah ilmu Psikologi, kegiatan pengukuran dilakukan dengan media tes psikologi. Tes psikologis pada dasarnya adalah alta ukur yang objektif dan dibakukan atas sampel
12
perilaku tertentu. Salah satu bentuk tes psikologis adalah skala likert. Skala likert paling banyak digunakana untuk pengukuran perilaku. Skala likert dipakai apabila ingin menggambarkan secara kasar posisi individu dalam kelompoknya (posisi relatif) ,ingin membandingkan skor subyek dengan kelompok normatif, ingin menyusun skala pengukuran yang sederhana dan mudah dibuat. Penskalaan
model
Likert
merupakan
metode
penskalaan
pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya (Azwar, 2005). Untuk melakukan penskalaan dengan metode skala ini, sejumlah pernyataan sikap telah ditulis berdasarkan kaidah penulisan pernyataan menurut Edwards, melewati hasil pe-rater-an dari 5 orang subyek yang telah ditunjuk oleh peneliti, serta didasarkan pada rancangan skala yang telah ditetapkan. Kemudian yang menjadi sasaran utama adalah respon yang diberikan kepada kelompok uji coba. Responden akan diminta untuk menyatakan kesetujuan atau ketidaksetujuannya terhadap isi pernyataan dalam empat macam kategori jawaban, yaitu “sangat tidak setuju” (STS), “tidak setuju (TS),“setuju” (S), dan “sangat setuju” (SS). Dalam pendekatan ini tidak diperlukan judges karena nilai skala sikap setiap pernyataan tidak akan ditentukan oleh derajat favorable dan unfavorable, tetapi ditentukan oleh d...