Distrofi Muskular Progresif PDF

Title Distrofi Muskular Progresif
Course Medicine (Kedokteran)
Institution Universitas Padjadjaran
Pages 17
File Size 543 KB
File Type PDF
Total Downloads 621
Total Views 768

Summary

BAB I PENDAHULUAN Distrofi muskular merupakan kelainan genetik yang bersifat progresif dan degeneratif pada otot. Tanda dan gejala utama yang muncul dalam kondisi ini adalah kelemahan otot. Distrofi muskular terbagi atas beberapa jenis, yaitu Duchenne muscular dystrophy (DMD), Becker muscular dystro...


Description

BAB I PENDAHULUAN

Distrofi muskular merupakan kelainan genetik yang bersifat progresif dan degeneratif pada otot. Tanda dan gejala utama yang muncul dalam kondisi ini adalah kelemahan otot. Distrofi muskular terbagi atas beberapa jenis, yaitu Duchenne muscular dystrophy (DMD), Becker muscular dystrophy (BMD), dan facioscapulohumeral muscular dystrophy (FSHD. Ketiga tipe distrofi muskular tersebut merupakan jenisjenis yang cukup sering ditemukan dalam kasus distrofi muskular. Terdapat fenotipe lainnya, yaitu limb-girdle dystrophy, Emery-Dreifuss muscular dystrophy, dan oculopharyngeal dystrophy.1 Anak-anak yang mengalami mutasi gen tertentu dapat menderita penyakit tersebut. Umumnya, gangguan pada produksi gen distrofin dapat menyebabkan gejala-gejala tersebut yang disebabkan oleh kerusakan otot kronis. Kerusakan tersebut disebabkan oleh kompleks protein yang diproduksi oleh distrofin tidak ada atau tidak mencukupi sehingga stabilitas dari otot akan terganggu pada tingkat miofibrilar, sehingga serabut otot akan lebih rentan terhadap kerusakan.2, 3 Penyakit-penyakit tersebut memberikan dampak yang signifikan terhadap tumbuh kembang anak. Kelainan seperti DMD dapat muncul setelah umur anak pada usia di atas 4 tahun di mana orang tua dapat menemukan bahwa anaknya tidak berkembang seperti pada anak lainnya terutama dalam hal milestone motorik. Selain itu, progresivitas beberapa kelainan tersebut dapat berlangsung dengan cepat sehingga dapat mengakibatkan kematian yang lebih dini oleh karena komplikasi seperti gagal nafas karena kelemahan otot pernafasan. Meskipun penyakit ini tidak dapat diobati, terdapat beberapa tatalaksana suportif dan farmaklogis yang dapat menghambat progresivitas penyakit. 4, 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Duchenne Muscular Dystrophy (DMD) dan Becker Muscular Dystrophy (BMD) 2.1.1. Definisi Duchenne muscular dystrophy (DMD) dan Becker muscular dystrophy (BMD) merupakan salah satu spektrum penyakit dalam golongan distrophinopati. Golongan kelainan otot tersebut disebabkan oleh adanya mutasi pada gen untuk produksi distrofin yang dapat menyebabkan beberapa fenotip kelainan. Kelainan ini merupakan kelainan x-linked recessive, oleh karena itu, anak perempuan umumnya menjadi karier, sedangkan anak laki-laki yang akan menderita tanda dan gejala dari kelainan ini.1 2.1.2. Epidemiologi Insidensi DMD pada anak laki-laki adalah 1 per 3,500 kelahiran hidup. Oleh karena diadakannya program skrining untuk bayi baru lahir, insidensi tersebut mengalami penurunan sampai kurang lebih 1 per 5,000 kelahiran hidup. 1 Prevalensi dari DMD pada Amerika Serikat menurut suatu ulasan sistematik adalah 15.9 - 19.5 per 100,000 anak laki-laki.2 2.1.3. Patofisiologi

Gambar 2. 1. Dystrophin associated glycoprotein complex6

Duchenne muscular dystrophy (DMD) merupakan salah satu kelainan neuromuskuler yang paling sering terjadi dan disebabkan oleh mutasi gen distrofin pada kromosom X. Tanda dan gejala klinis tidak terlihat langsung saat lahir, namun mulai terlihat paling sering pada usia sekitar 4 tahun, di mana usia tersebut merupakan ratarata usia diagnosis untuk DMD. Progresivitas penyakit bersifat sangat cepat, di mana pada usia 10 tahun pasien mungkin sudah memerlukan kursi roda dan terdapat beberapa kasus terbentuknya kardiomiopati pada usia yang sama. Kematian prematur dapat terjadi pada usia sekitar 40 tahun.7 Gen distrofin merupakan salah satu gen terbesar yang dapat dideskripsikan pada manusia dan messenger RNA secara penuh diekspresikan pada otot-otot jantung dan rangkd. Pada DMD, gen tersebut menghasilkan 3 isoform dengan panjang penuh melalui 3 promoter independen pada otak, otot, dan neuron Purkinje pada serebelum. Walaupun demikian, terdapat beberapa isoform lainnya yang dihasilkan oleh splicing alternatif. Pada otot yang sehat, protein distrofin terlokalisasi pada bagian intraselular dari sarkolema sepanjang miofiber dan berada pada membran plasma miofiber (dystroglycan, sacroglycan, dan neuronal nitric oxide synthase) sehingga dapat bergabung dan dystrophin-associated glycoprotein complex (DGC). Fungsi utama distrofin pada otot adalah untuk meningkatkan stabilitas serabut otot saat berkontraksi dengan mengikat pada F-actin dengan domain N-terminal dan β-dystroglycan dengan domain C-terminal sebagai protein penghubung dan pengait.3 Kelainan tersebut disebabkan oleh adanya mutasi melalui salah satu mekanisme yaitu delesi (65%), duplikasi (6 – 10%), mutasi kecil (10%) atau yang lainnya yang mampu mengganggu open reading frame dari RNA. Mutasi-mutasi tersebut menyebabkan kehilangan ekspresi protein distrofin, sehingga dapat terjadi kehilangan massa otot yang sangat cepat. Mutasi tersebut dapat mengganggu kompleks DGC yang dapat menyebabkan instabilitas membran otot, sehingga serabut-serabut tersebut lebih rentan terhadap kerusakan dan nekrosis. Terdapat proses lainnya yang mengganggu kemampuan regenerasi miofiber yang disebabkan oleh kerusakan kronis, sehingga dapat menyebabkan habisnya sel satelit dan penggantian otot dengan jaringan fibroadiposa.

Beberapa penelitian pada model hewan maupun manusia telah menunjukkan bahwa aktivasi kaskade patologis (seperti influks kalsium, infiltrasi sel-sel imun peradangan, sitokin, dan aktivasi enzim proteolitik) dapat mempercepat progresivitas DMD.3 2.1.4. Diagnosis Penegakkan diagnosis dari DMD dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan fenotipe dan histologis dari pasien. Pada anak-anak yang dicurigai memiliki DMD, terdapat pengecilan otot dan kelemahan yang progresif. Kelemahan ini akan berkembang dengan sangat cepat sampai anak-anak umumnya akan memerlukan kursi roda pada usia sekitar 10 tahun untuk berjalan dan pada usia sekitar 20 tahun akan memerlukan ventilator untuk tetap dapat bernafas. Pemeriksaan histologis dari otot dapat dilakukan dan akan menunjukkan otot-otot yang tidak terorganisasi dengan hipertrofi miofiber, inflamasi, dan deposit ekstensif yang terdiri dari jaringan konektif dan lemak.7

Gambar 2. 2. Algoritma diagnosis pada DMD5 Kecurigaan mengenai adanya DMD perlu dicurigai apabila terdapat fungsi otot abnormal pada anak laki-laki, terdapat peningkatan kadar serum creatine kinease, atau setelah ditemukan adanya peningkatan transaminase. Pemeriksaan penunjang dengan pengukuran serum creatine kinase dapat mengalami peningkatan dalam DMD dan BMD. Pada kasus-kasus DMD, dapat ditemukan kenaikan sampai 50 – 100 kali lipat kadar normal. Pada BMD, kadar enzim tersebut tetap meningkat di atas normal meskipun lebih rendah dari DMD.8 Beberapa tanda dan gejala awal yang dapat muncul pada anak-anak dengan DMD adalah hambatan saat berjalan, sering jatuh, atau sulit berlari atau naik tangga. Diagnosis dapat ditentukan lebih awal pada anak-anak dengan DMD oleh karena adanya gangguan milestone yang tercapai lebih lambat dibandingkan dengan anak-anak seusianya yang sehat. Beberapa tanda-tanda khas yang dapat menjadi tanda untuk melakukan pemeriksaan konfirmasi secara molekuler adalah ditemukannya

Gowers’ sign, terutama saat ditemukan bersamaan dengan waddling gait. Anak mungkin berjalan dengan ujung jari kaki, walaupun hal tersebut tidak spesifik ditemukan pada DMD. Diagnosis DMD umumnya ditetapkan pada usia sekitar 5 tahun. Apabila fungsi otot anak laki-laki masih normal sampai usia 10 tahun atau lebih, kecil sekali kemungkinan anak tersebut menderita DMD. 5

Gambar 2. 3. Algoritma diagnosis molekuler untuk DMD3 Konfirmasi defek molekuler pada gen DMD adalah dengan mencari mutasi pada satu atau lebih ekson. Kelainan molekuler yang sering ditemukan adalah delesi, diikuti oleh duplikasi dan mutasi kecil. Diagnosis molekuler untuk DMD akan dimulai dengan analisis kuantitatif terlebih dahulu untuk menemukan perubahan gen DMD (umumnya berupa delesi atau duplikasi) yang kemudian diikuti oleh diagnosis secara kualitatif yang akan melakukan sekuensi penuh gen DMD.3 Terdapat beberapa metode yang dapat dipakai dalam upaya untuk konfirmasi diagnosis, salah satunya dan yang paling sering digunakan adalah multiplex ligationdependent probe amplification (MLPA). Cara kerja dari pemeriksaan tersebut adalah dengan memeriksa secara langsung seluruh 79 ekson pada gen DMD dan

mengidentifikasi copy number variation (CNV) pada reaksi rantai multiplex polymerase. 3 2.1.5. Penatalaksanaan Intervensi terapeutik lini pertama yang dapat mempertahankan kekuatan dan fungsi otot pada anak-anak dengan DMD adalah pemberian glukokortikoid. Walaupun demikian, cara kerja glukokortikoid dan perannya dalam menjaga kekuatan dan fungsi otot masih belum jelas dan efek positif pemberian glukokortikoid pada manusia tidak ditemukan pada tikus-tikus yang telah mengalami mutasi gen distrofin mdx. Glukokortikoid dapat ditoleransi dengan relatif baik, walaupun demikian terdapat beberapa efek samping yang dapat diberikan dari pemberian glukokortikoid, yaitu peningkatan berat badan yang signifikan dan retardasi pertumbuhan vertikal sering terjadi. Beberapa efek samping lainnya, seperti hipertensi, glikosuria, fraktur patologis, lesi gastrointestinal, dan krisis adrenal dapat terjadi, namun merupakan efek samping yang serius.6

Gambar 2. 4. Algoritma pemberian glukokortikoid pada DMD5 Pemberian dosis glukokortikoid setiap hari dengan prednisolone/prednisone dianggap lebih baik dibandingkan dengan pemberian dosis intermiten apabila ditinjau dari ambulasi dan dampak jangka panjang. Walaupun demikian, pemberian glukokortikoid jangka panjang setiap hari dapat memberikan efek samping yang signifikan. Untuk menanggulangi efek samping yang diberikan dari penanganan dengan menggunakan glukokortikoid, pasien dihimbau untuk memeriksakan densitas tulang (dengan menggunakan dual-energy x-ray absorptiometry) untuk memantau terjadinya osteoporosis dan menerima suplemen vitamin D (dan mungkin membutuhkan bisfosfonat oral) saat ditemukan densitas tulang yang berkurang atau terjadi fraktur patologis.6 Penggunaan dosis glukokortikoid yang digunakan pada beberapa uji klinis acak selama 6 bulan dapat meningkatkan kekuatan otot pada anak-anak dengan DMD.

Pemberian prednisone dengan dosis 0.75 mg/kgBB memiliki profil pengobatan yang paling baik, sedangkan pada dosis yang lebih tinggi, yaitu 1.5 mg/kgBB tidak memiliki peningkatan manfaat sama sekali. Pada dosis yang lebih rendah sekitar 0.3 mg/kgBB, dampak positif yang diberikan oleh pengobatan, yang dinilai dalam bentuk kekuatan otot, memiliki nilai yang lebih rendah. Pengobatan glukokortikoid alternatif, seperti deflazacort, juga dapat digunakan namun belum diterima di Amerika Serikat. Walaupun demikian, deflazacort dapat memberikan manfaat terhadap kekuatan otot dengan pemberian dosis harian 0.9 mg/kgBB dan memiliki profil risiko yang sedikit berbeda apabila digunakan dalam jangka panjang. Inisiasi pemberian glukokortikoid direkomendasikan pada anak-anak berusia di atas 2 tahun.5

Gambar 2. 5. Usia median kehilangan fungsi berjalan dan anggota gerak atas4 Glukokortikoid dapat meningkatkan kualitas hidup dan mempertahankan fungsi muskuler pada penderita DMD. Pada sebuah penelitian kohor prospektif oleh

McDonald dkk yang melibatkan 440 pasien terdiagnosis dengan DMD dengan konfirmasi diagnosis menggunakan imunofloresensi distrofin atau immunoblot atau keduanya; delesi out-of-frame; atau tidak ditemukannya sekuensi gen distrofin pada saudara maupun pasien dengan rerata usia subjek penelitian 11.5 tahun (SD 4 – 35). Pada pasien dengan terapi glukokortikoid kumulatif berdurasi 1 tahun atau lebih tinggi, terdapat kejadian kehilangan ambulasi yang lebih lambat sebanyak 2.1 – 4.4 tahun dibandingkan dengan pasien yang menerima terapi glukokortikoid kumulatif berdurasi 1 bulan atau kurang (log-rank p...


Similar Free PDFs