ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI PDF

Title ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI
Author Nabil Fakhir
Pages 9
File Size 64.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 332
Total Views 748

Summary

ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI A. Penertian Etika Etika memiliki sifat dasar yaitu sifat kritis, jadi etika dapat di artikan sebagai suatu adat kebiasaan mana yang baik dan mana yang buruk. Ketika kita berbicara tentang etika sama halnya kita berbicara tentang pondasi kepada manusia untuk mengambil s...


Description

ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI A. Penertian Etika Etika memiliki sifat dasar yaitu sifat kritis, jadi etika dapat di artikan sebagai suatu adat kebiasaan mana yang baik dan mana yang buruk. Ketika kita berbicara tentang etika sama halnya kita berbicara tentang pondasi kepada manusia untuk mengambil sikap yang rasional kepada semua norma serta sebagai alat pemikir manusia sehingga tidak terombang ambing oleh norma yang ada. Jadi didalam buku yang berjudul Etika Dan Filsafat Komunikasi ini etika di bedakan menjadi dua macam yaitu etika deskriptif dan etika normatif. Etika normatif memberikan gambaran dari gejala kesadaran moral, dari norma dan konsep etis. tidak membicarakan lagi tentang gejala. tetapi, tenatng apa yang sebenarnya menjadi tindakan manusia sedangkan etika deskriptif merupakanetika yang dapat dilihat secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia serta apa tujuan manusia yang sangat bernilai dalam hidup ini atau bisa dikatakan sebagai norma dinilai dan manusia ditentukan. Sifat dasar etika adalah sifat kritis, karenanya etika bertugas (lihat Darji Darmodiharjo dan Shidarta, 2004: 263): 1. Untuk mempersoalkan norma yang dianggap berlaku. Diselidikinya apakah dasar suatu norma itu dan apakah dasar itu membenarkan ketaatan yang di- tuntut oleh norma itu terhadap norma yang dapat berlaku. 2. Etika mengajukan pertanyaan tentang legitimasinya, artinya norma yang tidak dapat mempertahankan di- ri dari pertanyaan kritis dengan sendirinya akan ke- hilangan haknya. 3. Etika memersolakan pula hak setiap lembaga seperti orang tua, sekolah, negara, dan agama untuk mem- berikan perintah atau larangan yang harus ditaati. 4.

Etika memberikan bekal kepada manusia untuk me- ngambil sikap yang rasional terhadap semua norma.

5. Etika menjadi alat pemikiran yang rasional dan ber- tanggung jawab bagi seorang ahli dan bagi siapa saja yang tidak mau diombang-ambingkan oleh norma- norma yang ada.

B. Hubungan filsafat dan etika Berdasarkan etimologinya, kata “filsafat” dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani philosophia yang terdiri dari dua kata, yaitu philein (mencintai) atau philia (cinta) atau philos (sahabat, kekasih) dan sophia (kebijaksanaan, kearifan), filsafat dapat diartikan sebagai “cinta kebijaksanaan”. Jadi filsafat dapat diartikan sebagai ilmu

pengetahuan yang menyelidiki hakikat akan segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran dan ilmu pengetahuan tentang hakikat menanyakan apa hakikat atau inti sari dari segala sesuatu. Florence Kluckholn mengidentifikasi sejumlah orientasi yang berkaitan dengan masalah kehidupan dasar: 1. Manusia berhubungan dengan alam, dlaam arti mendominasi, hidup dengan alam 2. Manusia menilai sifat manusia sebagai baik, campuran baik dan buruk 3. Manusia hendaknya bercermin pada masa lalu, masa kini, dan masa mendatang 4. Manusia lebih menyukai aktivitas yang sedang dilakukan, akan dilakukan, telah dilakukan 5. Manusia menilai hubungan dengan orang lain C. Perbedaan Etika, Etiket, Moral, dan Agama Etika dan etiket yaitu mengatur prilaku manusia secara normatif. Perbrdaan etika dan etiket: 1. Etiket bersifat relative, terjadi keragaman dalam menafsirkan perilaku yang sesuai dengan etiket terntentu. Etika jauh lebih mutlak. Bisa sangat universal dan tidak bisa ada proses tawar-menawar. 2. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan sosial sementara itu etika tidak memperhatikan orang lain atau tidak. 3. Etiket hanya menyangkut segi lahiriah saja. Sementara, etika lebih menyangkut aspek internal manusia. 4. Menyangkut cara perbuatan yang harus dilakukan oleh sesroang atau kelompok tertentu. Etiket memberikan dan menunjukkan cara yang tepat dalam bertindak. Perbedaan etika dan estetika: 1. Etika terapan menjadi fokus perhatian, misalnya: kita mengenal etika profesi, kode etik, rambu-rambu, dll. 2. Pembahasan etika lebih menitikberatkan pada baik buruknya atau benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta sekaligus menyoroti kewajiban tanggung jawab manusiawi 3. Etika berkaitan dengan apa yang menjadi dasar bahwa tindkaan manusia adalah baik atau buruk, benar atau salah. Perbedaan Moral dan Hukum

Diantara keduanya memiliki hubungan yang sangat erat oleh karena itu hukum dapat di nilai atau diukur dangan norma moral. Moralpun membutuhkan hukum, moral akan mengambang saja apabila tidak dikukuhkan, diungkapkan, dan dilembagakan dalam masyarakat. perbedaan antara lain: 1. Moralitas menyangkut perilaku batin seseorang bisanya dapat dipaksakan 2. Sanksi moral satu-satunya adalah pada kenyataan bahwa hati nuraninya akan merasa tidak tenang 3. Sanksi hukum pada dasarnya didasarkan pada kehendak masyarakat Perbedaan Etika dan Agama Etika mendukung keberadaan agama. Etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional. Agama menuntut seseorang untuk mendasarkan diri pada Wahyu Tuhan dan ajaran agama. Kedua berkaitan, namun terpisahkan secara teoritis. Tidak bisa mengesampingkan salah satu diantaranya. Perbedaan Etika dan Moral Etika lebih condong kea rah ilmu tentang baiak atau buruk. Dikenal sebagai kode etik moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asa dan atau nilai yang berkenaan dengan baik buruk. Dua kaidah dasar moral: 1. Kaidah sikap baik. Kita meski bersikap baik terhadap aja saja. Diyatakan dalam bentuk yang konkret. 2. Kaidah keadilan. Kesamaan yang masih tetap mempertimbangkan kebutuhan orang lain. Harus dipikulkan harus sama, disesuaikan dengan kadar anggota masing-masing. D. Unsur Pokok Dalam Etika Kebebasan adalah unsur pokok dan utama dalam wa- cana etika. Etika menjadi bersifat rasional karena etika selalu mengandaikan kebebasan. Dapat dikatakan bahwa kebebasan adalah unsur hakiki etika. Kebebasan eksistensial adalah kemampuan manusia untuk menentukan dirinya sendiri. Ini berarti bahwa kebebasan ini bersifat positif. Ini berarti kebebasan eksistensial lebih menunjukkan kebebasan untuk. Tentu saja, kebebasan dalam praktek hidup seharihari mempunyai ragam yang banyak, yaitu kebebasan jasmanirohani, kebebasan sosial, kebebasan psikologi, kebebasan moral.

Tanggung jawab adalah kemampuan individu untuk menjawab segala pertanyaan yang mungkin timbul dari tindakantindakan. Tanggung jawab berarti bahwa orang tidak boleh mengelak, bila diminta penjelasan tentang perbuatannya. Tanggung jawab mengandaikan penyebab. Orang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang disebabkan olehnya. Pertanggungjawaban adalah situasi di mana orang menjadi penyebab bebas. Kebebasan adalah syarat utama dan mutlak untuk bertanggung jawab. Ragam tanggung jawab terdiri dari tanggung jawab retrospektif dan tanggung jawab prospektif. Hati nurani adalah penghayatan tentang nilai baik atau buruk berhubungan dengan situasi konkret. Hati nurani yang memerintahkan atau melarang suatu tindakan menurut situasi, waktu, dan kondisi tertentu. Dengan demikian, hati nurani berhubungan dengan kesadaran. Kesadaran adalah kesanggupan manusia untuk mengenal dirinya sendiri dan karena itu berefleksi tentang dirinya. Prinsip kesadaran moral adalah beberapa tataran yang perlu diketahui untuk memosisikan tindakan individu dalam kerangka nilai moral tertentu. Etika selalu memuat unsur hakiki bagi seluruh program tindakan moral. Prinsip tindakan moral mengandaikan pemahaman menyeluruh individu atas seluruh tindakan yang dilakukan sebagai seorang manusia. Setidaknya ada tiga prinsip dasar dalam kesadaran moral. Prinsip-prinsip itu adalah prinsip sikap baik, keadilan dan hormat terhadap diri sendiri serta orang lain. E. Beberapa Isme Dalam Etika Dalam era globalisasi, manusia berhadapan dengan berbagai macam ideologi. Tentu saja, ideologi pemikiran manusia akan memengaruhi sistem nilai yang dipunyai oleh manusia, yang pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku dan tindakan konkret (lihat Darji Darmodiharjo dan Shidarta, 2004: 265). 1. Egoisme Egoisme adalah pemikiran etis yang menyatakan bahwa tindakan atau perbuatan yang paling baik adalah memberikan manfaat bagi diri sendiri dalam jangka waktu yang diperlukan atau waktu tertentu. Hal ini lebih nyata bahwa manusia menggunakan waktu dan kesempatan untuk bersenang- senang. 2. Deontologisme

Ada dua jenis pemikiran deontologis, yaitu deontologisme tindakan dan deontologisme aturan. Deontologisme tindakan menyatakan bahwa baik dan buruknya tindakan dapat dirumuskan atau diputuskan dalam dan untuk situasi tertentu dan sama sekali tidak ada peraturan umum. Prinsip deontologisme tindakan sama dengan prinsip etika situasional. Setiap situasi sangat bersifat unik dan menuntut tindakan yang bersifat subjektif. Deontologisme aturan adalah bahwa kaidah moral dan tindakan baik-buruk diukur dari aturan yang berlaku secara universal, bersifat mutlak, dan tidak dilihat dari baik buruknya akibat perbuatana itu. 3. Utilitarianisme Utilitarianisme adalah pemikiran etika yang melihat bahwa kaidah moral dan baik buruknya tindakan diukur dari akibat yang ditimbulkannya. Yang menjadi tujuan tindakan adalah hasil atau konsekuensi yang timbul akibat perbuatan yang dikerjakan. 4. Pragmatisme Pragmatisme adalah pemikiran etis yang menyatakan bahwa perbuatan etis berhubungan dengan soal pengetahuan praktis yang dilakukan demi kemajuan masyarakat dan dunia. Pragmatisme lebih mengutamakan tindakan dari pada ajaran. Pragmatisme berkontribusi untuk menyeimbangkan antara kata dengan perbuatan, teori dengan praktek. F. Etika Komunikasi Etika komunikasi mencoba untuk mengelaborasi standar etis yang digunakan oleh komunikator dan komunikan. Setidaknya ada tujuh perspektif etika komunikasi yang bisa dilihat dalam perspektif yang bersangkutan. 1. Perspektif politik. 2. Perspektif sifat manusia. 3. Perspektif dialogis. 4. Perspektif situasional. 5. Perspektif religius. 6. Perspektif utilitarian. 7. Perspektif legal.

Review Jurnal Setiap problem, baik yang berhubungan dengan eksistensi Tuhan, realitas alam semesta sampai kepada persoalan hakikat manusia sebagai makhluk hidup dicarikan jawaban dan solusinya oleh filsafat dengan menggunakan akal sebagai instrumen utama. 1. Sebenarnya tidak hanya filsafat yang merespon berbagai problem mendasar dalam kehidupan manusia, tetapi agama juga mampu menjawab berbagai problem tersebut. 2. Filsafat dan agama sesungguhnya memiliki titik temu pada titik koordinat yang disebut sebagai "the ultimate reality", yakni Realitas (Dzat) tertinggi bagi masalah kehidupan dan kematian manusia Di antara perbedaan keduanya adalah: 1. Jika yang ditonjolkan dalam filsafat adalah "berpikir", sedangkan dalam agama adalah mengabdi", 2. jika filsafat menekankan pengetahuan untuk "memahami", maka agama menuntut pengetahuan untuk "beribadah", 3. jika dalam filsafat itu dilakukan contemplation (misalnya memikirkan tentang apa itu "cinta"?), maka dalam agama dilakukan enjoyment (merasakan dan mengalami "cinta" itu sendiri), 4. bahwa filsafat walaupun 1 Komaruddin Hidayat,dkk., Islam Untuk Disiplin Ilmu Filsafat (Jakarta: Depag RI, 2001) Di satu pihak, agama dalam mengukur kriteria baikburuk dan benar-salah berdasarkan atas ajaran wahyu, dan akal hanya sebagai perantara, berbeda dengan filsafat yang melakukan proses berpikir untuk mencari pengetahuan dengan menggunakan akal semata. Berbeda dengan filsafat, agama menawarkan sebuah kebenaran absolut dan mutlak serta bersifat eternal (abadi) dan tidak mungkin mengalami perubahan, karena aksioma dalam ajaran agama berasal dari wahyu yang bersumber dari Tuhan, Realitas Yang Absolut dan Mutlak.

5. Walaupun bersifat eternal, agama tidak menjadi kaku dan rigid terhadap perkembangan zaman yang memang selalu berubah. Ajaran Islam mencakup berbagai dimensi kehidupan manusia yang dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman sejauh tidak melanggar prinsip pokok yang terdapat dalam sumber ajaran Islam yaitu al-Qur'an dan hadits.. 1. Hasil dan Pembahasan Pemikiran Islam dan Filsafat Yunani Perkembangan pemikiran Islam, terutama filsafat Islam tidak bisa terlepas dari kontribusi pemikiran-pemikiran filsafat Yunani. Meskipun demikian, Oliver Leaman menegaskan bahwa suatu kesalahan besar jika mengasumsikan filsafat Islam bermula dari proses penerjemahan teks-teks Yunani tersebut, atau hanya nukilan dari filsafat Aristoteles seperti dituduhkan Ernest Renan, atau dari Neo-Platonisme seperti disampaikan Pierre Duhem. Meskipun pemikiran Al-Farabi dan Ibnu Rusyd, banyak diilhami oleh pemikiran filsafat Yunani, tetapi mereka berpandangan berbeda dengan filsafat Yunani. Pemikiran filsafat Yunani dan Islam lahir dari keyakinan, budaya dan kondisi sosial yang berbeda Karena itu, menyamakan dua buah pemikiran yang lahir dari budaya yang berlainan adalah sesuatu yang tidak tepat, sehingga penjelasan karya-karya Muslim secara terpisah dari faktor dan kondisi kulturalnya juga akan menjadi suatu deskripsi yang tidak lengkap, deskripsi yang tidak bisa menjelaskan sendiri transformasi besar yang sering terjadi ketika batas-batas kultural sudah terlewati. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka proses transmisi filsafat Yunani ke Arab Islam pada dasarnya adalah suatu proses panjang dan kompleks yang justru banyak dipengaruhi oleh keyakinan dan teologis para pelakunya, kondisi budaya yang melingkupi dan seterusnya.Semua itu menunjukkan bahwa sebelum dikenal logika dalam filsafat Yunani, telah ada model pemikiran rasional filosofis yang berjalan baik dalam tradisi keilmuan Islam. Pemikian rasional-filosofis Islam lahir bukan dari pihak luar melainkan dari kitab suci mereka sendiri, dari al-Qur'an, khususnya dalam kaitannya dengan upaya-upaya untuk menyesuaikan antara ajaran teks dengan realitas kehidupan sehari-hari. Meskipun demikian, metode-metode pemecahan yang diberikan, khususnya masalah teologis tidak berbeda dengan model filsafat Seandainya manusia mengerti dan memahami kebenaran, maka, sifat asasinya yang berada didalam lubuk hati terdalam akan terdorong untuk melaksankan kebenaran tersebut.

Dalam perkembangan dunia filsafat terutama dalam dunia filsafat ilmu pendidikan, hakikat-hakikat kebenaran sangat penting dan berperan terhadap pencarian kebenaran tersebut. Setiap kebenaran harus diserap oleh kebenaran itu sendiri serta kepastian dari pengetahuan tersebut, dari suatu hakikat kebenaran merupakan suatu obyek yang terus dikaji oleh manusia terutama para ahli filsuf, karena hakikat kebenaran ini manusia akan mengalami pertentangan batin yakni konflik pikologis. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuahkan prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional, kejadian-kejadian yang berlaku di alam itu dapat dimengerti. Artinya akan mengalami degradasi karena adanya teori yang baru, maka teori yang lama kemudian harus berkompromi dengan yang baru kemudian yang baru akan akan runtuh dengan yang baru lagi, sehingga kebenaran teori sifatnya tentatif. Sementara kebenaran yang mutlak adalah kebenaran yang berasal dari maha yang paling benar. Oleh karena itu selain menggunakan rasio dan panca indra penemuan kebenaran yang terakhir adalah kebenaran yang bersumber dari wahyu. Sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada, betulbetul demikian halnya dan sebagainya); misal kebenaran-kebenaran yang diajarkan oleh agama yaitu: 1. Kejujuran; kelurusan hati; misal tidak ada seorangpun sanksi akan kebaikan dan kebenaran hatimu. 2. Selalu izin; perkenanan; misal, dengan kebenaran yang dipertuan. 3. Jalan kebetulan; misal, penjahat itu dapat dibekuk dengan secara kebenaran saja.Kebenaran itu sendiri dapat diperoleh melalui pengetahuan indrawi, pengetahuan akal budi, pengetahuan intuitif, dan pengetahuan kepercayaan atau pengetahuan otoritatif. Apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain. Oleh karena itu diperlukan suatu ukuran atau kriteria kebenaran. Menurut Sumantri Surya tingkatan kebenaran itu ada 4 yaitu : 1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama yang dialami manusia 2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan melalui indara, diolah pula dengan rasio

3. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya. 4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan.6 Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong untuk melaksankan kebenaran itu Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi kebenaran dalam menjalani hidupnya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran. Pranaka tiga jenis kebenaran yaitu: 1. Kebenaran Epistemologi (berkaitan dengan pengetahuan), kebenaran epistimologi adalah kebenaran dalam hubungannya dengan pengetahuan manusia 2. Kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada/diadakan), kebenaran dalam arti ontoligis adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat kepada segala sesuatu yang ada ataupun diadakan 3. Kebenaran semenatis (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata), kebenaran semenatis adalah kebenaran yang terdapat serta melekat di dalam tutur kata dan bahasa....


Similar Free PDFs