Foreign Policy dalam Ilmu Hubungan Internasional PDF

Title Foreign Policy dalam Ilmu Hubungan Internasional
Author Muhammad Habib
Pages 12
File Size 152.1 KB
File Type PDF
Total Downloads 479
Total Views 632

Summary

Tugas Makalah Ringkasan II Pengantar Ilmu Hubungan Internasional NPM : 1406541266 Sumber Utama : Mintz, Alex., Karl DeRouen Jr., Understanding Foreign Policy Decision Making, New York : Cambridge University, 2010 Ilmu Hubungan Internasional merupakan ilmu yang mempelajari interaksi antar aktor- akto...


Description

Tugas Makalah Ringkasan II Pengantar Ilmu Hubungan Internasional NPM

: 1406541266

Sumber Utama

: Mintz, Alex., Karl DeRouen Jr., Understanding Foreign Policy Decision Making, New York : Cambridge University, 2010

Ilmu Hubungan Internasional merupakan ilmu yang mempelajari interaksi antar aktoraktor dalam hubungan internasional. Terdapat banyak konsep yang berkembang dalam ilmu ini. Salah satunya adalah konsep mengenai kebijakan luar negeri atau yang lebih dikenal dengan foreign policy. Untuk itu, dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai foreign policy yang terbagi ke dalam tiga bagian. Pada bagian pertama akan dibahas mengenai pengertian, jenis, dan tujuan dari foreign policy. Pada bagian kedua akan dibahas mengenai proses perumusan, faktorfaktor yang mempengaruhi, aktor penting foreign policy, serta ekspektasi negara terhadap foreign policy. Pada bagian terakhir akan ditutup dengan kesimpulan mengenai pentingnya foreign policy dalam hubungan internasional. Foreign Policy dalam ilmu Hubungan Internasional memiliki berbagai pengertian. Salah satunya adalah yang terdapat dalam Foreign Policy in Transformed World karya Mark Webber dan Michael Smith, foreign policy merupakan keseluruhan komponen yang terdiri atas usaha pencapaian tujuan, seperangkat nilai-nilai, dan keputusan-keputusan yang dibuat serta tindakan yang dilakukan oleh negara, yang mana pemerintah nasional bertindak mewakilinya dalam konteks hubungan eksternal dengan masyarakat antar bangsa. Upaya merancang, mengendalikan dan mengatur hubungan itu juga termasuk ke dalam tindakan pemerintah nasional tersebut. Sedangkan, menurut Kautiliya, foreign policy adalah tindakan setiap bangsa dalam bidang politik, ekonomi dan militer sesuai dengan kepentingannya untuk memaksimalkan power dan kepentingannya itu yang seringkali mengabaikan kewajiban atau prinsip moral dalam hubungannya dengan bangsa lain.1 Pengertian lain mengenai foreign policy dikemukakan oleh George Modelski. Menurut beliau, foreign policy adalah sebuah sistem aktivitas yang dikembangkan oleh komunitaskomunitas dengan tujuan untuk mengubah perilaku dan tindakan dari negara lain serta untuk Boesche, Roger dan Arthur G. Coons. 00 . “Kautilya’s Arthasastra o War a d Diplo acy i A cie t I dia” tersedia di http://www.defencejournal.com/2003/mar/kautilya.htm

1

1

menyesuaikan aktivitasnya tersebut dengan lingkungan internasional. 2 Tidak jauh berbeda dengan Modelski, Holsti juga mendefinisikan foreign policy sebagai ide-ide atau tindakantindakan yang dilakukan oleh para pembuat keputusan untuk menyelesaikan sebuah masalah ataupun untuk mempromosikan sejumlah perubahan baik itu berupa kebijakan, perilaku, maupun tindakan dari negara lain serta aktor non-negara lainnya di lingkungan internasional. Berdasarkan pengertian yang ada, Kautiliya membagi foreign policy ke dalam enam jenis, yaitu Sandhi, Vigraha, Asana, Dvaidhibhava, Samsarya, dan Yana. 3 Sandhi memiliki makna saling mengakomodasi kepentingan antara kedua negara dan tidak berusaha untuk menggunakan cara-cara kekerasan. Vigraha memiliki makna melibatkan cara-cara ofensif seperti perang dalam usaha mencapai tujuan negara. Asana memiliki makna netral atau tidak memihak dalam sebuah hubungan internasional, Sedangkan, Dvaidhibhava berarti menerapkan kebijakan ganda, dimana disatu sisi mempersiapkan cara-cara kekerasan dan di sisi lain memberlakukan cara-cara yang akomodatif. Samsarya memiliki makna mencari bantuan dan proteksi dari pihak yang lebih kuat ataupun pembuatan aliansi. Terakhir, Yana berarti mempersiapkan penggunaan cara-cara ofensif atau kekerasan dalam upaya mencapai tujuan negara. Meskipun jenis foreign policy beragam, namun dalam dunia kontemporer, negara-negara memiliki tujuan utama yang kurang lebih sama yang hendak dicapai melalui foreign policy. Setidaknya ada empat hal yang menjadi tujuan utama tersebut, diantaranya adalah: [1] security atau keamanan; [2] otonomi; [3] kesejahteraan; [4] status atau prestige. 4 Di samping keempat tujuan utama tersebut, terdapat dua tujuan lain yang ingin dicapai oleh sebagian negara, yaitu [5] proteksi atas suku, ideologi, kerabat religi; [6] re-organisasi dunia.5 Holsti, dalam karyanya International Politics: A Framework for Analysis, Sixth Edition, menjelaskan bahwa setiap negara menghadapi ancaman dan kerentanan dengan tingkat dan efek tertentu. Ancaman dan kerentanan yang ada dapat membahayakan keamanan nasional, mulai dari ancaman terhadap jiwa warga negara, aktivitas privat negara, integritas wilayah negara, cara 2

Modelski, George dalam Charles W. Kegley, Jr. dan Eugene R. Wittkopf, World Politics : Trend and Transformation.(Boston: Macmillan Press LTD, 2001), hlm. 54 3 Kaur, M., 2012. Ma u a d Kautiliya’s Idea o I terstate Relatio s a d Diplo acy tersedia di http://shodhganga.inflibnet.ac.in 4 Holsti, K.J., International Politics: A Framework for Analysis, Sixth Edition. ( New Jersey : Prentice Hall, Inc, 1992 ), hlm. 82 5 Ibid., hlm. 109

2

hidup negara, atau bahkan kemerdekaan dan institusi negara itu sendiri. Oleh karena itu, untuk mengurangi ancaman dan kerentanan yang ada, negara menjadikan security sebagai salah satu tujuan utama dari foreign policy. Alasan ini juga diperkuat dengan asumsi tradisional foreign policy itu sendiri yang menyatakan karena negara adalah aktor utama hubungan internasional, dengan begitu perlu untuk memperkuat security negara demi mempertahankan kedaulatan dan independensi negara tersebut.6 Tujuan lainnya yang menjadi objektif utama dari foreign policy adalah otonomi. Otonomi Otonomi dalam konteks ini memiliki makna kemampuan pemerintah untuk memformulasikan dan mengambil keputusan baik yang bersifat domestik maupun luar negeri sesuai dengan prioritas pemerintah itu sendiri. 7 Ide mengenai kedaulatan memberikan dasar hukum dari otonomi sebuah negara. Namun, tidak semua negara memiliki otonomi secara penuh. Negaranegara berkembang hanya menikmati sebagian otonominya sebagai akibat dari sistem interdependensi yang berlaku dalam dunia internasional. Berikutnya adalah kesejahteraan. Kesejahteraan warga negara menjadi tujuan utama dari foreign policy sebagai bentuk dari perpanjangan tugas domestik pemerintah yaitu, memenuhi kebutuhan, dan memberikan pelayanan sosial yang baik kepada warga negaranya sertamempromosikan pertumbuhan dan efisiensi dari ekonomi negara tersebut. 8 Namun, dalam upaya menciptakan kesejahteraan tersebut, pemerintah dihadapkan pada keterbatasan sumber daya yang ada. Oleh karenanya, melalui foreign policy, memungkinkan pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut dengan cara tukar-menukar sumber daya dalam negeri dengan sumber daya yang tersedia dalam sistem internasional. Tujuan utama foreign policy yang terakhir adalah status dan prestige. Status dan prestige menjadi penting dalam hubungan internasional dikarenakan dapat digunakan sebagai sarana mempromosikan negara dan kepentingan nasional yang seringkali menjadi lebih efektif dibandingkan jenis foreign policy lainnya.9 Implikasi yang diharapkan oleh negara dari status dan prestige ini adalah mendapatkan rasa hormat dan respek dari negara lain. Menurut asumsi 6

Webber, Mark., Michael Smith., Foreign Policy in A Transformed World , ( Edinburgh : Pearson Education Limited, 2002 ) hlm. 12 7 Ibid., Holsti, International Politics: A Framework for Analysis, Sixth Edition, hlm. 96 8 Ibid., hlm. 97 9 Ibid., hlm. 107

3

tradisional, status dan prestige hanya akan didapatkan oleh negara-negara yang memiliki kapabilitas dalam bidang militer. 10 Namun, dalam dunia kontemporer, status dan prestige mampu didapatkan melalui bidang pengetahuan, teknologi, serta olahraga. Bahkan, bagi negara berkembang, industrialisasi sudah mampu menjadi sumber dari status dan prestige tersendiri. Negara memiliki prioritas tujuan yang berbeda-beda yang hendak dicapai dalam foreign policy-nya tersebut. Untuk memahami bagaimana negara menetapkan prioritas tersebut dan bagaimana tujuan foreign policy negara ditetapkan, dibutuhkan pemahaman terkait dengan proses pembuatan foreign policy itu sendiri. Pada dasarnya, proses pembuatan foreign policy merujuk kepada pilihan-pilihan yang dibuat oleh individu, kelompok dan koalisi yang mempengaruhi tindakan suatu bangsa dalam lingkungan internasional. 11 Proses pembuatan foreign policy juga dapat dimaknai sebagai sebuah proses pengendalian keputusan yang mana didalamnya dilakukan penyesuaian sebagai bentuk respon terhadap apa yang terjadi di dunia luar. 12 Proses pembuatan foreign policy merupakan tahapan paling penting dalam foreign policy.13 Terdapat beberapa jenis model dalam proses pembuatan foreign policy, diantaranya adalah model aktor rasional, model birokrasi politik, serta model teori prospek. 14 Namun pada umumnya, model aktor rasional yang menjadi dasar dari proses pembuatan foreign policy. Model aktor rasional adalah model yang mempercayai bahwa para pembuat keputusan telah menetapkan tujuan, mengevaluasi tingkat urgensi, dan mempertimbangkan biaya dan manfaat dari setiap tindakan yang mungkin dilakukan serta memilih satu yang terbaik diantaranya yang memiliki manfaat paling tinggi dan biaya terendah.15 Model ini mendapat banyak kontribusi dari gagasan-gagasan realis dan neo-realis seperti adanya anggapan bahwa negara adalah aktor uniter dan proses pembuatan foreign policy negara semata-mata hanya menyesuaikan dengan sistem internasional yang anarki, serta tujuan utama yang ingin dicapai adalah keberlangsungan negara 10

Ibid., Mintz, Alex., Karl DeRouen Jr., Understanding Foreign Policy Decision Making, ( New York : Cambridge University, 2010 ), hlm. 3 12 Goldstein, Joshua S., Jon C. Pevehouse., International Relations: Tenth Edition, 2013-2014 Update, ( New Jersey : Pearson, 2014 ), hlm. 127 13 Ibid., hlm. 141 14 Ibid., Mintz, Alex., Karl DeRouen Jr., Understanding Foreign Policy Decision Making, hlm. 57 , 69 15 Ibid., Goldstein, Joshua S., Jon C. Pevehouse., International Relations: Tenth Edition, 2013-2014 Update, hlm. 127

11

4

tersebut. 16 Sehingga, hal yang perlu ditekankan dari model aktor rasional ini adalah sebagai aktor uniter, foreign policy apapun yang dinilai sebagai hal yang rasional atau rasionalitas. Setidaknya terdapat tiga asumsi dasar tentang rasionalitas dalam model aktor rasional ini 17 ,yaitu: [1] aktor diasumsikan menjalankan tindakan secara disengaja dengan dimotivasi perilaku berorientasi tujuan dan bukan karena kebiasaan atau ekspektasi sosial. Arti dari asumsi tersebut adalah aktor secara sadar mampu mengidentifikasi objektif yang hendak dicapai; [2] aktor menunjukkan preferensi yang konsisten sebagai manifestasi kemampuan aktor menempatkan preferensi sesuai urutan yang hendak dicapai; [3] aktor akan selalu memaksimalkan utilitas yang ada. Artinya, aktor akan selalu memilih alternatif yang memberikan jumlah manfaat paling besar. Berdasarkan ketiga asumsi tersebut, Cashman memberikan gambaran mengenai langkahlangkah yang diambil oleh para aktor ketika merumuskan sebuah foreign policy dengan menggunakan model aktor rasional.18Langkah-langkah tersebut adalah : [1] identifikasi masalah; [2] identifikasi dan mengurutkan tujuan; [3] mengumpulkan informasi; [4] identifikasi alternatif untuk mencapai tujuan; [5] analisis alternatif; [6] pemilihan alternatif yang paling menguntungkan; [7] mengimplementasikan keputusan; [8] pemantauan dan evaluasi. Model proses pembuatan foreign policy yang kedua adalah model birokrasi politik. Model ini lahir sebagai upaya untuk menghindari adanya kesalahan keputusan atau penyalahgunaan kekuasaan dari para pengambil keputusan utama foreign policy. 19 Perbedaan dengan model sebelumnya adalah model ini memberlakukan asas desentralisasi dan memperhatikan dampak dari struktur organisasi terhadap pengambilan keputusan foreign policy. Kunci dari model ini adalah tidak adanya master plan yang telah dipersiapkan sebelumnya, sehingga keputusan lahir dari perjuangan dan tawar menawar politik antar kelompok. Keggley dan Witkopff dalam karyanya World Politics : Trend and Transformation menjelaskan bahwa model birokrasi mampu meningkatkan efisiensi dan rasionalitas dari sebuah keputusan foreign policy. Hal ini dilakukan dengan cara membagi tanggung jawab terkait tugas16

Ibid., Charles W. Kegley, Jr. dan Eugene R. Wittkopf, World Politics : Trend and Transformation. hlm. 56 Ibid., Mintz, Alex., Karl DeRouen Jr., Understanding Foreign Policy Decision Making, hlm. 58 18 Ibid., 19 Kolodziej, A. Edward, Formulating Foreign Policy, Proceedings of the Academy of Political Science, Vol. 34, No. 2, The Power to Govern : Assessing Reform in United States ( 1981 ) : 174-189

17

5

tugas tertentu kepada ahli masing-masing bidang. Keuntungan lain dari model birokrasi ini adalah menghindari terjadinya kerja ganda, mempromosikan kapabilitas pihak lain, memberikan informasi yang lebih komprehensif kepada para pengambil keputusan, serta mampu menyusun foreign policy jangka panjang.20 Meskipun memiliki beberapa keuntungan, model birokrasi ini juga memiliki beberapa kelemahan yaitu, tidak efisien apabila dalam keadaan krisis, melemahkan posisi para pengambil keputusan utama, tidak jarang juga sulit menghasilkan sebuah keputusan karena adanya konflik kepentingan antar kelompok,21 atau bahkan dapat mensabotase foreign policy yang sebelumnya ditetapkan22. Model proses pembuatan foreign policy yang terakhir adalah model teori prospek. Model ini bertentangan dengan model aktor rasional, dimana model teori prospek menegaskan bahwa para pembuat keputusan tidak menggunakan rasionalitas dalam merumuskan sebuah foreign policy. Mereka membiarkan kebutuhan dan ekspektasi mereka mempengaruhi, ketika mereka dihadapkan pada pilihan untuk mengambil resiko dan ketika dihadapkan pada resiko merubah suatu kebijakan demi kebaikan. Pemikiran para pembuat keputusan foreign policy dalam model teori prospek dibatasi oleh opini yang terbentuk sebelumnya, sehingga menyebabkan keputusan diambil berdasarkan pilihan yang prospeknya sudah jelas menurutnya.23 Menurut model ini juga, seringkali para pembuat keputusan foreign policy bertindak berlebihan di saat krisis. Foreign policy, tidak selamanya akan berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan, apa yang telah dirumuskan atau tujuan yang hendak dicapai. Hal tersebut sangat bergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya baik ketika perumusan maupun ketika pelaksanaan. Pada bagian ini, akan dijelaskan mengenai tiga faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap foreign policy, yaitu faktor psikologis, faktor internasional dan faktor domestik.24 Setiap manusia memiliki dinamika kondisi psikologis dengan tingkat dan dimensi tertentu. Tidak terkecuali dengan para pembuat keputusan Foreign Policy. Dalam konteks 20

Ibid., Charles W. Kegley, Jr. dan Eugene R. Wittkopf, World Politics : Trend and Transformation, hlm. 71-72 Cimbala, Stephen J., The Policy Sciences and Foreign Policy : An Introduction, Policy Sciences Vol. 4 No. 4 (Dec., 1973): 379-386 22 Ibid., Charles W. Kegley, Jr. dan Eugene R. Wittkopf, World Politics : Trend and Transformation, hlm. 76 23 Ibid., Charles W. Kegley, Jr. dan Eugene R. Wittkopf, World Politics : Trend and Transformation, hlm. 70 24 Ibid., Mintz, Alex., Karl DeRouen Jr., Understanding Foreign Policy Decision Making, hlm. 98,122,130

21

6

perumusan foreign policy, kondisi psikologis dari seorang pembuat keputusan memainkan peranan sangat penting dalam menentukan bagaimana foreign policy itu akan dibentuk. Menurut Mintz, dan Rouen Jr. setidaknya terdapat tujuh komponen dari faktor psikologis seorang pembuat keputusan yang perlu diperhatikan dalam proses merumuskan sebuah foreign policy. 25 Ketujuh faktor itu adalah : [1] Konsistensi kognitif. Konsistensi kognitif berarti pembuat keputusan meremehkan informasi tertentu yang dianggap tidak konsisten dengan pandangan dan kepercayaan sebelumnya, dengan kata lain terlalu berpegang teguh pada konsistensi informasi dari pandangan dan kepercayaan yang mereka miliki; [2] Evoked set. Evoked set merujuk pada ketanggapan perhatian yang diberikan terhadap informasi yang baru diterima oleh pembuat keputusan; [3] Emosi. Emosi mampu mengubah relevansi informasi yang diterima oleh pembuat keputusan; [4] Pandangan. Pandangan disini bermakna stereotip yang digunakan untuk mengkategorikan sebuah kejadian atau sekelompok orang. [5] Kepercayaan. Kepercayaan seorang pembuat keputusan mampu menghalangi atau menentang informasi yang diterimanya. [6] Analogi. Analogi bermakna mengibaratkan suatu kejadian yang telah berlalu dengan suatu kejadian sekarang. Seringkali pembuat keputusan mengabaikan ciri khas dari kedua kejadian sehingga memungkinkan terjadinya kesalahan pengambilan keputusan. [7] Personalitas Individu. Personalitas individu menjadi penting karena menggambarkan bagaimana ia bertindak terhadap tanda dan simbol yang ada. Dalam perumusan foreign policy tanda dan simbol menentukan langkah berikutnya yang harus diambil oleh pembuat keputusan. Selain faktor psikologis tersebut, sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, terdapat juga faktor internasional yang mempengaruhi sebuah foreign policy. Menurut K.J. Holsti faktor-faktor internasional tersebut adalah26 : 1. Struktur dalam sistem internasional Menurut realis, sistem internasional yang anarki menjadikan struktur yang ada didalamnya berbasis pada power yang dimiliki oleh setiap negara. 27 Hal ini menjadikan keseluruhan struktur power tersebut menentukan luas atau sempitnya rentang pilihan foreign policy yang mungkin diambil oleh setiap negara anggota sistem tersebut. 25

Ibid., Charles W. Kegley, Jr. dan Eugene R. Wittkopf, World Politics : Trend and Transformation, hlm. 99 Ibid., Holsti, International Politics: A Framework for Analysis, Sixth Edition, hlm. 273-275 27 Beasley, Ryan K. , Juliet Kaarbo, Jeffrey S. Lantis, Michael T. Snarr, Foreign Policy in Comparative Perspective: Domestic and International Influences on State Behavior, 2nd Edition, ( Washington : Sage Publication, 2001 ), hlm. 8 26

7

2. Kondisi perekonomian dunia; Menurut liberalis, kondisi perekonomian dunia kontemporer yang penuh dengan ketergantungan antara negara yang satu dengan negara yang lain, memiliki pengaruh ` terhadap foreign policy suatu negara. 28 Ketergantungan tersebut menciptakan batasanbatasan bagi foreign policy suatu negara. Foreign policy yang bersifat koersif atau represif dari suatu negara cenderung tidak akan dipilih karena akan berdampak buruk terutama bagi negara yang menerapkannya. Ditambahkan, fluktuasi global harga komoditas tertentu juga menentukan foreign policy suatu negara. 3. Kebijakan dan tindakan negara lain; Kebijakan dan tindakan negara lain akan mempengaruhi foreign policy sebuah negara apabila negara itu memiliki kepentingan di atau dengan negara lainnya tersebut. 4. Permasalahan global dan regional Permasalahan global dan regional disini adalah permasalahan yang melampaui batasbatas negara. Artinya, masalah yang ada merupakan ancaman bersama beberapa negara atau semua negara. Oleh karena ancaman ini sifatnya massif dan luas, maka sebuah negara harus bertindak secara bersama-sama dalam menanganinya. Kebutuhan untuk bertindak bersama inilah yang mempengaruhi foreign policy sebuah negara. Walaupun faktor internasional memiliki pengaruh terhadap foreign policy suatu negara, namun bukan berarti faktor internasional menjadi satu-satunya faktor yang mempengaruhi foreign policy. Faktor domestik dari suatu negara juga mempengaruhi foreign policy negara tersebut. Menurut K. J. Holsti terdapat beberapa faktor domestik yang mempengaruhi foreign policy sebuah negara29 yaitu : 

Karakteristik geografis dan topografis. Karakteristik geografis dan topografis sebuah negara memberikan keunggulan, kelemahan, ancaman, maupun bantuan tersendiri bagi negara. Kapabilitas sebuah negara sangat ditentukan oleh dampak dari karakteristik dan topografis yang ada. Kapabilitas inilah yang nantinya mempengaruhi foreign policy negara tersebut;

28 29

Ibid., hlm. 10 Ibid., Holsti, International Politics: A Framework for Analysis, Sixth Edition, hlm. 277-282

8



Ciri-ciri dan atribut nasio...


Similar Free PDFs