Gagal Ginjal Akut Selfa PDF

Title Gagal Ginjal Akut Selfa
Author selfa hars
Course Critical Nursing
Institution Politeknik Kesehatan Kemenkes Surakarta
Pages 31
File Size 592.5 KB
File Type PDF
Total Downloads 64
Total Views 227

Summary

LAPORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN PADAKLIEN DENGAN GAGAL GINJAL AKUTDISUSUN OLEH :SELFA HARSAIPOPROGRAM STUDI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATANPOLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBITAHUN AKADEMIK 2019/BAB IPENDAHULUANA. LATAR BELAKANGGinjal adalah organ yang berfungsi mengatur keseimbangan cairan tu...


Description

LAPORAN

PENDAHULUAN

ASUHAN

KEPERAWATAN PADA

KLIEN DENGAN

GAGAL GINJAL AKUT

DISUSUN OLEH : SELFA HARSAI PO71202190004

PROGRAM STUDI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI TAHUN AKADEMIK 2019/2020

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ginjal adalah organ yang berfungsi mengatur keseimbangan cairan tubuh dengan cara membuang sisa metabolisme dan menahan zat – zat yang diperlukan oleh tubuh. Fungsi ini amat penting bagi tubuh untuk menjaga hemeostatis. Homeostatis amat penting dijaga karena sel – sel tubuh hanya bisa berfungsi pada keadaan cairan tertentu. Walaupun begitu, ginjal tidak selalu bisa mengatur keadaan cairan tubuh dalam kondisi normal. Pada keadaan minimal, ginjal mengeluarkan minimal 0,5 liter air per hari untuk kebutuhan pembuangan racun. Hal ini tetap harus dilakukan walaupun tubuh berada dalam kondisi dehidrasi berat (Wilson, 2012). Gangguan ginjal akut / GnGA (Acute kidney injury / AKI) merupakan istilah pengganti dari gagal ginjal akut, didefinisikan sebagai penurunan mendadak dari fungsi ginjal (laju filtrasi glomerulus/ LFG) yang bersifat sementara, ditandai dengan peningkatan kadar kreatinin serum dan hasil metabolisme nitrogen serum lainnya, serta adanya ketidakmampuan ginjal untuk mengatur homeostasis cairan dan elektrolit (Andreoli, 2009). Acute kidney injury (AKI), yang sebelumnya dikenal dengan gagal ginjal akut (GGA) atau acute renal failure (ARF) merupakan salah satu sindrom dalam bidang nefrologi yang dalam 15 tahun terakhir menunjukkan peningkatan insidens. Insidens di negara berkembang, khususnya di komunitas, sulit didapatkan karena tidak semua pasien AKI datang ke rumah sakit. Diperkirakan bahwa insidens nyata pada komunitas jauh melebihi angka yang tercatat. Peningkatan insidens AKI antara lain dikaitkan dengan peningkatan sensitivitas kriteria diagnosis yang menyebabkan kasus yang lebih ringan dapat terdiagnosis .Beberapa laporan di dunia menunjukkan insidens yang bervariasi antara 0,50,9% pada komunitas, 0,7-18% pada pasien yang dirawat di rumah sakit, hingga 20% pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU), dengan angka kematian yang dilaporkan dari seluruh dunia berkisar 25% hingga 80% (Lameire, 2006).

B. TUJUAN 1. Tujuan Umum Diperolehnya gambaran mengenai konsep penyakit dan keperawatan gawat darurat dan kritis pada sistem perkemihan dengan masalah Gagal Ginjal Akut. 2. Tujuan Khusus a. Mahasiswa mengetahui anatomi fisiologi sistem perkemihan (ginjal).

b. Mahasiswa mengetahui tentang konsep penyakit pada Gagal Ginjal akut. c. Mahasiswa mengetahui patofisiologi dan web of causa pada Gagal Ginjal akut. d. Mahasiswa mengetahui konsep kegawat daruratan dan komplikasi kritis pada Gagal Ginjal akut. e. Mahasiswa mengetahui konsep asuhan keperawatan kritis pada Gagal Ginjal akut

3. Manfaat a. Sebagai bahan acuan bagi mahasiswa untuk menggali dan memahami tentang sistem perkemihan dan Gagal Ginjal Akut. b. Mahasiswa mendapatkan pemahaman tentang konsep penyakit gagal ginjal akut. c. Mahasiswa mendapatkan pemahaman tentang asuhan keperawatan kegawat daruratan dan kritis pada gagal ginjal akut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. REVIEW ANATOMI FISIOLOGI 1. Definisi Sistem Perkemihan Sistem perkemihan atau sistem urinaria adalah suatu sistem penyaringan darah sehingga bebas dari zat-zat yang tidak digunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih digunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak digunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). Sistem perkemihan adalah suatu sistem yang merupakan kerja sama tubuh yang memiliki tujuan utama mempertahankan keseimbangan internal atau homeostatis (Haryono, 2013).

2. Anatomi Ginjal Ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang peritoneum, di depan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar transversus abdominalis, kuadratus lumborum dan psoas mayor. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Di sebelah posterior dilindungi oleh kosta dan otot-otot yang meliputi kosta, sedangkan di anterior dilindungi oleh bantalan usus yang tebal. (Haryono, 2013). Pada orang dewasa panjang ginjal 12-13 cm, lebarnya 6 cm dan beratnya antara 120-150 gram. Ukurannya tidak berbeda menurut bentuk dan ukuran tubuh. Sebanyak 95% orang dewasa memiliki jarak antara katup ginjal antara 1115 cm. Perbedaan panjang kedua ginjal lebih dari 1,5 cm atau perubahan bentuk

merupakan

tanda

yang

penting

karena

kebanyakan

penyakit

ginjal

dimanifestasikan dengan perubahan struktur. Permukaan anterior dan posterior katup atas dan bawah serta sisi lateral ginjal berbentuk konveks, sedangkan pinggir medialnya berbentuk konkaf karena adanya hilus. Ada beberapa struktur yang masuk atau keluar dari ginjal melalui hilus antara lain arteri dan vena renalis, saraf dan pembuluh getah bening. Ginjal diliputi oleh suatu kapsula tribosa tipis mengilat, yang berikatan longgar dengan jaringan di bawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal. (Haryono, 2013). Korteks renalis terdapat di bagian luar yang berwarna cokelat gelap dan medula renalis di bagian dalam berwarna cokelat lebih terang. Bagian medula berbentuk kerucut disebut pelvis renalis, yang akan terhubung dengan ureter sehingga urin yang terbentuk dapat lewat menuju vesika urinaria. Terdapat kurang lebih satu juta nefron yang merupakan unit fungsional ginjal dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distalis dan tubulus kolektivus. Glomerulus merupakan unit kapiler yang disusun dari tubulus membentuk kapsula Bowman. Setiap glomerulus mempunyai pembuluh darah arteriola afferen yang membawa darah masuk glomerulus dan pembuluh darah arteriola efferen yang membawa darah keluar glomerulus. Pembuluh darah arteriola efferen bercabang menjadi kapiler peritubulus yang mengalir pada tubulus. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler, yaitu arteriola yang membawa darah dari dan menuju glomerulus, serta kapiler peritubulus yang mengalir pada jaringan ginjal. (Verdiansah, 2016).

3. Fisiologi Ginjal Ginjal adalah organ yang berfungsi mengatur keseimbangan cairan tubuh dengan cara membuang sisa metabolisme dan menahan zat – zat yang diperlukan oleh tubuh. Fungsi ini amat penting bagi tubuh untuk menjaga hemeostatis. Homeostatis amat penting dijaga karena sel – sel tubuh hanya bisa berfungsi pada keadaan cairan tertentu. Walaupun begitu, ginjal tidak selalu bisa mengatur keadaan cairan tubuh dalam kondisi normal. Pada keadaan minimal, ginjal mengeluarkan minimal 0,5 liter air per hari untuk kebutuhan pembuangan racun. Hal ini tetap harus dilakukan walaupun tubuh berada dalam kondisi dehidrasi berat. (Wilson, 2012). Secara singkat, kerja ginjal bisa diuraikan menjadi : a. Mempertahankan keseimbangan kadar air (H2O) tubuh b. Mempertahankan keseimbangan osmolaritas cairan tubuh c. Mengatur jumlah dan konsentrasi dari kebanyakan ion di cairan ekstraseluler. Ion – ion ini mencakup Na+ , Cl- , K+ , Mg2+, SO4 + , H+ , HCO3 - , Ca2+, dan PO4 2- . Kesemua ion ini amat penting dijaga konsentrasinya dalam kelangsungan hidup organisme. d. Mengatur volume plasma e. Membantu mempertahankan kadar asam – basa cairan tubuh dengan mengatur ekskresi H+ dan HCO3 – f.

Membuang sisa metabolisme yang beracun bagi tubuh, terutama bagi otak

g. Membuang berbagai komponen asing seperti obat, bahan aditif makanan, pestisida, dan bahan lain yang masuk ke tubuh h. Memproduksi erythropoietin i.

Memproduksi renin untuk menahan garam

j.

Mengubah vitamin D ke bentuk aktifnya. Sistem ekskresi sendiri terdiri atas 2 buah ginjal dan saluran keluarnya urin.

Ginjal sendiri mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri yang masuk ke medialnya. Ginjal akan mengambil zat –zat yang berbahaya dari darah dan mengubahnya menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke ureter. Dari ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di kandung kemih. Bila orang tersebut merasakan keinginan micturisi dan keadaan memungkinkan, maka urin yang ditampung dikandung kemih akan dikeluarkan lewat uretra.2 Unit fungsional ginjal terkecil yang mampu menghasilkan urin disebut nefron. Susunan nefron – nefron ini membagi ginjal menjadi 2 bagian, yaitu korteks dan medulla. Nefron

sendiri terdiri atas glomerulus dan tubulus. Glomerulus tersusun atas pembuluh darah – pembuluh darah yang membentuk suatu untaian di kapsula Bowman. Glomerulus berasal dari arteri ginjal, arteri ini awalnya terbagi menjadi afferent arterioles yang masing – masing menuju 1 nefron dan menjadi glomerulus. Glomerulus akan berakhir di efferent arterioles. Arteriol terakhir tersebut lalu menjadi kapiler yang berfungsi memberi pasokan oksigen dan energi bagi ginjal. Kapiler ini sekaligus berfungsi menerima zat – zat reabsorbsi dan membuang zat – zat sekresi ginjal. (Winson, 2012). Tubulus ginjal tersusun atas sel – sel epitel kuboid selapis. Tubulus ini dimulai dari kapsul Bowman lalu menjadi tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle, tubulus kontrotus distal, dan berakhir di tubulus pengumpul. Seluruh bagian tubulus kontortus berada di korteks, sementara lengkung Henle di medulla. Jalur naik dari tubulus kontortus distal akan lewat diantara afferent dan efferent arterioles yang disebut juxtaglomerulus apparatus. (Winson, 2012). Nefron ginjal sendiri terbagi atas 2 jenis, nefron kortikal yang lengkung Henlenya hanya sedikit masuk medulla dan memiliki kapiler peritubular, dan nefron juxtamedullary yang lengkung Henlenya panjang ke dalam medulla dan memiliki vasa recta. Vasa recta dalam susunan kapiler yang memanjang mengikuti bentuk tubulus dan lengkung Henle. Secara makroskopis, korteks ginjal akan terlihat berbintik – bintik karena adanya glomerulus, sementara medulla akan terlihat bergaris – garis karena adanya lengkung Henle dan tubulus kolektus.2 Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu filtrasi, reabsorbsi, dan sekresi. Filtrasi akan mengambil 20 % plasma yang masuk glomerulus tanpa menyeleksinya. Kurang lebih akan didapat 125 ml filtrate/menit atau 180 liter/hari. Dari jumlah itu, 178,5 liter/hari akan direabsorbsi. Maka rata – rata urin orang normal 1,5 liter/hari. (Winson, 2012).

B. KONSEP DASAR GAGAL GINJAL AKUT (GGA) 1. Definisi Gangguan ginjal akut / GnGA (Acute kidney injury / AKI) merupakan istilah pengganti dari gagal ginjal akut, didefinisikan sebagai penurunan mendadak dari fungsi ginjal (laju filtrasi glomerulus/ LFG) yang bersifat sementara, ditandai dengan peningkatan kadar kreatinin serum dan hasil metabolisme nitrogen serum

lainnya,

serta

adanya

ketidakmampuan

ginjal

untuk

mengatur

homeostasis cairan dan elektrolit. (Andreoli, 2009). Menurut Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO) 2012, GGA didefinisikan sebagai :

a. Kenaikan kreatinin serum (SCr) ≥0,3 mg/dL dalam 48 jam, atau b. Kenaikan kreatinin serum ≥1,5 kali nilai dasar dan diketahui/dianggap terjadi dalam 7 hari, atau c. Turunnya produksi urin 15 mg/dL, dialisis. 5) Keluhan gastrointestinal: antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton; 6) Penggantian kateter dan akses intravena serta alat lain sebagai pencegahan infeksi; 7) Pilihan obat yang tidak nefrotoksik. (Chris Tanto, 2014)

c. Indikasi Dialisis Segera Terdapat lima kondisi dilakukan dialisis segera. Perlu diingat bahwa dialisis hanya dilakukan apabila kondisi-kondisi berikut tidak bisa diperbaiki dengan terapi konvensional. 1) Gangguan asam-basa: asidosis berat (pH < 7,1); 2) Intoksikasi: metanol, litium, salisilat; 3) Uremia: perikarditis uremikum, ensefalopati uremikum, perdarahan, azotemia (ureum > 200 mg/dL). 4) Gangguan elektrolit: hiperkalemia (K >6,5 mEq/L), hiperkalsemia, sindrom lisis tumor, hipernatremia berat (Na >160 mEq/L), atau hiponatremia berat (Na 5 menit), dapat diulang setelah 15 menit jika gambaran EKG belum membaik. Obat ini onset kerjanya cepat (3-5 menit), tetapi hanya bertahan sekitar 30-60 menit. Fungsinya menstabilkan sel jantung (miosit membran jantung), tetapi tidak menurunkan kadar kalium darah. b. Berikan obat-obat yang dapat menyebabkan translokasi K+ dari ekstraseluler ke intraseluler, seperti insulin, bikarbonat, dan β agonis. 1) Insulin Pemberian

insulin

akan

meningkatkan

Na+/K+-ATPase,

sehingga

+

translokasi K dari ekstraseluler ke intraseluler meningkat, tetapi tidak menyebabkan ekskresi kalium keluar tubuh. Onset obat ini 15-30 menit dan berlangsung selama 4-6 jam. Untuk menghindari hipoglikemia, insulin biasanya diberikan dalam infus glukosa dengan dosis 10-20 unit insulin reaksi cepat (Actrapid atau Humulin) diberikan dalam 50 cc glukosa 50% selama 10-20 menit. Bila pasien menderita hiperglikemia (GDS > 360 mg), insulin dapat diberikan tanpa dekstrosa, tetapi dengan monitoring gula darah. 2) Bikarbonat Bikarbonat dapat diberikan secara bolus 1 ampul (50% mEq natrium bikarbonat) atau diberikan secara infus. Pengaruh bikarbonat dalam penurunan kadar kalium darah baru bermakna jika pasien juga mengalami asidosis metabolik 3) β-agonis Salbutamol dapat diberikan secara infus (0,5 mg) atau nebulisasi (10-20 mg dalam 4 cc NaCl 0,9%). Onset obat ini 1-2 menit dan berlangsung selama 4-6 jam. Efek samping obat ini adalah takikardia, rasa cemas, dan flushing. Harus diberikan secara hati-hati jika pasien menderita komplikasi jantung. Lebih sering digunakan pada anak-anak.

c. Memberikan obat-obatan yang dapat mengekskresi K+ ke luar tubuh. Ekskresi kalium dapat melalui urine, dan bila pasien masih responsif terhadap diuretik, dapat diberikan furosemide oral atau intravena yang akan meningkatkan ekskresi kalium melalui urine. Ekskresi kalium melalui feses dapat dilakukan dengan pemberian resin penukar kation (Kayaxalate) yang akan mengikat kalium dalam saluran cerna dan menukarnya dengan natrium (sodium polystyrene) atau kalsium (calcium polystyrene) kemudian diekskresi lewat feses. Dosis yang diberikan 15-30 gram per oral, untuk meningkatkan ekskresi lewat feses dapat diberikan bersamaan dengan sorbitol 20% (50100 cc). Onset obat ini lambat (> 2 jam) dan berlangsung selama 4-6 jam Bila semua usaha di atas tidak berhasil, atau keadaan hiperkalemia mengancam nyawa maka kadar kalium harus diturunkan dengan melakukan terapi pengganti ginjal (Roesli, 2008).

3. Asidosis metabolik Penurunan kadar bikarbonat serum < 24 mEq/liter (normal = 24-28 mEq/liter) dengan diikuti penurunan pH darah (normal = 7,35-7,45) merupakan salah satu komplikasi esensial AKI. Seringkali komplikasi ini disertai dengan hiperkalemía. Keadaan asidosis metabolik berat (pH < 7,2 dan kadar bikarbonat < 13 mEq/liter) merupakan kondisi gawat darurat karena dapat menimbulkan komplikasi pada sistem saraf, sistem gastrointestinal, gagal napas, dan gagal jantung (Roesli, 2008). Pada asidosis metabolik ringan, pengobatan ditujukan untuk menghilangkan penyebab terjadinya komplikasi ini dan pemberian cairan isotonis (NaCl 0,9%) untuk rehidrasi. Pada asidosis metabolik berat atau mengancam nyawa dapat diberikan natrium bikarbonat (NaHCO3), dengan cara sebagai berikut : a. Bila pH darah < 7,1 diberikan dengan cepat (l -3 jam) sampai dicapai pH > 7,2 dengan dosis 1 - 2 mEq/kg BB (100-200 mEq) dengan infus lambat. b. Selanjutnya diberikan dengan lebih lambat dengan dosis : 1) Kebutuhan bikarbonat (mEq/L) = (kadar bikarbonat diharapkan − kadar bikarbonat terukur) × 40% BB (kg) 2) atau berdasarkan SBE (standard base excess) : Kebutuhan bikarbonat (mEq/L) = 0,3 × BB(kg) × SBE. Efek samping pengobatan natrium bikarbonat adalah alkalosis metabolik, hipokalemia, hipokalsemia, gangguan gastrointestinal, volume overload, atau edema paru (Roesli, 2008).

Beberapa komplikasi GGA lain berikut perlu diperhatikan, dan walaupun

tidak

segera menimbulkan kematian, tetapi dapat memengaruhi prognosis pasien: 1. Hiperfosfatemia dan hipokalsemia Hiperfosfatemia sering terjadi pada GGA, terutama pada pasien dengan hiperkatabolik. Untuk mengatasi hal ini, intake fosfat harus dibatasi dan diberikan obat pengikat fosfat (fosfobinder), misalnya kalsium karbonat 3 × 500 mg/oral. Bila dengan diet dan terapi konservatif tidak berhasil, dapat dipikirkan untuk melakukan dialisis. Hipokalsemia, hipermagnesemia, dan hiperurisemia sering terjadi pada GGA, tetapi biasanya tidak memerlukan pengobatan kecuali jika ada gejala-gejala klinik seperti kejang-kejang (pada hipokalsemia), hiporefleksia, dan depresi pernapasan (pada hipermagnesemia). (Roesli, 2008). 2. Komplikasi hematologi Pada GGA biasanya terjadi anemia ringan akibat proses inflamasi. Transfusi hanya diperlukan jika terjadi perdarahan aktif atau anemia menimbulkan gangguan hemodinamik. Pada kasus GGA pemberian eritropoieitin tidak bermanfaat. Pada GGA yang berat terutama yang disertai dengan sepsis dapat terjadi gangguan perdarahan. Pada kasus semacam ini dapat diberikan desmopresin, terapi estrogen, atau segera dilakukan dialisis (Roesli, 2008). 3. Komplikasi gastro-intestinal Akibat azotemia dapat terjadi perdarahan gastrointestinal karena ulkus uremik atau ulkus stress. Untuk pengobatan atau pencegahan dapat diberikan H2 antagonis atau inhibitor pompa proton. Jangan diberikan antasida yang berbasis magnesium atau alumunium karena dapat berakumulasi dan menjadi toksik (Roesli, 2008). 4. Infeksi Akibat berbagai sebab sering terjadi infeksi pada AKI. Harus dimonitor kemungkinan terjadinya infeksi, termasuk perawatan aseptik yang baik terhadap saluran infus kateter, saluran CVP, saluran nasogastrik, dll. Bila dicurigai adanya infeksi segera diatasi dengan pemberian antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil kultur (Roesli, 2008).

E. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian

a. Data Demografi Seperti biasa pada data demografi selalu menuliskan identitas pasien serta penanggung jawab pasien. Gagal ginjal ini 70 % kasus GGA terjadi pada bayi di bawah 1 tahun pada minggu pertama kahidupannya. Dan pada GGK akan pada semua umur dan semua tingkat sosial ekonomi yang terjadi secara perlahan dan bersifat kronis.

b. Riwayat Sakit dan Kesehatan 1) Keluhan utama : pasien biasanya datang dengan keluhan air kencing sedikit dan sampai hilang 2) Riwayat Penyakit Sekarang Mual, muntah, anoreksia, drowsiness atau kejang, oliguria atau anuria (< 300 ml/m2/hari atau...


Similar Free PDFs