GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA UTARA PDF

Title GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA UTARA
Author Yusuf A L I Fauzi
Pages 29
File Size 689.5 KB
File Type PDF
Total Downloads 405
Total Views 626

Summary

GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA UTARA Cekungan sumatera Utara secara tektonik terdiri dari berbagai elemen yang berupa tinggian, cekungan maupun peralihannya, dimana cekungan ini terjadi setelah berlangsungnya gerakan tektonik pada zaman Mesozoikum atau sebelum mulai berlangsungnya pengendapan se...


Description

GEOLOGI REGIONAL CEKUNGAN SUMATERA UTARA Cekungan sumatera Utara secara tektonik terdiri dari berbagai elemen yang berupa tinggian, cekungan maupun peralihannya, dimana cekungan ini terjadi setelah berlangsungnya gerakan tektonik pada zaman Mesozoikum atau sebelum mulai berlangsungnya pengendapan sedimen tersier dalam cekungan sumatera utara. Tektonik yang terjadi pada akhir Tersier menghasilkan bentuk cekungan bulat memanjang dan berarah barat laut – tenggara. Proses sedimentasi yang terjadi selama Tersier secara umum dimulai dengan trangressi, kemudian disusul dengan regresi dan diikuti gerakan tektonik pada akhir Tersier. Pola struktur cekungan sumatera utara terlihat adanya perlipatan-perlipatan dan pergeseran-pergeseran yang berarah lebih kurang lebih barat laut – tenggara Sedimentasi dimulai dengan sub cekungan yang terisolasi berarah utara pada bagian bertopografi rendah dan palung yang tersesarkan. Pengendapan Tersier Bawah ditandai dengan adanya ketidak selarasan antara sedimen dengan batuan dasar yang berumur Pra-tersier, merupakan hasil trangressi, membentuk endapan berbutir kasar – halus, batulempung hitam, napal, batulempung gampingan dan serpih. Transgressi mencapai puncaknya pada Miosen Bawah, kemudian berhenti dan lingkungan berubah menjadi tenang ditandai dengan adanya endapan napal yang kaya akan fosil foraminifora planktonik dari formasi Peutu. Dibagian timur cekungan diendapkan formasi Belumai yang berkembang menjadi 2 facies yaitu klastik dan karbonat. Kondisi tenang terus berlangsung sampai Miosen tengah dengan pengendapan serpih dari formasi Baong. Setelah pengendapan laut mencapai maksimum, kemudian terjadi proses regresi yang mengendapkan sedimen klastik (formasi Keutapang, Seurula dan Julu Rayeuk) secara selaras diendapkan diatas Formasi Baong, kemudian secara tidak selaras diatasnya diendapkan Tufa Toba Alluvial. Proses tektonik cekungan tersebut telah membStratigrafi regional Cekungan Sumatera Utara dengan urutan dari tua ke muda adalah sebagai berikut : 1. Basement Pre-Tersier Terdiri dari dari batuan beku, batuan metamorf, karbonat dan dijumpai fosil Halobia yang berumur Trias terletak tidak selaras menyudut dibawah batuan sedimen diatasnya. 2. Formasi Parapat (Awal Oligosen) Terdiri dari batupasir kasar dan konglomeratan dibagian bawah seta diatasnya dijumpai sisipan serpih. Secara regional dibagian bawah diendapkan dalam lingkungan fluviatil dan bagian atas dalam lingkungan laut dangkal. 3. Formasi Bampo (Akhir Oligosen) Terdiri dari serpih hitam tidak berlapis, berasosiasi dengan lapisan tipis batugamping dan batulempung karbonat, dimana formasi ini miskin fosil dan diendapkan dalam lingkungan reduksi. 4. Formasi Belumai (Awal Miosen) Dibagian timur cekungan ini berkembang formasi belumai yang identik dengan formasi Peutu yang berkembang pada bagian barat dan tengah. Formasi belumai terdiri dari batupasir Glaukonitan berselingan dengan serpih dan batugamping. Didaerah Arun, bagian atas formasi ini berkembang lapisan

batugamping kalkarenit dan kalsilutit dengan selingan serpih. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan laut dangkal sampai neritik. 5. Formasi Baong (Miosen Tengah – Akhir Miosen bagian bawah) Penyusun utama formasi ini adalah batulempung abu-abu kehitaman, napalan, lanauan, pasiran dan pada umumnya kaya akan fosil Orbulina Sp dan Globigerina Sp, Kadang-kadang diselingi lapisan tipis batupasir. Formasi ini diendapkan dalam lingkungan laut dalam. Formasi ini didaerah Aru dibagi menjadi 3 satuan : a. Bagian bawah didominasi oleh lanau dan batulempung dengan sisipan batupasir dan batugamping b. Bagian tengah (MBS) didominasi oleh batupasir glaukonitan dan lempung dengan sisipan lanau serta lapisan tipis batugamping. Pada anggota inin dikenal beberapa lapisan batupasir yang telah terbukti mengandung hidrokarbon, yaitu Sembilan sand dan besitang river sand (BRS). c. Bagian atas didominasi oleh lanau dan lempung dengan sisipan batupasir dan lapisan tipis batugamping. 6. Formasi Keutapang (Akhir Miosen) Terdiri dari selang-seling antara batupasir berbutir halus – sedang, serpih, lempung dengan sisipan batugamping dan batubara. Dibagian Barat daerah Aru batupasirnya bertambah kearah atas, dibagian timur serpih lebih dominan. Formasi ini merupakan lapisan utama penghasil hidrokarbon dan merupakan awal terjadinya siklus regresi, diendapkan dalam lingkungan delta sampai laut dangkal. 7. Formasi Seurula (Awal Pliosen) Terdiri dari batupasir, serpih dan lempung. Dibandingkan dengan formasi Keutapang, formasi seurula berbutir lebih kasar, banyak ditemukan fragmen-fragmen moluska yang menunjukkan endapan laut dangkal atau neritik. 8. Formasi Julu Rayeu (Akhir Pliosen) Terdiri dari batupasir halus – kasar dan lempung, kadang-kadang mengandung mika dan fragmen molusca yang menunjukkan endapan laut dangkal – Neritik. 9. Volkanik Toba (Kwarter) Terdiri dari Tufa hasil aktivitas volkanik toba, menutupi secara tidak selaras diatas formasi seurula. 10. Endapan Aluvial Terdiri dari kerakal, kerikil, pasir dan Batulempung.

Cekungan di Sumatera Tengah RABU, APRIL 27, 2011 Diterbitkan oleh Ichwan Dwi Cekungan tidak begitu dalam sehingga tebal endapan juga tidak setebal di Sumatra Selatan (kurang dari 3.000 m). Karena itu pelipatan akibat compressing settling juga lemah. Daerah ini lebih dominan dengan patahan blok yang mubngkin juga disebabkan oleh gaya tarikan gravitasi/ tensional stress ke arah Lautan Hindia, sehingga Sumatera Timur mengalami patahan memanjang berbentuk sejumlah horst dan graben. Pegunungan tigapuluh yang posisinya di sumbu idiogeosinklinai nampaknya merupakan

pengangkatan bentuk dome pada era Mesozoikum akhir ketika daerah ini menjadi busur dalam dari orogene sumatera (batuannya batuan Pratersier). Pegunungan Tigapuluh ini mengalami pengangkatan lagi pada zaman Pliosen sebagai pengelompokan imigran seperti halnya di Pegunungan Meratus – Samarinda, Zone Bogor-Serayu Utara-Kendeng Ridge yang posisinnya disumbu geosinklin. Sebelah barat laut Pegunungan Tigapuluh merupakan daerah minyak di Sumatera Tengah dengan lapangan minyak terpenting: Di Cekungan Jambi: umumnya lapangan minyak sudah tua, tinggal sisa-sianya saja misalnya kenali asam dan tampino. Di cekungan Palembang Tengah ladang minyak Mangunjaya, Kluang, bakat Ukui dsb. Di Talang Akar –Pendopo: ladangn minyak Talang Akar-Pendopo, Limau, Air Benakat, talang Jimar. Dimuara Enim-Baturaja: umumnya sudah tua dan tidak menghasilkan lagi, antara lain ladang kampung minyak, Sungai Taham, Saban Jerigi. Minas (1944): kedalaman 800 m, produksinya telah melampaui 1 milyar barrel. Tergolong lapangan minyak raksasa didunia (Raksasa bila cadangan minyak > 500 juta barrel). Duri (1940): kedalaman 200 m, produksinya sudah lebih 100 juta barrel. Kota Batak (1952): belum lama berproduksi Lain-lain: Sago, Ukai, Lirik, Molek. Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan busur belakang (Back-Arc Basin) yang berkembang sepanjang tepi Paparan Sunda di barat daya Asia Tenggara. Cekungan ini terbentuk akibat penunjaman Lempeng Samudera Hindia yang bergerak relatif ke arah utara (N 6o E) dan menyusup ke bawah Lempeng Benua Asia yang aktif selama Miosen. Geometri dari cekungan ini berbentuk asimetri dengan bagian terdalam berada di baratdaya dan melandai ke arah timur laut (Mertosono dan Nayoan, 1974). Produk lain yang dihasilkan oleh interaksi kedua lempeng tektonik ini adalah unit fisiografi parallel berarah NW berupa busur kepulauan sepanjang muka pantai barat daya Sumatra, cekungan muka busur Nias, busur volkanik Barisan, cekungan belakang busur dan zona sesar Sumatra (Great Sumatra Fault Zone) atau yang dikenal dengan sebutan Sesar Semangko. Struktur dengan arah barat laut (NW) dan kesatuan topografi merupakan fenomena pada Kenozoikum Akhir yang menghasilkan Busur Asahan dengan arah timur laut (NNE), Tinggian Lampung dan Tinggian Tigapuluh yang berarah timur-timur laut (ENE). Busur dan Tinggian ini bergabung secara efektif membagi daratan Sumatra menjadi Cekungan Sumatra Utara, Cekungan Sumatra Tengah dan Cekunga Sumatra Selatan. Cekungan Sumatra Tengah bagian barat daya dibatasi oleh up-lift Bukit Barisan, bagian barat laut dibatasi oleh Busur Asahan, di sebelah tenggara dibatasi oleh Tinggian Tigapuluh dan pada timurlaut dibatasi oleh Kraton Sunda (Mertosono dan Nayoan, 1974). Basement Pra-Tersier pada Cekungan Sumatra Tengah terdiri dari dua litologi utama, di sebelah barat adalah Greywacke Terrain yang merupakan bagian mikroplate Mergui dan di sebelah timur Quartzite Terrain dari mikroplate Malaka. Kedua Terrain ini dipisahkan oleh garis Kerumutan. Zona sentuh ini terdiri dari chert laut dalam, limestone, serpih mauve, dan basalt. Basement Pra-Tersier dicirikan dengan refleksi seismik yang baik, dimana akustik impedan sangat kontras dengan bagian bawah Pematang. Struktur lineamen Tersier tertua pada Cekungan Sumatra Tengah mempunyai arah barat laut-tenggara seperti pada tinggian Minas dan Duri dan berarah utara-selatan pada busur trough Pematang. Tektonik transtensional utama terjadi pada daratan Sunda selama waktu Eosen Awal dan bertanggung jawab pada trough Pematang, Kiri, Mandau, dan Bengkalis. Pada umumnya, Trough pada area ini adalah HalfGraben yang dibatasi oleh patahan normal. Lower Red Bed dari grup pematang berasosiasi dengan onset trough formasi dan terdiri dari konglomerat, batu pasir, batu lempung yang diendapkan sebagai alluvial fan yang mempunyai hubungan unconformable di atas basement. Lower Red Bed telah menunjukkan potensial sebagai reservoar

hidrokarbon pada semua seting struktural/stratigrafi pada bagian trough. Karena cekungan terus menurun, danau semakin dalam kemudian Brown Shale diendapkan selama Oligosen Tengah. Brown Shale yang terdiri dari serpih hitam hingga coklat tua adalah batuan induk utama hidrokarbon di Sumatra Tengah. Bentuk Lower Red Bed dan Brown Shale dibatasi terutama oleh trough Paleogen. Pada Oligosen Akhir, Upper Red Bed Pematang diendapkan pada lingkungan fluvio alluvial di atas Brown Shale dan juga di atas basement di daerah yang lebih tinggi. Upper Red Bed juga bermanfaat sebagai reservoar terutama pada areal trough. Pada umumnya Grup Pematang dipotong oleh major unconformity terutama pada graben. Hubungan ini ditampilkan dengan refleksi seismik yang baik. Grup Pematang ketebalannya melebihi 7000 kaki pada beberapa Eo-Oligosen trough. Penurunan perlahan pada Miosen Awal dikombinasikan dengan kenaikan relatif sea level menghasilkan batupasir Grup Sihapas yang tersebar luas. Grup sihapas diendapkan di atas ketidakselarasan Pematang, pasir Sihapas adalah reservoar hidrokarbon utama. Pasir ini berakumulasi pada lingkungan yang beragam termasuk endapan braided dan meandering (Formasi Menggala), endapan inner neritik (Formasi Bangko), endapan delta dan tidal flat (Formasi Bekasap dan Duri). Minas dan Duri, lapangan minyak terbesar di sini, meghasilkan hidrokarbon dari Formasi Bekasap dan Duri. Reservoar ini umumnya terdiri dari butir-butir kuarsa yang berasal dari granit dan quartzite terrain daratan Sunda. Formasi Sihapas diasosiasikan dengan kualitas seismik refleksi dengan kualitas tinggi dan menerus. Ketebalan Sihapas bervariasi diantara 500-1500 kaki, dan dapat dipetakan pada seluruh bagian cekungan. Pada Miosen Tengah, tektonik konvergen menunjukkan perkembangan konfigurasi saat ini dari sistem busur kepulauan di Sumatra. Pengunungan Bukit Barisan berasosiasi dengan aktivitas busur vulkanik mulai tumbuh selama waktu ini. Pada cekungan tengah, kejadian tektonik ini ditandai dengan angular unconformity pada top Formasi Telisa. Karenanya, penstrukturan pada permulaan cekungan dan perubahan cekungan menjadi back arc pada lingkungan yang terbatas. Formasi Petani diendapkan selama Miosen Tengah hingga Pliosen pada cekungan yang terbatas ini ketika suplai sedimen berasal dari pegunungan Bukit Barisan tapi juga bercampur dengan dentritus vulkanogenik dari aktivitas vulkanik. Pada profil seismik, Petani sangat jelas terlihat sebagai unit sedimen utama yang berprogradasi dari barat ke timut. Formasi Petani terdiri dari batu lempung berwarna abu-abu kehijauan dan batulanau dengan lapisan tipis batu pasir dan sedikit lapisan limestone dan batubara. Batu pasir Petani diendapkan sebagai Off Shore Bar Sand dan kadang-kadang mengandung gas biogenik yang potensial. Formasi Petani mencapai ketebalan maksimum melebihi 6000 kaki disepanjang sisi-sisi sesar Dalu Dalu pada baratdaya cekungan. Selama Plio-Pleistosen, tektonik oblig konvergen mencapai puncaknya karena tekanan utama dan dilengkapi dengan jalinan tektonik pada seluruh Cekungan Sumatra Tengah. Pengaruh antara tekanan dan jalinan tektonik selama akhir masa ini menghasilkan perkembangan perangkap struktural yang berharga pada hampir seluruh lapangan minyak di Sumatra Tengah.

Pulau Sumatra terletak di baratdaya dari Kontinen Sundaland dan merupakan jalur konvergensi antara Lempeng Hindia-Australia yang menyusup di sebelah barat Lempeng Eurasia/Sundaland. Konvergensi lempeng menghasilkan subduksi sepanjang Palung Sunda dan pergerakan lateral menganan dari Sistem Sesar Sumatra.

Gambar 1. Pembentukan Cekungan Belakang Busur di Pulau Sumatra (Barber dkk, 2005).

1. 2. 3. 4. 5.

Subduksi dari Lempeng Hindia-Australia dengan batas Lempeng Asia pada masa Paleogen diperkirakan telah menyebabkan rotasi Lempeng Asia termasuk Sumatra searah jarum jam. Perubahan posisi Sumatra yang sebelumnya berarah E-W menjadi SE-NW dimulai pada Eosen-Oligosen. Perubahan tersebut juga mengindikasikan meningkatnya pergerakan sesar mendatar Sumatra seiring dengan rotasi. Subduksi oblique dan pengaruh sistem mendatar Sumatra menjadikan kompleksitas regim stress dan pola strain pada Sumatra (Darman dan Sidi, 2000). Karakteristik Awal Tersier Sumatra ditandai dengan pembentukkan cekungan-cekungan belakang busur sepanjang Pulau Sumatra, yaitu Cekungan Sumatra Utara, Cekungan Sumatra Tengah, dan Cekungan Sumatra Selatan (Gambar 1). Pulau Sumatra diinterpretasikan dibentuk oleh kolisi dan suturing dari mikrokontinen di Akhir PraTersier (Pulunggono dan Cameron, 1984; dalam Barber dkk, 2005). Sekarang Lempeng Samudera Hindia subduksi di bawah Lempeng Benua Eurasia pada arah N20°E dengan rata-rata pergerakannya 6 – 7 cm/tahun. Konfigurasi cekungan pada daerah Sumatra berhubungan langsung dengan kehadiran dari subduksi yang menyebabkan non-volcanic fore-arc dan volcano-plutonik back-arc. Sumatra dapat dibagi menjadi 5 bagian (Darman dan Sidi, 2000): Sunda outer-arc ridge, berada sepanjang batas cekungan fore-arc Sunda dan yang memisahkan dari lereng trench. Cekungan Fore-arc Sunda, terbentang antara akresi non-vulkanik punggungan outer-arcdengan bagian di bawah permukaan dan volkanik back-arc Sumatra. Cekungan Back-arc Sumatra, meliputi Cekungan Sumatra Utara, Tengah, dan Selatan. Sistem ini berkembang sejalan dengan depresi yang berbeda pada bagian bawah Bukit Barisan. Bukit Barisan, terjadi pada bagian axial dari pulaunya dan terbentuk terutama pada Perm-Karbon hingga batuan Mesozoik. Intra-arc Sumatra, dipisahkan oleh uplift berikutnya dan erosi dari daerah pengendapan terdahulu sehingga memiliki litologi yang mirip pada fore-arc dan back-arc basin.

Struktur Utama Cekungan Sumatra Selatan Menurut Salim dkk (1995) Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan belakang busur karena berada di belakang Pegunungan Barisan sebagai volcanic-arc-nya. Cekungan ini berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda sebagai bagian dari Lempeng Kontinen Asia dan Lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, bagian barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur oleh Paparan Sunda (Sundaland), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung. Menurut Suta dan Xiaoguang (2005; dalam Satya, 2010) perkembangan struktur maupun evolusi cekungan sejak Tersier merupakan hasil interaksi dari ketiga arah struktur utama yaitu, berarah timurlaut-baratdaya atau disebut Pola Jambi, berarah baratlaut-tenggara atau disebut Pola Sumatra, dan berarah utara-selatan atau disebut Pola Sunda. Hal inilah yang membuat struktur geologi di daerah Cekungan Sumatra Selatan lebih kompleks dibandingkan cekungan lainnya di Pulau Sumatra. Struktur geologi berarah timurlaut-baratdaya atau Pola Jambi sangat jelas teramati di Sub-Cekungan Jambi. Terbentuknya struktur berarah timurlaut-baratdaya di daerah ini berasosiasi dengan terbentuknya sistem graben di Cekungan Sumatra Selatan. Struktur lipatan yang berkembang pada Pola Jambi diakibatkan oleh pengaktifan kembali sesar-sesar normal tersebut pada periode kompresif Plio-Plistosen yang berasosiasi dengan sesar mendatar (wrench fault). Namun, intensitas perlipatan pada arah ini tidak begitu kuat. Pola Sumatra sangat mendominasi di daerah Sub-Cekungan Palembang (Pulunggono dan Cameron, 1984). Manifestasi struktur Pola Lematang saat ini berupa perlipatan yang berasosiasi dengan sesar naik yang terbentuk akibat gaya kompresi Plio-Pleistosen. Struktur geologi berarah utara-selatan atau Pola Sunda juga terlihat di Cekungan Sumatra Selatan. Pola Sunda yang pada awalnya dimanifestasikan dengan sesar normal, pada periode tektonik Plio-Pleistosen teraktifkan kembali sebagai sesar mendatar yang sering kali memperlihatkan pola perlipatan di permukaan.

Gambar 2. Elemen Struktur Utama pada Cekungan Sumatra Selatan. Orientasi Timurlaut-baratdaya atau Utara-Selatan Menunjukkan Umur Eo-Oligosen dan Struktur Inversi Menunjukkan Umur Plio-Pleistosen (Ginger dan Fielding, 2005). Perkembangan Tektonik Peristiwa Tektonik yang berperan dalam perkembangan Pulau Sumatra dan Cekungan Sumatra Selatan menurut Pulonggono dkk (1992) adalah: 

Fase kompresi yang berlangsung dari Jurasik awal sampai Kapur. Tektonik ini menghasilkan sesar geser dekstral WNW – ESE seperti Sesar Lematang, Kepayang, Saka, Pantai Selatan Lampung, Musi Lineament dan N – S trend. Terjadi wrench movement dan intrusi granit berumur Jurasik – Kapur.

Gambar 3. Fase Kompresi Jurasik Awal Sampai Kapur dan Elipsoid Model (Pulonggono dkk, 1992). 

Fase tensional pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal yang menghasilkan sesar normal dan sesar tumbuh berarah N – S dan WNW – ESE. Sedimentasi mengisi cekungan atau terban di atas batuan dasar bersamaan dengan kegiatan gunung api. Terjadi pengisian awal dari cekungan yaitu Formasi Lahat.

Gambar 4. Fase Tensional Kapur Akhir Sampai Tersier Awal dan Elipsoid Model (Pulonggono dkk, 1992). 



Fase ketiga yaitu adanya aktivitas tektonik Miosen atau Intra Miosen menyebabkan pengangkatan tepitepi cekungan dan diikuti pengendapan bahan-bahan klastika. Yaitu terendapkannya Formasi Talang Akar, Formasi Baturaja, Formasi Gumai, Formasi Air Benakat, dan Formasi Muara Enim. Fase keempat berupa gerak kompresional pada Plio-Plistosen menyebabkan sebagian Formasi Air Benakat dan Formasi Muara Enim telah menjadi tinggian tererosi, sedangkan pada daerah yang relatif turun diendapkan Formasi Kasai. Selanjutnya, terjadi pengangkatan dan perlipatan berarah barat laut di seluruh daerah cekungan yang mengakhiri pengendapan Tersier di Cekungan Sumatra Selatan. Selain itu terjadi aktivitas volkanisme pada cekungan belakang busur.

Gambar 5. Fase Kompresi Miosen Tengah Sampai Sekarang dan Elipsoid Model (Pulonggono dkk, 1992).

Cekungan Bengkulu 2009 MARCH 22 tags: Cekungan Bengkulu by admin Cekungan Bengkulu adalah salah satu cekungan forearc di Indonesia. Cekungan forearc artinya cekungan yang berposisi di depan jalur volkanik (fore - arc; arc = jalur volkanik). Tetapi, kita menyebutnya demikian berdasarkan posisi geologinya saat ini. Apakah posisi tersebut sudah dari dulu begitu? Belum tentu, dan inilah yang harus kita selidiki. Publikasi-publikasi dari Howles (1986), Mulhadiono dan Asikin (1989), Hall et al. (1993) dan Yulihanto et al. (1995)—semuanya di proceedings IPA baik untuk dipelajari soal Bengkulu Basin. Berdasarkan berbagai kajian geologi, disepakati bahwa Pegunungan Barisan (dalam hal ini adalahvolcanic arc-nya) mulai naik di sebelah barat Sumatra pada Miosen Tengah. Pengaruhnya kepada Cekungan Bengkulu adalah bahwa sebelum Misoen Tengah berarti tidak ada forearc basinBengkulu sebab pada saat itu arc-nya sen...


Similar Free PDFs