GEOTERMOMETER KIMIA DAN MODEL PENCAMPURAN UNTUK SISTEM PANAS BUMI PDF

Title GEOTERMOMETER KIMIA DAN MODEL PENCAMPURAN UNTUK SISTEM PANAS BUMI
Author Jodhi Giriarso
Pages 14
File Size 2.5 MB
File Type PDF
Total Views 16

Summary

Geothermics, Vol. 5, pp. 41-50. Pergamon Press, 1977. Dicetak di Inggris Raya GEOTERMOMETER KIMIA DAN MODEL PENCAMPURAN UNTUK SISTEM PANAS BUMI Robert. O Fournier U.S. Geological Survey, Menlo Park, CA 94025, U.S.A Diterjemahkan oleh Jodhi Giriarso (2019) Diterjemahkan dari “CHEMICAL GEOTHERMOMETERS...


Description

Accelerat ing t he world's research.

GEOTERMOMETER KIMIA DAN MODEL PENCAMPURAN UNTUK SISTEM PANAS BUMI Jodhi Giriarso Terjemahan Jodhi

Cite this paper

Downloaded from Academia.edu 

Get the citation in MLA, APA, or Chicago styles

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

DAMPAK PROSES FISIKA T ERHADAP KARAKT ERIST IK FLUIDA PANAS BUMI Jodhi Giriarso

T UGAS KULIAH GEOFISIKA syamsir syarif Analisis Geokimia Fluida Manifest asi Panas Bumi Daerah Maribaya Ext ivonus K Fr

Geothermics, Vol. 5, pp. 41-50. Pergamon Press, 1977. Dicetak di Inggris Raya

GEOTERMOMETER KIMIA DAN MODEL PENCAMPURAN UNTUK SISTEM PANAS BUMI Robert. O Fournier U.S. Geological Survey, Menlo Park, CA 94025, U.S.A Diterjemahkan oleh Jodhi Giriarso (2019) Diterjemahkan dari “CHEMICAL GEOTHERMOMETERS AND MIXING MODELS FOR GEOTHERMAL SYSTEM” (1977)

Catatan penerjemah: penerjemahan melibatkan penataan ulang kalimat (parafrase) dan modifikasi gambar untuk mempermudah pemahaman. Jika terdapat perdebatan mengenai konteks/makna penerjemahan dapat merujuk kembali pada naskah aslinya. Semua kesalahan interpretasi yang timbul akibat penataan ulang kalimat (parafrase), kesalahan ketik, dan modifikasi gambar dalam upaya penerjemahan sepenuhnya merupakan tanggung jawab penerjemah.

Abstrak Geotermometer kuantitatif menggunakan konsentrasi anomali dari berbagai unsur indikator dalam air tanah, aliran sungai, tanah, dan gas tanah untuk menentukan lokasi prospektif dalam eksplorasi panas bumi. Beberapa metode kualitatif seperti deliniasi anomali merkuri dan helium dalam gas tanah, tidak membutuhkan keberadaan mata air panas atau fumarola. Namun, teknik tersebut menandai daerah anomali panas fossil yang sekarang sudah dingin. Metode geotermometer kuantitatif dan model pencampuran fluida dapat memberikan informasi mengenai kondisi temperatur bawah permukaan kiwari. Keberadaan lebih banyak mata air panas atau hangat dapat membantu interpretasi lebih baik. Sekarang ini geotermometer yang paling banyak digunakan adalah silika, Na/K, dan Na-K-Ca.

Pendahuluan Metode geotermometer kualitatif dan kuantitatif saling melengkapi dalam eksplorasi panas bumi. Teknik kuantitatif membutuhkan analisis kimia dari mata air atau sumur. Sementara itu, metode kualitatif berguna untuk mengamati anomali konsentrasi beberapa unsur indikator pada area yang luas, termasuk tanah, gas tanah, fumarola, mata air panas dan dingin, serta aliran sungai. Dengan mengasumsikan bahwa unsur yang terdispersi berasal dari sumber panas di bawah permukaan. 1

Geothermics, Vol. 5, pp. 41-50. Pergamon Press, 1977. Dicetak di Inggris Raya Analisis kimia tanah dan gas tanah memberikan peluang untuk mendeteksi sistem panas bumi yang tersembunyi dan tidak menunjukkan ekspresi panas di permukaan. Makalah ini tidak bermaksud untuk mengulang-ulang pembahasan mengenai semua geotermometer kimia yang telah disarankan dan banyak digunakan. Namun, lebih menunjukkan geotermometer yang banyak digunakan dan diterima oleh banyak kalangan, hingga peluang penggunaannya di masa depan. Geotermometer isotop tidak didiskusikan di sini karena dibahas pada bagian lain pada volume ini.

Geotermometer kualitatif Distribusi dan konsentrasi relatif dari unsur volatil (mudah menguap) dalam air dan tanah atau dalam variasi gas tanah menjadi acuan dalam penggunaan geotermometer kualitatif. Anomali tinggi dari unsur volatil dapat terakumulasi di atas dan sekitarnya relatif terhadap sumber panas dangkal, terutama jika terjadi pendidihan (boiling) di bawah permukaan. Namun, anomali yang sama dari unsur volatil dapat menunjukkan adanya struktur geologi yang memberikan jalur unsur tersebut naik ke permukaan karena adanya reaksi metamorfik di dalamnya. Fossil mata air panas (yang sekarang dingin) dan deposisi mineral bisa menjadi sumber naiknya unsur volatil sehingga bisa menyulitkan untuk membedakannya dengan aktifitas panas yang terjadi saat ini. White (1970) membahas perkembangan metode ini hingga tahun 1970. Tonani (1970) menyarankan bahwa pengayaan B, NH4, HCO3, Hg, dan H2S (yang teroksidasi menjadi sulfat dalam air sehingga berpH rendah) di dekat permukaan bisa berasal dari fluida mendidih di bawah permukaan. Unsur volatil terdistribusi pada fasa uap dan bergerak naik hingga terlarut pada air tanah di kedalaman dangkal. Menurut White (1971), unsur volatil ini merupakan karakteristik utama dari sistem dominasi uap, dan tingginya konsentrasi pada air tanah dangkal bisa mengindikasikan sistem semacam itu. Mahon (1970)mencatat bahwa rasio Cl/F dan Cl/SO4 tinggi dalam air panas bumi mengindikasikan adanya temperatur tinggi dalam sistem. Ia juga mencatat bahwa berbagai rasio CO2/NH3, CO2/H2, dan CO2/H2S dari fumarola pada suatu daerah terindikasi berhubungan dengan keberadaan air panas di bawah permukaan. Saat kedua rasio tinggi dan rendah dari gas-gas ini, fumarola dengan rasio terendah bisa jadi lebih dekat ke akuifer (Mahon, 1970). Sigvaldason dan Cuellar (1970) mempertimbangkan hidrogen dalam fluida panas secara umum sebagai indikator temperatur tinggi, dan menyatakan bahwa “... kelebihan sejumlah 0.5% biasanya mengindikasikan temperatur di atas 200°C.”. Fournier dan Mahon (1970) mencatat bahwa rasio mol (Cl/HCO3 + CO3) sangat berguna dalam membedakan air dari akuifer berbeda di Taman Nasional Yellowstone; semakin tinggi rasio mengindikasi air berasal dari akuifer yang lebih panas. Gould (dalam Allen dan Day, 1935) melaporkan asosiasi merkuri dan mata air panas di California, dan Dall’Aglio et al. (1966) menunjukkan bahwa kandungan merkuri dalam aliran sungai sedimen mendefinisikan radius keberadaan sumber panas di sekitar Larderello dan Monte Amiata, Italia. Dengan menelaah sumber daya panas bumi menggunakan anomali merkuri semakin umum digunakan untuk merancang pengembangan lapangan, sangat sensitif dan cepat untuk mendeteksi merkuri dalam tanah dan gas tanah (Matlick dan Buseck, 1975) Namun, kekurangannya adalah anomali merkuri tidak dapat membedakan sumber yang aktif atau fosil. Anomali konsentrasi tinggi dari unsur jejak (trace elements) yang tidak mudah menguap juga berguna untuk mengindikasikan adanya temperatur tinggi di bawah permukaan. Hal ini dapat 2

Geothermics, Vol. 5, pp. 41-50. Pergamon Press, 1977. Dicetak di Inggris Raya berguna jika unsur cenderung dapat luluh (leached) dari batuan pada temperatur tinggi dan tidak luluh pada temperatur rendah. Brondi et al. (1973) melaporkan konsentrasi Li tinggi pada mata air dan aliran sungai di Tuscany dapat menjadi indikasi bagus akan adanya temperatur tinggi di dekat permukaan. Metode ini harus digunakan dengan hati-hati karena variasi unsur logam jejak bisa muncul tidak hanya karena temperatur tinggi, bisa jadi karena tipe baruan, variasi terhadap waktu kontak antara air dan batuan, dan kontaminasi akibat proses industri dan pertanian. Metode yang relatif baru adalah berdasarkan variasi kandungan helium dalam gas tanah (Friedman dan Denton, 1976; Roberts et al., 1975) yang bisa sangat penting untuk digunakan di masa mendatang. Roberts (1975) melaporkan korelasi yang kuat antara gradien temperatur dan kandungan helium pada prospek panas bumi yang tersembunyi di Dunes, Mesa Tomur, dan area panas bumi Brawley di Lembah Imperial, California.

Geotermometer kuantitatif Berbagai asumsi yang diperlukan untuk menghitung temperatur geotermometer dari mata air dan sungai dibahas oleh White (1970) dan Fournier et al. (1974). Berbagai asumsi tersebut dibagi menjadi, 1. Reaksi yang bergantung pada temperatur melibatkan batuan dan air memperbaiki jumlah indikator terlarut dalam air. 2. Ada pasokan yang memadai untuk semua pereaksi. 3. Adanya kesetimbangan di reservoir atau akuifer terhadap indikator dari reaksi tertentu. 4. Tidak adanya kesetimbangan ulang dari indikator setelah air bergerak keluar dari reservoir. 5. Tidak ada penambahan air lain selama bergerak ke permukaan atau evaluasi terhadap pencampuran dapat diperhitungkan. Pencapaian kesetimbangan fluida di reservoir tergantung pada sejumlah faktor antara lain kinetika reaksi-reaksi tertentu, temperatur reservoir, reaktifitas dinding batuan. Konsentrasi unsur indikator dalam air, dan waktu tinggal (residence time) unsur dalam air di reservoir pada temperatur tertentu. Lalu, pada beberapa situasi, kesetimbangan di reservoir dapat tercapai oleh reaksi-reaksi tertentu, tetapi tidak bagi reaksi-reaksi lainnya. Kesetimbangan ulang bisa terjadi setelah fluida meninggalkan reservoir menuju permukaan bisa bergantung pada beberapa faktor: laju aliran, jalur yang dipakai, tipe dan reaktifitas dinding batuan, temperatur awal di reservoir, dan kinetika berbagai reaksi yang terjadi. Berbagai reaksi terjadi dalam lajunya masing-masing saat fluida naik ke permukaan. Selain itu, temperatur akhir saat terjadi kesetimbangan bisa saja berbeda untuk geotermometer yang berbeda. Dua jenis reaksi yang tergantung pada temperatur dapat berguna sebagai geotermometer kuantitatif antara lain kelarutan dan reaksi pertukaran. Keduanya akan didiskusikan lebih lanjut.

Kelarutan Umumnya, kelarutan mineral merupakan fungsi temperatur dan tekanan. Namun, dalam hal ini, hanya silika yang kelarutan mineralnya dapat digunakan secara luas sebagai geotermometer. Dalam kebanyakan fluida alamiah, silika terlarut tidak dipengaruhi oleh efek kesamaan ion, pembentukan senyawa kompleks, dan kehilangan unsur volatil yang menyebabkan kompleksitas interpretasi. Selain itu, asumsi adanya pasokan unsur yang cukup untuk semua pereaksi menjadi sangat valid bagi silika, tetapi bisa jadi tidak valid bagi pereaksi lainnya. Sebagai contoh, geotermometer yang berdasarkan kelarutan CaF (fluorit) tidak akan berguna jika mineral tersebut tidak hadir dalam reaksi kesetimbangan air dan batuan.

3

Geothermics, Vol. 5, pp. 41-50. Pergamon Press, 1977. Dicetak di Inggris Raya

Gambar 1 Kelarutan kuarsa sebagai fungsi temperatur. Kurva A menunjukkan kelarutan dalam air berkesetimbangan dengan uap tersaturasi. Kurva B menunjukkan jumlah silika yang tersisa dalam cairan sisa setelah kehilangan uap maksimum selama terjadi pendinginan adiabatik ke temperatur 100°C. Gambar diambil dari Fournier dan Rowe (1966).

Geotermometer yang diajukan oleh Fournier dan Rowe (1966) berdasarkan kelarutan kuarsa dan digunakan untuk memperkirakan temperatur di bawah permukaan dari data silika mata air panas. Kandungan silika dari mata air panas atau sumur berkorelasi dengan temperatur akhir yang berkesetimbangan dengan kuarsa, diperlihatkan pada Gambar 1. Jika sampel fluida telah mendingin secara adiabatik (bisa jadi karena pendidihan) sebelum disampling, dapat menggunakan kurva B yang mengakomodasi kehilangan uap maksimal. Jika sampel mendingin secara konduktif, gunakan kurva A. Geotermometer kuarsa berguna untuk rentang temperatur 150-225°C. Pada temperatur tinggi, silika cenderung terdeposisi saat fluida naik. Pada temperatur rendah spesi silika lain seperti kalsedon, kristobalit atau silika amorf mengontrol kelarutan silika (Fournier dan Rowe, 1966); Fournier, 1970; Fournier dan Rowe, 1962, Arnorsson, 1970; Arnorsson, 1975). Persamaan yang berhubungan dengan kelarutan (C) dalam mg SiO2 per kg air terhadap temperatur dalam rentang 0-250°C dari berbagai mineral silika seperti berikut: Silika amorf β – kristobalit

731

𝑡(°𝐶) = 4.52−log 𝐶 − 273.15 781

𝑡(°𝐶) = 4.51−log 𝐶 − 273.15 4

Geothermics, Vol. 5, pp. 41-50. Pergamon Press, 1977. Dicetak di Inggris Raya α – kristobalit Kalsedon Kuarsa Kuarsa (setelah uap terpisah

1000

𝑡(°𝐶) = 4.78−log 𝐶 − 273.15 1032

𝑡(°𝐶) = 4.69−log 𝐶 − 273.15 1309

𝑡(°𝐶) = 5.19−log 𝐶 − 273.15 1522

𝑡(°𝐶) = 5.75−log 𝐶 − 273.15

Gambar 2 Rasio Na/K untuk air relatif terhadap temperatur (yang diasumsikan) kesetimbangan. Garis putus-putus bagian bawah mengombinasikan kurva empiris Ellis (1970) dan White (1965). Garis putus-putus bagian atas mengombinasikan kurva esperimen Orville (1963) dan Hemley (1967). Tabulasi data diambil dari Fournier dan Truesdell (1973), dan diagram di atas diambil dari makalah yang sama.

Dengan menggunakan data eksperimen dari Marshall dan Slusher (1968), yang menyediakan kelarutan produk anhidrit dari 100-200°C pada berbagai nilai kekuata ion (ionic strength), Sakai dan Matsubaya (1974) menggunakan konsentrasi produk Ca2+ dan SO42– untuk memperkirakan 5

Geothermics, Vol. 5, pp. 41-50. Pergamon Press, 1977. Dicetak di Inggris Raya temperatur bawah permukaan pada sistem mata air panas. Perkiraan temperatur ini selaras dengan perkiraan temperatur dari fraksinasi isotop oksigen antara sulfat dan air. Geotermometer anhidrit ini bekerja dengan baik untuk air yang mengandung konsentrasi Ca2+ dan HCO3– rendah (yang mana konsentrasi Ca2+ tidak dikontrol oleh larutan dan presipitasi karbonat).

Reaksi pertukaran Konstanta kesetimbangan untuk reaksi pertukaran dan alterasi tergantung pada temperatur. Pada reaksi seperti itu, rasio zat terlarut berubah seiring dengan perubahan temperatur kesetimbangan. Dalam hal ini banyak zat terlarut dan reaksinya yang mungkin berguna. Seperti contohnya rasio Na/K dari larutan alkali klorida pada fluida alamiah White, 1970; Fournier dan Truesdell, 1970; Ellis, 1970; Mercado, 1970; White, 1965), dan hubungan Na-K-Ca dalam fluida alamiah (Fournier dan Truesdell, 1973). Gambar 2 menunjukkan rasio Na/K pada fluida sumur panas bumi yang diplot sebagai fungsi temperatur air di atas 200°C. Namun, anomali temperatur tinggi terjadi jika temperatur air < 100°C. Geotermometer Na-K-Ca (Fournier dan Truesdell, 1973) terbukti lebih bisa diandalkan ketimbang geotermometer Na/K untuk temperatur rendah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Garis lurus yang tergambar di Gambar 3 mengikuti persamaan berikut, 𝑁𝑎

√𝐶𝑎

log ( 𝐾 ) + 𝛽 log( ) = 𝑁𝑎

1647 273+𝑡(°𝐶)

− 2.24

(1)

6

Geothermics, Vol. 5, pp. 41-50. Pergamon Press, 1977. Dicetak di Inggris Raya

Gambar 3 Garis di bagian tengah merupakan kurva untuk geotermometer Na-K-Ca yang diajukan oleh Fournier & Truesdell (1973). Dua garis putus-putus menunjukkan +15 dan -15°C dari garis di tengah. Data ditabulasi dari Fournier dan Truesdell (1973) dan diagram di atas diambil dari makalah tersebut.

Satuan konsentrasi dalam mol/kg dan β = 1/3 untuk air yang berkesetimbangan > 100°C, dan β = 4/3 untuk air yang berkesetimbangan < 100°C. Paces (1975) merekomendasikan faktor koreksi yang dapat dipakai untuk persamaan (1) untuk air kurang dari 75°C dengan tekanan parsial CO2 dalam akuifer di atas 10–4 atm. Faktor koreksi, I, dikurangi dari sisi kanan dari persamaan (1) menjadi, 𝐼 = −1.36 − 0.253 log 𝑃𝐶𝑂2

(2)

Hal ini sejalan dengan kesimpulan Renner et al. (1975) yang menunjukkan perkiraan temperatur untuk mata air dengan kandungan CO2 tinggi di California terlalu tinggi. Rasio √𝐶𝑎/𝐾 dan √𝐶𝑎/𝑁𝑎 juga berguna untuk memperkirakan temperatur (Fournier dan Truesdell, 1973). Menurut Mahon (1970), Cusicanqui dan Ellis menemukan bahwa mata air yang dipasok 7

Geothermics, Vol. 5, pp. 41-50. Pergamon Press, 1977. Dicetak di Inggris Raya langsung dari akuifer panas memiliki rasio Na/Ca tertinggi. Hal ini kemungkinan karena kelarutan retrograde kalsium karbonat.

Pendinginan Fluida Bergerak Fluida panas yang naik bisa mendingin akibat pendidihan (boiling) yang terjadi secara adiabatik, konduksi pencampuran dengan air dingin dangkal, dan juga kombinasi dari berbagai proses tersebut. Analisis kimia air menyediakan informasi mengenai semua proses yang terjadi dalam sistem mata air panas. Fluida yang naik secara langsung dan cepat dari akuifer dengan adanya pendinginan konduktif memiliki komposisi kimia yang menggambarkan kesetimbangan air-batuan pada temperatur akuifer. Fluida panas bumi dapat muncul pada temperatur akuifer. Tetapi jika temperatur akuifer lebih tinggi ketimbang temperatur pendidihan (atmosferik), air dapat mendingin secara adiabatik, muncul sebagai air mendidih di permukaan dan pemisahan uap yang terjadi selama fluida naik harus tetap dipertimbangkan. Ketika fluida naik secara cepat ataupun lambat, pendinginan konduktif hampir selalu terjadi. Bahkan fluida yang berasal dari mata air dengan aliran yang besar bisa mendingin secara konduktif jika mengalir secara horizontal untuk jarak jauh pada kedalaman dangkal. Pada kasus ini, mata air yang berbeda sepanjang jalur aliran atau mata air dengan laju alir berbeda bisa saja memberikan temperatur berbeda tetapi komposisi yang sama. Ketika fluida panas mendingin karena pencampuran dengan air tanah yang lebih dingin, mata air dengan temperatur berbeda kemungkinan besar mengandung komposisi kimia yang berbeda. Contohnya variasi klorida dan boron bisa lebih besar pada mata air tertentu dalam kelompok mata air yang lebih besar dapat dijelaskan akibat perbedaan laju pelepasan uap. Dalam hal ini, model pencampuran dapat mengindikasikan temperatur asal dari fluida panas bumi.

Model Pencampuran Fluida pada mata air panas terdiri dari campuran fluida dalam dan dangkal. Kesetimbangan penuh atau sebagian bisa terjadi setelah pencampuran. Jika kesetimbangan kimia terjadi setelah pencampuran, geotermometer mengindikasikan temperatur fluida campuran, bukan fluida asal. Terjadi kesetimbangan baru atau tidak, temperatur fluida asal tidak dapat diperkirakan kecuali pencampurannya diperhitungkan. Sebaliknya, perkiraan temperatur dari fluida panas bumi berdasarkan reaksi pertukaran menggunakan rasio zat terlarut kemungkinan sedikit terdampak akibat pencampuran menyediakan (1) fluida asal relatif sangat pekat akan unsur-unsur yang menjadi indikator dan fluida dangkal sangat encer akan unsur yang sama, dan (2) tidak ada atau sedikit sekali reaksi kimia yang terjadi setelah pencampuran yang mengubah konsentrasi dari unsur-unsur tersebut. Pengenceran (dilusi) dapat berdampak pada geotermometer NaKCa karena akar kuadrat dari konsentrasi terlibat dalam perhitungan. Fournier dan Truesdell (1974) menggambarkan dua model pencampuran yang dapat diterapkan untuk mata air dengan laju tinggi dan temperatur di bawah temperatur titik didih. Untuk menerapkan keduanya membutuhkan komposisi silika terlarut dan temperatur mata air hangat dan air dingin. Pada Model 1, entalpi dari fluida panas plus uap yang bercampur dengan-dan memanaskan air dingin sama dengan entalpi awal fluida panas di sumber fluida. Dengan kata lain, fluida panas tersebut bisa mendidih sebelum bercampur, tetapi semua uap terkondensasi dalam air dingin. Pada Model 2, entalpi fluida panas pada zona pencampuran lebih kecil dari entalpi fluida panas yang sedang naik ke permukaan. Kedua model ini membutuhkan kandungan silika awal dari 8

Geothermics, Vol. 5, pp. 41-50. Pergamon Press, 1977. Dicetak di Inggris Raya fluida panas bumi yang dikontrol oleh kelarutan kuarsa dan tidak ada pelarutan lebih lanjut atau deposisi silika baik sebelum atau pun setelah pencampuran. Prosedur awal untuk penerapan metode ini sangat rumit. Truesdell dan Fournier (1977) menyederhanakan prosedur menggunakan plot silika terlarut terhadap entalpi, seperti yang digambarkan pada Gambar 4. Untuk kondisi yang tidak melibatkan pelepasan uap sebelum pencampuran, A dan B, penarikan garis luruh melalui kedua titik ini berpotongan dengan kurva kelarutan kuarsa (harap dicatat bahwa < 100°C, temperatur dalam derajat Celsius ekuivalen terhadap cal/g). Titik C menunjukkan kandungan silika awal dan entalpi dari fluida asal. Temperatur asal dapat diperoleh dari Tabel Uap (Keenan et al., 1969).

Gambar 4 Grafik entalpi-silika terlaryt untuk menentukan temperatur air panas yang bercampur dengan air dingin menghasilkan air hangat. Baca uraian dalam teks. Diambil dari Truesdell & Fournier (1977)

Untuk kondisi pelepasan uap maksimum terjadi sebelum pencampuran, plot kandungan silika dan entalpi dari air dingin dan air hangat sebagai dua titik, A dan D, pada Gambar 4. Tarik garis lurus melalui kedua titik tersebut dan perpanjang hingga titik perpotongan entalpi cairan sisa (residu) dengan asumsi temperatur ...


Similar Free PDFs