HUBUNGAN FILSAFAT, SAINS DAN AGAMA PDF

Title HUBUNGAN FILSAFAT, SAINS DAN AGAMA
Author J. Toha Safutri
Pages 13
File Size 661.1 KB
File Type PDF
Total Downloads 172
Total Views 662

Summary

HUBUNGAN FILSAFAT, SAINS DAN AGAMA JANNIARNI TOHA SAFUTRI Magister Pendidikan Bahasa Arab Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang [email protected] Abstract This paper discusses the relationship of philosophy, science and religion. According to the author, the relationship between the thr...


Description

Accelerat ing t he world's research.

HUBUNGAN FILSAFAT, SAINS DAN AGAMA Janniarni Toha Safutri

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Cat at an 3pilar Taufik Hidayat

Pengant ar Filsafat |Pengert ian, Ciri-ciri, Misi, Lapangan, dan Urgensi Filsafat Sit t i Kurniawant i Basir Pengant ar Filsafat Hukum Rifqi Razaqi Rajab

HUBUNGAN FILSAFAT, SAINS DAN AGAMA JANNIARNI TOHA SAFUTRI Magister Pendidikan Bahasa Arab Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang [email protected]

Abstract This paper discusses the relationship of philosophy, science and religion. According to the author, the relationship between the three is united by a goal the same, namely the search for truth. However, even though it is the same, the three are also different. The difference lies, in the view of the author, there are aspects of sources, methods, and results to be achieved by all three. Between philosophy, science and religion also has a point of tangency or relation, namely contentfilling each other in answering the problems raised by humans.

Keywords: Philosophy, Science, Religion. Pengantar Manusia memiliki keistimewaan dibandingkan makhluk yang lain. Dia diberikan kemampuan untuk berfikir, bertanya dan menganalisa. Dengan alat ini manusia mendapatkan pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki mengantarkannya kepada posisi yang berbeda dengan makhluk lainnya. Objek yang dicari oleh manusia adalah sebuah kebenaran Tuhan, alam dan manusia. Dari objek tersebut sangatlah relevan dengan tujuan berfikir filsafat yaitu mencari kebenaran yang sebenarnya, baik secara radikal, universal dan rasional. Filsafat merupakan proses berfikir serta produk pemikiran tentang segala sesuatu yang ada atau mungkin ada secara radikal, universal dan rasional. Filsafat juga merupakan hasil dari pemikiran manusia yang sangat radix terhadap setiap

1

persoalan. Dalam mencari kebenaran pun hanya menggunakan akal semata, sehingga kebenarannya merupakan kebenaran rasionalitas yang tentunya bersifat relatif dan kritis. Ilmu adalah hasil dari penelitian yang dibuktikan dengan kegiatan ilmiah melalui tahapan pengujian, pembuktian dan penyesuaian dengan fakta yang terjadi. Kebenarannya diperoleh melalui melalui pandangan manusia terhadap realita, sehingga kebenaran tersebut bersifat empiris dan masih relative. Sedangkan agama merupakan kebenaran yang diperoleh melalui wahyu yang bersifat intuisi serta rohani. Kebenarannya pun bersifat mutlak dan hakiki. Manusia pada awal ia dilahirkan tidak tahu dan tidak mengenal dengan apaapa yang ada di sekitarnya, bahkan dengan dirinya sendiri. Ketika manusia mulai mengenal dirinya, kemudian mengenal alam sekitarnya, karena manusia berpikir, maka ketika itu mulailah ia memikirkan dari mana asal sesuatu, bagaimana sesuatu bisa terjadi, untuk apa sesuatu itu dikerjakan, dan apa manfaat dari suatu hal. Sebenarnya ketika manusia telah mulai tahu dari mana asalnya, bagaimana proses terjadinya, siapa dia, untuk apa dia, maka ketika itu ia telah berfilsafat. Karena filsafat itu pada intinya adalah berusaha mencari kebenaran tentang sesuatu, baik yang ilmiah ataupun non ilmiah, yang nantinya menjadi suatu kesepakatan untuk diketahui secara bersama-sama dan berlaku dilingkungannya. Kesepakatan berlaku untuk umum dan menjadi kebiasaan pada komunitas secara turun temurun hal tersebut yang dinamakan tradisi, dan tradisi itulah berkembang menjadi suatu ilmu. Berdasarkan pemaparan diatas dapat dipahami bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan (sains), demikian pula adanya hubungan antara filsafat dengan agama, dan hubungan agama dengan ilmu pengetahuan (sains), sehingga terjadi hubungan yang saling terkait satu sama lainnya.

2



Pengertian Filsafat Pengertian filsafat dapat ditinjau secara etimologi dan terminologi. Secara

etimologi, kata filsafat yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah “falsafah” dan dalam bahasa Inggris di kenal dengan istilah “philosophy” yang berasal dari bahasa

Yunani,

yaitu

philosophia.

Philo

=

cinta

Sophia

=

kebijaksanaan/kebenaran, sehingga secara etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan, bisa juga dalam artian orang yang mencintai kebenaran, sehingga berupaya memperoleh dan memilikinya. Dengan demikian seorang filsuf adalah pecinta atau pencari kebijaksanaan. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Phytagoras (496-582 SM).1 Filsafat adalah hasil daya upaya manusia dengan akal budinya untuk memahami (mendalami dan menyelami) secara integral hakikat yang ada: (a) hakikat Tuhan; (b) hakikat alam semesta; (c) hakikat manusia, serta sikap manusia termasuk sebagai konsekuensi dari pada faham tersebut. Dalam sejarah perkembangan pemikiran filsafat, antara satu ahli filsafat lainnya selalu berbeda pendapat tentang pengertian filsafat. 1. Socrates (399-469 SM), memahami bahwa filsafat adalah suatu peninjauan diri yang bersifat reflektif atau perenungan terhadap asas-asas dari kehidupan yang adil dan bahagia. 2. Plato (347-427 SM), menurutnya filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencari kebenaran asli. Dalam konsepsi Plato, filsafat merupakan pencarian yang bersifat spekulatif atau perekaan terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran. Filsafat plato tersebut kemudian dikenal dengan filsafat spekulatif. 3. Aristoteles (322-384 SM), salah seorang murid Plato yang terkemuka. Menurut Aristoteles filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, yang didalammya terkandung ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan estetika (filsafat menyelidiki sebab dan asal segala benda). 1

Surajiyo. Ilmu Filsafat. (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm.1

3

4. Al-Kindi (801-873 SM), menurutnya filsafat adalah pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu dalam batas-batas kemampuan manusia, karena tujuan para filosof dalam berteori adalah mencari kebenaran, maka prakteknya pun harus menyesuaikan kebenaran pula. 5. Al-Farabi (870-950 SM) , menurutnya filsafat adalah pengetahuan tentang bagaimana hakikat alam wujud yang sebenarnya. 6. Ibnu Rusdy menyatakan filsafat adalah hikmah yang merupakan pengetahuan otonom yang perlu ditimba oleh manusia sebab ia dikaruniai oleh Allah dengan akal. Al-Qur’an mewajibkan manusia berfilsafat untuk menambah dan memperkuat keimanan kepada Allah.2 Dari beberapa ungkapan para filosof di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa filsafat itu titik tekannya adalah “Kebenaran”. Dari analisis di atas, maka filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Ilmu pengetahuan tentang hakikat yang menanyakan apa inti atau esensi segala sesuatu.3 Hal yang menyebabkan manusia berfilsafat karena dirangsang oleh : ketakjuban, ketidakpuasan, hasrat bertanya, dan keraguan kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang dialami manusia dalam kehidupannya. Dalam berfikir filsafat perlu dipahami karakteristik yang menyertai, diantaranya : 1. Sifat menyeluruh artinya seorang ilmuan tidak puas lagi mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu sendiri, tetapi melihat hakekat ilmu dalam konstalasi pengetahuan yang lainnya, 2. Sifat mendasar, artinya bahwa seorang yang berfikir filsafat tidak sekedar melihat ke atas, tapi juga mampu membongkar tempat berpijak secara fundamental, dan ciri 3. Sifat spekulatif, bahwa untuk dapat mengambil suatu kebenaran kita perlu spekulasi. 2 3

Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: Rosda Karya, 2002), hlm. 10-15 Soetrionon & Rita Hanafie, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian, (Yogyakarta: Anai, 2009)

4

Dari serangkaian spekulasi tersebut kita dapat memilih buah pikiran yang dapat diandalkan yang merupakan titik awal dari penjelajahan pengetahuan. Dalam menghadapi berbagai masalah hidup di dunia ini, manusia akan menampilkan berbagai alat untuk mengatasinya. Alat itu adalah pikiran atau akal yang berfungsi di dalam pembahasannya secara filosofis tentang masalah yang dihadapi. Pikiran yang manakah yang dapat masuk dalam bidang filsafat ini?, jawabannya adalah pikiran yang senantiasa bersifat ilmiah. Jadi, pikiran itu adalah yang mempunyai kerangka ilmiah filsafat. Menurut Prof. Mulder bahwa filsafat itu berpikir ilmiah, tapi tidak setiap berpikir itu filsafat.4 Apakah filsafat itu sebagai ilmu pengetahuan dan bagaimana bentuk dan sifatnya bisa dipahami menurut penjelasan berikut : kebenaran filsafat itu dapat diukur menurut kondisi yang pasti dimiliki oleh ilmu pengetahuan pada umumya, yang meliputi obyek (sasaran studi), metode (cara atau jalannya studi), sistem (cara-cara kerja sebagai penunjang jalannya metode) dan kebenaran ilmiah (obyektif dan dapat diukur baik secara rasional maupun empiris). -

Ciri-ciri Filsafat :

Pemikiran kefilsafatan menurut Ali Mudhofir : 1. Berpikir secara radikal. Radikal berasal dari kata Yunani radix yang berarti akar. Berpikir secara radikal adalah berpikir sampai keakar-akarnya. Berpikir sampai ke hakikat, esensi atau sampai ke substansi yang dipikirkan. Manusia yang berfilsafat dengan akalnya berusaha untuk dapat menangkap pengetahuan hakiki, yaitu pengetahuan yang mendasari segala pengetahuan indrawi. 2. Berpikir secara universal (umum). Berpikir secara universal adalah berpikir tentang hal-hal serta proses-proses yang bersifat umum, dalam arti tidak memikirkan hal-hal yang parsial. 3. Berpikir secara konseptual. Konsep disini adalah hasil generalisasi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses individual. Dengan ciri yang konseptual ini, berpikir secara kefilsafatan melampaui batas pengalaman hidup sehari-hari. 4

Suparlan Suhartono, Dasar-Dasar Filsafat, (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2004), hlm. 113

5

4. Berpikir secara koheren dan konsisten. Koheren, artinya sesuai dengan kaidah-kaidah berpikir (logis). Konsisten, artinya tidak mengandung kontradiksi. 5. Berpikir secara sistematik. Sistematik berasal dari kata sistem. Sistem di sini adalah kebulatan dari sejumlah unsur yang saling berhubungan menurut tata pengaturan untuk mencapai sesuatu maksud atau menunaikan sesuatu peranan tertentu. Dalam mengemukakan jawaban terhadap sesuatu masalah, para filsuf memakai berbagai pendapat sebagai wujud dari proses berpikir yang disebut berfilsafat. Pendapat-pendapat yang merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu. 6. Berpikir secara komprehensif. Komprehensif adalah mencakup secara menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan berusaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.5 

Pengertian Sains Secara bahasa, Ilmu berasal dari Bahasa arab (‫علما‬-‫يعلم‬-‫ )علم‬yang berarti

mengetahui, memahami dan mengerti dengan benar-benar. Dalam Bahasa Inggris disebut Science, dalam Bahasa Latin berasal dari kata Scientia (pengetahuan) atau Scire (mengetahui). Sedangkan dalam Bahasa Yunani adalah Episteme (pengetahuan). Dalam kamus Bahasa Indonesia, ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang tersusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang itu.6 Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang berasal dari pengamatan, studi dan pengalaman yang disusun dalam satu system untuk menentukan hakikat dan prinsip tentang hal yang sedang dipelajari. -

Ciri-ciri Sains :

1. Sistematis 5

Ali Mudhofir, Kamus Teori dan Aliran dalam Filsafat dan Teologi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996), hlm.13-15 6 Tim Penulis, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka: 1998). hlm. 340

6

Ciri sistematis ilmu menunjukkan bahwa ilmu merupakan berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan, yang mempunyai hubungan-hubungan saling ketergantungan yang teratur. 2. Empiris Bahwa

ilmu

mengandung

pengetahuan

yang

diperoleh

berdasarkan

pengamatan serta percobaan-percobaan secara terstruktur di dalam bentuk pengalaman-pengalaman, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Ilmu mengamati, menganalisis, menalar, membuktikan dan menyimpulkan hal-hal empiris yang bersifat faktual dan objek yang bisa kita indra. 3. Obyektif Bahwa ilmu menunjuk pada bentuk pengetahuan yang bebas dari prasangka perorangan dan perasaan-perasaan subyektif berupa kesukaan atau kebencian pribadi. Obyektifitas ilmu mensyaratkan bahwa kumpulan pengetahuan itu haruslah sesuai dengan obyeknya. 4. Analitis Bahwa ilmu berusaha mencermati, mendalami dan membeda-bedakan pokok soalnya ke dalam bagian-bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan dan peranan dari bagian-bagian tersebut. 5. Verifikatif Bahwa ilmu mengandung kebenaran-kebenaran yang terbuka untuk diperiksa atau diuji (diverifikasi) guna dapat dinyatakan sah (valid) dan disampaikan kepada orang lain. Pengetahuan agar dapat diakui kebenarannya sebagai ilmu, harus terbuka untuk diuji atau diverifikasi dari berbagai sudut telaah yang berlainan dan akhirnya diakui benar. Selain, kelima ciri ilmu diatas, masih terdapat beberapa ciri tambahan lainnya, misalnya : ciri instrumental dan ciri faktual. Ciri instrumental, dimaksudkan bahwa ilmu merupakan alat atau saran tindakan untuk melakukan sesuatu hal. 7

Ilmu, dalam hal ini sukar. Namun, juga amat mudah dalam arti, senantiasa merupakan sarana tindakan untuk melakukan banyak hal yang mengagumkan dan membanjiri dunia dengan ide-ide baru. Ilmu berciri factual, dalam arti, ilmu tidak memberikan penilaian, baik atau buruk terhadap apa yang ditelaahnya, tetapi hanya menyediakan fakta. 

Pengertian Agama Muhammad Abdullah Darraz mendefinisikan agama (‫)دين‬

sebagai:

”keyakinan terhadap eksistensi (wujud) suatu dzat atau beberapa dzat ghaib yang maha tinggi, ia memiliki perasaan dan kehendak, ia memiliki wewenang untuk mengurus dan mengatur urusan yang berkenaan dengan nasib manusia. Keyakinan mengenai ihwalnya akan memotivasi manusia untuk memuja dzat itu dengan perasaan suka maupun takut dalam bentuk ketundukan dan pengagungan. Secara lebih ringkas, ia mengatakan juga bahwa agama adalah “keyakinan (keimanan) tentang suatu dzat (Ilahiyah) yang pantas untuk menerima ketaatan dan ibadah (persembahan).7 Pengertian agama menunjukkan kepada jalan atau cara yang ditempuh untuk mencari keridhoan Allah. 

Hubungan Antara Filsafat, Sains dan Agama Filsafat, karena selalu berhadapan denga alam empiris, (metafisika, ghaib)

maka ia komit dengan organon (alatnya) yaitu logika. Cara kerjanya selalu diawali dengan pertanyaan apa. Berpikir logis, sistematis, radikal, dan universal. Sains, mencari kebenaran dengan cara penyelidikan (riset) sesuai dengan eksistensinya yang berhubungan dengan alam empiris. Dalam penyelidikan ilmu selalu mencari hukum sebab akibat. Sebagai hukum sebab akibat maka kebenaranya pasti ada. Agama, menemukan konsep kebenaran bersumber pada wahyu, kebenarannya bersifat mutlak, absolut sebagai kebenaran tertinggi.

7

Yusuf Al-Qaradhawy, Pengantar Kajian Islam, Suatu Analisis Komprehensif tentang Pilar-Pilar Substansial, Karakteristik, Tujuan dan Sumber Acuan Islam, ter.Setiawan Budi Utomo, (Jakarta: Al-Kautsar, 2000), hlm.15

8

Ilmu kebenarannya bersifat empiris, filsafat kebenarannya bersifat spekulatif (berdasarkan nalar dan logika), keduanya bersifat nisbi. Agama kebenarannya bersifat absolut mutlak, dalam penentuannya semua perlu perumusan. Hubungan ilmu filsafat dan agama, Albert Einstein mengatakan dengan singkat “science with out is blind, religion with out science is blame” Ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh. Menurut Anshari (dalam Kompasiana 2012) menyatakan, baik filsafat, ilmu dan agama, bertujuan (sekurang-kurangnya berurusan dengan hal yang sama), yaitu kebenaran. Hubungan antara filsafat, sains dan agama mempunyai titik persamaan, titik perbedaan dan titik singgung (hubungan) antara yang satu dengan yang lainnya. 1. Titik Persamaan Mencari kebenaran. Ilmu pengetahuan dengan metodenya sendiri, mencari kebenaran tentang alam dan termasuk di dalamnya manusia. Filsafat dengan wataknya sendiri pula, menghampiri kebenaran, baik tentang alam maupun tentang manusia, yang belum atau tidak dapat dijawab oleh ilmu, karena diluar atau

di

atas

jangkauannya,

ataupun

tentang

Tuhan.

Agama

dengan

karakteristiknya sendiri pula memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia, baik tentang alam maupun tentang manusia dan tentang Tuhan.8 2. Titik Perbedaan Perbedaannya terlihat dari aspek sumber, metode dan hasil yang ingin dicapai. Baik ilmu maupun filsafat, keduanya hasil dari sumber yang sama, yaitu ra’yu (akal, budi, rasio atau reason) manusia. Sedangkan agama bersumberkan dari wahyu Allah. Ilmu pengetahuan mencari kebenaran dengan jalan penyelidikan (riset), pengalaman (empiris), dan percobaan (eksperimen) sebagai batu ujian. Filsafat menghampiri kebenaran dengan cara mengembarakan akal budi secara radikal (mengakar) dan integral (menyeluruh) serta universal (alami atau mengalam) tidak merasa terikat oleh ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri bernama 8

Drs. A.Susanto, M.Pd, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm.129

9

logika, sebagaimana disinggung oleh Anshari, bahwa filsafat itu ialah rekaman petualangan jiwa dalam kosmos. Manusia mencari dan menemukan kebenaran dalam agama dengan jalan mempertanyakan, mencari jawaban tentang berbagai masalah asasi dari kitab suci. Kebenaran ilmu pengetahuan adalah kebenaran positif, kebenran filsafat adalah kebenaran spekulatif (dugaan yang tidak dapat dibuktikan secara empiris, riset dan eksperimen). Baik kebenaran ilmu maupun kebernaran filsafat, keduanya relatif. Sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak (absolut), karena agama adalah wahyu yang diturunkan oleh dzat yang Maha Besar , Maha Mutlak, dan Maha Sempurna yaitu Allah SWT. Baik ilmu maupun filsafat, kedua-duanya dimulai dengan sikap percaya dan iman. 3. Titik Singgung atau Relasi Relasinya ialah saling isi-mengisi di dalam menjawab persoalan-persoalan yang diajukan oleh manusia. Hubungan lain adalah bahwa filsafat identik dengan ilmu pengetahuan, sebagimana juga filosof identic dengan ilmuwan. Objek materi ilmu adalah alam dan manusia, dan objek material filsafat adalah alam, manusia dan Tuhan. Selain itu, masih dalam kaitan antara ilmu, filsafat dan agama, bahwa filsafat mengkaji tentang kebijaksanaan. Manusia berusaha untuk mencari kebijaksanaan, mencari dengan cara yang ilmiah tentang kebenaran. Akan tetapi, manusia tidak akan sampai pada derajat bijaksana, karena hanya Tuhan sajalah yang bersifat bijaksana. Manusia hanya berusaha untuk mencari kebijaksanaan, mencari kebenaran dengan cara yang ilmiah. Selain itu, segala aktivitas manusia yang berkenaan dengan pemahaman terhadap dunia secara keseluruhan dengan jiwa dan pikirannya merupakan bagian dari kajian filsafat. Filsafat sama halnya dengan agama, sama-sama mengkaji tentang kebijaksanaan, tentang Tuhan, serta baik dan buruk. Itulah sebabnya maka filsafat mempunyai hubungan yang dekat dengan agama di satu sisi dan ilmu pengetahuan di sisi lain.

10

Hubungan yang lebih dekat lagi, dapat dilihat bahwa hal-hal yang tidak terjangkau oleh akal pikiran (filsafat) akan terjawab melalui wahyu atau agama. Begitu juga dengan filsafat, membahas persoalan-persoalan yang tidak terjawab oleh ilmu pengetahuan. Dengan demikian, antara ilmu, filsafat dan agama dapat saling mengisi dan saling melengkapi. Sehingga menjadi lengkaplah sudah kebtuhan manusia untuk memahami keberadaan alam, manusia, dan Tuhan.9 Penutup Sebagai penutup dari makalah yang sangat sederhana ini, penulis ...


Similar Free PDFs