Kajian Implementasi Interkoneksi IP Berbasis IP eXchange (IPX) Di Indonesia PDF

Title Kajian Implementasi Interkoneksi IP Berbasis IP eXchange (IPX) Di Indonesia
Author Iwan Krisnadi
Pages 4
File Size 319.7 KB
File Type PDF
Total Downloads 338
Total Views 552

Summary

Kajian Implementasi Interkoneksi IP Berbasis IP eXchange (IPX) Di Indonesia Muhammad Nurohman Nurohim, ST DR. IR. Iwan Krisnadi, MBA Magister Manajemen Telekomunikasi, Fakultas Teknik Magister Manajemen Telekomunikasi, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Universitas Indonesia Kampus UI Salemba Kam...


Description

Kajian Implementasi Interkoneksi IP Berbasis IP eXchange (IPX) Di Indonesia Muhammad Nurohman Nurohim, ST

DR. IR. Iwan Krisnadi, MBA

Magister Manajemen Telekomunikasi, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus UI Salemba

Magister Manajemen Telekomunikasi, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus UI Salemba

Abstrak – Interkoneksi IP sebagai komponen penting dalam komunikasi antar operator baik MNO, FNO, maupun ISP mutlak dibangun di era perkembangan pesat dunia ICT. Salah satu langkah yang bisa diambil adalah membangun hub jaringan interkoneksi berbasis IP eXchange (IPX) yang berfungsi sebagai originasi, transit, maupun terminasi dari komunikasi antar operator baik domestik, maupun internasional. Penggunaan IPX dalam interkoneksi IP dirasa cukup efektif dan efisien untuk masing-masing operator dan juga penyedia layanan IPX. Sebagai upaya untuk memberikan tingkat keamanan yang lebih terhadap data-data yang melewati jaringan interkoneksi dan juga kemudahan mengatur tarif interkoneksinya, maka pemerintah dapat berperan langsung dalam penyediaan jaringan IPX melalui BUMN-BUMN dibawahnya. Index Terms – IP Interconnection, IPX.

I. LATAR BELAKANG Perkembangan dunia ICT (Information & Communication Technology) di era revolusi industri 4.0 dunia saat ini sedang berada di tahap ekspansi yang cukup masif. Hal ini tidak lepas dari berkembang pesatnya dunia internet secara global, baik melalui sistem komunikasi tetap maupun sistem komunikasi bergerak (mobile communication). Data dari GSMA Intelligence menyebutkan bahwa pada tahun 2018 sekitar 3.5 milyar penduduk sudah terhubung ke dunia internet atau sekitar 47% populasi di dunia. Selain itu sebanyak 3.3 milyar penduduk (atau 43% dari populasi) sudah di cover oleh jaringan broadband tetapi belum memanfaatkan jaringannya untuk terhubung ke jaringan internet, angka ini menunjukkan masih sangat besar potensi peningkatan penggunaan jaringan internet di dunia. Hanya sekitar 10% populasi yang masih belum ter-cover jaringan internet atau menurun sekitar 14% dari tahun 2014. Untuk wilayah Asia Pasifik dan Asia Timur sendiri, dimana Indonesia masuk didalamnya, 56% populasi (atau 1,28 Milyar penduduk) sudah terhubung ke internet, 41% (atau 940 Juta penduduk) sudah ter-cover jaringan broadband tetapi belum memanfaatkan jaringannya untuk terhubung ke internet, dan 4% (atau 80 juta) masih belum tercover jaringan broadband. Jika kita melihat prediksi pasar mobile di Indonesia, masih mengacu pada sumber yang sama, pengguna mobile communication di tahun 2025 sebesar 220 Juta pelanggan atau meningkat 13% dari tahun 2017. Dari angka pengguna mobile communication tersebut, di prediksi sebanyak 185 juta pelanggan (atau 84%) akan terhubung ke jaringan internet yang menjadi bagian dari prediksi 488 juta koneksi mobile

broadband di Indonesia. Potensi Indonesia yang besar ini menuntut kebutuhan pertumbuhan jumlah dan perkembangan teknologi infrastruktur dan juga regulasi yang mendukung demi terciptanya ekosistem mobile broadband sehingga secara tidak langsung akan mendukung pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Perkembangan teknologi infrastruktur mobile broadband saat ini sudah beranjak ke teknologi full IP, hal ini dikarenakan karena komunikasi yang berbasis IP mempunya beberapa keuntungan, diantaranya: 1. Berbasis paket switch yang memungkinkan dalam satu kanal dipakai bersama-sama sehingga lebih hemat dan efisien. 2. Jaringan IP dapat dilewati berbagai informasi dengan karakteristik yang beragam. 3. Trend teknologi kedepan adalah berbasis paket switch dan terintegrasi satu sama lain dengan pengalamatan menggunakan IP addressing. 4. Lebih mudah untuk dilakukan ekspansi jaringan. 5. Jaringan IP lebih murah. Dari banyaknya keuntungan-keuntungan tersebut, maka dari sisi teknologi secara tidak langsung penyelenggara mobile communication atau operator seluler serta penyelenggara layanan telekomunikasi lainnya (fixed mobile operator dan ISP) akan bergerak ke arah teknologi full IP suatu saat nanti. Sehingga secara tidak langsung, kebutuhan interkoneksi IP juga akan dibutuhkan untuk membangun keterhubungan antar operator menggantikan interkoneksi TDM yang akan jauh semakin berkurang. II. RUANG LINGKUP Dalam paper ini, penulis membatasi bahasan pada implementasi interkoneksi berbasis IP melalui jaringan IPX (IP eXchange) yang ditinjau dari sisi bisnis yang memungkinkan untuk di implementasikan antar operator telekomunikasi di Indonesia. Batasan terkait regulasi eksisting dan regulasi yang seharusnya ada terkait interkoneksi IP akan penulis singgung sedikit untuk melihat interkoneksi berbasis IP dari sudut pandang yang lain. III. LANDASAN TEORI Interkoneksi secara umum dapat didefinisikan sebagai keterhubungan antara dua jaringan atau lebih agar komunikasi dapat berjalan, baik jaringan dalam satu provider (on-net) maupun antar provider (off-net). Sedangkan Interkoneksi IP

atau interkoneksi berbasis IP menurut GSMA yang penulis terjemahkan secara bebas adalah hubungan koneksi fisik dari jaringan IP suatu operator dengan perangkat IP atau fasilitas berbasis IP milik jaringan operator yang lainnya. Interkoneksi IP ini akan memungkinkan pelanggan untuk melakukan penggilan telepon berbasis IP, dan interkoneksi IP ini juga berlaku tidak hanya untuk koneksi domestik saja, tetapi juga koneksi internasional. Sehingga setiap panggilan telepon yang dilakukan tidak akan di fallback ke jaringan legacy seperti saat ini, tetapi akan selalu terhubung dalam jaringan IP. Dari sisi regulasi, interkoneksi berbasis IP ini belum secara resmi diatur, sehingga konektivitas yang terjadi masih belum standar di semua operator. Secara umum, pola interkoneksi antar jaringan dapat dibedakan menjadi 3, yaitu: 1. Interkoneksi TDM – TDM yang merupakan interkoneksi antar jaringan yang masih berbasis TDM. 2. Interkoneksi TDM – IP yang merupakan interkoneksi yang dibangun dari jaringan berbasis TDM menuju jaringan IP dan juga sebaliknya, biasanya ada gateway yang berfungsi mengkonversi panggilan berbasis IP ke TDM atau TDM ke IP. 3. Interkoneksi IP – IP yang merupakan interkoneksi antar jaringan IP. Kondisi eksisting di Indonesia saat ini, teknologi TDM masih cukup banyak di gunakan oleh para operator penyelenggara jaringan, sehingga interkoneksi IP masih belum bisa secara utuh untuk di implementasikan, tetapi bukan mustahil untuk diimplementasikan. Untuk menunjang interkoneksi IP, interworking antar jaringan operator ini harus dibentuk terlebih dahulu. Interworking ini bertujuan sebagai hub yang berfungsi sebagai network translator dan dapat menjembatani perbedaan arsitektur jaringan antar operator maupun perbedaan konfigurasi perangkatnya. Aplikasi network translator untuk menunjang interkoneksi IP dapat dilakukan paling tidak dengan dua cara, yaitu: 1. Membangun IPX IPX merupakah salah satu model interkoneksi antar jaringan telekomunikasi yang dikembangkan oleh GSMA (GSM association). 2. Implementasi IMS IMS atau IP Multimedia subsystem merupakan framework untuk menyediakan layanan IP multimedia. Implementasi IMS tergolong mahal karena IMS ini merupakan teknologi baru yang memerlukan network element baru pula, meski begitu IMS nantinya akan menjadi teknologi yang sangat dibutuhkan dalam dunia ICT di masa datang.

operator baik di level domestik maupun internasional, dalam hal ini melibatkan beberapa operator IPX. Dari sisi arsitektur jaringan IPX, operator IPX yang berbeda-beda ini akan terhubung satu sama lain melalui IPX peering point untuk pertukaran atau translasi trafiknya.

Gambar 1. Model Jaringan IPX

IPX menawarkan interkoneksi baik bilateral maupun multilateral. Bilateral disini maksudnya adalah kerjasama antar dua operator membuat kontrak interkoneksi untuk menyediakan koneksi antar mereka sendiri. Konsep bilateral ini bisa dilakukan dengan banyak operator melalui kontrak terpisah. Sedangkan yang dimaksud multilateral adalah terdapatnya operator IPX yang mewakili operator pengguna interkoneksi untuk menyediakan koneksi ke banyak operator. Jadi, dalam konsep multilateral ini satu operator cukup membuat satu kontrak dengan IPX provider untuk membuatkan koneksi ke banyak operator yang lain. Dalam prakteknya, konsep multilateral dapat menggunakan beberapa IPX provider yang bekerja sama satu sama lain terutama untuk koneksi jarak jauh atau internasional.

Gambar 2. Konsep Bilateral

IV. IMPLEMENTASI INTERKONEKSI IP A. Konsep Jaringan IPX IPX atau Internet Protocol Exchange yang dikembangkan oleh GSM Association merupakan model interkoneksi dalam jaringan telekomunikasi yang dapat mentranslasikan trafik yang berbasis IP antar operator baik operator mobile, fixed, ISP dan lainnya melalui interface Network-to-Network berbasis IP. Jaringan IPX ini dapat menghubungkan jaringan

Gambar 3. Konsep Multilateral

Sebagai solusi interkoneksi untuk all IP, IPX memiliki beberapa karakteristik, antara lain: 1. Openess (keterbukaan), yang berarti semua provider yang bermain dalam layanan IP (misalnya MNOMobile Network Operators, FNO-Fixed Network Operator, dan ISP-Internet Service Providers)

memiliki kebebasan memilih untuk terlibat atau tidak dalam jaringan IPX. 2. Quality (kualitas), yang berarti layanan yang aman dan dapat diandalkan sesuai dengan QoS yang sudah disepakati oleh provider, operator, maupun end usernya. 3. Cascading Payment, yang berarti semua pihak yang memenuhi kewajibannya sesuai hirarki layanan yang dipakai-nya akan menerima pembayaran sesuai kesepakatan yang dibuat bersama. 4. Efficient Connectivity, yang berarti IPX sebagai gateway untuk mengatur jaringan IP (mengatur aliran data dan informasi) dan memberikan manfaat konektifitas multilateral untuk semua pemain di dalamnya. B. Interkoneksi IP berbasis IPX di Indonesia Dasar hukum mengenai interkoneksi di Indonesia dicantumkan dalam undang-undang nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi pasal 25 yang menyebutkan bahwa setiap penyelenggara telekomunikasi berhak mendapatkan interkoneksi dari penyelenggara telekomunikasi lainnya, dan juga setiap penyelenggara telekomunikasi wajib menyediakan interkoneksi apabila diminta oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya. UU telekomunikasi ini diperjelas lagi dengan Peraturan Menteri KOMINFO nomor 52 tahun 2000 tentang penyelenggaraan telekomunikasi, dimana interkoneksi dijelaskan juga didalamnya serta Peraturan Menteri Kominfo nomor 8 tahun 2006 yang mengatur tentang interkoneksi. Melihat beberapa regulasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa perihal interkoneksi ini menjadi hal yang cukup penting untuk di atur, apalagi dalam interkoneksi juga terdapat tarif yang secara tidak langsung akan berpengaruh pada user / pelanggan jaringan. Konsep interkoneksi IP di Indonesia sebenarnya sudah lama menjadi pembahasan, hanya saja regulasi-nya masih belum dapat ter-realisasi sampai saat ini. Ada beberapa hal yang menurut penulis menjadi penghambat pembentukan regulasi interkoneksi IP ini, antara lain: 1. Belum siapnya jaringan full IP yang dimiliki oleh semua operator seluler saat ini. 2. Belum adanya provider IPX maupun IMS yang dapat dipakai sebagai hub translasi interkoneksi baik dimiliki sendiri oleh operator atau provider yang lain. 3. Jenis trafik TDM yang masih cukup banyak dan masih bisa ditangani dengan konsep interkoneksi yang ada saat ini (interkoneksi TDM). 4. Regulator masih belum merumuskan konsep interkoneksi yang tepat, baik dari sisi teknis maupun bisnis. Namun, pemerintah melalui kementrian Kominfo sebagai regulator selalu melakukan kajian implementasi interkoneksi IP ini. Seperti yang penulis kutip dari white paper roadmap implementasi interkoneksi berbasis IP dari kementrian kominfo, bahwa implementasi interkoneksi full IP di Indonesia paling memungkinkan adalah mulai tahun 2025

dengan melalui tahap transisi sebelum menuju interkoneksi full IP (gambar 4).

Gambar 4. Roadmap interkoneksi full IP

Melihat dari rencana roadmap dalam white paper Kominfo di atas, selain dari sisi regulasi yang harus disiapkan, teknologi interkoneksi-nya juga harus disiapkan, salah satunya adalah IPX yang penulis bahas dalam paper ini. Secara umum, konektifitas melalui IPX mempunyai keuntungan yaitu kemampuan untuk menjangkau banyak mitra roaming dan interworking melalui satu koneksi. Untuk menjamin interoperability-nya, semua penyedia layanan yang terhubung ke jaringan IP backbone lintas operator harus mengikuti aturan yang sudah disepakati bersama, antara lain aturan terkait pengalamatan IP, security, dan end to end Quality of Service (QoS). Bagi penyedia layanan/operator sendiri, teknologi IPX ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain: 1. Penyedia layanan atau operator tidak harus membuat koneksi dedicated ke semua roaming partner-nya, cukup satu koneksi saja ke penyedia jaringan IPXnya. 2. Operator dapat membuat kesepakatan yang dengan penyedia jaringan IPX, misalnya untuk memulai koneksi ke jaringan IPX dengan biaya yang rendah, kemudian secara bertahap sesuai dengan kondisi operator dan kebutuhan trafik yang meningkat, operator dapat menigkatkan bandwidth atau kualitas koneksi-nya ke jaringan IPX. 3. Jaringan IPX dapat mengimplementasikan QoS sejauh Internet IPSec VPN tidak digunakan, tetapi jika QoS tidak diimplementasikan dalam IPX pun, QoS masih dapat diimplementasikan di sisi operator. 4. Jaringan IPX mengenalkan pilihan konektivitas hub untuk menyederhanakan skenario interworking yang berbeda. Dari beberapa keuntungan di atas, IPX bisa menjadi opsi yang bagus untuk di implementasikan di Indonesia. Tetapi dengan keuntungan tersebut, tidak pula lantas IPX bisa langsung di implementasikan. Hal-hal yang patut menjadi pertimbangan dalam interkoneksi IP berbasis IPX ini adalah: 1. Interkoneksi IP sendiri yang merupakan gerbang konektivitas antar operator atau penyedia layanan IP

baik domestik maupun internasional, sangat rentan dengan aliran data yang besar dan penting, sehingga diperlukan jaringan IPX yang handal dan penyedia jaringan IPX yang dapat dipercaya. 2. Tarif interkoneksi IP perlu di atur sehingga tidak membebani operator maupun end user. 3. Persaingan usaha antar penyedia jaringan IPX juga perlu di atur, agar tidak terjadi monopoli yang dapat mengatur harga interkoneksi secara sepihak. 4. Perlunya pengaturan skema kerjasama antara jaringan IPX domestik dengan internasional, sehingga konektivitas dari dan keluar negeri terjaga dengan kualitas yang terjamin. Terkait dengan skema kerjasama ini, ada beberapa skema yang dapat dilakukan antara lain normal IPX peering, semi hosted IPX partnership, dan full hosted IPX partnership yang tidak penulis bahas disini. Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, penyedia jaringan IPX yang tepat adalah pemerintah atau BUMN. Selain dari sisi keamanan lebih terjamin karena ikut andilnya pemerintah disana, pendapatan interkoneksi juga dapat menjadi penerimaan negara bukan pajak (PNPB) yang lain. Pemerintah melalui BUMN dapat membentuk jaringan interkoneksi IPX dengan beberapa layanan sekaligus, yaitu bilateral transport, bilateral service transit, atau multilateral hub service, sehingga bisa melayani berbagai kebutuhan dari operator penyedia layanan IP. Bilateral transport berarti BUMN penyedia jaringan IPX akan menyediakan transport dengan garansi QoS end to end dan setiap operator akan membayar penggunaan transport ini. Bilateral service transit berarti konektivitas dibangun melalui jaringan IPX dengan model transport dengan QoS cascading payment, jadi operator akan membayar ke penyedia IPX baik hanya berupa transit saja maupun sampe level terminasi. Sedangkan multilateral hub service berarti IPX akan menyediakan transport dengan QoS serta cascading payment ke sejumlah operator dengan satu agreement antara operator dan penyedia IPX.

Gambar 5. Layanan interkoneksi IP berbasis IPX

Dengan adanya beberapa pilihan diatas, penggunaan IPX untuk interkoneksi IP menjadi lebih efisien, lebih mudah di kontrol dan tentunya lebih aman. V. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat penulis tarik dari bahasan interkoneksi di atas adalah interkoneksi IP sangat diperlukan di era perkembangan teknologi yang sudah mulai beranjak ke era full IP, sehingga pemerintah perlu segera

memformulasikan konsep interkoneksi IP tersebut. Konsep yang bisa diadopsi adalah dengan menggunakan teknologi jaringan IPX karena kemudahannya dalam proses interworking antar jaringan operator penyedia layanan IP baik MNO, FNO, maupun ISP. Sedangkan untuk menjamin keamanan interkoneksi dan memastikan tarif interkoneksi bisa dikendalikan, pemerintah bisa turut serta dalam membentuk penyedia jaringan IPX melalui BUMN. . REFERENSI [1] GSM Association, Official document IR.34 – guidelines for IPX provider networks (Previously Inter-Service Provider IP Backbone Guidelines) version 14.0, GSMA, 2018. [2] White Paper: Roadmap Implementasi Interkoneksi Berbasis IP, Kementrian Komunikasi dan Informatika, 2019. [3] Laporan Akhir: Kajian Akademis Interkoneksi Berbasis IP Di Indonesia, Departemen Teknik Elektro – Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016. [4] David Gunawan, Karno Budiono, “Comparative Analysis On Some Possible Partnership Schemes Of Global IP eXchange Providers”, IJNC Vol.6, 2014. [5] Gunawan Wibisono, Muhammad Suryanegara, Ajib S Arifin, Perzil Yurdis, “Design Of IP Interconnection Regulation for Multiplication Indonesia Telecommunication”, 2019, J.Phys.: Conf. Ser. 1175 012109. [6] Connected Society: The state of Mobile Internet Connectivity 2019, GSM Association, 2019. [7] Online source: https://en.wikipedia.org/wiki/IP_exchange....


Similar Free PDFs