Title | KEBIJAKAN RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA WILAYAH PEMBANGUNAN CIBEUNYING, KOTA BANDUNG |
---|---|
Author | Ifah Latifah |
Pages | 15 |
File Size | 109 KB |
File Type | |
Total Downloads | 251 |
Total Views | 377 |
Tugas 1. Perencanaan dan Pengembangan Kawasan Perdesaan KEBIJAKAN RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA WILAYAH PEMBANGUNAN CIBEUNYING, KOTA BANDUNG IFAH LATIFAH F451110071 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 Pendahuluan Pertambahan penduduk senantiasa menuntut tersedianya lahan untuk menamp...
Tugas 1. Perencanaan dan Pengembangan Kawasan Perdesaan
KEBIJAKAN RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA WILAYAH PEMBANGUNAN CIBEUNYING, KOTA BANDUNG
IFAH LATIFAH F451110071
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Pendahuluan Pertambahan penduduk senantiasa menuntut tersedianya lahan untuk menampung kegiatannya, salah satunya adalah masalah penyediaan lahan untuk pemakaman umum di perkotaan khususnya di Wilayah Cibeunying yang lahannya terbatas, pola pemanfaatan lahan makam yang ada kurang teratur sehingga menimbulkan berbagai masalah seperti penyerobotan/terdesaknya lahan makam yang dijadikan permukiman penduduk oleh masyarakat sekitar Tempat Pemakaman Umum Cikutra, kurang diperhatikannya keserasian dan keselarasan lingkungan hidup. Ruang terbuka hijau kota merupakan elemen fisik alami kota yang secara fisik maupun sosial bermanfaat dan berperan penting dalam kehidupan kota. Dengan peranan pentingnya, keberadaan ruang terbuka hijau di dalam kota menjadi suatu aspek yang dibutuhkan, baik bagi peningkatan kualitas fisik kota maupun untuk kehidupan sosial masyarakat nya. Oleh karena itu, perkembangan kota saat ini harus tetap mengupayakan pengembangan ruang terbuka hijau di dalamnya, sehingga terbentuk keselarasan diantara berbagai aspek kehidupan kota. Rencana Induk Kota Bandung Perkembangan
Kota
Bandung
dipandang
perlu
menentukan
rencana
perkembangan kota. Untuk itu disusunlah sebuah rencana pengembangan kota yang dikenal sebagai Master Plan Kota Bandung tahun 1971. Hasil revisi Master Plan Kota Bandung tahun 1971 adalah Master Plan Kota Bandung dan Rencana Induk Kota Bandung tahun 2005, yaitu mengembangkan Kota Bandung sebagai : -
Pusat Pemerintahan
-
Pusat Pendidikan Tinggi
-
Pusat Perdagangan
-
Pusat Industri
-
Pusat Kebudayaan dan Pariwisata
Tujuan pembangunan Kota Bandung dalam jangka panjang : 1. Menyelesaikan masalah serta mengembangkan secara bertahap secara khusus terutama pengembangan wilayah perluasan di timur sesuai dengan potensi sumber daya alam, manusia dan modal yang dimiliki secara efisien, efektif dan produktif. 2. Dalam usaha ini maka harus diintegrasikan di dalam hal lingkungan pembangunan yang lebih luas yang menunjang peningkatan pendapatan nasional dan wilayah sertakelancaran distribusi produksi wilayah.
3. Disamping meningkatkan kualitas dan taraf hidup penduduknya juga turut menunjang usaha pengembangan wilayah untuk keseimbangan dan pemerataan pembangunan khususnya wilayah Kota Bandung. Menurut Rencana Induk Kota Bandung 2005 konsepsi pengembangan tata ruang Kota Bandung ditekankan pada usaha pengarahan pengembangan sumbu barat, timur sampai batas- batas tertentu. Perkembangan ke arah utara dikendalikan dengan tidak mendorong pusat- pusat kota yang telah dikembangkan. Untuk kawasan pinggiran kota yang telah berkembang perlu adanya pembatasan perkembangan agar perkembangan tersebut dapat dikendalikan. Pernyataan lain dalam Rencana Induk Kota Bandung 2005 adalah perkembangan tata ruang Kota Bandung harus mampu mewadahi kecenderungan dan potensi yang saat ini telah berkembang. Pola penggunaan lahan di Kota Bandung yang tercatat pada tahun 1990 (data setelah perluasan) didominasi oleh permukiman dan lahan kosong. Proporsi luas penggunaan permukiman terhadap luas Kota Bandung tercatat 52,11 % sedangkan luas lahan kosong (tegalan dan sawah) tercatat sebesar 31,26 %. Proporsi penggunaan lainnya adalah fasilitas sosial 3,30 %, kawasan militer sebesar 2,07 % dan penggunaan lainnya tercatat 4,99 %. Sedangkan kawasan permukiman relatif masih menyebar dan kecenderungan terlihat mulai mulai berkembang pesat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel Penggunaan Lahan Kota Bandung Wilayah Pemerintahan Penggunaan lahan
Bojonegoro
Cibeunying
Karees
Tegal Lega
Ujung Berung
Gede Bage
(Ha)
(Ha)
(Ha)
(Ha)
(Ha)
(Ha)
1.452.930
2.012.837
1.268.187
1.550.431
1.383.361
1.124.880
53.879
274.380
131.390
99.170
733.049
40.134
Sawah
58.299
118.100
109.100
636.208
1.216.678
1.804.992
Fasilitas Sosial
135.704
122.401
80.820
55.048
138.303
25.361
79.660
161.998
98.150
81.631
13.048
13.580
Industri
69.081
39.300
106.840
71.125
242.963
81.420
Militer
29.100
154.650
108.770
8.000
39.000
9.000
Lain- Lain
267.778
79.060
98.000
103.852
258.592
7.000
Perumahan
dan
Permukiman Lahan
Kering
dan
Tegalan
Fasilitas Ekonomi dan Perdagangan
Sumber : RUTR Kota Bandung , 1990
Total 8.792.628 (52,11 %) 1.331.957 (7,89 %) 3.943.377 (23,37 %) 557.577 (3,30 %) 448.067 (2,66 %) 610.729 (3,62 %) 348.520 (2,07 %) 841.283 (4,99 %)
Rencana Garis Besar Penggunaan Lahan Rencana struktur tata rung Wilayah Pembangunan Cibeunyng didasarkan pada tujuan dan strategi pengembangan tata ruang kota yang disesuaikan dengan kebijaksanaan tata ruang yang telah ditetapkan dalam Rencana Umum Tata Ruang Kota Bandung maupun kebijaksanaan sektoral lainnya. Secara umum dapat dikatakan organisasi di Wilayah Pembangunan Cibeunying terdiri dari wilayah sekitar pusat kota yang dipengaruhi perkembangan pusat kota. Pusat sekunder sebagai pusat perkembangan Wilayah Cibeunying, serta pusat-pusat lingkungan dikawasan lingkungan. Di wilayah sekitar pusat kota pemanfaatan ruang di dominasi untuk kegiatan perdagangan dengan skala pelayanan kota dan regional. Rencana garis besar penggunaan lahan Wilayah Cibeunying adalah sebagai berikut : 1. Permukiman Berdasarkan karakteristik lingkungan permukiman di Wilayah Cibeunying dapat dikenali lingkungan permukiman teratur dan tidak teratur. Lingkungan teratur dapat dipertahankan, sedangkan lingkungan yang tidak teratur perlu diatur pengendaliannya, perkembangannya agar tidak terjadi pengembangan permukiman sehingga tidak mengarah
terbentuknya
lingkungan kumuh.
Untuk
permukiman
tidak
teratur
sirencanakan pengembangan pada bentuk rumah susun dan perbaikan kampung (KIP). Daerah lingkungan per,ukiman yang perlu diatur baik masalah kepadatan maupun masalah ketinggian bangunan adalah Kecamatan Cibeunying Kaler, Kecamatan Coblong, Kecamatan Cibeunying Kidul dan terutama disepanjang Sungai Cikapundung.Perkembangan
mengarah
kepada
intensif
karena
selain
alasan
mendekati tempat kerja juga karena lahan dikawasan tersebut sudah terlalu padat. 2. Komersial dan jasa kegiatan ini berkembang di sekitar kawasan pusat kota. Perkembangan kedua kegiatan ini disebabkan adanya penetrasi dari wilayah pusat kota, sehingga membutuhkan lahan yang lebih luas untuk menampung berbagai kegiatan perkotaan. Kegiatan komersial dan jasa berkembang di sepanjang Jalan Ir. H. Juanda sampai dengan Jalan RE. Martadinata (jasa perhotelan) dengan memperhatikan efisiensi pemanfaatan pusat kota dan wilayah sekitar pusat kota. Selain itu, kegiatan komersial juga berkembang di Wilayah Cibeunying. 3. Perkantoran Kegiatan perkantoran skala regional yaitu disepanjang koridor Jalan PasteurSurapati, Jalan RE. Martadinata, dan Jalan Merdeka.
4. Industri Rencana pengembangan industri di Wilayah Cibeunying ‘harus dibatasi’. Hal ini berkaitan dengan telah ditetapkannya bagian wilayah pengembangan industri di luar Wilayah Cibeunying yaitu Wilayah Ujung Berung dan Gede Bage. Kawasan Braga dalam Kebijaksanaan Pengembangan Permukiman Di Wilayah Pembangunan Cibeunying A. Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman Untuk menjaga lingkungan permukiman yang dapat memberikan rasa nyaman, sehat dan estetis, maka penenganan akan kelengkapannya perlu ditingkatkan dalam RDTR Cibeunying. Usaha untuk meningkatkan lingkungan permukiman di kawasan braga ditempuh dengan mengintensifkan program perbaikan kampung dengan penggalian potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia. Intensitas Pembangunan
Batasan Koefisien Lantai Bangunan yang rendah untuk mengantisipasi bertambahnya jumlah pendatang yang bermukim ke kawasan tersebut, serta tidak membebani sarana dan prasarana yang sangat sulit untuk ditingkatkan kapasitasnya.
Menggunakan KDB yang kecil yaitu 30 %, untuk rencana pembangunan baru yang akan datang, sehingga pada tahap akhir penataan kawasan tersebut akan memiliki ruang hijau yang cukup tinggi sekitar 60 % sehingga kinerja fungsi kawasan sebagai penyangga Daerah Aliran Sungai tercapai.
Batasan ketinggian bangunan sekitar 2 lantai untuk bangunan perumahan tipe tunggal. Untuk memecahkan masalah lingkungan permukiman padat, maka perlu dilakukan beberapa langkah penertiban dan tinjauan ulang yang berkenaan dengan masalah penataan bangunan, yaitu : Persyaratan Umum
Membuat bangunan lebih nyaman dan sehat, seperti penggunaan serta penerapan sebagai ventilasi udara dan cahaya yang cukup untuk kesehatan. Peletakan Bangunan Terhadap Batasan Sungai
Peletakan bangunan harus diteliti kembali secara detail terutama dalam peningkatan kualitas lingkungan kepadatan bangunan sehingga tidak terjadi hal- hal yang tidak diinginkan. Penertiban peletakan bangunan diarahkan pada koridor muka sungai yang harus lebih waspada pengawasannya guna mencegah terjadinya bangunan baru yang
melanggar dan mengembalikan fungsi lahan bantaran sungai guna keperluan program konservasi lahan yang direncanakan. Hal ini perlu dilakukan penggusuran, untuk daerah bantaran sungai yang seharusnya bersih dari unsur bangunan sepanjang 10 meter dari kiri dan kanan sungai. Derah bebas ini sekaligus dimanfaatkan secara maksimal guna keperluan utilitas lingkungan baik untuk pemusatan fasilitas drainase, septic tank dan lainnya maupun untuk keperluan peningkatan citra daerah muka sungai dengan penempatan jalan. B. Pengembangan Prasarana Transportasi Berdasarkan pada 2 pendekatan dalam upaya mengelola sistem transportasi yang ada di Wilayah Cibeunying : 1.
Di kawasan Braga masalah transportasi diprioritaskan pada penanganan kemacetan dan perparkiran.
2.
Berdasarkan sistem hirarki jalan, di kawasan Braga terdapat 2 jalan yang pertama berfungsi sebagai jalan kolektor primer yaitu Jalan Braga dan yang kedua Jalan Naripan berfungsi sebagai jalan arteri sekunder.
C. Pengembangan Kegiatan Komersial Sesuai dengan kecenderungan perkembangan yang terjadi, maka penanganan terhadap terhadap kegiatan komersial yang berkembang pesat adalah perdagangan. Melihat kecenderungan ini Kawasan Braga yang berdasarkan RDTR Cibeunying berada disekitar pusat kota yang diarahkan untuk kegiatan perdagangan, jasa, juga tidak luput dari upaya pengembangan kegiatan komersil ini dengan strategi pengembangan yang ditempuh antara lain penataan ruang kegiatan perdagangan untuk memperoleh pemanfaatan ruang yang efisien dan efektif yaitu dengan cara : 1.
Intersifikasi ruang perdagangan yang ada
2.
Pengembangan kegiatan primer
3.
Pengembangan kegiatan sekunder
D. Kebijaksanaan Umum Dalam rangka pembangunan dan lingkungan permukiman pada umumnya diambil dengan langkah- langkah sebagai berikut : 1.
Pembangunan permukiman rakyat dalam rangka pembangunan sosial ekonomi nasional diselenggarakan sesuai dengan strategi pengembangan wilayah yang berimbang.
2.
Perlu disusun dan dibina sistem yang terarah dan terpadu dalam bidang permukiman dalam rangka peningkatan mutu kehidupan rakyat dan terwujudnya lingkungan hidup yang sehat serta perkembangan kota dan desa yang tertib, efisien dan serasi dengan pembangunan daerah.
3.
Dalam rangka meningkatkan pembangunan permukiman rakyat berbagai sistem pengadaan permukiman perlu dimantapkan dan disempurnakan, untuk itu harus diadakan monitoring dan evaluasi yang intensif dan terus menerus dalam berbagai kegiatan.
4.
Perlu adanya peningkatan kerjasama dan koordinasi yang sesuai antara berbagai pihak yang terlibat dalam upaya pembangunan permukiman baik pemerintah, swasta maupun masyarakat sendiri.
5.
Pengikutsertaan sektor usaha swasta dan masyarakat perorangan ditingkatkan dengan membina dan mengarahkan badan- badan pembangunan permukiman swasta. Mengembangkan organisasi yang tidak mencari keuntungan koperasi dan sebagainya dengan mengusuhakan fasilitas- fasilitas yang diperlukan.
6.
Penanaman dan peningkatan pengertian serta kesadaran masyarakat akan pentingnya permukiman dan lingkungan yang sehat dan disertai dengan usaha penyempurnaan peningkatan prasarana pendukung lingkungan permukimannya.
E. Kebijakan Khusus 1.
Pembangunan permukiman rakyat didaerah perkotaan ditujukan pada berbagai golongan
pendapatan,
namun
mengutamakan
golongan
masyarakat
berpendapatan rendah dan tidak tetap dengan mengikutsertakan sebanyak mungkin sektor usaha swasta dan masyarakat. 2.
Pengembangan permukiman rakyat didaerah perkotaan dapat dilakukan di tempat semula dan dapat pula di tempat yang baru.
3.
Pembangunan di tempat semula untuk mengatasi masalah kepadatan yang tinggi antara lain dengan menyempurnakan prasarana pendukung lingkungan.
4.
Pembangunan di tempat baru diarahkan untuk mewujudkan masyarakat berkembang dan sejauh mungkin dilaksanakan dalam skala besar.
Kebijakan Perundangan Penataan Permukiman Kawasan Kumuh Pendanaan kawasan kumuh sebagai bagian dari kegiatan penataan tata ruang memiliki acuan perundangan yakni Undang- Undang Tata Ruang No 24 Tahun 1992. Selain itu, karena penataan permukiman kumuh tidak dapat dilepaskan dari
permasalahan perumahan serta sarana dan prasarananya maka perlu mengacu pada beberapa perundang- undangan yang berkaitan. Perundang-undangan dan peraturan yang terikat dengan masalah penanganan permukiman kumuh dan masalah srategi serta ketentuan-ketentuan dalam proses dan rencana penanganan antara lain: 1.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
2.
Undang-undang
Nomor
1
Tahun
1964
tentang
Penetapan
Peratuaran
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang PokokPokok Perumahan menjadi Undang-Undang 3.
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 tentang Analisis mengenai dampak lingkungan
4.
Instruksi Presiden RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Peremajaan Pembinaan Kawasan Kumuh
5.
Undang- Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
6.
Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman
7.
Permendagri Nomor 2 Tahun 1992 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota
Permasalahan Permukiman Kumuh Penyebab Timbulnya Permukiman Kumuh Dan Kendala Yang Dihadapi Dalam Penanganannya A. Penyebab timbulnya lingkungan permukiman kumuh 1.
Tingkat urbanisasi dan migrasi yang tinggi terutama bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
2.
Sulitnya mencari pekerjaan.
3.
Sulitnya mencicil atau menyewa rumah.
4.
Kurang tegasnya pelaksanaan peraturan perundang- undangan.
5.
Program perbaikan lingkungan yang hanya dinikmati oleh para pemilik rumah.
6.
Disiplin warga yang rendah.
7.
Semakin sempitnya lahan permukiman.
8.
Semakin mahalnya harga lahan.
B. Kendala yang dihadapi dalam menangani lingkungan permukiman kumuh 1.
Peremajaan lingkungan kumuh merupakan proyek besar. Jadi harga yang dipertimbangkan dengan matang mengenai manfaat proyek karena menyangkut sekian banyak manusia yang akan tergusur atau dimukimkan kembali.
2.
Masih ada dualisme antara penataan lingkungan dengan peremajaan lingkungan yang mengikuti standar teknis bangunan. Penghuni permukiman kumuh kelihatannya masih senang tinggal dirumah kumuhnya dari pada dirumah sewa bertingkat atau rumah susun.
3.
Banyak proyek peremajaan lingkungan kumuh yang tidak didahului oleh survai sosial untuk melihat karakteristik kemampuan dan kemauan penduduk yang akan tergusur. Pembangunan rumah susun bukan sekedar masalah teknis tetapi menyangkut sosial ekonomi dan budaya penduduk.
4.
Banyak
proyek
peremajaan
lingkungan
yang
kurang
memperhatikan
kelengkapan lingkungan seperti taman, ruang terbuka, tempat rekreasi, pencegahan kebakaran, tempat pembuangan sampah sementara dan tempat bermain anak- anak. 5.
Penggusuran sering diartikan
buruk,
akan tetapi pemerintah berusaha
meremajakan lingkungan kumuh dan memungkinkan penduduknya ketempat yang lebih baik. 6.
Keterbatasan lahan, dalam pelaksanaan peremajaan lingkungan kumuh harus dipilih lokasi yang benar- benar cocok baik terhadap program itu sendiri maupun program lainnya yang sedang dilaksanakan.
7.
Belum kuatnya dana pembangunan permukiman.
8.
Perlu
diciptakan
kebersamaan,
masyarakat
perkotaan
yang
cenderung
mengutamakan kepentingan individu, perlu diarahkan pada hidup dengan rasa kebersamaan dalam lingkungan permukiman yang baru. 9.
Belum berkembangnya prinsip yang dilakukan pendekatan yang manusiawi tanpa kekerasan.
10. Sulitnya penegakan hukum karena penghuni lingkungan kumuh hampir tidak mengerti peraturan perundang- undangan yang berlaku. Diperlukan waktu yang cukup lama untuk mengubah pola hidup masyarakat. 11. Pengelolaan program peremajaan lingkungan kumuh harus berpandangan objektif dan luas. Pengelola harus melihat kepentingan pemerintah dan kepentingan masyarakat yang lingkungan permukimannya akan diremajakan. Karakteristik Dan Kriteria Perbaikan Permukiman Kumuh Karakteristik permukiman kumuh dapat disebabkan oleh faktor rumah dan faktor prasarana. Selain itu ktriteria perbaikan permukiman kumuh dapat dilihat dari gejala sosial dan gejala fisik.
A. Karakteristik Permukiman Kumuh 1. Faktor rumah yang semi permanen dan non permanen - Tata letak tidak teratur. - Status bangunan pada umumnya tidak memiliki surat ijin mendirikan bangunan. - Kepadatan bangunan dan penduduk yang tinggi. - Kondisi bangunan yang tidak layak huni dan jarak antara bangunan yang rapat. - Kurangnya kesehatan lingkungan permukiman. 2. Faktor prasarana - Aksesibilitas / jalan - Drainase - Air bersih - Air limbah - Persampahan B. Kriteria perbaikan permukiman kumuh 1. Gejala sosial - Kehidupan sosial yang rendah. - Status sosial ekonomi sangat rendah. - Tingkat pendidikan sangat rendah. - Kepadatan penduduk sangat tinggi. 2. Gejala fisik - Kondisi bangunan rata- rata dibawah standar minimum...