Title | Koreksi Geometrik dan Koreksi Radiometrik.pdf |
---|---|
Author | A. Nurul Lathifah |
Pages | 29 |
File Size | 4.9 MB |
File Type | |
Total Downloads | 233 |
Total Views | 263 |
LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH ACARA VII Koreksi Geometrik dan Koreksi Radiometrik Aisyah Nurul Lathifah (15405241014) A. Tujuan 1. Mengetahui dan memahami karakteristik dan spesifikasi software ENVI. 2. Mampu menggunakan dan mengoperasikan software ENVI dengan baik. 3. Memanfaatkan dan mengola...
LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH
ACARA VII Koreksi Geometrik dan Koreksi Radiometrik Aisyah Nurul Lathifah (15405241014)
A.
Tujuan 1.
Mengetahui dan memahami karakteristik dan spesifikasi software ENVI.
2.
Mampu menggunakan dan mengoperasikan software ENVI dengan baik.
3.
Memanfaatkan dan mengolah software ENVI untuk pekerjaan SIG (Sistem Informasi Geografi).
4.
Mampu meningkatkan kemampuan daya ketelitian dalam pengamatan data citra digital.
5.
B.
Mampu melakukan koreksi geometrik dan koreksi radiometrik.
Dasar teori Definisi penginderaan jauh (PJ) atau remote sensing (RS) dalam Indarto (2014:3) dapat dijumpai di berbagai literatur. Remote berarti dari jauh, sedangkan sensing berarti mengukur. Jadi, remote sensing berarti mengukur dari jauh atau mengukur tanpa menyentuh objek yang diukur. Salah satu definisi penginderaan jauh menurut Rango (1996) dalam Indarto (2014:3), pengideraan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, luasan, atau tentang fenomena melalui analisis data yang diperoleh dari sensor. Dalam hal ini, sensor tidak berhubungan langsung dengan objek atau benda yang menjadi target. Citra merupakan salah satu dari beragam hasil proses penginderaan jauh. Definisi citra banyak dikemukakan oleh para ahli, salah satu di antaranya pengertian tentang citra menurut Hornby (1974) dalam Sutanto (1994: 5) dapat dibagi menjadi lima, berikut ini tiga di antaranya : 1.
Likeness or copy of someone or something, especially one made in wood, stone, etc.
2.
Mental pictures or idea, concept of something or someone.
3.
Reflection seen in a mirror or through the lens of a camera. ENVI (The Environment for Visualizing Images) merupakan suatu image
processing system yang revolusioner yang dibuat oleh Research System, Inc (RSI). Dari permulaannya ENVI dirancang untuk kebutuhan yang banyak dan spesifik untuk mereka yang secara teratur menggunakan data penginderaan jauh dari satelit dan pesawat terbang. ENVI menyediakan data visualisasi dan analisis komprehensif yang menyuluruh dan analisis untuk citra dalam berbagai ukuran dan tipe, semuanya dalam suatu lingkungan yang mudah dioperasikan dan inovatif untuk digunakan (Conita, dkk, 2016). Satu dari kekuatan ENVI adalah pendekataan yang unik dalam pengolahan citra, mengkombinasikan
teknik file-based dan band-based dengan
fungsi
yang
interaktif. Ketika file data input dibuka, band (saluran) dari citra disimpan dalam sebuah daftar, dimana semua saluran bisa diakses oleh semua fungsi system. Jika multiple files dibuka, saluran dalam tipe data yang terpisah dapat diproses sebagai sebuah grup. ENVI menampilkan saluran tersebut dalam 8 atau 24 bit (Conita, dkk, 2016). Program Landsat merupakan satelit tertua dalam program observasi bumi. Landsat dimulai tahun 1972 dengan satelit Landsat-1 yang membawa sensor MSS multispektral. Setelah tahun 1982, Thematic Mapper TM ditempatkan pada sensor MSS. MSS dan TM. Satelit Landsat (Satelit Bumi) ini merupakan milik Amerika Serikat. Beberapa genersi satelit Landsat yang dibuat Amerika namun sekarang sudah tidak beroperasi lagi. Landsat 5, diluncurkan pada 1 Maret 1984, membawa sensor TM (Thematic Mapper), yang mempunyai resolusi spasial 30 x 30 m pada band 1, 2, 3, 4, 5 dan 7. Sensor Thematic Mapper mengamati obyek-obyek di permukaan bumi dalam 7 band spektral, yaitu band 1, 2 dan 3 adalah sinar (visible), band 4, 5 dan 7 adalah infra merah dekat, infra merah menengah, dan band 6 adalah infra merah termal yang mempunyai resolusi spasial 120 x 120 m. Luas liputan satuan citra adalah 185 x 185 km pada permukaan bumi. Landsat 5 mempunyai kemampuan untuk meliput daerah yang sama pada permukaan bumi pada setiap 16 hari, pada ketinggian orbit 705 km (Swargana, 2013: 169). Prosedur standar sebelum memanfaatkan citra satelit adalah melakukan koreksi radiometrik untuk ekstraksi informasi. Koreksi radiometrik dilakukan karena hasil
rekaman satelit mengalami kesalahan yang disebabkan oleh gangguan atmosfer. Gangguan atmosfer menyebabkan nilai pantulan yang diterima oleh sensor mengalami penyimpangan. Besarnya penyimpangan dipengaruhi oleh besar kecilnya gangguan atmosfer pada waktu perekaman. Koreksi radiometrik dimaksudkan untuk menyusun kembali nilai pantulan yang direkam oleh sensor mendekati atau mempunyai pola seperti pantulan obyek yang sebenarnya sesuai dengan panjang gelombang perekamannya (Parman, 2010: 31). Transformasi geometri yang paling mendasar dalam Arnanto (2013: 158) adalah penempatan kembali posisi piksel sedemikian rupa, sehingga pada citra digital yang tertransformasi
dapat
dilihat
gambaran
obyek
di
permukaan
bumi
yang
terekamsensor. Pengubahan bentuk kerangka liputan dari bujur sangkar menjadi jajaran genjang merupakan hasil dari transformasi ini. Tahap ini diterapkan pada citra digital mentah (langsung hasil perekaman satelit), dan merupakan koreksi kesalahan geometrik sistematik. Koreksi geometrik pada citra Landsat merupakan upaya memperbaiki kesalahan perekaman secara geometrik agar citra yang dihasilkan mempunyai sistem koordinat dan skala yang seragam, dan dilakukan dengan cara translasi, rotasi, atau pergeseran skala. Sebagai titik kontrol medan (koordinat acuan) untuk koreksi geometrik digunakan peta rupa bumi skala 1:25.000. Titik-titik kontrol medan ditentukan dengan cara membandingkan antara kenampakan obyek pada peta dan citra satelit. Jumlah titik kontrol medan yang digunakan untuk koreksi geometrik sebanyak 10 titik, yang menyebar di daerah penelitian. Teknik transformasi koordinat yang digunakan menggunakan teknik transformasi affine orde1, sedang untuk resampling dilakukan dengan teknik nearest neighbour (Parman, 2010: 31). Koreksi radiometrik menurut Guindon (1984) dalam Danoedoro (1996) dalam Arnanto (2013: 158) diperlukan atas dua alasan, yaitu untuk memperbaiki kualitas visual citra dan sekaligus memperbaiki nilai-nilai piksel yang tidak sesuai dengan nilai pantulan atau pancaran spektral obyek yang sebenarnya. Koreksi radiometri citra yang ditujukan untuk memperbaiki kualitas visual citra berupa pengisian kembali baris yang kosong karena drop-out baris maupun masalah kesalahan awal pelarikan (scanning start). Baris atau bagian baris yang bernilai tidak sesuai dengan yang
seharusnya dikoreksi dengan mengambil nilai piksel satu baris di atas dan di bawahnya, kemudian dirata-ratakan.
C.
Alat dan bahan Alat : 1.
Komputer atau laptop untuk mengoperasikan aplikasi ENVI.
2.
ENVI 4.5 sebagai aplikasi praktikum untuk menghasilkan citra penginderaan jauh.
Bahan : 1.
D.
Citra LANDSAT ETM+ sebagai obyek analisis citra.
Langkah kerja 1.
File Open Image File
2.
Folder Praktikum PJ Acara 7 Yogyakarta yogyakarta_2001 Open
3.
RGB Color Yogyakarta 2001 -
R = Band 3
-
G = Band 2
-
B = Band 1
4.
New Display
5.
Load RGB
6.
File Open Image File
7.
Praktikum PJ Acara 7 Yogyakarta Yogyakarta_1996_erdas Open
8.
RGB Color Yogyakarta_1996_erdas -
R = Resize_Resize_Band_3
-
G = Resize_Resize_Band_2
-
B = Resize_Resize_Band_1
9.
New Display
10. Load RGB
11. Map Registration Select GCPs : Image to Image
12. Base Image Display #1, Warp Image Display #2, OK
13. Pilih dua titik yang sama di citra Yogyakarta 2001 maupun citra Yogyakarta 1996, masing-masing 20 titik Add Point
14. Show List
15. Options Warp File
16. Yogyakarta_1996_Erdas.img OK
17. Choose Praktikum PJ Acara 7 Buat folder (Koreksi Geometrik) Beri nama Open OK
18. RGB Color geometrik_aisyah -
R = Band 3
-
G = Band 2
-
B = Band 1
19. New Display
20. Load RGB
21. File Open Image File Yogyakarta_1996_erdas Open
22. RGB Color Yogyakarta_1996_erdas -
R = Band 3
-
G = Band 2
-
B = Band 1
23. New display
24. Load RGB
25. Basic Tools Preprocessing Calibration Utilities LANDSAT TM
26. Yogyakarta_1996_erdas OK
27. 5 Choose Koreksi Radiometrik Radiometrik1_Aisyah OK
28. RGB Color Radiometrik1_aisyah -
R = Band 3
-
G = Band 2
-
B = Band 1
29. New Display
30. Load RGB
31. Basic Tools Preprocessing Data-Specific Utilities LANDSAT TM LANDSAT TM Calibration
32. Yogyakarta_1996_erdas OK
33. 5 Choose Koreksi Radiometrik Radiometrik2_Aisyah Open OK
34. RGB Color Radiometrik2_aisyah -
R = Band 3
-
G = Band 2
-
B = Band 1
35. New Display
36. Load RGB
37. Spectral Preprocessing Calibration Utilities LANDSAT TM
38. Yogyakarta_1996_erdas OK
39. 5 Choose Koreksi Radiometrik Radiometrik2_Aisyah Open OK
40. RGB Color Radiometrik3_aisyah -
R = Band 3
-
G = Band 2
-
B = Band 1
41. New Display
42. Load RGB
43. Spectral Preprocessing Data-Specific Utilities LANDSAT TM LANDSAT TM Calibration
44. Yogyakarta_1996_erdas OK
45. 5 Choose Koreksi Radiometrik Radiometrik4_Aisyah Open
46. OK
47. RGB Color Radiometrik4_aisyah -
R = Band 3
-
G = Band 2
-
B = Band 1
48. New Display
49. Load RGB
E.
Hasil dan Pembahasan Hasil 1.
Hasil Koreksi geometrik a.
Citra Yogyakarta yang belum dikoreksi
Gambar 1 Citra Yogyakarta 2001 yang belum dikoreksi
Gambar 2 Citra Yogyakarta 1996 yang belum dikoreksi
b.
Citra Yogyakarta terdapat 20 titik
Gambar 3 Citra Yogyakarta 1996 terdapat 20 titik
Gambar 4 Citra Yogyakarta 2001 terdapat 20 titik
c.
Citra Yogyakarta setelah di koreksi geometrik
Gambar 5 Citra Yogyakarta setelah di koreksi geometrik d.
Hasil RMS Error
Gambar 6 Hasil RMS Error
e.
Folder penyimpanan data geometrik
Gambar 7 Folder penyimpanan data geometrik 2.
Hasil Koreksi Radiometrik a.
Citra Yogyakarta sebelum di koreksi radiometrik
Gambar 8 Citra Yogyakarta sebelum di koreksi radiometrik
b.
c.
Citra yang sudah di koreksi
Gambar 9 Koreksi Radiometrik 1
Gambar 10 Koreksi Radiometrik 2
Gambar 11 Koreksi Radiometrik 3
Gambar 12 Koreksi Radiometrik 4
Folder penyimpanan data radiometrik
Gambar 13 Folder penyimpanan data radiometrik
Pembahasan Citra LANDSAT yang dianalisis kali ini merekam morfologi pegunungan hingga marine di daerah Yogyakarta. Citra Yogyakarta ini merekam secara temporal wilayah yang sama dalam kurun waktu 5 tahun. Kenampakan alam di daerah tersebut mengalami perubahan-perubahan atau perkembangan lebih lanjut pada jangka waktu 5 tahun. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 1 dan 2, kenampakan yang terekam pada citra memiliki bentuk dan berubah. Citra Yogyakarta 2001 merekam kenampakan sungai yang lebih berkembang diaman sungai tersebut memiliki kelokan atau meander yang lebih rumit dibandingkan kenampakan sungai yang terekam di Citra Yogyakarta 1996. Sedimentasi di sekitar tepi sungai dan gisik di wilayah marin juga lebih luas dibandingkan dengan kenampakan yang tertangkap pada Citra Yogyakarta 1996. Citra Yogyakarta 1996 dan 2001 merekam kenmapakan igir-igir. Igir-igir terbentuk karena proses erosi dan denudasional yang bekerjasama menyebabkan terbentuknya relief kasar dan topografi tinggi dengan kemiringan lereng yang curam. Proses erosi pada bagian hulu terjadi sangat kuat disebabkan oleh curah hujan yang tinggi sehingga membentuk lembah-lembah sungai yang curam dan rapat. Igir-igir sangat runcing, saling tegak lurus satu sama lain dengan pola mengikuti aliran sungai-sungainya. Dilihat dari foto udara, tekstur citra pada topografi yang lebih tinggi umumnya kasar tetapi seragam pada ketinggian yang sama. Sebaliknya semakin ke bawah semakin halus karena daerah lereng dominan wilayah perairan. Topografi dataran tinggi tersebut didominasi oleh vegetasi yang mungkin ditumbuhi lumut ataupun berbagai jenis tanaman. Hal ini disebabkan oleh suhu yang rendah yang meningkatkan kelembaban udara. Variasi vegetasi juga disebabkan oleh ketinggian tempat. Citra Yogyakarta 1996 merekam kenampakan lebih detail dibandingkan Citra Yogyakarta 2001 karena beberapa kenampakan yang pada Citra Yogyakarta 2001 menangkap kenampakan awan sehingga menutupi lahan tangkapan citra. Banyaknya kenampakan awan yang terekam pada Citra Yogyakarta 2001 disebabkan oleh adanya penguapan yang lebih tinggi karena suhu tinggi dibandingkan suhu pada tahun 1996 sehingga menimbulkan kondensasi. Yogyakarta 2001 memiliki warna hijau yang lebih gelap dibandingkan dengan kenampakan yang terekam pada Citra Yogyakarta 1996. Hal ini dikarenakan penyerapan energi matahari oleh vegetasi yang tinggi sehingga menimbulkan rona
gelap. Di samping itu, kenampakan vegetasi yang terekam pada Citra Yogyakarta 2001 lebih banyak dibandingkan kenampakan vegetasi pada Citra Yogyakarta 1996. Hal ini dimungkinkan karena adanya konservasi lahan di daerah tersebut. Citra Yogyakarta 1996 dan 2001 memiliki 20 titik dengan nilai variabel yang sama untuk dilakukan koreksi geometrik. Koreksi geometrik dilakukan untuk menentukan nilai digital terhadap pixel-pixel citra setelah mengalami perubahan posisi hasil koreksi serta menyesuaikan resolusi spasial tiap pixel. Di samping itu, koreksi geometrik berguna untuk mengurangi kesalahan suatu wilayah yang memiliki titik koordinat yang berbeda namun terletak di wilayah atau daerah yang sama. Koreksi geometrik dilihat dari tingkat akurasi kalibrasi yang ditunjukkan oleh nilai RMS. Proses kalibrasi menggunakan proses pointing dilakukan dengan akurat dan sangat hati-hati agar RMS error yang dihasilkan...