Laporan Pendahuluan Gangguan Tidur Lansia PDF

Title Laporan Pendahuluan Gangguan Tidur Lansia
Course Keperawatan Gerontik
Institution Universitas Airlangga
Pages 15
File Size 270.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 13
Total Views 211

Summary

LAPORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN GERONTIKLANSIA DENGAN GANGGUAN TIDURDosen Pembimbing : Sylvia Dwi Wahyuni, S., Ns., MDisusun Oleh : Iga Rahma Azhari (131711133113)PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATANFAKULTAS KEPERAWATANUNIVERSITAS AIRLANGGASURABAYA2020LATAR BELAKANGLaju pertumbuhan jumlah lansia dapat...


Description

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK LANSIA DENGAN GANGGUAN TIDUR

Dosen Pembimbing : Sylvia Dwi Wahyuni, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh : Iga Rahma Azhari (131711133113)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2020

LATAR BELAKANG Laju pertumbuhan jumlah lansia dapat menimbulkan masalah kesehatan baik kesehatan fisik maupun psikologi (jiwa), adapun beberapa masalah tersebut yaitu insomnia dan impaksi. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan, setiap tahun diperkirakan sekitar 20%-50% lansia melaporkan insomnia dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius (Indrawati, 2018). Prevalensi gangguan tidur pada lansia tergolong tinggi yaitu sekitar 67% (Amir, 2007). Penelitian Epidemiologic Catchment Area di Amerika Serikat menemukan 25% lansia mengalami kecemasan yang disebabkan oleh gangguan tidur (hanuhili, 2005). Penatalaksanaan terhadap kualitas tidur yang buruk dapat dibagi yaitu secara farmakologis dan non farmakologis. Namun, obat dapat menimbulkan efek negatif, menyebabkan penderita gangguan tidur mengalami ketergantungan obat sehingga kualitas tidur yang baik tidak akan tercapai. Penatalaksanaan non farmakologis saat ini sangat dianjurkan, karena tidak menimbulkan efek samping dan dapat memandirikan lansia untuk dapat menjaga kesehatan mereka sendiri. Salah satu cara terbaik untuk mencapai tidur yang nyenyak pada lansia adalah dengan sleep hygiene. 'Sleep hygiene' adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kebiasaan tidur yang baik. Banyak penelitian telah mengembangkan seperangkat pedoman dan tips yang dirancang untuk meningkatkan kualitas tidur dan strategi ini dapat memberikan solusi jangka panjang untuk kesulitan tidur.

BAB 1 PENDAHULUAN I.

Konsep Lansia dan Gangguan Tidur

A. Proses Penuaan Proses penuaan adalah normal, berlangsung secara terus menerus secara alamiah. Dimulai sejak manusia lahir bahkan sebelumnya dan umumnya dialami seluruh makhluk hidup. Menua merupakan proses penurunan fungsi struktural tubuh yang diikuti penurunan daya tahan tubuh. Setiap orang akan mengalami masa tua, akan tetapi penuaan pada tiap seseorang berbeda-beda tergantung pada berbagai faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut dapat berupa faktor herediter, nutrisi, stress, status kesehatan dan lain-lain (Stanley, 2006). WHO (1999) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis/biologis menjadi 4 kelompok yaitu usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59, lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun, dan usia sangat tua (Very old) di atas 90 tahun B. Konsep Medis 1. Definisi Lanjut usia merupakan tahap akhir perkembangan pada kehidupan seseorang, secara umum seseorang dikatakan lansia apabila berusia 65 tahun atau lebih (Efendi dan Makhfudli, 2009). Masalah yang sering terjadi pada lansia adalah adanya pada pola tidur. Gangguan pola tidur merupakan keadaan dimana individu mengalami resiko perubahan dalam jumlah dan kualitas pola istirahat yang menyebabkan ketidaknyamanan atau mengganggu gaya hidup yang diinginkan (Carpenito,LJ,1995). Menurut Aldrich (2006), gangguan tidur adalah kondisi yang jika tidak diobati akan menyebabkan gangguan tidur malam yang mengakibatkan munculnya salah satu dari ketiga masalah berikut; gerakan atau sensasi abnormal dikala tidur, terjaga di tengah malam, rasa mengantuk yang berlebihan di siang hari (Hartini,2014) a. Kebutuhan Tidur pada Lansia Usia lanjut menunjukkan berkurangnya jumlah tidur gelombang lambat sejak dimulai tidur secara progresif menurun dan menaik melalui stadium I ke stadium IV selama 70-100 menit yang diikuti oleh letupan REM. Periode REM berlangsung kira-kira 15 menit dan merupakan 20% dari waktu tidur total. Umumnya REM merupakan 20-25% dari jumlah tidur, stadium III sekitar 50%

dari jumlah tidur. Jumlah jam tidur total pada 90% orang dewasa normalnya adalah 5-9 jam. Pada usia lanjut efisiensi tidur berkurang dengan waktu yang lebih lama di tempat tidur, namun lebih singkat dalam keadaan tidur. Jumlah tidur total lansia tidak berubah, akan tetapi kualitas tidur berubah pada kebanyakan usia lanjut. Episode tidur REM cenderung memendek. Terdapat penurunan yang progresif pada tahap tidur NREM III dan IV. Beberapa usia lanjut tidak memiliki tahap 4 atau tidur dalam, seperti eorang lanjut usia yang terbangun lebih sering dimalam hari dan lansia yang membutuhkan banyak waktu untuk jatuh tidur. Tetapi pada lansia yang berhasil beradaptasi terhadap perubahan fisiologis dan psikologis dalam penuaan, lebih mudah dalam mempertahankan tidur REM b. Masalah Kebutuhan Tidur Insomnia, merupakan suatu keadaan ketidakmampuan mendapatkan tidur yang adekuat, baik kualitas maupun kuantitas, dengan keadaan tidur yang sebentar dan susah tidur. Insomnia dibagi menjadi tiga jenis, yaitu inisial insomnia, merupakan ketidakmampuan untuk mengawali tidur; intermitten insomnia, merupakan ketidakmampuan untuk tetap mempertahankan tidur karena sering terbangun; insomnia terminal, merupakan ketidakmampuan untuk tidur kembali setelah terbangun di malam hari. Proses gangguan tidir ini kemungkinan besar disebabkan oleh adanya rasa khawatir, tekanan jiwa, ataupun stres (Aziz,2006). Selain itu, ada pembagian jenis insomnia berdasarkan penyebabnya, yaitu insomnia kronik, merupakan insomnia yang disebabkan oleh kecemasan, selain itu dapat terjadi akibat kebiasaan atay perilaku maladaptif di tempat tidur; insomnia idiopatik, merupakan insomnia yang sudah terjadi sejak kehidupan dini. Hipersomnia, merupakan gangguan tidur dengan kriteria tidur berlebihan, pada umumnya lebih dari sembilan jam pada malam hari, kemungkinan disebabkan oleh adanya masalah psikologis, deperi, kecemasan, gangguan susunan saraf pusat, dan gangguan metabolisme (Aziz, 2006) Narcolepsi, merupakan suatu serangan mengantuk yang mendadak, penderita tidak dapat mengendalikan diri untuk tidur, misalnya tidur dalam keadaan berdiri atau berkendara. Hal ini merupakan gangguan neurologis.

2. Etiologi Gangguan Tidur Faktor penyebab gangguan tidur antara lain: 1. Faktor fisik Penyakit yang menyebabkan nyeri, rasa tidak nyaman, atau masalah suasana hati seperti depresi atau kecemasan dapat mengakibatkan masalah tidur. Penyebab utama gangguan tidur klien pada tingkat gangguan tinggi adalah nyeri, sesak napas, dan batuk. 2. Faktor lingkungan Faktor lingkungan juga bisa menjadi penyebab seseorang susah tidur. Hal ini disebabkan oleh keadaan lingkungan yang bising dan kelembaban lingkungan. Jadi bagi lansia yang akhir-akhir ini susah tidur mugkin karena faktor lingkungan yang tidak bersahabat sehingga mengganggu pola tidur. 3. Faktor Psikologis Seorang lansia mengalami insomnia biasanya karena hal-hal yang secara tibatiba datang seperti, ditinggal pasangan atau ditinggal oleh anaknya sehingga seorang lansia mengalami depresi dan stress. Hal inilah yang membuat para lansia mengalami gangguan faktor psikologis dan berdampak pada pikiran sehingga susah tidur. 4. Perubahan pola tidur Pola tidur yang salah juga menjadi penyebab terjadinya insomnia. Biasanya para lansia menghabiskan waktu untuk tidur siang dan hal ini akan sulit bagi mereka untuk tidur dimalam hari. Semakin bertambahnya usia pola irama sirkadian mengalami perubahan sehingga menyebabkan perubahan pada pola tidur seorang yang telah lansia. 5. Asupan nutrisi Mengkonsumsi makanan yang salah juga dapat menyebabkan seseorang terserang insomnia salah satunya jika mengonsumsi alkohol dan obat-obatan hal ini sangat tidak baik bagi tubuh efeknya anda akan mengalami susah tidur. Dan satu lagi tetap jaga kebersihan diri agar terhindar dari insomnia 3. Patofisiologi Tidur merupakan ritme biologis yang bekerja 24 jam, bertujuan untuk mengembalikan stamina. Tidur dan terbangun diatur oleh batang otak, thalamus, hipothalamus, serta beberapa neurohormon dan neurotransmitter. Hasil yang diproduksi oleh mekainsme serebral dalam batang otak yaitu serotonin. Serotonin

merupakan neurotransmitter yang berperan sangat penting dalam menginduksi rasa kantuk. Beberapa faktor yang mengganggu mekanisme hormonal sehingga dapat terjadi gangguan tidur, seperti insomnia adalah stres atau khawatir, kecemasan, depresi, penggunaan obat-obatan, kafein, perubahan lingkungan atau jadwal kerja, dll. Pada lansia, individu mengalami banyak perubahan secara biologis, psikologis, dan sosial, khususnya kemunduran fungsi dan kemamouan yang dahulu dimiliki. Mereka juga harus berhadapan dengan kehilangan dengan orang yang disayang, sehingga lansia mengalami kerentanan terhadap masalah kesehatan dan mempengaruhi aktivitas/mekanisme hormonal tubuh termasuk gangguan tidur. 4. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis insomnia yang biasanya dirasakan umumnya berupa waktu tidur yang kurang, mudah terbangun saat malam hari, bangun pagi lebih awal, rasa mengantuk yang dirasakan sepanjang hari dan sering tertidur sejenak (Bestari, 2013). Hal ini menyebabkan kualitas tidur seseorang menjadi menurun. Akibatnya akan terlihat pada kehidupan sehari-hari, yaitu menurunnya kualitas hidup, produktivitas dan keselamatan serta dapat menyebabkan tubuh terasa lemah, letih, dan lesu akibat tidur yang tidak lelap (Sumedi et. al., 2010). 5. Penatalaksanaan 1. Farmakologi Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua, yaitu a. Benzodiazepine ; nitrazepam, trizolam b. Non benzodiazepine ; phenobarbital Terapi farmakologis yang diberikan kepada lansia yang mengalami insomnia memberikan efek samping pada lansia seperti obat-obatan jenis antidepresan, antihipertensi, antineoplastic, antikoligernik, hormon, simpatometik amines, agen neurologi, dll (Touhy, 2010) 2. Nonfarmakologi A. Terapi tingkah laku yang bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Beberapa bentuk terapi tingkah laku seperti; 1. Edukasi kebiasaan tidur

2. Terapi relaksasi (terapi musik) B. Sleep Hygiene merupakan tindakan untuk mengatasi insomnia dimana terapi yang mengidentifikasi dan memodifikasi perilaku dan lingkungan yang mempengaruhi tidur (Suastari,et.al. 2014). Sleep Hygiene menekankan jadwal dan rutinitas tidur yang stabil, lingkungan yang ramah untuk tidur, menghindari zat-zat yang akan mengganggu tidur, olahraga teratur (tapi tidak segera sebelum mencoba untuk tidur), menghindari minuman berkafein, pil tidur, alkohol dan pengurangan stress. Edukasi tentang sleep hygiene menurut Ebert Michael H. (2008) dengan menggunakan terapi kontrol stimulus, yaitu : Terapi kontrol stimulus a. Menjaga waktu tidur dan terbangun agar konstan, bahkan saat hari libur. b. Saat sudah di tempat tidur hentikanlah kegiatan menonton tv, membaca buku atau bekerja. c. Hindari tidur siang. d. Berolahraga secara rutin (3-4 kali per minggu), namun hindari berolahraga di sore hari bila mengganggu waktu tidur nantinya. e. Hentikan atau kurangi mengkonsumsi alkohol, kafein, rokok dan substansi lain yang dapat mengganggu tidur. f. Sebelum tidur lakukan aktifitas yang dapat menenangkan. g. Aturlah agar ruangan tempat tidur terasa nyaman dan tenang C. Teknik deconditioning : pada teknik ini pasien diminta untuk menggunakan tempat tidurnya hanya untuk tidur dan bukan untuk hal-hal lainnya, bila pasien tidak tertidur dalam 5 menit, maka mereka diminta untuk bangun dan melakukan hal lain. Terkadang, berganti tempat atau ruangan tidur berguna bagi pasien (Sadock B. & Sadock V., 2014). D. Terapi kognitif : pasien insomnia sering memiliki pemikiran dan kepercayaan yang negatif tentang konsekuensi dari kondisi mereka. Membantu pasien dalam menangani pemikiran dan kepercayaan mereka yang tidak tepat adalah tujuan dasar dari terapi ini. Hal ini juga dapat menurunkan kecemasan yang berhubungan dengan insomnia (Pigeon, 2010).

6. WOC Penurunan fungsi fisiologis; Batuk, nyeri

Faktor lingkungan;

Faktor psikologis;

Bising, kelembaban

Cemas, stres

Mekanisme hormonal tidur terganggu ; melatonin

Masalah Keperawatan: Ansietas

Kadar katekolamin meningkat (hormon yang memiliki gugus katekol yang dikeluarkan oleh kelenjar adrenal dalam menanggapi stres)

Merangsang saraf simpatetik

Masalah Keperawatan: Keletihan

Masalah Keperawatan: Gangguan Pola Tidur

Badan tetap terjaga

Frekuensi dan durasi tidur menurun

Pusing ketika bangun tidur

Terbangun pada malam hari

Sulit tidur kembali pada malam hari

Perasaan tidak nyaman

Masalah keperawatan: Gangguan rasa nyaman

II.

Asuhan Keperawatan A. Konsep Carrol A Miller Teori keperawatan Miller yaitu teori konsekuensi fungsional bertujuan meningkatkan kesejahteraan lansia yang menggabungkan peningkatan pemahaman kesehatan berkembang sebagai aspek integral perawatan. Teori ini menjelaskan “keunikan dalam meningkatkan kesejahteraan lansia” dan “bagaimana memenuhi kebutuhan kesehatan lansia” (Miller, 2009). Teori konsekuensi fungsional adalah pendekatan yang berfokus pada peran perawat untuk meningkatkan kesehatan, fungsi, dan kualitas hidup dari lansia. Selama tahun 1980an, carol mengacu kepada keperawatan gerontik dimana hal tersebut menjadi kerangkan kerja acuan pada saat itu. Sebagai permulaan model ini menekankan pada peran perawat yang signifikan dalam melakukan intervensi melalui pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan untuk meningkatkan kesehatan. Pondasi dasar dari Teori Functional Consequences adalah sebagai berikut: 1) Proses keperawatan yang holistic menjadi tubuh-jiwa-semangat yang saling terkait satu sama lain dari para lansia dan menyatakan bahwa ruang lingkup kesejahteraan lebih dari fungsi fisiologis dari lansia. 2) Meskipun perubahan usia merupakan hal yang tidak bisa terelakkan, mayoritas masalah yang mengenai lansia disebabkan oleh adanya faktor resiko. 3) Functional consequences positif dan negatif pada lansia dapat terjadi dipengaruhi oleh kombinasi antara perubahan usia dan adanya faktor risiko tambahan. 4) Penerapan perencanaan tindakan dapat diarahkan untuk menghilangkan atau memodifikasi faktor risiko yang dapat menimbulkan functional consequences negatif. 5) Para perawat dapat meningkatkan kesejahteraan lansia melalui tindakan promosi kesehatan dan tindakan keperawatan lain untuk mengatasi terjadinya functional consequences negatif. 6) Perencanaan tindakan keperawatan yang tepat dapat menghasilkan functional consequences yang positif yang juga disebut sebagai kesejahteraan, yang mana setiap lansia mampu mencapai level terbaik dalam menjalankan setiap fungsinya walaupun efek perubahan usia dan faktor resikonya dapat memberikan ancaman bagi mereka.

Konsep dari Teori Functional Consequences adalah sebagai berikut: 1) Gabungan dari perubahan terkait usia dan faktor risiko terhadap konsekuensi fungsional negatif yang mengganggu fungsi dan kualitas hidup seseorang atau lansia. 2) Pengkajian perubahan terkait usia, faktor risiko dan konsekuensi fungsional negatif untuk mengidentifikasi faktor risiko melalui tindakan keperawatan. 3) Pencapaian kesehatan memungkinkan lansia berfungsi meskipun dipengaruhi oleh perubahan terkait usia dan faktor risiko. The functional Consequences Theory terdiri dari teori tentang penuaan, lansia, dan keperawatan holistik. Konsep domain keperawatan adalah orang, lingkungan, kesehatan, dan keperawatan dihubungkan bersama secara khusus dalam kaitannya dengan lansia.

B. Pengkajian A. Anamnesa 1.Identitas Identitas pada klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan, diagnosa medis, keluhan utama, kapan keluhan dimulai 2.Riwayat atau keberadaan faktor risiko Riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga, keadaan lingkungan, dan riwayat kesehatan lainnya 3.Aktivitas/istirahat a. kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton b. frekuensi jantung meningkat c. perubahan irama jantung d. takipnea 4. Integritas ego a. riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euforia atau marah kronik b. faktor penekan (hubungan dengan orang lain, keuangan 5. Makanan dan Cairan a. makanan tinggi garam, mengandung kafein, tinggi kalori b. mual dan muntah

c. perubahan berat badan 6. nyeri atau ketidaknyamanan a. angina b. nyeri hilang timbul 7.Pola Fungsi Kesehatan Persepsi terhadap kesehatan dan penyakit, kebiasaan sehari-hari, nutrisi, pola tidur dan istirahat, kognitif-perseptual, persepsi-konsep diri, aktivitas dan kebersihan diri, koping-toleransi stres, nilai-pola keyakinan

B.Pemeriksaan Fisik a. Integumen : - Lemak subkutan menyusut - Kulit kering dan tipis, rentang terhadap trauma dan iritasi, serta lambat sembuh b. Mata : Areus senilis, penurunan visus c. Telinga : - Pendengaran berkurang yang selanjutnya dapat berakibat gangguan bicara. d. Kardiopulmonar : - Curah jantung berkurang serta elastisitas jantung dan pembuluh darah berkurang, terdengar bunyi jantung IV (S4) dan bising sistolik, kapasitas vital paru, volume ekspirasi, serta elastisitas paru-paru berkurang. e. Muskuloskeletal : - Massa tulang berkurang, lebih jelas pada wanita, jumlah dan ukuran otot berkurang. - Massa tubuh banyak yang tergantikan oleh jaringan lemak yang disertai pula oleh kehilangan cairan. f. Gastrointestinal : - Mobilitas dan absorpsi saluran cerna berkurang, daya pengecap, serta produksi saliva menurun. g. Neurologikal : -Rasa raba juga berkurang, langkah menyempit dan pada pria agak melebar. Selain itu, terdapat potensi perubahan pada status mental.

C. Diagnosa Keperawatan 1.

Gangguan pola tidur (D.0055)

2.

Keletihan (D.0057)

D. Intervensi Keperawatan Gangguan pola tidur b.d kurang kontrol tidur d.d mengeluh sulit tidur (D.0055) SLKI SIKI Setelah dilakukan tindakan Dukungan Tidur (I.05174) keperawatan selama 2 x 24 jam,

Observasi:

diharapkan masalah klien dapat teratasi,

1. Indentifikasi pola aktivitas dan tidur

dengan kriteria hasil:

2. Identifikasi faktor pengganggu tidur (psikologis; stres) Terapeutik:

Pola Tidur (L.05045)

1. Keluhan sulit tidur menurun (5) 1. Modifikasi lingkungan (pastikan suhu 2. Keluhan sering terjaga menurun

yaitu

(5) 3. Keluhan

tidak

puas

4. Keluhan

pola

menurun (5)

pastikan

tidak

ada

tidur aman dan nyaman) tidur

2. Batasi waktu tidur siang berubah 3. Tetapkan jadwal tidur rutin (setiap pukul

menurun (5) istirahat

28C,

tidur pencahayaan saat tidur,pastikan tempat

menurun (5)

5. Keluhan

kamar sesuai dengan keinginan klien

tidak

cukup

21.00 WIB)

4. Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur (terapi musik atau mendengarkan murrotal) 5. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan

fisik

(pijat,

mengatur

posisi) Edukasi: 1. Jelaskan pentingnya tidur dengan cukup

(merefreshkan

badan

dan

mengistirahatkan badan) 2. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur 3. Ajarkan

terapi

relaksasi

sesuai

kebutuhan (terapi musik, murrotal, napas dalam agar relaks) 4. Anjurkan

menghindari

minuman/

makanan yang mengganggu tidur (jangan

memberikan

kopi,

teh

sebelum tidur, berikan air putih sebelum tidur) Keletihan b.d gangguan tidur d.d tampak lesu (D.0057) SLKI SIKI Setelah dilakukan tindakan Edukasi Aktivitas/Istirahat (I.123662) keperawatan selama 2 x 24 jam,

Observasi:

diharapkan masalah klien dapat teratasi,

1. Identifikasi

dengan kriteria hasil:

kesiapan

dan

kemampuan menerima informasi Terapeutik:

Tingkat Keletihan (L.05046) 1. Kemampuan melakukan aktivitas rutin meningkat (5)

1. Jadwalkan

pemberian


Similar Free PDFs