LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS MATERIAL DIFRAKSI SINAR X PDF

Title LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS MATERIAL DIFRAKSI SINAR X
Author Feni Lailiya
Pages 14
File Size 273.2 KB
File Type PDF
Total Downloads 6
Total Views 594

Summary

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS MATERIAL DIFRAKSI SINAR X Disusun Oleh : Nama : Feni Lailiyah NIM : 135090301111041 Fakultas / Jurusan : MIPA / Fisika Kelompok : II B Tanggal Praktikum : 2 Desember 2015 Asisten : Sukma Ayu Fitriani JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS ...


Description

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS MATERIAL DIFRAKSI SINAR X

Disusun Oleh : Nama

: Feni Lailiyah

NIM

: 135090301111041

Fakultas / Jurusan

: MIPA / Fisika

Kelompok

: II B

Tanggal Praktikum

: 2 Desember 2015

Asisten

: Sukma Ayu Fitriani

JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penentuan karakter struktural material, baik dalam bentuk pejal atau partikel, kristalin atau amorf, merupakan kegiatan inti dalam ilmu material. Pendekatan umum yang diambil adalah meneliti material dengan berkas radiasi atau partikel berenergi tinggi. Radiasi bersifat elektromagnetik dan dapat bersifat monokromatik maupun polikromatik. Dengan memanfaatkan hipotesa de Broglie mengenai kualitas frekuensi radiasi dan momentum partikel, maka gagasan tentang panjang gelombang dapat diterapkan dalam eksitasi elektron. Sinar X adalah suatu radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang ( = 400 – 800nm). Apabila elektron ditembak dengan cepat dalam suatu ruang vakum maka akan dihasilkan sinar X. Radiasi yang dipancarkan dapat dipisahkan menjadi dua komponen yaitu (a) spektrum kontinu dengan rentang panjang gelombang yang lebar dan (b) spektrum garis sesuai karakteristik logam yang ditembak. Gejala interferensi dan difraksi adalah hal umum dalam bidang cahaya. Percobaan fisika dasar standar untuk menentukan jarak antar kisi dilakukan dengan mengukur sudut berkas difraksi dari cahaya yang diketahui panjang gelombangnya. Persyaratan yang harus dipenuhi adalah kisi bersifat periodik dan panjang gelombang cahaya memiliki orde yang sama dengan jarak kisi yang akan ditentukan. Percobaan ini secara langsung dapat dikaitkan dengan penerapan sinar X untuk menentukan jarak kisi dan jarak antar atom dalam kristal.pembahasan difraksi kisi kristal dengan kisi-kisi tiga dimensional cukup rumit, namun Bragg menyederhanakannya dengan menunjukkan bahwa difraksi ekivalen dengan pemantulan simetris oleh berbagai bidang kristal, asalkan persyaratan tertentu dipenuhi. Pemanfaatan metode difraksi memegang peranan penting untuk analisis padatan kristalin. Selain untuk meneliti ciri utama struktur, seperti parameter kisi dan tipe struktur kristal, juga dimanfaatkan untuk mengetahui rincian lain seperti susunan berbagai jenis atom dalam kristal, kehadiran cacat, orientasi, ukuran butir dan lain-lain. 1.2 Tujuan Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengoperasian instrumen difraksi sinar – X PHYWE dalam karakterisasi bahan dan menentukan ukuran butir (grain size) kristal Lif dengan prinsip sinar-X.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Dasar Produksi Sinar-X Sinar X merupakan radiasi elektromagnetik yang memiliki energi tinggi sekitar 200 eV sampai 1 MeV. Sinar-X dihasilkan oleh interaksi antara berkas elektron eksternal dengan elektron pada kulit atom. Spektrum sinar-X memilki panjang gelombang 10-5 – 10 nm, berfrekuensi 1017 -1020 Hz dan memiliki energi 103 -106 eV. Panjang gelombang sinar-X memiliki orde yang sama dengan jarak antar atom sehingga dapat digunakan sebagai sumber difraksi kristal. Sinar-X dihasilkan dari tumbukan antara elektron kecepatan tinggi dengan logam target. Dari prinsip dasar ini, maka alat untuk menghasilkan sinar-X harus terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu : a. Sumber elektron (katoda) b. Tegangan tinggi untuk mempercepat elektron c. Logam target (anoda) Ketiga komponen tersebut merupakan komponen utama suatu tabung sinar-X. Skema tabung sinar-X dapat dilihat pada gambar :

(chorkendroff,2003). Salah satu cara untuk membangkitkan sinar-x adalah dengan cara menembakan elektron yang berenergi kinetik (berkecepatan) tinggi pada suatu target (anoda). Pembangkit (sumber) sinar-x jenis ini berdasarkan keadaan target (anoda) dapat dibedakan menjadi dua jenis sumber sinar-x, yaitu sumber sinar-x yang beranoda diam (fixed anode xray source) dan sumber sinar-x dengan anoda berputar (rotating anode x-ray source). Pada waktu suatu material dikenai sinar-X, maka intensitas sinar yang ditransmisikan lebih rendah dari intensitas sinar datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut. Berkas sinar-X yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasanya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan karena fasanya sama. Hukum Bragg merupakan perumusan matematika tentang persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinar-X yang dihamburkan tersebut merupakan berkas difraksi. Sinar-X dihasilkan dari tumbukan antara elektron kecepatan tinggi dengan logam target (Kittel,1991). 2.1.2 Difraksi Sinar-X Oleh Kristal Sinar-X dapat terbentuk bilamana suatu logam sasaran ditembaki dengan berkas elektron berenergi tinggi. Dalam eksperimen digunakan sinar-X yang monokromatis. Kristal akan memberikan hamburan yang kuat jika arah bidang kristal terhadap berkas

sinar-X (sudut θ) memenuhi persamaan Bragg, seperti ditunjukkan dalam persamaan berikut (Callister, 2003) 2d sin θ = n dimana : d = jarak antar bidang dalam kristal θ = sudut deviasi n = orde (0,1,2,3,…..) = panjang gelombang Difraksi sinar-X dapat memberikan informasi tentang struktur polimer, termasuk tentang keadaan amorf dan kristalin polimer. Polimer dapat mengandung daerah kristalin yang secara acak bercampur dengan daerah amorf. Difraktogram sinar-X polimer kristalin menghasilkan puncak-puncak yang tajam, sedangkan polimer amorf cenderung menghasilkan puncak yang melebar (Iguchi, 1999). Pola hamburan sinar-X juga dapat memberikan informasi tentang konfigurasi rantai dalam kristalit, perkiraan ukuran kristalit, dan perbandingan daerah kristalin dengan daerah amorf (derajat kristalinitas) dalam sampel polimer (Jenkins, 1995). Difraksi sinar-X terjadi pada hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa tersebut memberikan interferensi yang konstruktif. Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada sampel kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi (Guinier,1963).

Gb : ilustrasi Hukum Bragg Difraksi hanya terjadi ketika Hukum Bragg memenuhi kondisi untuk interferensi kontruktif (sinar-x 1 & 2) dari bidang-bidang dengan jarak d (Guinier,1963).

2.1.3 Ukuran Butir Kristal Ukuran butir kristal mempengaruhi sifat statistik yang berkaitan dengan perilaku mekanik. Untuk mengetahui pengaruh ukuran pada kekasaran permukaan. Perlu diketahui bahwa ukuran nyata tidak diperhitungkan karena model kristal tidak mencerminkan ukuran sebenarnya. Pengenalan variabel yang lebih tinggi seperti gradien regangan atau variabel nonlokal yang mencakup berbagai tertentu jarak fisik adalah cara promissing untuk menangkap efek ukuran nyata dalam butir kristal (smith,2006). Batas butir adalah batas dua struktur kristalografi dari kristal tunggal baja dan larutan padat. Paduan umumnya memiliki banyak kristal yang dapat diamati dengan mikroskop. Baja berkristal BCC yang mengandung unsur paduan dalam bentuk larutan padat disebut ferit. Struktur ferit pada dasarnya adalah besi murni yang mengandung unsur paduan dalam jumlah yang sangat sedikit. Pada fasa tunggal bahan terdiri atas sejumlah kristal tunggal atau butir. Semua butir memiliki struktur kristal dan komposisi kimia yang sama, perbedaan terletak pada orientasi yang mengakibatkan terjadinya batas kristal atau lebih umum disebut batas butir antar kristal atau batas butir. Susunan atom pada batas butir sangat tidak beraturan bila dibandingkan dengan susunan atom dalam butir. Tampakan foto mikro 2 dimensi dari batas butir adalah sejumlah garis, tetapi dalam kenyataannya, batas butir merupakan permukaan antar kristal. Pergerakan atom sepanjang batas butir lebih cepat dibanding pergerakan atom melalui susunan kristal (French,1983).

Gb: pembentukan butir kristal Besar butir tergantung pada laju pendinginan, pendinginan lambat menghasilkan butir halus (banyak), pendinginan cepat butir kasar (sedikit).karena batas butir berpengaruh atas material dalam berbagai hal, perlu diketahui besar daerah batas butir persatuan volum, �� . �� ditentukan dengan menarik suatu garis pada gambar struktur mikro, bila garis tersebut memotong lebih banyak batas butir disebut berbutir halus sedangkan bila lebih sedikit disebut berbutir kasar. Hubungan �� adalah : �� = 2 �� Dimana PL adalah jumlah titik potong antara garis dengan panjang satuan dan panjang butir(Bransden,1991)

BAB III METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan Pada praktikum ini digunakan beberapa alat dan bahan. Bahan yang digunakan adalah padatan kristal LIF. Sedangkan alat-alat yang digunakan antara lain sebuah instrumen diffraksi sinar-X PHYWE dan 3 jenis Kolimator yaitu kolimator kecil, kolimator sedang dan kolimator bear. 3.2 Tata Laksana Percobaan Percobaan difraksi sianar-X dimulai dengan menyalakan tombol power di belakang sinar-X PHYWE. Selanjutnya setelah instrumen menyala, bagian jendela dibuka dan sampel (padatan kristal LIF) dipasang dan dipasang juga kolimator di sebelah kiri bagian dalam ruangan. Pada percobaan yang pertama digunakan terlebih dahulu kolimator keci. Setelah sampel dan kolimator kecil telah dipasang, langkah selanjutnya adalah jendela ditutup dengan rapat. Jendela harus ditutup rapat agar tidak terjadi radiasi sumber sinar-X ke bagian luar ketika XRD dijalankan. Selain itu jika jendela tidak ditutup rapat maka instrumen tidak akan bekerja memindai sampel. Langkah berikutnya XRD dioperasikan melalui komputer dengan program “measure”. Cara menjalankannya adalah klik start lalu klik measure. Dan komputer akan menampilkan tampilan awal program kemudian klik ok. Selanjutnya klik file kemudian klik Newmeasurement. Kemudian muncul tampilan di monitor lalu diisi data sampel yang akan diuji yaitu kristal LIF, penggunaan daya, domain yang diukur dan penggunaan kolimator atau filter. Pada percobaan yang pertama digunakan kolimator kecil dan tidak menggunakan filter jadi pada monitor diklik no filter. Kemudian starting angel detector diatur pada 20° dan stopping angel detektor diatur pada sudut 60°. Setelah semuanya diisi dengan benar lalu klik Continue. Untuk mulai pengukuran klik start measurement. Setelah selesai kemudian klik stop measurement. Setelah pengukuran selesai, data yang diperoleh disimpan. Cara penyimpanan data file.txt dengan cara klik measurement → export data → centang save to file lalu Ok. Selanjutnya dilakukan percobaan yang kedua dengan mengganti kolimator sedang dan percobaan yang terahir untuk kolimator besar. Langkah yang dilakukan sama halnya dengan percobaan yang pertama.

4.1 Data Percobaan

4.1.1 Kolimator Kecil

30

25

20

15

10

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

20 21,4 22,8 24,2 25,6 27 28,4 29,8 31,2 32,6 34 35,4 36,8 38,2 39,6 41 42,4 43,8 45,2 46,6 48 49,4 50,8 52,2 53,6 55 56,4 57,8 59,2

5

0

4.1.2 Kolimator Sedang

60

50

40

30

20

10

0

20 21,4 22,8 24,2 25,6 27 28,4 29,8 31,2 32,6 34 35,4 36,8 38,2 39,6 41 42,4 43,8 45,2 46,6 48 49,4 50,8 52,2 53,6 55 56,4 57,8 59,2

4.1.3 Kolimator Besar 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 20 21,6 23,2 24,8 26,4 28 29,6 31,2 32,8 34,4 36 37,6 39,2 40,8 42,4 44 45,6 47,2 48,8 50,4 52 53,6 55,2 56,8 58,4 60

0

4.2 Perhitungan θ = θ2 – θ1 = 54.18 pm k = 0,94 �=

�=

�� � � �

�� � � �

4.2.1 kolimator Kecil

θ = (39,6-38,2)o = 1,4o B = 39,35-38,55 = 0,8o = 0,8° × � 180 � = 0,013968253 rad �� �= � � �

0,94 � 54,18

= 0,013968253

cos (1,4)

= 3647,16 pm

4.2.2 Kolimator Sedang

Puncak 1 θ = (38-37)o = 1o B = 37,8-37,2 = 0,6o = 0,6° × � 180 � = 0,01047619 rad �� �=� �� =

0,94 � 54,18

0,01047619 cos (1)

= 4862,16 pm

Puncak 2 θ = (39,8-38,1)o = 1,7o B = 39,7-38,3 = 1,4o = 1,4° × � 180 � = 0,02444444 rad

�=

��

� � �

0.94 � 54.18

= 0,02444444

cos (1,7)

= 2084,385 pm

4.2.3 Kolimator Besar

Puncak 1 θ = (39,2-38,1)o = 1,1o B = 38,9 – 38,4 = 0,5o = 0,5° × � 180 � = 0,00873016 rad �� �=� � � 0,94 � 54,18

= 0.00873016

cos (1,1)

= 5834,78 pm

Puncak 2 θ = (39,6-38,1)o = 1,5o B = 39,4-38,5 = 0.9o = 0,9° × � 180 � = 0,015714285 rad

�=� =

��

� �

0.94 � 54.18

0,015714285 cos (1,5)

= 3242,06 pm

4.3 Pembahasan 4.3.1 Analisa Prosedur Pada percobaan kali ini digunakan instrumen diffraksi sinar-X PHYWE untuk menentukan ukuran butir kristal LIF menggunakan prinsip sinar-X. Digunakan tiga jenis kolimator yaitu kolimator kecil, kolimator sedang dan kolimator besar. Penggunaan tiga jenis kolimator ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh ukuran kolimator yang digunakan terhadap hasil pengukuran ukuran butir kristal yang diperoleh. Setelah dipasang sampel (padatan kristal LIF) dan kolimator selanjutnya sebelum percobaan dimulai, jendela harus ditutup dengan rapat. Perlakuan ini bertujuan agar tidak terjadi radiasi sumber sinarX ke bagian luar ketika XRD dijalankan. Selain itu jika jendela tidak ditutup rapat maka

instrumen tidak akan bekerja memindai sampel. Kemudian diatur sudut sampel pada 20°. Perlakuan ini bertujuan agar sinar-X yang ditembakkan dapat mengenai sampel karena jika sudut sampel 0° maka sinar-X akan lewat tanpa mengenai sampel. Dan pada stopping angel detektor diatur pada sudut 60°, ini menunjukkan bahwa proses pengukuran akan berhenti pada saat detektor dalam posisi 60° , agar tidak terlalu lama. Digunakan kenaikan sudut 0.2°, artinya setiap sampel diputar 0.2° maka dilakukan pengukuran sampai detektor dalam posisi 60°. Saat detektor dalam posisi 60° maka pengukuran akan berhenti. 4.3.2 Analisa Hasil Berdasarkan data yang diperoleh dari percobaan, dapat dilihat pada masing masing jenis kolimator terdapat perbedaan baik secara grafik maupun perhitungan. Berdasarkan grafik yang diperoleh, kolimator kecil menghasilkan grafik yang mempunyai perbedaan cukup signifikan dari grafik kolimator sedang dan kolimator besar. Pada kolimator kecil, jarak antara puncak (paling tinggi) dengan puncak lainnya berdekatan, tidak ada puncak kecil ditengahnya sehingga setelah dilakukan smooting hanya terdapat satu puncak saja yang paling tinggi. Sedangkan pada kolimator sedang dan kolimator besar, terdapat jarak antara puncak (paling tinggi) satu dengan puncak paling tinggi lainnya. Diantara kedua puncak tersebut terdapat puncak kecil. Setelah dilakukan smooting terdapat dua puncak paling tinggi. Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada sampel kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Berdasarkan hasil perhitungan untuk kolimator kecil hanya ada satu puncak dan diperoleh nilai ukuran butir kristal 3647,16 pm. Sedangkan untuk kolimator sedang pada puncak pertama nilai ukuran butir kristal 4862,16 pm dan untuk puncak ke dua diperoleh 2084,385 pm. Untuk kolimator besar, pada puncak pertama diperoleh nilai ukuran butir kristal 5834,78 pm dan pada puncak ke dua diperoleh 3242,06 pm. Ukuran butir kristal yang diperoleh ini mungkin berbeda dari analisa masing masing individu karena penarikan garis yang dilakukan tiap individu pasti berbeda. Penggunaan kolimator kecil akan menyebabkan intensitas berkas sinar-X yang diterima detektor akan semakin rendah sehingga diperlukan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan data yang baik dibandingkan jika menggunakan kolimator sedang atau besar intensitas berkas sinar-X yang diperoleh detektor akan semakin tinggi namun semakin besar kemungkinan mengalami hamburan saat sinar-X ditembakkan, sehingga tingkat keakurasian data yang diperoleh kurang baik. Oleh karena itu disarankan menggunakan kolimator kecil dalam pengukuran menentukan ukuran butir kristal Lithium Fluoride (LiF) adalah bahan dengan transmisi UV paling tinggi dari bahan apapun dan digunakan untuk optik UV khusus. Lithium fluoride dapat mentransmisikan secara signifikan ke wilayah VUV di garis hidrogen Lyman-alpha (121nm). Lithium fluoride juga digunakan untuk X-ray piring monokromator dimana jarak kisi yang membuat analisis kristal paling berguna. Lithium fluoride merupakan senyawa anorganik dengan rumus kimia LiF. Senyawa ini berwarna bening, strukturnya padat, transisinya menjadi berwarna putih dengan

mengurangi ukuran kristalnya. Meskipun tidak berbau, lithium fluoride memiliki rasa pahit-garam. Strukturnya analog dengan natrium klorida, tetapi jauh lebih sedikit larut dalam air. Hal ini terutama digunakan sebagai komponen dari garam cair. Pembentukan LiF melepaskan salah satu energi tertinggi per massa reaktan. Lithium Fluoride (LiF) memiliki indeks bias terendah dari semua bahan inframerah pada umumnya. LiF juga memiliki transmisi UV tertinggi dari bahan apapun. LiF sedikit larut dalam air, sementara larut dalam HDF dan asam lainnya. Properti dari Lithium Fluoride (Lif) Sifat Kerapatan (g/ �3 ) Titik Lebur (°C) Co-Efisien Ekspansi termal (x10−6 /°C) Konstanta Dielektrik (Gpa) Modulus Young Indeks bias pada 1.0 m

Nilai 6.51 2310 37 9.1 64.8 1.38711

Lithium fluoride yang paling banyak digunakan sebagai fluks dalam produksi keramik, seperti enamel, gelas dan glasir. Demikian juga digunakan dalam mematri dan pengelasan fluks dan kimia garam cair dalam metalurgi. LiF juga digunakan untuk X-Ray monokromator piring sebagai analisis kristal, bahan Panas sink dan jendela transmisi UV.

BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan Pada percobaan ini digunakan XRD jenis PHYWE yang memanfaatkan prinsip pembiasan cahaya untuk menentukan ukuran butir Kristal. Ketika sinar X menumbuk kristal,sebenarnya elektron yang terdapat di sekeliling atom atau ionlah yang menyebabkan terjadinya pemantulan. Makin banyak jumlah elektron yang terdapat disekeliling atom pada suatu bidang, makin besar intensitas pemantuklan yang disebabkan oleh bidang tersebut dan akan mengakibatkan makin jelasnya spot yang terekam. Ini digambarkan oleh trend grafik yang mengalami penaikan serta penurunan yang signifikan. Penggunaan kolimator kecil akan menyebabkan intensitas berkas sinar-X yang diterima detektor akan semakin rendah sehingga diperlukan waktu yang lebih lama dibandingkan jika menggunakan kolimator sedang atau besar intensitas berkas sinar-X yang diperoleh detektor akan semakin tinggi namun semakin besar kemungkinan mengalami hamburan saat sinar-X ditembakkan, sehingga tingkat keakurasian data yang diperoleh kurang baik.

5.2 Saran Sebaiknya dipahami terlebih dahulu tata laksana percobaan sebelum melakukan praktikum. Sehingga tidak terjadi kesalahan dalam melaksanakan peraktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Callister, William. D. 2003. Fundamentals of Materials Science and Engineering. John Wiley and Sons: New York C, Kittel.1991. Introduction to Solid State Physics, 6th ed., John Wiley & Sons, Inc:New York. French, D.N. 1983.Metallurgi...


Similar Free PDFs