Laporan praktikum kimia dasar Analisis Volumetri PDF

Title Laporan praktikum kimia dasar Analisis Volumetri
Course Praktikum Kimia Dasar
Institution Universitas Diponegoro
Pages 16
File Size 448.5 KB
File Type PDF
Total Downloads 143
Total Views 241

Summary

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG Praktikum Kimia Dasar 6 Analisa Volumetri Berdasarkan Reaksi Metatetik dan Reaksi Redoks1 PENDAHULUANA. Analisa kuantitatif Analisis kimia bias dibagi menjadi beberapa bidang, yaitu Analisa kualitatif dan Analisa kuantitatif...


Description

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Praktikum Kimia Dasar 6 Analisa Volumetri Berdasarkan Reaksi Metatetik dan Reaksi Redoks 1

PENDAHULUAN A. Analisa kuantitatif Analisis kimia bias dibagi menjadi beberapa bidang, yaitu Analisa kualitatif dan Analisa kuantitatif. Analisa kuantitatif adalah suatu metode penelitian yang berkaitan dengan berapa banyak suatu zat yang terkandung dalam suatu sampel. Suatu Analisa dapat dikatakan lengkap terdiri dari lima tahap utama : a. Pencuplikan sampel, yaitu pemilihan suatu sampel yang representatif dari material yang dianalisis. b. Pelarutan sampel c. Konversi analit menjadi suatu bentuk yang cocok untuk diukur. d. Pengukuran yang dapat dilakukan dengan cara fisika, kimia, ataupun biologi. e. Perhitungan dan penafsiran dari hasil pengukuran.1 Analisa kuantitatif dalam percobaan ilmiah digolongkan menjadi bebera bagian, yaitu : a. Analisa kuantitatif menggunakan metode gravimetri yang didasarkan pada stoikiometri reaksi endapan. Umumnya, pada reaksi ini senyawa yang ditambahkan ini berlebih untuk menghasilkan endapan. b. Analisa kuantitatif volumentri (titrimetri) yaitu teknik analisa yang memakai proses titrasi. Titrasi merupakan suatu sistem penambahan volume spesifik satu larutan pada larutan yang lain. Larutan yang diketahui konsentrasinya yaitu larutan standar. Sedengkan larutan yang akan ditetapkan konsentrasinya disebut analit.

c. Analisa instrumental, yaitu suatu analisa yang berkaitan dengan analisis alat dan instrument dalam percobaan.2 B. Larutan Standar Larutan standar adalah larutan yang tidak mengandung analat untuk dianalisis. Larutan ini digunakan sebagai control dalam suatu percobaan sebagai nilai 100% transmitans. Larutan standar terbagi menjadi dua, yaitu : a. Larutan standar primer Larutan standar primer merupakan larutan standar yang dibuat dari zat standar dengan kemurnian sangat tinggi yang umumnya dipasok oleh NIST, NIBCS yang dipakai untuk kalibrasi larutan standar yang dibuat. 3 Larutan yang dibuat dari zat yang memenuhi syarat-syarat tertentu disebut larutan baku primer. Syarat agar suatu zat menjadi larutan baku primer adalah:  Mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (jika mungkin pada suhu 1101200C) dan disimpan dalam keadaan murni.  Tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan di udara.  Zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan kepekaan tertentu.  Sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang besar, sehingga kesalahan karena penimbangan dapat diabaikan.  Zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih  Reaksi yang berlangsung dengan pereaksi tersebut harus bersifat stoikiometrik dan langsung. kesalahan titrasi harus dapat diabaikan atau dapat ditentukan secara tepat dan mudah.4 b. Larutan standar sekunder Larutan standar sekunder merupakan larutan yang konsentrasinya ditentukan dengan metode analitik yang dapat dipercaya.3 Untuk memperoleh konsentrasi dari larutan tersebut yaitu dengan cara mentitrasinya dengan larutan standar primer dan untuk mengetahui kadarnya biasanya dilakukan metode titrimetri. Zat

yang dapat digunakan untuk larutan baku sekunder, biasanya memiliki karakteristik seperti di bawah ini: 

Tidak mudah diperoleh dalam bentuk murni ataupun dalam keadaan yang diketahui kemurniannya.



Zatnya tidak mudah dikeringkan, higrokopis, menyerap uap air, menyerap CO 2 pada waktu penimbangan



Derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer



Mempunyai BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan Larutannya relatif stabil dalam penyimpanan.4

C. Reaksi Metatetik dan Klasifikasinya Reaksi metatetik, yaitu suatu reaksi berdasarkan pertukaran ion tanpa adanya perubahan bilangan oksidasi. Jenis titrasi yang termasuk dalam reaksi metatetik, yaitu : a. Titrasi Asam-Basa Pada titrasi asam-basa reaksi dasarnya adalah netralisasi yaitu reaksi asam dan basa yang dapat dinyatakan : H+ + OH-

H2O

Apabila larutan asam dengan kepekatan tertentu digunakan sebagai penitar, maka titrasi ini disebut asidimetri. Sedangkan jika larutan basa dengan kepekatan tertentu digunakan sebagai penitarnya, maka titrasi ini disebut alkalimetri. b. Titrasi Pengendapan (presipitimetri) Dasar penitaran pengendapan adalah reaksi-reaksi yang menghasilkan endapan yang sukar larut, yang tergolong pada titrasi pengendapan ini seperti argentometri, yaitu penitaran dengan menggunakan AgNO3 sebagai penitar. c. Titrasi Kompleksometri

Titrasi kompleksometri disebut juga khelatometri, yaitu pembentukan senyawa rangkai (kompleks) yang mantap dan larut dalam air, jika larutan baku bereaksi dengan kation-kation yang ditetapkan kadarnya. Sampel pereaksi pengkomplek yang banyak digunakan adalah Na-EDTA (Natrium Etilena Diamina Tetra Asetat). D. Reaksi Redoks dan Klasifikasinya Reaksi redoks adalah salah satu jenis reaksi kimia yang menyebabkan perubahan bilangan oksidasi baik dalam suatu unsur maupun molekul pun menyebabkan terjadinya perubahan senyawa oksigen di dalam suatu molekul. Jenis titrasi yang termasuk reaksi redoks adalah : a. Titrasi Permanganatometri Permanganometri merupakan pengukuran volume suatu larutan yang diketahui konsentrasinya dengan pasti, yang diperlukan untuk bereaksi sempurna dengan salah satu volume tepat zat yang akan ditentukan kadarnya. Titrasi permanganatometri berperan sebagai penitar maka dipakailah larutan kaliumpermanganat (KMnO4). Dalam lingkungan asam dua molekul permanganat dapat melepaskan lima atom oksigen (bila ada zat yang dapat dioksidasikan oleh oksigen itu. KMnO 4 mempunyai warna tersendiri, titik akhir dari titrasi ini menunjukan larutan yang berwarna merah muda. b. Titrasi Iodo/Iodimetri Golongan ini adalah penitraan dengan Iod (Iodimetri) atau Iod dititar dengan Natriumtiosulfat (Iodometri). Zat-zat yang bersifat pereduksi dapat langsung dititar dengan yod, sedangkan zat-zat yang bersifat pengoksidasi dalam larutan asam akan membebaskan yod dari KI yang kemudian dititar dengan Natriumtiosulfat. Pada cara titrasi ini digunakan larutan kanji sebagai penunjuk, dengan yod akan menghasilkan warna biru. c. Serimetri

Serium merupakan zat pengoksidasi yang kuat dan mengalami reaksi tunggal. Ion serium dipakai dalam larutan yang memiliki kadar keasaman yang tinggi karena dalam larutan yang berkonsentrasi hidrogennya rendah terjadi pengendapan akibat hidrolisis. Titrasi ini jarang digunakan karena memerlukan indicator redoks serta harganya yang mahal. d. Dikromatometri Penggunaan utama kaliumdikromat adalah titrasi besi dalam larutan asam. Senyawa Na/Ba-difenilaminasulfonat merupakan indikator yang sesuai bila besi dititrasi dalam suasana asam sulfat-asam fosfat. Beberapa syarat yang harus dipenuhi pada penitaran: 1) Reaksi berlangsung sempurna, tunggal, dan menurut persamaan reaksi yang jelas. 2) Reaksi berjalan dengan cepat sehingga akan mempertajam perubahan warna yang terjadi pada titik akhir. 3) Adanya indicator yang sesuai. 4) Adanya larutan baku.5 2 2.1

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini, yaitu statif, buret, hot plate, labu takar 250ml, labu takar 100ml, labu takar 50ml, tabung erlenmeyer, gelas arloji, gelar ukur 100ml, gelas beker, pipet ukur 25ml, termometer, pengaduk, pipet tetes, dan pipet ball. Bahan- bahan yang digunakan pada praktikum kali ini, yaitu kalium permanganat (KMnO4), ferrosulfat (FeSO 4), akuades, natrium hidroksida (NaOH), asam oksalat (C 2H2O4), asam asetat (CH3COOH), indicator fenolftalein, asam sulfat (H 2SO4) pekat, asam sulfat (H2SO4) encer, dan natrium oksalat (Na2C2O4).

2.2

Cara kerja A. Alkalimetri 1.

Pembuatan larutan baku natrium hidroksida (NaOH 0,1000 N)

a. Menimbang natrium hidroksida (NaOH) sebanyak 4,0000 gram. b. Melarutkan natrium hidroksida (NaOH) menggunakan akuades sebanyak 100 ml pada gelas beker. c. Memasukan larutan natrium hidroksida (NaOH) tadi ke dalam labu takar 100 ml. 2.

Pembuatan larutan baku asam oksalat (C2H2O4) a. Menimbang asam oksalat (C2H2O4) sebanyak 0,4999 gram. b. Melarutkan asam oksalat (C2H2O4) menggunakan akuades sebanyak 100 ml pada gelas beker. c. Memasukan larutan asam oksalat (C 2H2O4) pada labu takar 100 ml dan mengocok larutan agar dapat bercampur dengan baik.

3.

Titrasi dengan larutan baku natrium hidroksida (NaOH 0,1000 N) a. Mengisi buret hingga batas maksimal menggunakan larutan natrium hidroksida (NaOH). b. Memasukan larutan asam oksalat (C 2H2O4) tadi sebanyak 75 ml ke dalam tabung Erlenmeyer. c. Menambahkan 2 tetes indicator fenolftalein pada larutan asam oksalat (C2H2O4). d. Mengaduk dan melakukan proses titrasi hingga terjadi perubahan warna pada larutan asam oksalat tadi. e. Mencatat volume akhir larutan natrium hidroksida (NaOH). f. Melakukan titrasi kembali dengan larutan natrium hidroksida (NaOH 0,1000 N) g. Mengamati dan mencatat volume akhir pada proses titrasi yang kedua.

4.

Penetapan kadar larutan asam asetat (CH3COOH) a. Mengambil larutan asam asetat (CH3COOH) 25 ml menggunakan pipet ukur. b. Memasukan larutan asam asetat (CH3COOH) ke dalam tabung erlenmeyer 250 ml. c. Menambahkan 2 tetes indicator fenolftalein pada sampel larutan asam asetat. d. Mengaduk larutan dan melakukan proses titrasi menggunakan larutan natrium hidroksida 0,1000 N e. Mengamati perubahan yang terjadi.

f. Menghentikan proses titrasi apabila telah terjadi perubahan warna pada larutan asam asetat. g. Mencatat volume akhir dari proses titrasi yang pertama. h. Melakukan kembali proses titrasi menggunakan larutan baku natrium hidroksida (NaOH) untuk menetapkan kadar asam asetat. i. Mengamati perubahan dan mencatat volume akhir dari proses titrasi kedua. B. Permanganometri 1.

Pembuatan larutan baku KMnO4 a. Menimbang kalium permanganat (KMnO4) sebanyak 0,7903 gram. b. Melarutkan kalium permanganat (KMnO4) menggunakan akuades sebanyak 250 ml pada gelas beker, kemudian memasukan larutan kalium permanganat pada labu takar 250 ml.

2.

Pembakuan larutan KMnO4 a. Mengeringkan natrium oksalat menggunakan cawan ke dalam oven dengan suhu 110o C selama 1 jam. b. Setelah 1 jam, mengeluarkan cawan berisi natrium oksalat menggunakan kain dan menyimpannya pada wadah desikator agar tetap kering. c. Menimbang natrium oksalat sebanyak 0,2000 gram. d. Melarutkan natrium oksalat menggunakan akuades sebanyak 250 ml pada gelas beker, kemudian, memindahkannya pada tabung erlenmeyer. e. Menambahkan 7 ml asam sulfat pekat pada ruangan asam. f. Mengatur suhu hot plate hingga mencapai 70o C g. Memanaskan larutan natrium oksalat dengan asam sulfat pekat. h. Membuat kembali larutan natrium oksalat dan asam sulfat pekat dengan proses yang sama. i. Setelah itu, melakukan proses titrasi dengan larutan baku kalium permanganat (KMnO4). j. Mengamati perubahan yang terjadi dan menghentikan titrasi apabila telah terjadi perubahan warna pada larutan.

k. Mencatat volume akhir titrasi pertama. l. Melakukan titrasi kembali dan mencatat volume akhir dari proses titrasi yang kedua. 3.

Penetapan kadar ferrosulfat a. Menimbang sampel ferroseulfat sebanyak 0,1998 gram. b. Melarutkan sampel ferrosulfat yang telah ditimbang menggunakan akuades sebanyak 50 ml pada gelas beker, kemudian memasukan larutan pada labu ukur 50 ml. c. Memasukan sampel ferrosulfat sebanyak 10 ml ke dalam tabung erlenmeyer. d. Menambahkan asam sulfat (H2SO4) encer sebanyak 20 ml pada tabung erlenmeyer. e. Mengocok larutan dan melakukan titrasi dengan kalium permanganat (KMnO4). f. Mengamati perubahan yang terjadi dan menghentikan proses titrasi apabila telah terjadi perubahan warna. g. Mencatat volume akhir dari titrasi dan menghitung kadar ferrosulfat dalam sampel tersebut. h. Melakukan kembali proses titrasi

dengan larutan kalium permanganat untuk

penetapan kadar ferrosulfat dengan proses yang sama seperti pada titrasi yang pertama. 3

HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN 1. Hasil Pengamatan A. Alkalimetri 1) Pembakuan Larutan NaOH 0,1000 N Vol. NaOH

Perubahan Warna

Berat Asam NO.

0,1000 N Oksalat (mg) (mL)

1.

499,9

86,4 mL

Sebelum

Sesudah

2.

499,9

86,5 mL

2) Penetapan Kadar Asam Asetat No.

Vol. Asam

Vol. NaOH

Asetat (mL)

0,1000 N

Perubahan warna

(mL)

1.

Sebelum

Sesudah

9,1 mL

25 mL

2.

25 mL

Rata-rata

9,1 mL

9,1 mL

3) Pembuatan Kadar Asam Asetat Perhitungan : a. Massa grat CH3COOH = vol. rata – rata NaOH x N NaOH = 9,1 x 0,1 = 0,91 mg ¿

b. n CH3COOH

= = c. massa CH3COOH

massa grat C H 3 COOH Valensi C H 3 COOH

0,91 1 0,91 mmol

= mol x Mr CH3COOH = 0,91 x 60

= 54,6 mg = 5,46 x 10-2 gr d. Kadar CH3COOH

=

massaC H 3 COOH x 100 % volume sampel

=

2 10 ¿ x 100 % 25 5,46 x ¿ ¿

=

2 10 ¿ 21,84 x ¿

B. Permanganometri 1) Pembakuan Larutan KMnO4 0,1000 N Berat Natrium NO. Oksalat (mg)

Perubahan Warna

Vol. KMnO4 0,1000 N (mL)

1.

200 mg

30,3 mL

2.

200 mg

30,3 mL

Sebelum

Perhitungan : a.

Kesetaraan

=

massa Na−Oksalat larutan baku KMn O4

=

200 30,3

=

6,60

mg ml

Sesudah

b.

Na-Oksalat

=

massa Na−oksalat 0,1 x vol. KMn O 4 kesetaraan

=

200 0,1 x 6,60 30,3

=

20 199,98

= 0,100010001

≈ 0,1 N

2) Penetapan Kadar Ferrosulfat

Berat

Vol.

Perubahan Warna

NO. FeSO4 (mg)

1.

199,8 mg

2.

199,8 mg

Rata-rata

KMnO4 (mL)

Sebelum

Sesudah

1,3 mL

1,3 mL

1,3 mL

Perhitungan : 1.

Massa grat FeSO4

= vol. rata – rata KMnO4 x N KMnO4 = 1,3 x 0,1 = 0,13 mg

2.

n FeSO4

=

massa grat FeSO 4 valensi FeSO 4

=

0,13 2

= 0,065 mmol 3.

Massa FeSO4

= n FeSO4 x mr FeSO4

= 0,065 x 278 = 18,07 mg = 1,807 x 10-2 gr 4.

Kadar FeSO4

=

massa FeSO 4 x 100 % vol . sampel 3 ¿

=

10 x 100 % 10 18,07 x ¿ ¿

= 18,07 x 10-2 % 4

PEMBAHASAN A. Alkalimetri Pada percobaan alkalimetri untuk menguji kadar asam asetat menggunakan larutan baku NaOH 0,1 N sebagai penitar. Pada percobaan ini, asam asetat (CH 3COOH) atau larutan cuka ini diambil 25 mL dan diencerkan dalam 250 mL akuades. Larutan tersebut kemudian dimasukan pada tabung erlenmeyer, dalam proses pengujian ini ditambahkan juga 2 tetes indikator fonolftalein pada larutan asam asetat yang telah dicairkan tadi. Penggunakan indikator fenolftalein karena indicator ini memiliki trayek pH basa yaitu 8,2-10 serta termasuk jenis asam lemah yang dalam suasana asam tidak berwarna, namun jika dalam suasana basa berubah menjadi warna merah. 6 Pengujian kadar asam asetat dilakukan dengan proses titrasi menggunakan larutan baku NaOH 0,1 N. Pada proses titrasi, jika suatu reaksi telah melewati titik ekuivalen, maka akan terjadi perubahan warna pada larutan. Larutan yang semula berwarna bening berubah menjadi berwarna merah muda. Perubahan warna ini terjadi karena pada reaksi fenolftalein adanya penambahan basa NaOH pada asam asetat ini mengakibatkan kesetimbangan bergeser ke kanan yang ditandai dengan adanya perubahan warna pada larutan. Persamaan reaksi yang terjadi : CH3COOH + NaOH

CH3COONa + H2O

Percobaan ini dilakukan sebanyak dua kali. Pada percobaan pertama, sampel asam asetat digunakan sebanyak 25 mL dengan penambahan indikator fenolftalein sebanyak 2 tetes.

Kemudian larutan tersebut dititrasi hingga terjadi perubahan warna pada larutan menjadi warna merah muda. Pada proses titrasi pertama menggunakan larutan baku NaOH sebanyak 9,1 mL. pada percobaan kedua, menggunakan sampel dan indikator yang sama yang kemudian dititrasi hingga terjadi perubahan warna pada larutan menjadi warna merah muda. Pada percobaan kali ini juga menggunakan larutan baku NaOH sebanyak 9,1 mL. sehingga, diperoleh rata-rata penggunakan larutan baku NaOH yang digunakan dalam menitrasi asam asetat sebanyak 25 Ml adalah 9,1 mL natrium hidroksida (NaOH) 0,1 N. Percobaan ini dilakukan sebanyak 2 kali agar mendapatkan hasil yang valid. Percobaan titrasi asam asetat menggunakan metode alkalimetri yang dilakukan sebanyak 2 kali ini diperoleh 9,1 mL larutan NaOH 0,1 N untuk dapat mengubah warna pada sampel. Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk memperoleh kadar asam asetat yang diuji. Dari hasil perhitungan, diperoleh massa gram terlarut asam asetat yaitu sebanyak 9,1 mg dengan massa larutan CH3COOH yang terdapat pada sampel sebanyak 54,6 mg atau 0,0546 gram sehingga diperoleh kadar asam asetat pada sampel yaitu sebanyak 0,2184%. B. Permanganometri Pada percobaan permanganometri, untuk memperoleh kadar ferrosulfat digunakan larutan baku kalium permanganat (KMnO4) 0,1000 N sebagai penitar. Sebelum melakukan uji kadar ferrosulfat, langkah pertama yang dilakukan yaitu dengan melakukan pembakuan pada larutan kalium permanganat (KMnO4). Pembakuan larutan kalium permanganat (KMnO 4) dilakukan sebanyak dua kali menggunakan larutan natrium oksalat yang telah diencerkan sebelumnya. Pada percobaan pertama menggunakan natrium oksalat sebanyak 200 mg yang kemudian dilarutkan menggunakan akuades sebanyak 250 mL serta menambahkan 7 mL larutan asam sulfat (H 2SO4) pekat ke dalamnya. Penambahan asam sulfat ini bertujuan untuk memberikan suasana asam pada larutan dan sebagai pembentuk garam sulfat. Setelah itu, larutan dipanaskan pada suhu 70 oC yang selanjutkan akan dititrasi menggunakan larutan kalium permanganat (KMnO4). Pemanasan tersebut bertujuan untuk mempercepat reaksi, karena reaksi permanganat cenderung berjalan dengan lambat pada suhu kamar serta bertujuan agar sifat oksidator asam sulfat muncul sehingga apabila direaksikan dengan bentuk logam akan membentuk garam.7 Pada saat proses titrasi dibutuhkan larutan kalium permanganat (KMnO4) sebanyak 30,3 mL agar larutan dapat berubah warna menjadi warna merah meda yang menunjukan pada larutan tersebut telah mencapai titik ekuivalen. Persamaan reaksi yang terjadi selama titrasi ini yaitu :

2KMnO4 + 3H2SO4 + 5H2C2O4 → 2MnSO4 + K2SO4 + 8H2O + 10CO2 Kemampuan kalium permanganat (KMnO4) untuk memberikan warna merah muda pada larutan yang awalnya bening ini mengakibatkan kalium permanganat (KMnO 4) disebut sebagai autoindikator. Pembakuan larutan kalium permanganat baik pada percobaan pertama maupun pada percobaan kedua menggunakan volume yang sama. Hasil perhitungan normalitas dari kedua larutan diperoleh hasil sebesar 0,1 N. Pada penetapan kadar ferrosulfat (FeSO 4) dilakukan dengan melarutkan 10 mL larutan ferrosulfat yang dihasilkan dari 199,8 mg ferrosulfat (FeSO 4) kemudian dilarutkan dengan 50 Ml akuades. Larutan ferrosulfat (FeSO 4) ditambahkan dengan laruat asam sulfat (H2SO4) encer sebanyak 20 mL dalam tabung erlenmeyer. Kemudian larutan tersebut dititrasi menggunakan larutan kalium permanganat (KMnO4) hingga terjadi perubahan warna pada larutan menjadi berwarna merah muda. Perubahan warna ini menunjukan bahwa larutan telah mencapai titik ekuivalennya. Penggunaan asam sulfat (H 2SO4) dalam larutan ferrosulfat ini bertujuan untuk memberikan suasana asam pada larutan.8 Hal ini dilakukan karena titik akhir t...


Similar Free PDFs