Laporan Praktikum PB Pengaruh Etilen - Dyah Ayu Lingling Tristanti PDF

Title Laporan Praktikum PB Pengaruh Etilen - Dyah Ayu Lingling Tristanti
Author Lingling Tristanti
Course Food Technology
Institution Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur
Pages 8
File Size 248.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 14
Total Views 94

Summary

LAPORANPRAKTIKUM PENGENALAN BAHAN PANGANNAMA :DYAH AYU LINGLING TRISTANTINPM : 20033010007JUDUL MATERI PRAKTIKUM :PENGARUH ETILEN PADA PEMATANGANBUAH-BUAHANTANGGAL PRAKTIKUM :SENIN, 19 APRIL 2021PEMBIMBING PRAKTIKUM :Ir. ULYA SAROFA, MMDASAR TEORIPisang merupakan salah satu komoditi hortikultura yan...


Description

LAPORAN PRAKTIKUM PENGENALAN BAHAN PANGAN NAMA :

JUDUL MATERI PRAKTIKUM :

DYAH AYU LINGLING TRISTANTI

PENGARUH ETILEN PADA PEMATANGAN

NPM : 20033010007

BUAH-BUAHAN

TANGGAL PRAKTIKUM :

PEMBIMBING PRAKTIKUM :

SENIN, 19 APRIL 2021

Ir. ULYA SAROFA, MM

DASAR TEORI Pisang merupakan salah satu komoditi hortikultura yang disukai oleh penduduk Indonesia, hampir disemua daerah memiliki tanaman pisang dengan spesifikasi tersendiri. Pisang barangan merupakan pisang yang berasal dari daerah Sumatera Utara dan biasanya disajikan dalam keadaan segar baik sebagai makanan penutup maupun buah meja. Buah pisang termasuk buah klimakterik yang ditandai dengan meningkatnya laju respirasi pada saat buah menjadi matang, dan hal ini berhubungan dengan meningkatnya laju produksi etilen. Pada buah klimakterik, etilen berperan dalam perubahan fisiologis dan biokimia yang terjadi selama pematangan. Pemberian etilen eksogen pada buah klimakterik dapat mempercepat proses pematangan dan menghasilkan buah dengan tingkat kematangan yang seragam [Kader (2002) dalam Ali, dkk. 2012]. Etilen adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh yang pada suhu kamar berbentuk gas. Senyawa etilen dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses pertumbuhan dan pematangan hasil-hasil pertanian. Dalam keadaan normal,etilen akan berbentuk gas dan struktur kimianya sangat sederhana. Di alam,etilen akan berperan apabila terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. Hormon ini akan berperan dalam proses pematangan buah dalam fase klimaterik (Muchtadi, 2010). Klimaterik merupakan suatu fase yang banyak mengalami perubahan berlangsung. Klimaterik merupakan fase peralihan dari proses pertumbuhan menjadi layu, meningkatnya respirasi tergantung pada jumlah etilen yang dihasilkan serta meningkatnya sintesis protein dan RNA (Heddy, 2011). Kecepatan pemasakan buah terjadi karena zat tumbuh mendorong pemecahan tepung dan penimbunan gula (Kusumo, 2014). Proses pemecahan tepung dan penimbunan gula merupakan proses pemasakan buah dimana ditandai dengan terjadinya perubahan warna,tekstur,rasa,dan aroma. Kebanyakan buah yang sudah matang ditandai dengan adanya hilangnya warna hijau. Akibatnya kandungan klorofil pada buah yang sedang masak mengalami pengurangan. Pada saat

klimaterik, klorofilase bertanggung jawab atas penguraian klorofil. Penguraian hidrolitik klorofilase yang memecah klorofil menjadi bagian vital dan inti porfirin yang masih utuh. Maka kloroflida yang bersangkutan tidak mengakibatkan perubahan warna. Bagian porfirin pada molekul klorofil mengalami oksidasi sehingga warna akan hilang. Lunaknya buah disebabkan karena adanya perombakan photopelin yang tidak larut. Pematangan biasanya meningkatnya jumlah gulagula sederhana yang memberi rasa manis (Fantastico, 2011). Perubahan warna kulit dari buah pisang akibat dari degradasi klorofil oleh enzim klorofilase dan proses degradasi ini disebabkan oleh perubahan pH dan proses oksidasi. Setelah degradasi klorofil pigmen karotenoid (terutama xantofil dan karoten) muncul yang menyebabkan timbulnya warna kuning pada kulit dan daging buah pisang (Yanez dkk (2004) dalam Murtadha dkk.,2012). Nilai kekerasan pada buah yang berubah saat terjadi proses pematangan atau pemasakan buah menunjukan tingkat kesegaran pada buah, namun nilai kesegaran dikatakan baik, tidak hanya dikarenakan nilai kekarasan yang terlalu tinggi atau rendah saja, melainkan tergantung dari kondisi fisik buah tersebut. Buah dengan tingkat kematangan yang rendah memiliki kekerasan yang tinggi. Nilai kekerasan buah menunjukkan kedalaman jarum yang ditusukkan ke dalam buah. Semakin dalam tusukan atau semakin besar nilai kekerasan buah maka buah tersebut semakin lunak (Nurhayati, 2019). Bahan pemacu pematangan yang umum digunakan oleh petani dan pedagang pisang di pasar lokal adalah kalsium karbida, sedang pihak eksportir umumnya menggunakan gas etilen. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bahan yang dapat mengeluarkan gas etilen seperti etepon atau ethrel juga dapat digunakan untuk memacu proses pematangan buah. Bahan pemacu pematangan lainnya adalah gas asetilen yang merupakan analog dari etilen sehingga dapat berperan sebagaimana peran etilen dalam proses pematangan buah [Chesworth dkk., (1998) dalam Ali, dkk. 2012]. Kalsium karbida dipasarkan dalam bentuk bubuk berwarna hitam keabu-abuan dan secara komersial digunakan sebagai bahan untuk proses pengelasan, tetapi di negara-negara berkembang digunakan sebagai bahan pemacu pematangan buah. Kalsium karbida (CaC2) jika dilarutkan di dalam air akan mengeluarkan gas asetilen (Singal dkk., 2012). Buah yang dimatangkan dengan kalsium karbida akan mempunyai tekstur dan warna yang baik, tetapi aromanya kurang disukai. Penggunaan kalsium karbida saat ini sudah berkurang terutama di negara-negara maju karena dapat membahayakan bagi kesehatan disebabkan racun arsenik dan phosporus yang terkandung di dalamnya (Asif, 2012). TUJUAN Untuk mengetahui pengaruh etilen pada pematangan buah-buahan

METODOLOGI  Pengamatan subjektif pada warna, aroma, dan rasa - Bahan :  Pisang mentah - Cara Kerja : Mengamati warna, aroma, dan rasa pada pisang mentah

Mencatat hasil pengamatan subjektif  Uji Kekerasan pada pisang mentah - Alat :  Penetrometer - Bahan :  Pisang mentah - Cara Kerja : Mengukur kekerasan secara objektif pada buah pisang mentah dengan menggunakan penetrometer

Mencatat hasil uji kekerasan pada buah pisang mentah

 Uji keasaman atau pH : - Bahan :  Pisang mentah  Kertas pH - Alat :  Pisau  Telenan - Cara kerja : Memotong buah pisang mentah menjadi 2 bagian dengan menggunakan pisau

Menempelkan kertas pH pada bagian pisang mentah

Mengamati dan mencatat hasil keasaman atau pH dengan menggunakan kertas pH

 Perlakuan I – IV : - Bahan :  Pisang mentah  Pisang masak  Karbit  Kertas pH - Alat :  1 Toples tanpa penutup  3 Toples dengan penutup  Penetrometer - Cara Kerja : Perlakuan I : Toples Terbuka Memasukkan pisang mentah kedalam toples terbuka

Perlakuan II : Toples Tertutup Memasukkan pisang mentah kedalam toples tertutup

Perlakuan III : Toples Tertutup + Karbit Memasukkan pisang mentah dengan karbit kedalam toples yang tertutup

Perlakuan IV : Toples Tertutup + 1 buah pisang masak Memasukkan pisang mentah dengan pisang masak kedalam toples yang tertutup

Menyimpan semua sampel selama 5 hari

Setelah sampel disimpan selama 5 hari kemudian melakukan uji kekerasan dan uji keasaman pH pada tiap-tiap sampel

Mencatat hasil uji kekerasan dan uji keasaman atau pH pada tiap-tiap sampel

HASIL PENGAMATAN

Tabel Hasil Pengamatan Pengaruh Gas Etilen Setelah 5 Hari Penyimpanan Aroma

Terbuka

Rasa

Warna

Hari

Hari

Hari

Hari

Hari

Hari

Ke - 0

Ke - 5

Ke - 0

Ke - 5

Ke - 0

Ke - 5

Aroma

Pisang

Pahit

Manis

Hijau

Kuning

Pisang

Pahit

Manis

Hijau

Kuning

getah pisang Tertutup

Aroma getah

kehijauan

pisang Tertutup,ditambah

Aroma

karbit

getah

Pisang

Pahit

Manis

Hijau

Kuning

Pisang

Pahit

Manis

Hijau

Kuning

pisang Tertutup,ditambah

Aroma

pisang masak

getah

kehijauan

pisang

pH

Penetrometer

Hari ke - 0

Hari ke - 5

Hari ke – 0

Hari ke - 5

Terbuka

4

5

41

272

Tertutup

4

5

40

269

Tertutup,ditambah

4

5

38

294

4

5

42

274

karbit Tertutup,ditambah pisang masak

Keterangan : -

Hari ke – 0 = pisang mentah

-

Beban penetrometer sebesar 100 gram

PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini dilakukan uji pada 4 buah pisang mentah yang diberi perlakuan berbeda, uji ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh etilen pada proses pemantangan buah. Sebelum 4 buah pisang dipisah menjadi 4 perlakuan, terlebih dulu buah pisang diamati secara subjektif mengenai warna, aroma, dan rasanya. Uji kekerasan juga dilakukan pada sampel pisang untuk mengetahui seberapa keras pisang sebelum dilakukan pengamatan dengan 4 perlakuan. Pada perlakuan pertama, satu pisang mentah di masukkan ke dalam toples lalu dibiarkan terbuka. Lalu pada pisang mentah yang ke-2 dimasukkan ke dalam toples yang berbeda dan toples itu ditutup. Perlakuan berikutnya, pisang dimasukkan pada toples lain lalu ditambah dengan pisang yang sudah matang, dan perlakuan terakhir dilakukan dengan memasukkan pisang mentah ke dalam toples kosong lainnya lalu ditambahkan dengan karbit. Setelah semua pisang siap pada setiap toples, toples itu didiamkan dan diamati selama 5 hari. Hasil pengamatan pada hari ke-0, hari dimana sampel mulai dibedakan pada setiap toples yaitu ke4 pisang memiliki rasa yang pait, warna hijau, aroma seperti getah pisang mentah pada umumnya, dan kekerasan yang berbeda yaitu 41, 40, 32, dan 42. Pada hari ke-0 ini belum menunjukkan pengaruh etilen pada pisang, warna hijau pada kulit pisang hari ke-0 ini menunjukkan belum terjadinya peristiwa degradasi klorofil karena belum ada perubahan pH pada pisang. Pada hari ke-5 barulah terlihat banyak sekali perbedaan pada ke-4 pisang yang diuji. Pada pisang dengan toples terbuka didapati pisang dengan warna kulit kuning, rasanya manis, dan aroma seperti pisang pada umumnya. Pisang yang merupakan jenis buah klimaterik membuatnya matang dalam waktu yang relatif singkat meskipun sudah diambil dari pohonnya. Pada buah klamaterik laju respirasi yang semakin cepat akan memengaruhi kematangan buah yang terjadi dengan cepat pula. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Kader (2002) pada Murtadha, dkk (2012) yang menyatakan bahwa buah pisang termasuk buah klimakterik yang ditandai dengan meningkatnya laju respirasi pada saat buah menjadi matang, dan hal ini berhubungan dengan meningkatnya laju produksi etilen. Pada toples terbuka suplai oksigen didapatkan dengan mudah, hal ini akan memengaruhi laju respirasi yang dipacu oleh oksigen, semakin cepat laju respirasi, semakin banyak juga produksi etilen yang memengaruhi kematangan pisang dihasilkan, sehingga pisang pada toples terbuka menjadi matang pada hari ke-5. Warna kuning pada kulit pisang juga disebabkan karena naiknya pH pisang yang awalnya 4 menjadi 5. Hal ini sama seperti pernyataan dari Yanez (2004) dalam jurnal Murtadha (2012) yang menyatakan bahwa perubahan warna kulit dari buah pisang akibat dari degradasi klorofil oleh enzim klorofilase dan proses degradasi ini disebabkan oleh perubahan pH dan proses oksidasi.

Kekerasan dipengaruhi oleh tekanan turgor yang berubah maka dari itu kekerasan pada buah pisang yang mentah pasti berbeda dengan pisang yang sudah matang. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Muchtadi (2010) yang menyataan perubahan tekannan turgor memengaruhi kekerasan buah, pengempukan buah disebabkan oleh menurunnya jumlah protopectin yang tidak larut air dan naiknya jumlah pektin yang larut air. Kekerasan pada pisang dengan toples terbuka membesar dari 41 menjadi 272, makin besar nilai kekerasan tersebut berarti pisang tersebut semakin lunak. Hal serupa juga terjadi pada 3 toples lainnya, nilai kekerasannya membesar sehingga pisang yang diuji makin lunak, khusunya pada pisang dengan toples tertutup dan ditambahkan karbit di dalamnya. Karbit yang mengandung gas etilen membuat pisang cepat matang dibanding pisang pada toples lainnya karena selain disebabkan etilen pada pisang itu sendiri adanya penambahan karbit sangat memengaruhi kecepatan pematangan buah. Pada toples yang tertutup dengan tambahan pisang matang di dalamnya, pisang sampel yang semula mentahpun juga mengalami pematangan. Gas etilen pada pisang matang menyebar ke seluruh ruang di dalam toples dam memengaruhi proses pematangan dari pisang mentah. Sehingga meskipun pisang kurang mendapat suplai oksigen, kandungan etilen pada pisang sampel itu sendiri ditambah dengan sebaran gas etilen dari pisang matang di sampingnya membuatnya juga cepat mengalami pematangan. Rasa, aroma, dan pH pisang pada semua toples di hari ke-5 terlihat sama yaitu manis dan beroma seperti pisang pada umumnya. Rasa manis ini disebabkan oleh adanya gula hasil degradasi pati menjadi sukrosa, glukosa, dan fruktosa. Aroma yang khas pada buah pisang ditimbulkan oleh terbentuknya senyawa kompleks dari senyawa yang mudah menguap dan beberapa minyak atsiri yang ada dalam buah pisang. Rasa manis dan aroma yang khas tersebut merupakan tanda kematangan dari buah. Tanda-tanda itu sesuai dengan pernyataan dari Fransisco (2011) yang menyatakan bahwa proses pemasakan buah dimana ditandai dengan terjadinya perubahan warna,tekstur,rasa,dan aroma. Pematangan biasanya meningkatnya jumlah gula-gula sederhana yang memberi rasa manis. Namun untuk warna pada pisang di toples tertutup dan toples tertutup dengan ditambahkan pisang matang terlihat kuning kehijuan. Warna ini menunjukkan pisang yang tingkat kematangannya berbeda dengan pisang yang berwarna kuning. Suplai oksigen pada toples yang tertutup pasti berbeda dengan toples yang terbuka, sehingga laju respirasinyapun berbeda sehingga mengakibatkan terjadinya tingkat kematangan yang tidak sama karena jumlah produksi etilen yang berbeda pula. Tingkat kematangan itu juga memengaruhi kekerasan pada pada buah pisang sehingga didapat nilai kekerasan yang berbeda pada setiap pisang yang dijadikan sampel uji.

KESIMPULAN 1. Pisang merupakan jenis buah klimaterik dimana laju respirasi dan produksi etilen sangat memengaruhi proses pematangan buah. Etilen berperan dalam perubahan fisiologis dan biokimia yang terjadi selama pematangan. 2. Laju respirasi dipengaruhi oleh gas oksigen, semakin cepat laju respirasi semakin banyak pula etilen yang dihasilkan. 3. Pada perlakuan di toples yang terbuka dan tertutup dengan tambahan karbit, pematangan pada pisang memiliki waktu paling cepat ditandai dengan warna kulit yang kuning dan kekerasan yang nilainya lebih besar disbanding 2 perlakuan lainnya. 4. Buah pisang yang sudah matang akan memiliki nilai kekerasan yag besar, beraroma khas seperti pisang, rasanya manis, dan terjadi perubahan Ph. 5. Kekerasan pada buah dipengaruhi oleh perubahan pada tekanan turgor yang menyebabkan menurunnya jumlah protopectin yang tidak larut air dan naiknya jumlah pektin yang larut air.

DAFTAR PUSTAKA Asif M. 2012. Physico-chemical properties and toxic effect of fruit-ripening agent calcium carbide. Ann Trop Med Public Health 5:150 – 156. Fantastico. 2011. Hormon Tumbuhan. Jakarta : CV Rajawali. Heddy. 2011. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen Tanaman Hortikultura. Indonesia Australia Eastern Universities Project. Bogor. Kusumo. 2014. “Fisiologi Pasca Panen”. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Muchtadi, Tien, R . 2010 . Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung: Alfabeta. Murtadha, Ali, dkk. 2012. Effect of Ripening Stimulant Types on Barangan Banana (Musa paradisiaca L). Jurnal Rekayasa Pangan. Vol. 1(02). Hal. 47 – 56. Nurhayati, dkk. 2019. Pengaruh Proses Ozonisasi terhadap Jumlah Bakteri, Stabilotas Vitamin C dan Tekstur Buah Melon Potong. Jurnal Riset Gizi. Vol.7 No.2. Hal 79 – 82. Singal, S., M.Kumud dan S.Thakral, 2012. Application of apple as ripening agent for banana. Indian J.of Natural Products and Resources 3 (1): 61 – 64....


Similar Free PDFs