Makalah Kelompok 7 Pluralisme DAN Multikulturalisme Dalam Pandangan Islam PDF

Title Makalah Kelompok 7 Pluralisme DAN Multikulturalisme Dalam Pandangan Islam
Author Mustika Ayu Dika
Course Pendidikan Agama
Institution Universitas Sebelas Maret
Pages 17
File Size 429.3 KB
File Type PDF
Total Downloads 154
Total Views 776

Summary

iPLURALISME DAN MULTIKULTURALISME DALAM PANDANGANISLAMDosen Pengampu : Muh. Rosyid Ridlo, S, M Disusun Oleh : Muhamad Aqsha Dimas Illayka (D0321062) Muhammad Lutfi Mu‟ama (D0321066) Mustika Ayu Dika (D0321068) Nabila Mahadewi (D0321070) PENDIDIKAN AGAMA ISLAMFAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIKUN...


Description

PLURALISME DAN MULTIKULTURALISME DALAM PANDANGAN ISLAM

Dosen Pengampu : Muh. Rosyid Ridlo, S.Ag, M.SI Disusun Oleh : 1. Muhamad Aqsha Dimas Illayka

(D0321062)

2. Muhammad Lutfi Mu‟ama

(D0321066)

3. Mustika Ayu Dika

(D0321068)

4. Nabila Mahadewi

(D0321070)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2021

i

KATA PENGANTAR Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT , karena Rahmat dan Hidayahnya, kami dapat menuntaskan makalah mata kuliah Pendidikan Agama Islam bertema „Pluralisme dan Multikulturalisme dalam pandangan islam. Semoga makalah ini dapat dibaca dan dipergunakan dengan baik oleh para pembacanya. Kami menyampaikan banyak ucapan terima kasih untuk segala dukungan bagi setiap pihak yang telah membantu kami dalam menyusun pembuatan makalah ini. Kami haturkan segala permintaan maaf jika masih terdapat kekurangan dalam pembuatan maupun hasil dari makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan adanya. Demikian, semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Dan, bisa menambah wawasan yang lebih luas kepada para pembaca. Diharapkan dengan adanya makalah ini, pembaca juga bisa lebih mengerti dan paham tentang apa itu „Pluralisme dan Multikukturalisme dalam Pandangan Islam‟.

17 Oktober 2021

Kelompok 7

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. ii DAFTAR ISI............................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN .........................................................................1 1.1 Latar Belakang .........................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ....................................................................2 1.3 Tujuan Pembahasan .................................................................2 BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................3 2.1 Pengertian Pluralisme ..............................................................3 2.2 Pengertian Multikulturalisme...................................................7 2.3 Pluralisme dalam Islam ..........................................................10 2.4 Multikulturalisme dalam Islam ..............................................12 BAB III PENUTUP ................................................................................13 3.1 Kesimpulan ............................................................................13 3.2 Penutup ..................................................................................13 DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................14

iii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pluralisme merupakan salah satu ciri dari multikulturalisme. Dua ciri lainnya ialah adanya cita-cita mengembangkan rasa kebangsaan yang sama dan kebanggaan untuk terus mempertahankan kebhinekaan itu. Secara konstitusional, Indonesia bercita-cita mewujudkan masyarakat multikultural. Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut (M. Atho Mudzhar, 2005: 174). Pluralisme menunjukkan penerimaan pluralitas dalam masyarakat. Pluralitas dalam pengertian keragaman berarti bahwa manusia dari latar belakang yang berbeda hidup bersama dalam keadaan apapun. Ada berbagai alasan mengapa keragaman terjadi. Mungkin karena cara berpikir dan sikap terhadap suatu objek yang disebabkan oleh gaya hidup yang berbeda. Konsep plural dan multikultural dalam Pendidikan Islam setara dengan konsep „silaturrahim‟, yang berarti saling menghormati dan mencintai sesama makhluk tanpa membedakan suku dan agama. Pendidikan Islam tidak hanya menyangkut akhirat, tetapi juga kehidupan duniawi melalui pendidikan terpadu. Manusia dan kemanusiaan adalah sifat yang menunjukkan ke-positif-an dan keoptimis-an. Dalam Islam, semua manusia berasal dari satu sumber; Nabi Adam dan Hawa. Meskipun manusia berasal dari nenek moyang yang sama, namun kemudian berkembang menjadi ras, suku, atau bangsa yang berbeda, dengan segala budaya dan cara hidup yang berbeda. Perbedaan tersebut membuat mereka mengenal orang lain dan menghargai orang lain. Inilah yang kemudian disebut perspektif “kemanusiaan universal” oleh Islam yang akan menentukan dan mendorong solidaritas antar sesama.

1

1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari pluralisme? 2. Apa pengertian dari multikukturalisme? 3. Bagaimana Islam memandang pluralisme? 4. Seperti apa multikulturalisme dalam Islam?

1.3 Tujuan Pembahasan Untuk mengetahui rumusan masalah diatas, perlu adanya tujuan pembahasan. Adapun tujuan pembahasan mengenai makalah ini, yaitu : 1. Mmendalami maksud dari pluralisme. 2. Memahami arti dari multikulturalisme. 3. Mengenal cara pandang islam mengenai pluralisme. 4. Mengetahui multikulturalisme dalam islam.

2

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Pluralisme

Pluralisme adalah suatu paham atau pandangan hidup yang menerima kemajemukan keanekaragaman dalam masyarakat. Kemajemukan bisa dari segi agama, suku, ras, adat, dan banyak hal lainnya. Menerima kemajemukan artinya menerima perbedaan dan menerima hal-hal yang tidak sama. Pluralisme berasal dari dua kata yaitu plural yang artinya jamak atau lebih dari satu dan isme yang berarti ajaran. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pluralisme adalah keadaan masyarakat yang majemuk bersangkutan dengan sistem sosial dan politiknya. Pluralisme sebetulnya selaras dengan bangsa Indonesia terlebih lagi apabila melihat pedoman dari bangsa Indonesia yaitu Bhineka Tunggal Ika, yang artinya berbeda-beda tetapi tetap menjadi satu jua, yang mengingatkan kita betapa pentingnya pluralisme untuk menjaga persatuan dari kebhinekaan bangsa, asalkan pengertian pluralisme adalah toleransi. Pluralisme terjadi karena adanya faktor internal dan eksternal. Faktor internal, yaitu masalah teologis atau keyakinan seseorang dari apa yang telah ia percaya, dan merupakan suatu hal yang wajar sehingga muncul teori relativisme agama. Pemikiran relativisme ini merupakan sebuah sikap pluralisme terhadap agama. Sedangkan faktor eksternalnya adalah dari faktor sosiopolitik dan faktor keilmuan, faktor sosio-politik ini berhubungan dengan liberalisme yang merupakan paham yang menganut kebebasan, toleransi, kesamaan, dan pluralisme. Liberalisme inilah yang menjadi cikal bakal pluralisme, awalnya paham ini hanya berlaku sebagai paham politik namun pluralisme agama yang diciptakan hanya merupakan salah satu instrumen politik global untuk menghalangi munculnya kekuatan-kekuatan lain yang akan menghalangi kepentingan politik ekonomi barat. Kemudian faktor keilmuan, pada hakikatnya, terdapat banyak faktor keilmuan yang berkaitan dengan munculnya pluralisme. Namun yang berkaitan langsung dengan pembahasan ini adalah maraknya studi-studi ilmiah modern terhadap agama-agama dunia, atau yang sering dikenal dengan perbandingan agama. Di antara temuan dan kesimpulan penting yang telah dicapai adalah bahwa agama-agama di dunia hanyalah merupakan ekspresi atau manifestasi yang beragam dari suatu hakikat metafisik yang absolut dan tunggal, dengan kata lain semua agama adalah sama. 3

Nilai-nilai Pluralisme 1. Nilai kebebasan dan pengakuan terhadap eksistensi agama lain Allah SWT mengemukakan kekuasaan-Nya bahwa jika ia berkehendak tentulah Dia kuasa mempersatukan manusia ke dalam satu agama sesuai dengan tabiat manusia itu. Dan diadakannya kemampuan ikhtiar dan pertimbangan terhadap apa yang dikerjakan. Dengan demikian lalu manusia itu hidup sama halnya semut/lebah atau hidup seperti malaikat yang diciptakan seperti robot yang penuh ketaatan kepada-Nya dan sedikitpun tidak akan menyimpang dari ketentuan yang benar, atau tersesat ke jalan kesesatan. Akan tetapi Allah tidak berkehendak demikian

itu

dalam

menciptakan

manusia.

Allah

menciptakan

manusia

dengan

menganugerahkan kepada mereka kemampuan berikhtiar dan berusaha dengan penuh pertimbangan. Daya pertimbangan itu sejak azali diberikan kepada manusia. Pahala dan siksa berkaitan erat dengan pilihan dan pertimbangan itu. Masing-masing mereka diminta pertanggung jawaban terhadap segala perbuatan yang dihasilkan oleh pertimbangan dan pilihan mereka itu. Muhammad Quraisy Shihab dalam Wawasan Al-Qur‟an menyatakan bahwa Allah memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih jalan yang dianggapnya baik, mengemukakan pendapatnya secara jelas dan bertanggung jawab. Di sini dapat ditarik kesimpulan bahwa kebebasan berpendapat, termasuk kebebasan memilih agama adalah hak yang dianugerahkan Tuhan kepada setiap insan. Dalam kaitannya dengan pluralisme agama, ketika manusia meyakini bahwa kebenaran ada dalam genggaman Tuhan, hendaknya juga diyakini adanya kerelatifan manusia dalam menangkap kebenaran Tuhan tersebut.

2. Nilai Keadilan Keadilan, menurut Zainuddin Ali dalam Pendidikan Agama Islam, adalah kata jadian dari kata adil yang terambil dari bahasa Arab, yaitu “adl”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata adil diartikan sebagai tidak berat sebelah atau tidak memihak, berpijak kepada kebenaran, dan berarti sepatutnya atau tidak sewenang-wenang. Dalam perspektif Islam, keadilan-sebagai prinsip yang menunjukkan kejujuran, keseimbangan kesederhanaan, dan keterusterangan4

merupakan nilai-nilai moral yang ditekankan dalam Al-Qur‟an. Madjid Khadduri, sebagaimana dikutip dalam Melampaui Dialog Agama, menemukan dalam Al-Qur‟an tidak kurang dari seratus ungkapan yang memasukkan gagasan keadilan, baik dalam bentuk kata-kata yang bersifat langsung ataupun tidak langsung. Demikian pula di dalam kitab itu ada dua ratus peringatan untuk melawan ketidakadilan dan yang seumpamanya. Semua itu mencerminkan dengan jelas komitmen Islam terhadap keadilan. Keadilan individual, yaitu keadilan yang tergantung dari kehendak baik atau buruk masing-masing individu. Adapun keadilan sosial, lebih dekat dengan ketidakadilan struktural. Mahrus El-Mawa mengemukakan bahwa keadilan dalam keragaman sosial juga dapat didefinisikan sebagai keadilan yang pelaksanaannya tergantung dari struktur proses-proses ekonomis, politis, sosial, budaya, dan ideologis dalam masyarakat. Sedangkan menurut Franz Magnis Suseno, sebagaimana dikutip dalam Nilai - nilai Pluralisme, mengatakan terdapat beberapa tuntunan demi tegaknya keadilan. Paling tidak, dua hal dapat disebut: pertama, keadilan menuntut agar ketidakadilan ditiadakan. Hal itu, agar setiap orang diberlakukan menurut hak-haknya, dan agar tidak ada perbedaan yang sewenangwenang dalam memperlakukan anggota-anggota masyarakat. Kedua, keadilan menuntut perlakuan sama dalam situasi yang secara obyektif sama dan hormat terhadap hak semua pihak yang bersangkutan. Namun nilai-nilai Islam secara umum dan nilai-nilai keadilan secara khusus perlu dilepaskan dari segala atribut dan interes di luar nilai-nilai itu. Nilai- nilai agama hendaknya tidak dijadikan alat untuk mendukung masalah-masalah yang bersifat politik praktis.

3. Nilai tenggang rasa dan saling menghormati Dalam masyarakat majemuk yang menghimpun penganut beberapa agama, teologi eksklusivis tidak dapat dijadikan landasan untuk hidup berdampingan secara damai dan rukun. Indonesia dengan mayoritas penduduk Islam harus mampu memberi contoh pada umat agama lain bahwa teologi eksklusivis bagaikan tanaman yang tidak senyawa dengan bumi Indonesia. Al- Qur‟an jauh sebelumnya telah menegaskan semangat saling menghormati demi tercapainya kehidupan keagamaan yang harmonis. Oleh karena itu merupakan tanggung jawab suci pemukapemuka agama. Semangat saling menghormati ini juga diberikan Nabi SAW, sebagaimana riwayat yang dikutip oleh Zainuddin Ali dalam Pendidikan Agama Islam, yaitu, Pada saat Nabi 5

Muhammad SAW. bersama para sahabatnya berkumpul, tiba-tiba ada mayat Yahudi yang lewat di hadapan Rasulullah dan para sahabatnya, maka Rasul beserta sahabatnya serentak berdiri. Di antara sahabat yang berdiri tersebut, ada yang berkata kepada Nabi Muhammad SAW. bahwa mayat yang lewat itu adalah mayat orang Yahudi, tetapi Rasulullah tetap berdiri dan bersabda, bahwa mereka pun adalah manusia juga yang berhak mendapat penghormatan.

6

2.2 Pengertian Multikulturalisme

Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan pandangan seseorang tentang keragaman kehidupan di dunia atau kebijakan budaya yang mempromosikan penerimaan keragaman dan berbagai jenis kebiasaan (multikultural) dalam kehidupan masyarakat dalam kaitannya dengan nilai, sistem, kebiasaan dan adat istiadat. ditekankan. kebiasaan dan kebijakan mereka. Warga negara multikultural adalah warga negara yang terdiri dari berbagai jenis komunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan gagasan yang sedikit berbeda tentang lingkungan, sistem penggunaan, nilai, struktur organisasi sosial, sejarah, kebiasaan, dan adat istiadat. Multikulturalisme bertentangan dengan monokulturalisme dan asimilasi, yang telah menjadi norma dalam paradigma negara-bangsa sejak awal abad ke-19. Monokulturalisme membutuhkan kesatuan budaya normatif (istilah "monokultural" juga dapat digunakan untuk menggambarkan homogenitas yang sudah ada sebelumnya). Sedangkan asimilasi adalah munculnya keinginan untuk menyatukan dua atau lebih budaya yang berbeda dengan kegiatan mereduksi perbedaan sehingga tercipta pengguna baru. Jenis-jenis Multikulturalisme berbagai jenis pemahaman dan kecenderungan perkembangan pemikiran dan praktik multikulturalisme yang diungkapkan oleh para ahli membuat seorang tokoh bernama Parekh (1997: 183185) membedakan lima jenis multikulturalisme (Azra, 2007, merangkum uraian Parekh): 1) Multikulturalisme isolasionis mengacu pada warga negara di mana kelompok budaya

yang berbeda hidup secara mandiri dan berinteraksi satu sama lain dengan interaksi minimal. 2) Akomodasi multikultural, yaitu warga dari budaya dominan yang melakukan

penyesuaian dan adaptasi tertentu terhadap kebutuhan budaya minoritas. Warga negara ini merumuskan dan menegakkan undang-undang, undang-undang dan peraturan yang peka

terhadap

budaya

dan

memberikan

kebebasan

kepada

minoritas

untuk 7

mempertahankan dan mengembangkan adat istiadat mereka. Di sisi lain, minoritas tidak menentang budaya yang berlaku. Multikulturalisme diterapkan di beberapa negara Eropa. 3) Multikulturalisme otonom, warga negara pluralistik di mana kelompok budaya utama

memperjuangkan kesetaraan dengan kebiasaan yang berlaku dan menginginkan kehidupan yang otonom dalam kerangka politik yang dapat diterima secara kolektif. Perhatian utama dari budaya ini adalah pemeliharaan aktivitas vital mereka, yang memiliki hak yang sama dengan kelompok dominan; Mereka menantang asosiasi dominan dan mencoba menciptakan masyarakat di mana semua asosiasi dapat eksis sebagai mitra yang setara. 4) Multikulturalisme kritis atau interaktif, yaitu warga negara yang pluralistik di mana

kelompok budaya tidak terlalu fokus pada kehidupan budaya yang otonom; tetapi semakin membentuk kreasi kolektif yang mencerminkan dan memperkuat perspektif mereka yang berbeda. 5) Multikulturalisme kosmopolitan, mencoba untuk melarutkan batas-batas budaya

sepenuhnya untuk menciptakan masyarakat di mana setiap individu tidak lagi terikat pada kebiasaan tertentu dan di sisi lain tidak terikat pada eksperimen antarbudaya dan pada saat yang sama mengembangkan kehidupan budaya yang lain

Pendidikan multikultural adalah pendidikan nilai-nilai yang harus ditanamkan kepada generasi muda agar mereka memiliki persepsi dan sikap multikultural, terbiasa hidup bersama dalam berbagai karakter dan budaya, agama dan bahasa, serta menghormati hak-hak semua warga negara. tanpa mengakui mayoritas atau minoritas membedakan etnis dan bersama-sama mereka dapat membangun kekuatan bangsa sehingga di panggung global dan martabat bangsa yang kuat diperhitungkan. Ada lima alasan mengapa pendidikan multikultural diperlukan, yaitu: 1) Perubahan kehidupan manusia di Indonesia akibat kemajuan ekonomi telah memperlebar kesenjangan sosial antara golongan atas dan golongan bawah. 2) Pergerakan dan mobilitas penduduk yang cukup tinggi menyebabkan sering dan intensnya perjumpaan antar kelompok budaya yang berbeda. 3) Daerah pedesaan yang semakin terbuka.

8

4) Beberapa

konflik

sosial

budaya

yang

muncul

akhir-akhir

ini

menunjukkan

kesalahpahaman budaya yang besar antara kelompok-kelompok yang berkonflik. 5) Menghapus mitos dan interpretasi sejarah yang tidak mengarah pada persatuan nasional. Oleh karena itu, pengembangan pendekatan multikultural harus didasarkan pada tiga prinsip. Pertama, keragaman budaya merupakan dasar untuk mendefinisikan filsafat. Kedua, keragaman budaya dijadikan dasar untuk mengembangkan berbagai komponen kurikulum, seperti tujuan, isi, proses, dan penilaian. Ketiga, budaya dalam lingkungan pendidikan merupakan sumber belajar dan mata pelajaran yang harus menjadi bagian dari kegiatan belajar generasi muda. Dalam

pendidikan

multikultural,

nilai-nilai

kesetaraan

dan

kebersamaan

harus

ditransmisikan. Kelompok tertentu tidak diharapkan merasa lebih unggul dari kelompok lain. Untuk itu, kerja pembelajaran kooperatif dan kolaboratif dikembangkan secara aktif guna menciptakan kesadaran akan kesetaraan dan koeksistensi. Kegiatan seperti ini akan membiasakan berinteraksi dengan kelompok lain yang memiliki perbedaan. Kondisi ini memaksa seseorang untuk lebih memahami kelompok lain dan orang lain sehingga tujuan dapat dicapai secara memadai.

9

2.3 Pluralisme dalam Islam

pluralisme agama tidak sekedar persoalan mengakomodasi klaim-klaim kebenaran agama dalam wilayah pribadi, tetapi juga persoalan kebijakan publik di mana pemimpin muslim harus mengakui dan melindungi kebebasan beragama, tidak hanya intra-umat Islam, tetapi antaragama dan agama penutup yang mengajarkan ketuhanan dan kemanusiaan, termasuk di dalamnya persoalan pluralisme. Pluralisme adalah sesuatu terlahir dari dalil ajaran ketuhanan. Akal menyimpulkan bahwa jika keesaan hanya milik Allah, maka selain-Nya tidak layak untuk menyandangnya yang berarti selain Allah adalah pluralitas. Kemajemukan serta keberagaman dalam hal agama, tradisi, kesenian, kebudayaan, cara hidup, dan pandangan nilai yang di anut oleh kelompok etnis masyarakat Indonesia. Pada satu sisi, keberagaman dan kemajemukan ini bagi Indonesia bisa menjadi kekuatan yang positif dan konstruktif. Pada sisi lain, akan menjadi kekuatan yang negatif dan destruktif apabila tidak di arahkan dengan positif. terdapat ayat-ayat yang menunjukkan pada nilai-nilai pluralisme, sebagaimana alQur‟an sampaikan : Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal.” Qs. Al-Hujarat (49);13. Dalam ayat tersebut Alwi Shihab2 menafsirkan kata lita‟arofuu, bukan hanya berarti berinteraksi, tapi berinteraksi positif, selanjutnya dari akar kata yang sama pula setiap perbuatan baik dinamakan ma‟ruf. Keberagaman merupakan sunnatullah yang harus direnungi dan diyakini setiap umat, kesadaran umat beragama menjadi kunci bagi keberlan...


Similar Free PDFs