MAKALAH PAJAK ROKOK PDF

Title MAKALAH PAJAK ROKOK
Author Ahmad Rifqi
Pages 16
File Size 464.3 KB
File Type PDF
Total Downloads 73
Total Views 480

Summary

MAKALAH PAJAK ROKOK Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pajak dan Retribusi Daerah Disusun Oleh : Ahmad Rifqi 120620160037 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PADJADJAAN 2017 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pajak Daerah Pajak Daerah secara umum adalah pajak yang dipungut oleh daerah berdasarkan pe...


Description

MAKALAH PAJAK ROKOK

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pajak dan Retribusi Daerah

Disusun Oleh : Ahmad Rifqi 120620160037

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PADJADJAAN 2017

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Pajak Daerah Pajak Daerah secara umum adalah pajak yang dipungut oleh daerah berdasarkan peraturan

pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik (Darwin, 2010) Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Darwin, 2010). Pajak Daerah dikenakan kepada jenis pajak dengan ciri-ciri sebagai berikut (Darwin, 2010): 1. Objek pajak relatif tetap atau mobilitasnya rendah. 2. Objek pajak kurang sensitive terhadap perubahan pendapatan masyarakat. 3. Basis pengenaan pajaknya terdistribusi secara merata keseluruh daerah.

1.2

Jenis-jenis Pajak Daerah Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi

Daerah pasal 1: 1. Pajak Provinsi a. Pajak Kendaraan Bermotor adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak kepemilikan kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor. d. Pajak Air Permukaan adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. e. Pajak Rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah. 2

2. Pajak Kabupaten/Kota a. Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. b. Pajak Restoran adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. c. Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. d. Pajak Reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. e. Pajak Penerangan Jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. g. Pajak Parkir adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor. h. Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. i. Pajak Sarang Burung Walet adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung wallet. j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan

1.3

Subjek Pajak Rokok Pada Pajak Rokok yang menjadi subjek pajak adalah konsumen rokok. Sedangkan yang

menjadi wajib pajak adalah pengusaha pabrik rokok/produsen dan importer rokok yang memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai. Pajak Rokok dipungut oleh instansi pemerintah pusat yang berwenang memungut cukai bersamaan dengan pemungutan cukai rokok. Pajak Rokok yang dipungut oleh instansi pemerintah pusat, disetor ke rekening kas umum daerah provinsi secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk. 3

Dalam menjalankan kewajiban perpajakannya wajib pajak dapat diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenankan oleh Undang-Undang dan Peraturan Daerah tentang Pajak Rokok. Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi dan atau secara tanggung renteng atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib pajak dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya. 1.4

Objek Pajak Objek Pajak Rokok adalah konsumsi rokok. Yang dimaksud dengan rokok meliputi sigaret, cerutu, dan rokok daun. 1. Sigaret adalah hasil tembakau yang dbuat dari tembakau rajangan yang dibalut dengan cara dilanting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. Sigaret terdiri atas sigaret kretek, sigaret putih, dan sigaret kelembak kemenyan. 2. Cerutu adalah hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung, sedemikian rupa dengan daun tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya. 3. Rokok daun adalah hasil tembakau yang dibuat dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilanting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.

1.5

Bukan Objek Pajak Rokok Berdasarkan ketentuan Undang Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana

diubah dengan Undang Undang Nomor 39 Tahun 2007 pasal, cukai tidak dipungut atas barang kena cukai terhadap tembakau iris yang dibuat dari tembakau hasil tanaman Indonesia yang tidak dikemas untuk penjualan eceran dengan bahan pengemas tradisional yang lazim dipergunakan, apabila dalam pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan tembakau yang berasal dari luar negeri atau bahan lain yang lazim dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau dan atau pada kemasannya ataupun tembakau irisnya tidak dibubuhi merek dagang, etiket, atau yang sejenis itu. Selain itu, pasal 8 ayat 2 ditentukan bahwa cukai juga tidak dipungut atas barang kena cukai (termasuk hasil tembakau) apabila : 4

a. Diangkut terus atau diangkut lanjut dengan tujuan luar daerah pabean; b. Diekspor; c. Dimasukkan ke dalam pabrik atau tempat penyimpanan; d. Digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai; atau e. Telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan dari pabrik, tempat penyimpanan atau sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai. 1.6

Dasar Pengenaan Pajak Rokok Dasar Pengenaan Pajak Rokok adalah cukai yang ditetapkan terhadap rokok, dengan

besaran tarif 10% (persen) dari cukai rokok. Pemanfaatan Pajak Rokok minimal 50% (persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan hukum oleh aparat berwenang. Cukai adalah pungutan atau pajak yang dikenakan oleh Negara terhadap barang-barang yang memiliki karakteristik dan sifat tertentu, dimana penggunaannya telah diatur didalam undang-undang yang ditetapkan oleh pemerintah. Pengertian cukai rokok berarti rokok dikenakan pajak oleh pemerintah dengan tarif tertentu. Undang-undang mengenai pengenaan dan ketetapan cukai telah diatur dalam undang-undang No. 11 Tahun 1995 diubah dengan undang-undang No. 39 Tahun 2007 tentang cukai. Adapun barang yang dikenai cukai oleh pemerintah memiliki karakteristik yaitu: a) Jenis barang yang konsumsinya perlu dikendalikan secara khusus penggunaannya didalam masyarakat luas. b) Barang yang peredarannya didalam masyarakat perlu diawasi secara khusus. c) Barang yang didalam pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat luas ataupun bagi lingkungan hidup sekitarnya. d) Barang yang pemakaiannya perlu dilakukan pembebanan pungutan Negara, dimana hal ini dimaksudkan untuk menciptakan keadilan dan keseimbangan ditengah masyarakat luas. Adapun contoh barang yang dikenai cukai, antara lain: 1. Etil alkohol atau etanol, dimana barang ini dikenai cukai dengan tidak mengindahkan bahan baku atau bahan dasar yang digunakan serta proses yang dilakukan dalam pembuatannya. 5

2. Berbagai macam hasil olahan tembakau, seperti: sigaret, tembakau iris, cerutu, rokok daun, dan hasil pengolahan tembakau lainnya. 3. Berbagai macam minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapapun.

1.7

Sistem Pemungutan Pajak Rokok Pemungutan pajak rokok ini akan dilakukan oleh Direktorat Jenderal (Dirjen) Bea dan

Cukai. kemudian, hasil pemungutan tersebut

diserahkan oleh DJBC dan selanjutnya akan

dipungut pajaknya sesuai dengan tarif yang sudah ditentukan yaitu 10%. Hasil pemungutan (penerimaan) pajak rokok tersebut akan ditampung sementara dalam rekening kas negara, untuk selanjutnya akan disetor ke Rekening Kas Umum Daerah Provinsi sesuai proporsi jumlah penduduk masing-masing provinsi. Penyetoran ke provinsi dilaksanakan secara triwulanan, yakni pada bulan pertama triwulan berikutnya. Khusus untuk penyetoran triwulan IV hanya mencakup penerimaan pajak rokok bulan Oktober dan Desember, sedangkan penerimaan bulan Desember akan disetor ke provinsi setelah ditetapkannya hasil audit Laporan Arus Kas Pemerintah oleh BPK. Ketentuan mengenai pemungutan dan penyetoran pajak rokok telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok. Pajak rokok memang dikategorikan sebagai pajak provinsi atau pajak yang menjadi pendapatan provinsi. Walaupun begitu, pajak rokok tersebut harus dibagi dengan pemerintah kabupaten/kota. Pajak Rokok ini akan diterima oleh pemerintah kabupaten/kota sebesar 70% dan 30% akan diperuntukkan bagi pemerintah provinsi. Sesuai Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, penerimaan pajak rokok tersebut, baik yang bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, harus dialokasikan minimal 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum. Pajak rokok ini sebenarnya dipungut oleh pemerintah daerah. Sebab, pajak rokok memang menjadi pajak daerah provinsi. Namun, karena UU Nomor 28 Tahun 2009 mengamanatkan pemungutan pajak ini ke Bea Cukai, maka Direktorat Jendral Bea Cukai (DJBC) mulai menyiapkan mekanismenya. Dengan begitu, ketika ini diterapkan maka proses pemungutan pajak rokok tidak menimbulkan masalah. Saat ini Direktorat Jendral Bea Cukai (DJBC) sedang menyiapkan tata cara dan mekanisme pemungutan pajak rokok ini. Salah satu alternatifnya adalah pajak rokok dipungut bersamaan dengan pemungutan cukai. Jadi, ketika produsen rokok membayar setoran cukai rokok, pada saat bersamaan mereka juga akan membayar pajak rokok yang besarnya 10% dari setoran cukai yang 6

mereka bayarkan tersebut. Misalkan seorang produsen rokok menyetorkan cukai rokok sebesar Rp 100 juta. Ia juga harus membayar tambahan pajak rokok sebesar Rp 10 juta. Jadi total yang harus disetorkan oleh produsen rokok tersebut adalah Rp 110 juta. Pajak rokok tersebut tentunya akan menjadi beban bagi produsen rokok. Tetapi, ujung-ujungnya nanti para produsen rokok pasti akan membebankan pajak tersebut lagi ke konsumen dengan menaikkan harga jual rokok.

1.8

Jenis dan Besar Tarif Pajak Rokok Tarif pajak rokok ditetapkan sebesar 10% dari cukai rokok. Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2009 pada penjelasan Pasal 29 menyatakan bahwa pada saat diberlakukannya ketentuan mengenai Pajak Rokok, pengenaan Pajak Rokok sebesar 10% (persen) dari cukai rokok diperhitungkan dalam penetapan tarif cukai nasional (PMK No.147/PMK.010/2016). Adapun besar tarif cukai rokok, antara lain : Sebagai contoh pemerintah pusat menetapkan tariff cukai spesifik sebesar Rp. 200,00/batang dan tarif advalorum (harga dasar) sebesar 40% dari Harga Jual Eceran (HJE) yang ditetapkan pemerintah pusat. Dalam kasus ini besarnya dasar pengenaan Pajak Rokok ditentukan sebagai berikut: 1.

Apabila pemerintah pusat hanya mengenakan tarif spesifik, dasar pengenaan pajak adalah Rp. 200,00/batang;

2.

Apabila pemerintah pusat hanya mengenankan tarif advalorum, dasar pengenaan pajak adalah 40% x HJE; dan

3.

Apabila pemerintah pusat mengenakan tariff spesifik dan tariff advalarium, dasar pengenaan pajak adalah (Rp. 200,00/batang + 40% HJE)

7

BAB II PEMBAHASAN

2.1

Sri Mulyani: Kenaikan Cukai Rokok dengan Memperhatikan 5 Aspek

Sumber: http://bisnis.liputan6.com/read/2615013/sri-mulyani-kenaikan-cukai-rokokdengan-memperhatikan-5-aspek?source=search Sri Mulyani menyebutkan, 5 aspek menjadi patokan pemerintah saat menaikkan tarif cukai rokok. Pertama aspek kesehatan, kontrol konsumsi, tenaga kerja, rokok ilegal, dan penerimaan negara. "Tarif tinggi maka penerimaan negara akan tinggi, namun produksi akan menurun tajam, 8

itu baik dari sisi kesehatan namun akan berimbas pada industri," imbuh dia. Dia mengatakan, banyak pilihan yang dimiliki pemerintah sampai akhirnya menentukan tarif kenaikan cukai rokok. Besaran yang diputuskan saat ini dinilai paling tepat dan memenuhi asas keseimbangan baik untuk masyarakat maupun industri. Akan tetapi pada kenyataannya, bahwa biaya yang harus dikeluarkan akibat dampak merokok jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya bagi hasil cukai tembakau yang selama ini diterima negara dan daerah. Tentu dalam hal ini masyarakat mungkin tak begitu ambil pusing terkait hal ini karena penyakit-penyakit yang disebabkan karena merokok berlangsung laten dan kronis, tidak akut seperti demam berdarah misalnya. Banyak masyarakat awam yang terus merokok karena penyakit akibat asap rokok tidak langsung menunjukkan gejala klinisnya. Selalu ada pro dan kontra dalam kebijakan ini.

2.2

YLKI Protes Menkeu Beri Penghargaan ke Perusahaan Rokok

Sumber: http://bisnis.liputan6.com/read/2422423/ylki-protes-menkeu-beri-penghargaanke-perusahaan-rokok

9

Pada kasus ini, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) merasa kecewa dengan apresiasi dari Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro kepada empat perusahaan rokok. Perusahaan rokok tersebut merupakan penyumbang penerimaan cukai terbesar sepanjang tahun 2015. Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi menganggap penghargaan itu sebagai tindakan tidak etis seorang menteri karena beberapa alasan. Karena peningkatan cukai rokok dinilai sama dengan kenaikan jumlah perokok di Indonesia. "Itu artinya Menkeu memang menghendaki masyarakat Indonesia jadi perokok aktif dan mendukung mereka sakit akibat konsumsi rokok. Menkeu juga artinya mendukung kemiskinan karena konsumsi rokok memicu kemiskinan. Tetapi dalam menetapkan peraih penghargaan, katanya, DJBC Kemenkeu bukan saja melihat semata-mata karena sumbangan penerimaan perusahaan rokok yang besar, tapi juga kepatuhan stakeholder dalam membayar setoran cukai. Memang rokok ini mempunyai sisi positif dan negatifnya, pada kenyataannya memang lebih banyak ke dampak negatifnya seperti penjelasan kasus tadi. Oleh karena itu, pemerintah dilema di satu sisi menjadi pendapatan negara, di sisi lain pemerintah harus siap terhadap dampak negative yang di timbulkan. Mungkin pemerintah bisa mencari solusi yang lebih tepat, dan berani membuat keputusan yang tidak merugikan pihak manapun terkait masalah rokok ini, contohnya pemerintah harus memberikan mata pencaharian lain bagi masyarakat yang selama ini menggantungkan hidup dari rokok.

10

2.3

Kasus Penerimaan Pajak Rokok di Daerah Ini Capai Rp 6,3M

Sumber: http://www.kretek.co/index.php/2016/12/19/penerimaan-pajak-rokok-daerahcapai-rp63-miliar/

Pembayaran pajak daerah yang diambil dari bagi hasil cukai rokok diterima daerah itu lebih besar dari tahun sebelumnya dengan selisih mencapai Rp 463,15 juta. Penerimaan ini merupakan salah satu jenis pajak daerah, dimana pajak ini adalah pungutan atas cukai rokok dipungut instansi pemerintah pusat yang kemudian disetor ke rekening kas umum daerah provinsi secara proposional berdasarkan jumlah penduduk. Di dalam UU No.28/2009 tersebut, kata dia juga mengatur pembagian besaran penerimaan pajak rokok yakni 70 persen diserahkan kepada kabupaten/kabupaten dan sisanya sebesar 30 persen diserahkan kepada pihak provinsi. Penerimaan ini selain meningkatkan pendapatan asli daerah tersebut juga untuk mengurangi konsumsi rokok, penyakit akibat merokok, mengurangi peredaran rokok illegal, serta melindungi masyarakat atas bahaya rokok.

11

Oleh karena itu, pemda membutuhkan kebijakan yang terarah terutama dalam pola transfer dana ke daerah. Jika polanya seperti sekarang dimana semua dana yang diterima ke daerah itu masuk semua ke kas daerah, tanpa transparansi informasi kapan dan berapa besaran yang masuknya kepada masyarakat, dan apa yang telah dihasilkan dari dana tersebut bisa di pastikan pajak rokok daerah tidak akan efektif. Takutnya, malah bisa jadi lahan basah untuk penyalahgunaan.

2.4

PAJAK ROKOK: Jabar Nilai Daerah Tak Bergairah Kelola Dana Bagi Hasil

Sumber: http://finansial.bisnis.com/read/20161011/10/591579/pajak-rokok-jabar-nilaidaerah-tak-bergairah-kelola-dana-bagi-hasil

12

Kasus ini terjadi karena pusat masih belum memberikan informasi yang jelas terkait pungutan. Menurut Iwa Karniwa Sekda Jabar, karena pemungutan pajak rokok merupakan hal baru dua tahun terakhir dilakukan, baik oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota banyak hal yang belum sepenuhnya dipahami aparat daerah di provinsi maupun kabupaten kota. “Contohnya bagaimana pajak rokok ini disetorkan, diterima, dan dibagihasilkan kepada kabupaten/kota hingga bagaimana hasil pemungutan itu dimanfaatkan. Terkait pengelolaan pajak rokok yang dalam hal ini disebut dengan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dibagi menjadi dua hal yakni pemanfaatannya oleh Dinas Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) dan Bappeda yang mengalokasikan.

Oleh karena itu, saran saya agar pengalokasian dana bagi hasil pajak rokok mulus, daerah segera menganggarkan target penerimaan pajak rokok dalam APBD masing-masing. Nantinya pemanfaatan hasil pajak rokok, baik bagian provinsi maupun kabupaten/kota, 50% digunakan untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum sesuai UU 28 Tahun 2009. Pemerintah di minta juga dapat bersinergi dan meningkatkan pengelolaan adminstrasi pendapatan daerah serta meningkatkan potensi pajaknya.

13

BAB III PENUTUP

3.1

Kesimpulan

Pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut pemerintah, pajak rokok merupakan pajak baru yang di terapkan mulai Januari 2014. Tujuan utama penerapan pajak rokok adalah untuk melindungi masyarakat terhadap bahaya rokok. Penerapan pajak rokok sebesar 10 % dari nilai cukai juga dimaksudkan untuk memberikan optimalisasi pelayanan pemerintah daerah dalam menjaga kesehatan masyarakat. Sebenarnya pajak rokok dikategorikan sebagai pajak pemerinah daerah provinsi dan dipungut sendiri oleh pemerintah provinsi. Namun, karena UU Nomor 28 Tahun 2009 mengamanatkan pemungutan pajak ini ke Bea Cukai, maka Ditjen Bea Cukailah yang akan melakukan pemungutan pajak rokok tersebut. Setelah itu pajak rokok akan dialokasikan menjadi pendapatan asli daerah provinsi. Kemudian pendapatan tersebut akan dibagi degan pemerintah daerah kabupaten/kota sebesar 70% untuk kabupaten/kota dan 30% untuk provinsi. Dalam pajak, tentunya ada subjek dan objek yang akan dipungut pajaknya. Subjek pajak rokok adalah konsumen rokok dan WP rokok adalah produsen rokok. Sedangkan objeknya adalah konsumsi rokok tersebut. Pemanfaatan Pajak Rokok minimal 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan hukum oleh aparat berwenang. Ada yang pro dan kontra dengan adanya pajak rokok ini, tetapi yang jelas kita harus mendukung I’tikad baik pemerintah yang telah berupaya bersikap adil terhadap masyarakatnya karena dengan mengenakan pajak rokok terhadap para industry rokok yang bertujuan untuk menjadi penyeimbang atau mendanai pelayanan di bidang kesehatan dan hukum yang terjadi akibat dari rokok itu sendiri.

3.2

Saran

Demi terciptanya generasi muda Indonesia berkualitas, seharusnya harapan ini didukung seluruh elemen bangsa dengan penuh kesadaran diri. Cu...


Similar Free PDFs