MAKALAH PENDIDIKAN AKHLAK PDF

Title MAKALAH PENDIDIKAN AKHLAK
Pages 16
File Size 1.6 MB
File Type PDF
Total Downloads 83
Total Views 973

Summary

MAKALAH PENDIDIKAN AKHLAK Dosen Pembimbing Anggraini, M.IRK Kelompok II 1. Siti Nurhasanah (1042019058) 2. Muchni Novia (1042019044) 3. Sainah (1042019012) 4. Salman Alfarizie ZA (1042019056) FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LANGSA TAHUN 2019 1 KATA PENGANTAR Puji syuk...


Description

Accelerat ing t he world's research.

MAKALAH PENDIDIKAN AKHLAK Nur Hasanah

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

AKHLAK T ERCELA_ TASAWUF.docx Manzilat ul Fadhilah

MENGENAL AQIDAH DAN AKHLAK ISLAMI Dedi Wahyudi Akhlak dan Tasawuf- Kebersihan Jiwa Asas Keperibadian Muslim Sodiqin Zulfikri

MAKALAH PENDIDIKAN AKHLAK

Dosen Pembimbing Anggraini, M.IRK

Kelompok II

1. Siti Nurhasanah (1042019058) 2. Muchni Novia (1042019044) 3. Sainah (1042019012) 4. Salman Alfarizie ZA (1042019056)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LANGSA TAHUN 2019 1

KATA PENGANTAR Puji syukur senantiasa penulis haturkan atas kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai harapan. Shalawat dan salam juga tak lupa tercurah kepada baginda Nabi besar kita, Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya yang membawa kita semua dari zaman Jahiliyah menuju zaman yang terang benderang akan cahaya-cahaya ilmu penuh berkahMu ini. Semoga kita selalu dalam syafa’atNya. Amin ya robbal ‘alamin. Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Akhlak pada semester 1 di FTIK, IAIN LANGSA. Penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama penyusunan makalah ini. Masih banyak cacat dan cela pada makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diperlukan demi perbaikan yang berarti. Segala kekurangan yang ada pada makalah ini adalah milik penulis dan segala kelebihannya milik ALLAH SWT. Penulis hanya dapat beriktiar, berdo’a, ikhlas, dan mempasrahkan kepada ALLAH SWT. Semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Langsa, November 2019

Penulis

2

DAFTAR ISI Kata Pengantar..........................................................................................................................2 Daftar Isi....................................................................................................................................3 BAB I Pendahuluan..................................................................................................................4 A. Latar Belakang.........................................................................................................4 B. Rumusan Masalah....................................................................................................4 C. Tujuan Masalah.......................................................................................................4 BAB II Pembahasan.................................................................................................................5 A. Pengertian Akhlak Mazmumah...............................................................................5 B. Macam-macam Akhlak Mazmumah.......................................................................5 1. Hasad.................................................................................................................5 2. Riya’..................................................................................................................7 3. Hubbud Dunya...................................................................................................8 4. Sum’ah...............................................................................................................9 5. Ujub.................................................................................................................10 6. Takabur............................................................................................................10 7. Itba’ul Hawa.....................................................................................................12 8. Ghibah..............................................................................................................14 BAB III Penutup....................................................................................................................16 A. Kesimpulan............................................................................................................16 B. Saran.......................................................................................................................16 Daftar Pustaka..........................................................................................................................17

3

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akhlak Mazmumah (tercela) adalah perbuatan/perilaku yang tidak diridhoi oleh Allah SWT. Seseorang yang berbohong, sombong, pamer, menyiksa, menyakiti, dan berbagai bentuk ketidakadilan seperti menindas, mengambil hak orang lain dengan paksa dan lain-lain. Itu semua adalah perbuatan tercela. Sungguh moral manusia sudah sangat rusak akibat akhlakakhlak tercela tersebut. Seseorang tidak akan mendapatkan kebahagiaan, jika ia selalu melakukan perilaku-perilaku tercela. Baik ketika di dunia maupun di akhirat. Kebahagiaan yang diperoleh dari perilaku tercela tersebut hanya bersifat sementara dan akan mendapat kesedihan dan penyesalan yang tak ada hentinya. Di sisi lain, Alquran juga mengemukakan dan memberi peringatan tentang akhlak-akhlak tercela yang dapat merusak iman seseorang dan pada akhirnya akan merusak dirinya serta kehidupan masyarakat. Seperti akhlak buruk Quraisy dahulu untuk memojokkan kebenaran yang di sampaikan Rasulullah sebagaimana yang dilakukan oleh tokoh-tokoh quraisy seperti, Abu Jahal, Walid bin Mugirah, Akhnas bin Syariq, dan Aswad bin Abdi Yaquts. Oleh karena itu, iman merupakan suatu pengakuan terhadap kebenaran dan harus dipelihara serta di tingkatkan kualitasnya melalui sikap dan perilaku terpuji. Sifat terpuji dan tercela yang tertanam dalam diri manusia selalu berdampingan dan terlihat dalam perilaku sehari-hari. Apabila perilaku seseorang menampilkan kebaikan, maka terpujilah sikap orang tersebut. Sebaliknya, apabila perilaku seorang menampilkan kejahatan, maka tercelalah sikap orang tersebut.

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengertian Akhlak Mazmumah? 2. Apa macam-macam akhlak mazmumah sehari-hari serta cara mengobatinya?

dan

bahaya

C. Tujuan Masalah 1. Mengetahui pengertian Akhlak Mazmumah 2. Mengetahui macam-macam akhlak mazmumah kehidupan sehari-hari serta cara mengobatinya

4

dan

bagi

kehidupan

bahaya

bagi

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Akhlak Mazmumah (tercela) Menurut bahasa, akhlak merupakan tingkah laku, perbuatan, tabiat atau perangai. Sedangkan akhlak menurut istilah merupakan suatu pengetahuan yang menjelaskan mengenai perbuatan yang baik serta buruk, mengatur perilaku manusia, serta mampu menentukan perbuatan akhir. Akhlak buruk atau tercela merupakan suatu sikap atau perbuatan jelek yang dilarang oleh agama. Karena pada dasarnya agama mengajarkan kita untuk selalu bersikap baik terutama menjaga perilaku serta perbuatan yang akan kita lakukan. Dengan berlandaskan agama, maka sikap tercela ini sebenarnya bisa dicegah karena ancaman serta sangsi yang akan didapatkan dalam waktu cepat maupun di kehidupan selanjutnya. B. Macam-macam Akhlak Mazmumah dan bahaya bagi kehidupan seharihari serta cara mengobatinya. Di dalam kehidupan ini banyak sekali kita menjumpai perilaku tercela, namun kita akan membahas sebagian dari perilaku tercela tersebut : 1. Hasad Menurut sebagian besar ulama, hasad (dengki atau iri hati) merupakan akar dari semua penyakit hati. Karena sifat ini merupakan manifestasi dosa pertama serta penyebab ketidakpatuhan terhadap Allah SWT. Sebagaimana sifat setan yang tidak mau mematuhi perintah Allah untuk memberi hormat kepada Nabi Adam AS. karena ia merasa iri hati terhadap Nabi Adam yang dipilih Allah untuk menjadi wakil-Nya di bumi. Oleh karena itu, setan selalu menebarkan (hasid atau hasud) rasa iri hati dalam diri manusia agar menyandang sifat yang sama dengannya.1 Pada dasarnya hasad merupakan akibat dari dendam dan dendam merupakan akibat dari kemarahan dan kebencian terhadap apa yang dilihatnya (tentang kondisi kebaikan keadaan yang dicemburui). Pada hakikatnya hasad adalah membenci kenikmatan Allah kepada saudaranya, akan tetapi tentang hasad ini dibedakan menjadi dua jenis. Pertama, membenci kenikmatan yang diberikan Allah kepada saudaranya dan ia menginginkan kenikmatan itu hilang darinya. Ini merupakan hasad yang paling tercela. Kedua, seseorang yang membenci kenikmatan yang Allah bagi kepada saudaranya dan tidak ada keinginan nikmat itu hilang darinya, tetapi ia menginginkan sebagaimana yang ada pada saudaranya. Hal semacam ini disebut ghitbah.2 Terkadang untuk hasad jenis kedua ini disebut dengan al-munafasah (berlomba), berlomba dalam permasalahan yang disenangi untuk mendapatkan dan memilikinya. Akan tetapi, munafasah ini tidak mutlak 1

Hamza Yusuf, Hatiku Surgaku: Terapi Jitu Membersihkan Hati dari Sifat-sifat yang Tidak Disukai Allah, (Jakarta : Lentera Hati, 2009 ), hlm. 51-52 2 Abu Hamid M. Al-Ghazali, Mutiara Ihya’ Ulumuddin : Ringkasan Yang Ditulis Sendiri oleh Sang Hujjatul Islam; Terjemahan Irwan Kurniawan, (Bandung : Mizan, 2008 ), hlm. 265

5

tercela, bahkan terpuji bila dalam kebaikan.3Adapun berharap agar Allah memberikan kenikmatan seperti itu kepadanya tidaklah tercela jika dalam urusan agama. Dalam kitab Durratun Nasihin disebutkan bahwa bahaya yang ditimbulkan dari rasa dengki atau hasad ini ada 8 macam, yaitu : a. Merusak ketaatan b. Menjuruskan kepada perbuatan maksiat, karena hasad tidak lepas dari bohong, caci maki, fitnah, dan ghibah. c. Meniadakan syafaat d. Masuk ke dalam neraka e. Menyebabkan suka menggoda/mengganggu orang lain f. Mengakibatkan rasa letih dan takut yang tidak ada gunanya, bahkan selalu dibarengi dengan perbuatan dosa dan maksiat g. Menyebabkan buta hati, dimana ia tidak dapat menerima dan memahami hukum-hukum Allah yang baik h. Menyebabkan kegagalan yang pada akhirnya tidak bisa mencapai apa yang menjadi maksudnya dan selalu dikalahkan oleh lawannya4 Menurut Imam Mawlud sebagaimana yang dikutip oleh Hamza Yusuf, ada beberapa cara untuk mengobati penyakit iri hati, yaitu : 1. Melawan hawa nafsu yang dapat menerima seseorang dari kebenaran dengan cara melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi objek iri hati 2. Menyadari dengan sungguh-sungguh bahwa iri hati tidak akan pernah memberikan manffat bagi pelakunya 3. Menyadari bahwa apa yang seseorang peroleh sesungguhnya dari Allah dan juga akan kembali kepada-Nya 4. Taqwa, memiliki perasaan takut terhadap Allah dan iman yang tinggi sehingga dapat menjauhkan seseorang terhadap dugaandugaan yang salah atas ketidaksesuaian karunia.5 2. Riya’ Riya’ itu berasal dari kata ru’yah yang berarti melihat. Menurut Imam Al-Ghazali, riya’ asalnya mencari kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan. Riya’ merupakan perilaku terkeji ketika seseorang melakukan ritual ibadahnya hanya untuk memperoleh tempat di hati orang lain. Sifat seperti ini termasuk salah satu bentuk kesyirikan yang dibenci oleh Allah SWT. Rasulullah mengibaratkan perilaku seperti ini sebagai “syirik kecil” sebagaimana sabda beliau, “Aku tidak khawatir seandainya kalian akan menyembah matahari, bintang-bintang, bulan. Namun, aku lebih

Anis Masykur, Risalah Tasawuf Ibnu Taimiyah : Terjemahan Majmu’ Fatwa Syaikh Al-Islam Ahmad Ibnu Taimiyah Jilid 10 tentang Kitab Ilm Al-Suluk, (Jakarta : Hikmah, 2002), hlm. 132 4 Usman Asy Syakir Al-Khaubawiyyi, Durratun Nasihin : Butir-butir Mutiara Hikmat; Alih bahsa oleh Rosilin Abd. Gani, (Semarang : Wicaksana), hlm. 162-164 5 Hamza Yusuf, Hatiku Surgaku : Terapi Jitu Membersihkan Hati dari Sifat-sifat yang Tidak Disukai Allah, (Jakarta : Lentera Hati, 2009), hlm. 57-62 3

6

khawatir kalian beribadah bukan karena Allah, melainkan karena riya’ “6 Akar sumber riya’ adalah keinginan, yakni menginginkan sesuatu dari sebuah sumber selain Allah (yaitu manusia). Misalnya, keinginan yang selalu di puji, pandangan masyarakat akan kebaikannya, kedudukannya, dan lain-lain. Adapun yang menjadi tanda-tanda riya’ menurut Imam Mawlud adalah : a. Malas dan kurang melakukan sesuatu yang semata-mata karena Allah SWT. Misalnya, ketika berada dirumah tidak ada rasa keinginan untuk membaca Alquran, namun ketika banyak orang seperti di masjid ia membaca Alquran dengan suara yang merdu b. Meningkatkan perilaku-perilaku ketika dipuji dan menurunkannya ketika tidak ada pujian7 Riya’ biasanya dikenal dengan sikap menampakkan ibadah atau ketaatan dihadapan orang banyak. Namun, ada juga riya’ yang sifatnya tersembunyi, yaitu sikap ketika seseorang menghindari riya’ tetapi justru melakukannya untuk riya’. Misalnya, seseorang sengaja menghindari khalayak agar tidak disangka riya’. Kemudian ia sengaja berkhalwat dan menyendiri. Namun, dibalik itu semua, ia justru ingin dilihat dan dipuji orang lain. Disanalah terdapat riya’ yang tersembunyi.8 Sebagaimana yang telah diketahui bahwa penyakit riya’ dapat menghancurkan pahala seseorang dan merupakan sebab dari kemurkaan Allah SWT. Riya’ juga merupakan salah satu perbuatan dosa besar. Oleh karena itu, seseorang harus berusaha untuk menghilangkan penyakit ini dari dalam hatinya. Cara untuk menghindari perbuatan seperti ini seseorang yang beriman harus menyadari bahwa sesungguhnya Allah adalah dzat yang paling layak dipuji. Semestinya kita harus merasa malu ketika dipuji karena Dia yang menganugerahkan karunia yang besar sehingga aib seseorang hamba tertutup dan kebaikannya tampak di mata manusia. Jika saja Allah menampakkan aib tersebut walau hanya kecil saja, maka tidak akan ada orang yang mau memuji. Sehingga dengan begitu kita dapat memurnikan dari perburuan yang sia-sia dan riya’.9 Adapun cara untuk menyembuhkan penyakit seperti ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : a. Melepaskan penyakit riya’ sampai akar-akarnya, yaitu cinta kedudukan dan jabatan b. Mencegah akibat-akibat buruk yang muncul dari penyakit riya’ ketika beribadah.10

Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, Mutiara Ihya’ Ulumuddin : Ringkasan yang Ditulis Sendiri oleh Sang Hujjatul Islam; Terjemahan Irwan Kurniawan, (Bandung : Mizan, 2008), hlm. 294-301 7 Hamza Yusuf, Hatiku Surgaku : Terapi Jitu Mmebersihkan Hati dari Sifat-sifat yang tidak Disukai Allah, (Jakarta : Lentera Hati, 2009), hlm. 84-85 8 Pakih Sati, Syarah Al-Hikam : Kalimat-kalimat Menakjubkan Ibnu ‘Atha’illah dan Tafsir serta Motivasinya, (Jogjakarta : Diva Press, 2013 ), hlm. 308 9 Pakih Sati, Syarah Al-Hikam : Kalimat-kalimat Menakjubkan Ibnu ‘Atha’illah dan Tafsir serta Motivasinya, (Jogjakarta : Diva Press, 2013 ), hlm. 276 6

7

3. Hubbud Dunya Hubbud Dunya adalah cinta dunia yang berlebihan, merupakan induk segala kesalahan (maksiat) serta perusak agama. Yaitu mencintai kehidupan dunia dan melainkan kehidupan akhirat. Penyakit inilah yang menyebabkan seorang muslim menjadi lemah. Sehingga musuh-musuh dengan leluasa menebar rasa takut dan sifat pengecut dalam dirinya, syaitan-syaitan (manusia dan jin) dengan mudah menyesatkannya. Sementara orang-orang kafir dan musuh Islam lainnya memandangnya dengan sebelah mata. Mencintai dunia akan mengakibatkan banyak melakukan kesalahan dan dosa ketika hidup di dunia. Firman Allah SWT dalam surah Al-Hadid ayat 20 yang artinya : “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan, dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan Para Petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” Adapun obat untuk menghindari dari perbuatan Hubbud Dunya, yaitu : Nabi SAW telah memberikan wasiatnya yang merupakan formula bagi jenis penyakit tersebut. Rasulullah SAW bersabda : “Abu Hurairah ra. meriwayatkan bahwasanya Rasukullah SAW, bersabda : perbanyaklah oleh kalian mengingat penghancur segala kelezatan, yaitu kematian.” (H.R. An-Nasaai No. 1824, Tirmidzi No. 2307 dan Ibnu Majah No. 4258 dan Ahmad) 4. Sum’ah Secara bahasa sum’ah adalah diperdengarkan kepada orang lain, adapun secara istilah yaitu beribadah dengan benar dan ikhlas karena Allah, kemudian menceritakan amal perbuatannya kepada orang lain.11 Adapun sum’ah mempunyai hubungan erat sekali dengan riya’, bahkan tergolong sama. Akan tetapi terdapat perbedaan antara keduanya. Perbedaan antara riya’ dan sum’ah menurut Al-Hafizh yaitu Riya’ adalah memperlihatkan amal dan perbuatan dengan maksud mendapatkan pujian seperti shalat, adapun sum’ah merupakan amalan yang diperdengarkan kemudian menceritakan perbuatannya (sudah dikerjakan dengan penuh keikhlasan, namun pada akhirnya mengharapkan pujian yang sifatnya duniawi. Perbedaan riya’ dan sum’ah adalah pada riya’ berarti beramal karena diperlihatkan kepada orang lain, sedangkan sum’ah beramal supaya

Sa’id Hawwa, Tazkiyatun Nafs : Intisari Ihya’ Ulumuddin; Terjemahan Tim Kuwais, (Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2006), hlm. 209 11 Syeikh Ahmad Rifa’i; Riayah Akhir, Bab Tasawuf, Juz 2, korasan 23 halaman 2 baris 3

10

8

diperdengarkan kepada orang lain. Riya’ berkaitan dengan indramata, sedangkan sum’ah berkaitan dengan indra telinga12 Kata sum’ah berasal dari kata samma’a (memperdengarkan). Kalimat “samma’an naasa bi’amalihi” digunakan jika seseorang menampakkan amalnya kepada manusia yang semula tidak mengetahuinya.13 Dalam Alquran Allah mengingatkan kepada kita mengenai sifat sum’ah dan riya’ ini dalam Q.S. Al-Baqarah : 264 yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia.” 5. Ujub Ujub merupakan sifat tercela dimana seseorang membanggakan diri sendiri karena merasa memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain. Seperti ujubnya orang alim yang merasa dirinya telah mencapai kesempurnaan dalam ilmu, perbuatan, dan akhlak. Orang yang menyandang sifat ini biasanya ia melupakan bahwa nikmat yang diperoleh adalah dari Allah melainkan dari usahanya sendiri.14 Sifat ujub selalu diikuti dengan idlal (mengharap balasan). Oleh karena itu, setiap orang yang melakukan idlal pasti ia memiliki sifat ujub. Akan tetapi, tidak semua orang yang ujub melakukan idlal. Orang yang memiliki sifat ini sangat dibenci oleh Allah SWT, sebagaimana firmanNya Q.S Al-Mudassir ayat 6 yang artinya : “dan janganlah engkau (Muhammad) memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak.” Ujub membawa pengaruh negatif yang sangat banyak, ia dapat menghantarkan ke arah kesombongan. Di hadapan Allah, orang yang memiliki sifat ujub menyebabkan ia menjadi lupa dan meremehkan dosadosanya karena merasa telah melakukan ibadah yang sempurna sehingga beranggapan dosa yang dilakukan tidak ada apa-apanya dengan ibadah yang telah dilakukan. Ujub dapat mengakibatkan seseorang lupa bahwa nikmat yang ia peroleh berasal dari Allah sehingga menjadikannya kufur nikmat.15 Adapun untuk mengobati penyakit ujub seseorang harus menyadari bahwa kenikmatan yang ia peroleh adalah dari Allah yang merupakan buah dari cinta dan ibadah bukan karena ia berhak menerimanya dan Allah wajib melakukannya. Kemudian, cara yang lainnya harus selalu menanamkan ketakutan akan hilangnya nikmat itu akibat tindakan ujub yang dilakukan.16

12

Dr. Sulaiman Al-Asyqor, Al-Ikhlas, halaman 95 Kitab Lisanul Arab, 8/165 14 Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, Mutiara Ihya’ Ulumuddin : Ringkasan yang ditulis Sendiri oleh Sang Hujjatul Islam; Terjemahan Irwan Kurniawan, (Bandung : Mizan, 2008), hlm. 308 15 Sa’id Hawa, Tazkiyatun Nafs : Intisari Ihya’ Ulumuddin; Terjemahan Tim Kuwais, (Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2006), hlm. 232-235 16 Sa’id Hawa, Tazkiyatun Nafs : Intisari Ihya’ Ulumuddin; Terjemahan Tim Kuwais, (Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2006), hlm. 236 13

9


Similar Free PDFs