MAKALAH RIBA DAN MACAM-MACAM RIBA PDF

Title MAKALAH RIBA DAN MACAM-MACAM RIBA
Author Wita Dera Tiranti
Pages 17
File Size 474.1 KB
File Type PDF
Total Downloads 5
Total Views 59

Summary

MAKALAH RIBA DAN MACAM-MACAM RIBA Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Mata Kuliah Fiqh Muamalah Dosen Pengampu : Imam Mustofa, M.S.I. Disusun oleh : WITA DERA TIRANTI (1502100316) KELAS A PROGRAM STUDY S1 PERBANKAN SYARIAH JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JUR...


Description

MAKALAH RIBA DAN MACAM-MACAM RIBA Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Mata Kuliah Fiqh Muamalah Dosen Pengampu : Imam Mustofa, M.S.I.

Disusun oleh :

WITA DERA TIRANTI (1502100316)

KELAS A PROGRAM STUDY S1 PERBANKAN SYARIAH JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JURAI SIWO METRO 2016

A. Pendahuluan Dalam bingkai ajaran Islam, aktivitas ekonomi yang dilakukan oleh manusia untuk dikembangkan memiliki beberapa kaidah dan etika atau moralitas dalam syariat Islam. Allah telah menurunkan rizki ke dunia ini untuk dimanfaatkan oleh manusia dengan cara yang telah dihalalkan oleh Allah dan bersih dari segala perbuatan yang mengandung riba. Diskursus mengenai riba dapat dikatakan telah "klasik" baik dalam perkembangan pemikiran Islam maupun dalam peradaban Islam karena riba merupakan permasalahan yang pelik dan sering terjadi pada masyarakat, hal ini disebabkan perbuatan riba sangat erat kaitannya dengan transaksi-transaksi di bidang perekonomian (dalam Islam disebut kegiatan muamalah) yang sering dilakukan oleh manusia dalam aktivitasnya sehari-hari. Pada dasarnya, transaksi riba dapat terjadi dari transaksi hutang piutang, namun bentuk dari sumber tersebut bisa berupa qardh, buyu' dan lain sebagainya. Para ulama menetapkan dengan tegas dan jelas tentang pelarangan riba, disebabkan riba mengandung unsur eksploitasi yang dampaknya merugikan orang lain, hal ini mengacu pada Kitabullah dan Sunnah Rasul serta ijma' para ulama. Bahkan dapat dikatakan tentang pelarangannya sudah menjadi aksioma dalam ajaran Islam. Beberapa pemikir Islam berpendapat bahwa riba tidak hanya dianggap sebagai sesuatu yang tidak bermoral melainkan sesuatu yang menghambat aktifitas perekonomian masyarakat. Sehingga orang kaya akan semakin kaya sedangkan orang miskin akan semakin miskin dan tertindas. Manusia merupakan makhluk yang "rakus", mempunyai hawa nafsu yang bergejolak dan selalu merasa kekurangan sesuai dengan watak dan karakteristiknya, tidak pernah merasa puas, sehingga transaksi-transaksi yang halal susah didapatkan karena disebabkan keuntungannya yang sangat minim, maka haram pun jadi (riba). Ironis memang, justru yang banyak melakukan transaksi yang berbau riba adalah kalangan umat Muslim yang notabene mengetahui aturanaturan (the rules of syariah) syari'at Islam. bahwa sarjana Barat tersebut menemukan banyak orang Islam di Indonesia, tetapi perbuatan orang Islam di Indonesia sedikit yang Islami, sebaliknya sarjana Barat sedikit menemukan orang Islam di negara barat tetapi perbuatan atau pekerjaannya mencerminkan kebudayaan Muslim (Islamic values). Kalau demikian kondisi umat Islam, maka celakalah "mereka". Karena seorang muslim sejati hanya akan "melongok" dunia perekonomian melalui kaca mata Islam yang selalu

1

mengumandangkan "ini halal dan ini haram, ini yang diridhoi Allah dan yang ini dimurkai oleh-Nya". Riba merupakan suatu tambahan lebih dari modal asal, biasanya transaksi riba sering dijumpai dalam transaksi hutang piutang dimana kreditor meminta tambahan dari modal asal kepada debitur. tidak dapat dinafikkan bahwa dalam jual beli juga sering terjadi praktek riba, seperti menukar barang yang tidak sejenis, melebihkan atau mengurangkan timbangan atau dalam takaran. B. Pengertian Riba Menurut bahasa, riba memiliki beberapa pengertian, yaitu : 1. Bertambah, karena salah satu perbuatan riba adalah meminta tambahan dari sesuatu yang dihutangkan. 2. Berkembang, berbunga, karena salah satu perbuatan riba adalah membungakan harta uang atau yang lainnya yang dipinjamkan kepada orang lain. 3. Berlebihan atau menggelembung. Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud dengan riba menurut Al-Mali yang artinya adalah “akad yang terjadi atas penukaran barang tertentu yang tidak diketahui perimbangannya menurut ukuran syara’, ketika berakad atau dengan mengakhirkan tukaran kedua belah pihak atau salah satu keduanya”. Menurut Abdurrahman al-Jaiziri, yang dimaksud dengan riba ialah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidak menurut aturan syara’ atau terlambat salah satunya. Syaik Muhammad Abduh berpendapat bahwa yang dimaksud dengan riba ialah penambahan-penambahan yang diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam

2

hartanya (uangnya), karena pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.1 Riba dapat timbul dalam pinjaman (riba dayn) dan dapat pula timbul dalam perdagangan (riba bai’). Riba bai’ terdiri dari dua jenis, yaitu riba karena pertukaran barang sejenis, tetapi jumlahnya tidak seimbang (riba fadhl), dan riba karena pertukaran barang sejenis dan jumlahnya dilebihkan karena melibatkan jangka waktu (riba nasi’ah).2

C. Hukum Riba Riba itu haram. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menerangkan riba, demikian pula hadis-hadis yang menerangkan larangan riba dan yang menerangkan siksa bagi pelaku riba. Hukum riba haram sebagaimana firman Allah SWT yang artinya : “bahwasanya jual-beli itu seperti riba, tetapi Allah menghalalkan jualbeli dan mengharamkan riba”. (Q.S Al Baqarah, ayat 275). Dalam hadis, tentang larangan riba dinyatakan : Nabi Muhammad SAW. bersabda yang artinya : Dari Jabir R.A ia berkata : Rasulullah SAW telah melaknati orangorang yang suka makan riba, orang yang jadi wakilnya, juru tulisnya, orang yang menyaksikan riba. Rasulullah selanjut bersabda : “mereka semuanya sama”. (dalam berlaku maksiat dan dosa).3

D. Macam-macam Riba 1

Hendi suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2002) h.57 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta : Rajawali Press, 2011) h.13 3 Moh Rifai, Mutiara Fiqih, (Semarang : CV. Wicaksana, 1998) h.772-773 2

3

Riba itu ada empat macam, yaitu : 1. Riba fuduli Fuduli artinya lebih, misalnya menjual salah satu dari dua barang yang sejenis yang saling dipertukarkan lebih banyak daripada yang lainnya, misalnya : 

Menjual uang Rp. 100.000,- dengan uang Rp. 110.000,-



Menjual 10 kg beras dengan 11 kg beras. Yang dimaksud lebih ialah dalam timbangannya pada barang yang ditimbang ; takaran pada barang yang ditakar ; ukuran pada barang yang diukur, dan jumlah banyak pada uang yang dipertukarkan dan sebagainya.

2. Riba qardi Riba qardi, yaitu meminjam dengan syarat keuntungan bagi yang menghutangi (qardi=pinjam), seperti orang berhutang Rp. 100.000,dengan perjanjian akan membayar kembali kelak Rp. 110.000,3. Riba yad Riba yad, yaitu berpisah sebelum timbang terima. Misalnya orang yang membeli sepeda motor, sebelum ia menerima barang yang dibeli dari si penjual, si penjual tidak boleh menjual sepeda motor itu kepada siapapun, sebab barang yang dibeli dann belum diterima masih dalam ikatan jual-beli yang pertama. 4. Riba nasa’ Riba nasa’, misalnya dipersyaratkan salah satu dari kedua barang yang dipertukarkan ditangguhkan pembayarannya. Umpama, membeli barang kalau tunai Rp. 100.000,- tetapi kalau tidak tunai harganya Rp.

4

125.000,-. Kelebihan membayar Rp. 25.000,- inilah yang dinamakan riba nasa’.4

E. Macam-macam Riba menurut Para Ulama  Menurut Jumhur Ulama5 Jumhur Ulama membagi riba dalam dua bagian, yaitu riba fadhl dan riba nasi’ah. a. Riba Fadhl Menurut ulama Hanafiyah, riba fadhl adalah tambahan zat harta pada akad jual-beli yang diukur dan sejenis. Dengan

kata

lain,

riba

fadhl

adalah

jual-beli

yang

mengandung unsur riba pada barang sejenis dengan adanya tambahan pada salah satu benda tersebut. Oleh

karena

itu,

jika

melaksanakan

akad

jual-beli

antarbarang yang sejenis, tidak boleh dilebihkan salah satunya agar terhindar dari unsur riba.

b. Riba Nasi’ah Menjual barang dengan sejenisnya, tetapi satu lebih banyak, dengan pembayaran diakhirkan, seperti menjual satu kilogram gandum

dengan

satu

tengah

kilogram

gandum,

yang

dibayarkan setelah dua bulan. Contoh jual-beli yang tidak ditimbang, seperti membeli satu buah semangka dengan dua buah semangka yang akan dibayar setelah sebulan.

4

Ibid, h.775-777 Ibn Rusyd sebagamaina dikutip oleh Rachmat Syafei, FIQH Muamalah, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2001) h.262-263 5

5

Ibn Abbas,Usamah Ibn jaid Ibn Arqam, Jubair, Ibn Jabir, dan lain-lain berpendapat bahwa riba yang diharamkan hanyalah riba nasi’ah.  Menurut Ulama Syafi’iyah Ulama Syafi’iyah membagi riba menjadi tigas jenis : a. Riba Fadhl Riba fadhl adalah jual-beli yang disertai adanya tambahan salah satu pengganti (penukar) dari yang lainnya. Dengan kata lain, tambahan berasal dari penukar paling akhir. Riba ini terjadi pada barang yang sejenis, seperti menjual satu kilogram kentang dengan satu setengah kilogram kentang. b. Riba Yad Jual-beli dengan mengakhirkan penyerahan (al-qabdu), yakni bercerai-cerai antara dua orang yang akad sebelum timbang terima, seperti menganggap sempurna jual-beli antara gandum dengan sya’ir tanpa harus saling menyerahkan dan menerima di tempat akad. Menurut ulama Hanafiyah, riba ini termasuk riba nasi’ah, yakni menambah yang tampak dari utang. c. Riba Nasi’ah Riba

nasi’ah,

yakni

jual

beli

yang

pembayarannya

diakhirkan, tetapi ditambahkan harganya. Menurut ulama Syafi’iyah, riba yad dan riba nasi’ah samasama terjadi pada pertukaran barang yang tidak sejenis. Perbedaannya, riba yad mengakhirkan pemegangan barang, sedangkan riba nasi’ah mengakhirkan hak dan ketika akad dinyatakan bahwa waktu pembayaran diakhirkan meskipun

6

sebentar. Al-Mutawalli menambahkan, jenis riba dengan riba qurdi (mensyaratkan adanya manfaat). Akan tetapi, Zarkasyi menempatkannya pada ribs fadhl.6

F. Jenis-jenis Riba Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. Masingmasing adalah riba utang-piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi qardh dan riba jahiliyyah. Sedangkan kelompok kedua, riba jual beli, terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah. Adapun penjelasannya sebagai berikut : a. Riba Qardh Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh). b. Riba Jahiliyyah Utang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan. c. Riba Fadhl Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi. d. Riba Nasi’ah Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan 6

Muhammad Asy-Syarbini sebagaimana dikutip oleh Rachmat Syafei, FIQH Muamalah, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2001) h.264

7

antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.7

G. Konsep Riba dan Dasar Keharamannya Secara bahasa riba berarti al-ziyadah (tumbuh subur, tambahan). Seluruh fuquha sepakat bahwasanya hukum riba adalah haram berdasarkan keterangan yang sangat jelas dalam Al-Quran dan alHadis. Pernyataan

Al-Qur’an

tentang

larangan

riba

dan

perintah

meninggalkan seluruh sisa-sisa riba yang terdapat pada surat alBaqarah ayat 276 yang artinya “ jika kamu tidak meninggalkan sisasisa riba maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangi kamu. Jika kamu bertaubat maka bagimu adalah pokok hartamu. Tidak ada diantara kamu orang yang menganiaya dan tidak ada yang teraniaya.8 Jika illat riba adalah dzulm (penindasan dan pemerasan) dan hikmah pengharaman riba adalah untuk menumbuh suburkan shadaqah, maka dengan sendirinya tradisi riba yang diharamkan oleh Al-Qur’an adalah praktek riba yang bertentangan dengan seruan shadaqah.9

H. Illat Pengharaman Emas, perak, gandum, jelai, kurma dan garam adalah barangbarang pokok yang sangat dibutuhkan oleh manusia dan tidak dapat disingkirkan dari kehidupan. 7

Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008) h.92-93 Ghufron A. Mas’adi, fiqh muamalah kontekstual, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002) h.151-152 9 Ibid, h.155 8

8

Emas dan perak adalah dua unsur pokok bagi uang yang dengannya transaksi dan pertukaran menjadi teratur. Keduanya adalah standar harga-harga yang kepadanya penentuan nilai barang-barang dikembalikan. Sementara keempat benda lainnya adalah unsur-unsur makanan pokok yang menjadi tulang punggung kehidupan. Apabila

riba

membahayakan

terjadi manusia

pada

barang-barang

dan

menimbulkan

ini

makan

kerusakan

akan dalam

muamalah. Oleh karena itu, syariat melarangnya, sebagai bentuk kasih sayang terhadap manusia dan perlindungan terhadap maslahatmaslahat. Dari sini tampak jelas bahwa ilat pengharaman emas dan perak adalah keberadaan keduanya sebagai alat pembayaran. Sementara ilat pengharaman benda-benda lainnya adalah keberadaanya sebagai makanan pokok. Apabila ilat pertama ditemukan pada alat-alat pembayaran lainnya selain emas dan perak maka hukumnya sama dengan hukum emas dan perak sehingga tidak boleh diperjualbelikan kecuali dengan berat yang sama dan diserahterimakan secara langsung. Demikian juga, apabila ilat kedua ditemukan pada makanan pokok selain gandum, jelai, kurma, dan garam maka tidak boleh dijualbelikan kecuali dengan berat yang sama dan diserahterimakan secara langsung. Ma’mar bin Abdullah meriwayatkan bahwa Nabi SAW melarang untuk menjualbelikan makanan kecuali dengan berat yang sama.10

I. Syarat Menghindari Riba 10

Diriwayatkan oleh Muslim di dalam Shahih Muslim sebagaimana dikutip oleh Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (PT. Tinta Abadi Gemilang : 2013) h.108-109

9

Syarat menjual sesuatu barang supaya tidak menjadi riba, yaitu : 1. Menjual emas dengan emas, perak dengan perak, makanan dengan makanan yang sejenis, misalnya beras dengan beras, hanya boleh dilakukan dengan tiga syarat, yaitu : a. Serupa timbangan dan banyaknya b. Tunai c. Timbang

terima

dalam

akad

(Ijab

qabul)

sebelum

meninggalkan majlis akad 2. Menjual emas dengan perak dan makanan dengan makanan yang berlainan jenis, misalnya beras dengan jagung, hanya dibolehkan dengan dua syarat, yaitu : a. Tunai b. Timbang terima dalam akad sebelum meninggalkan majlis akad (taqaabul qablat-tafaaruq) Keterangan : Yang dikenai hukum riba hanya pada tiga macam, yaitu emas, perak dan makanan manusia (termasuk makanan yang bukan obat).11

J. Hikmah diharamkannya Riba Islam mengharamkan riba, karena riba mengandung hal-hal yang sangat negatif bagi perseorangan maupun masyarakat, yakni : 1. Melenyapkan faedah hutang-piutang yang menjadi tulang punggung gotong-royong atas kebajikan dan takwa. 2. Sangat menghalangi kepentingan orang yang menderita dan miskin. 3. Melenyapkan manfaat yang wajib disampaikan kepada orang yang membutuhkan. 11

Moh Rifai, Mutiara Fiqih, (Semarang : CV. Wicaksana, 1998) h.777-778

10

4. Menjadikan pelakunya malas bekerja keras. 5. Menimbulkan sifat menjajah darikaum hartawan terhadap orang miskin. Keterangan : Yang dikenal hukum riba hanya ada empat macam, yaitu emas, perak, makanan manusia dan uang.12

K. Dampak Negatif Riba 1. Dampak Ekonomi Diantara dampak ekonomi riba adalah dampak inflatoir yang diakibatkan oleh bunga sebagai biaya utang. Hal tersebut disebabkan karena salah satu elemen dari penentuan harga adalah suku bunga. Semakin tinggi suku bunga, semakin tinggi juga harga yang akan ditetapkan pada suatu barang. Dampak lainnya adalah bahwa utang, dengan rendahnya tingkat penerimaan peminjam dan tingginya biaya bunga, akan menjadikan peminjam tidak pernah keluar dari ketergantungan, terlebih lagi bila bunga atas utang tersebut dibungakan. 2. Sosial Kemasyarakatan Riba merupakan pendapatan yang didapat secara tidak adil. Para pengambil riba menggunakan uangnya untuk memerintahkan orang lain agar berusaha dan mengembalika, misalnya, 25% lebih tinggi dari jumlah yang dipinjamkannya. Siapa pun tahu bahwa berusaha memiliki dua kemungkinan : berhasil atau gagal. Dengan menetapkan riba, orang sudah memastikan bahwa usaha yang dikelola pasti untung.13

12 13

Ibid, h.778-779 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah, (Jakarta : Gema Insani, 2001) h.67

11

Islam

menganggap

riba

sebagai

kejahatan

ekonomi

yang

menimbulkan penderitaan bagi masyarakat, baik itu secara ekonomi, moral, maupun sosial. Oleh karena itu, Al-Qur’an melarang kaum muslimin untuk memberi ataupun menerima riba. Dalam mengungkap rahasia makna riba dalam Al-Qur,an, ar-Razi (tt:88) menggali sebab dilarangnya riba dari sudut pandang ekonomi, dengan beberapa indikasi sebagai berikut : a. Riba tak lain adalah mengambil harta orang lain tanpa ada nilai imbangan apapun. Padahal, menurut sabda Nabi harta seseorang adalah seharam darahnya bagi orang lain. b. Riba dilarang karena menghalangi pemodal untuk terlibat dalam usaha mencari rezeki. Orang kaya, jika ia mendapatkan penghasilan dari riba, akan bergantung pada cara yang gampang dan membuang pikiran untuk giat berusaha. c. Dengan riba, biasanya pemodal semakin kaya dan bagi peminjam semakin miskin, sekiranya dibenarkan maka yang ada orang kaya menindas orang miskin. d. Riba secara tegas dilarang oleh Al-Qur’an, dan kita tidak perlu tahu alasan pelarangannya.14

L. Ancaman Bagi Pelaku Riba Hadis Muslim yang artinya : “Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, pemberinya, penulisnya, kedua saksinya, mereka semua sama”. (Matan lain : Ahmad : 13744)

14

Kuat Ismanto, Manajamen Syari’ah, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2015) h.47

12

Riba diharamkan baik dalam Al-Qur’an maupun hadis. Berikut hadis yang melarang dan mengecam praktik riba dengan kata-kata yang tegas dan jelas.15 Hadis Akhmad yang artinya : Nabi

Muhammad

menyebabkan

bersabda

bertambah

:

“riba

banyak,

itu

sekalipun

dapat

tetapi

akibatnya

akan

berkurang”. (Matan lain : Ibnu Majah 2270) Hadis ini merupakan ancaman bagi orang yang melakukan praktik riba, bahwa riba memang dapat mendatangkan keuntungan besar bagi pelakunya, tetapi suatu saat tidak akan mendapatkan berkah dari Allah, sehingga pada akhirnya akan berkurang.16

15

Al-Mushlih Abdullah, Ash-Shawi Shalah, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, Jakarta : Darul Haq, 2004. 16 Ilfi Nur Diana, Hadis-hadis Ekonomi, (Malang : UIN-Maliki Press, 2012) h.131-132

13

M. Penutup Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Riba dapat timbul dalam pinjaman (riba dayn) dan dapat pula timbul dalam perdagangan (riba bai’). Riba bai’ terdiri dari dua jenis, yaitu riba karena pertukaran barang sejenis, tetapi jumlahnya tidak seimbang (riba fadhl), dan riba karena pertukaran barang sejenis dan jumlahnya dilebihkan karena melibatkan jangka waktu (riba nasi’ah). Hukum riba adalah haram karena bersifat merugikan pihak yang lain. Islam mengharamkan riba selain telah tercantum secara tegas dalam al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 278-279 yang merupakan ayat terakhir

tentang

eksploitasi.

pengharaman

Dalam

surat

riba,

al-baqarah

juga

mengandung

disebutkan

tidak

unsur boleh

menganiaya dan tidak (pula) dianiaya, mak...


Similar Free PDFs