MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL “ TEORI INJEKSI DAN JURNAL INTERNASIONAL : INJEKSI NATRIUM DIKLOFENAK” Disusun oleh : Tanti Tri Utami (A1131011) Unggyan Ningsih (A1131015 PDF

Title MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL “ TEORI INJEKSI DAN JURNAL INTERNASIONAL : INJEKSI NATRIUM DIKLOFENAK” Disusun oleh : Tanti Tri Utami (A1131011) Unggyan Ningsih (A1131015
Author Unge Jengjengjeng
Pages 26
File Size 199.4 KB
File Type PDF
Total Downloads 766
Total Views 942

Summary

MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL “ TEORI INJEKSI DAN JURNAL INTERNASIONAL : INJEKSI NATRIUM DIKLOFENAK” Disusun oleh : Tanti Tri Utami (A1131011) Unggyan Ningsih (A1131015) Setiawan Kurniawati (A1131018) AKADEMI FARMASI NUSAPUTERA SEMARANG DIPLOMA III 2014/2015 i KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat...


Description

MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL TEORI INJEKSI DAN JURNAL INTERNASIONAL : INJEKSI NATRIUM DIKLOFENAK

Disusun oleh : Tanti Tri Utami (A1131011) Unggyan Ningsih (A1131015) Setiawan Kurniawati (A1131018)

AKADEMI FARMASI NUSAPUTERA SEMARANG DIPLOMA III 2014/2015 i

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Teknologi Sediaan Steril dengan judul makalah “Teori Injeksi dan Jurnal Internasional : Natrium Diklofenak” dengan tepat waktu serta tanpa halangan apapun. Makalah Teknologi Sediaan Steril ini kami susun untuk memenuhi salah satu tugas wajib Teknologi Sediaan Steril. Kami menyadari bahwa dalam pelaksanaan penyusunan makalah ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan baik material maupun spiritual dari berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankanlah kami menghaturkan terima kasih kepada: 1. Nurista Dida A S.Farm.,Apt selaku dosen pengampu yang telah memberikan arahan dalam penyusunan makalah 2. Segenap Keluarga 3. Teman-teman Akfar Nusaputera Semarang 4. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu Tentunya makalah yang kami susun ini jauh dari sempurna. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Seperti pribahasa “ Tak Ada Gading Yang Tak Retak “ oleh karena itu kami harap kritik dan saran yang membangun.

ii

DAFTAR ISI

MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL .............................................................................. i KATA PENGANTAR............................................................................................................... ii DAFTAR ISI.......................................................................................................................... iii BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1 A.

Latar Belakang......................................................................................................... 1

B.

Tujuan ..................................................................................................................... 1

BAB II STERILISASI ............................................................................................................... 2 A.

Pengertian ............................................................................................................... 2

B.

Tujuan Suatu Obat Dibuat Steril ............................................................................. 2

C.

Cara-Cara Sterilisasi Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV ................................. 2

BAB III INJEKSI ..................................................................................................................... 4 A.

Pengertian ............................................................................................................... 4

B.

Macam-Macam Cara Penyuntikan .......................................................................... 5

C.

Susunan Isi ( Komponen ) Obat Suntik .................................................................... 6

D.

Cara Pembuatan Obat Suntik. ............................................................................... 12

E.

Pemeriksaan .......................................................................................................... 15

F.

Syarat - Syarat Obat Suntik ................................................................................... 18

G.

Penandaan menurut FI.ed.IV ................................................................................ 19

H.

Keuntungan dan Kerugian Bentuk Sediaan Injeksi.............................................. 19

BAB III PEMBAHASAN........................................................................................................ 20 A.

Formulasi............................................................................................................... 20

B.

Evaluasi Terhadap Produk Jadi.............................................................................. 20

C.

Komponen Terbaik ................................................................................................ 21

BAB 1V PENUTUP .............................................................................................................. 22 A.

Kesimpulan ............................................................................................................ 22

B.

Saran ..................................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 23

iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik. Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan atau disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat diterima.

B. Tujuan 1. Memenuhi tugas wajib mata kuliah Teknologi Sediaan Steril 2. Mengetahui pengertian sterilitas serta cara penyeterilan 3. Mengetahui bentuk injeksi serta cara pembuatanya 4. Membandingkan jurnal internasional injeksi dengan teori yang ada

1

BAB II STERILISASI A. Pengertian Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen (menimbulkan penyakit) maupun apatogen/non patogen (tidak menimbulkan penyakit), baik dalam bentuk vegetatif (siap untuk berkembang biak) maupun dalam bentuk spora (dalam keadaan statis,tidak dapat berkembangbiak, tetapi melindungi diri dengan lapisan pelindung yang kuat). Tidak semua mikroba dapat merugikan, misalnya mikroba yang terdapat dalam usus yang dapat membusukkan sisa makanan yang tidak diserap oleh tubuh. Mikroba yang patogen misalnya Salmonella typhosa yang menyebabkan penyakit typus. Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruangan/benda menjadi steril. Sedangkan sanitasi adalah suatu prosesuntuk membuat lingkungan menjadi sehat.

B. Tujuan Suatu Obat Dibuat Steril Tujuan obat dibuat steril (seperti injeksi) karena berhubungan langsung dengan darah atau cairan tubuh dan jaringan tubuh lain dimana pertahanan terhadap zat asing tidak selengkap yang berada di saluran cerna/gastrointestinal, misalnya hati yang dapat berfungsi untuk menetralisir/menawarkan racun (detoksikasi=detoksifikasi). Diharapkan dengan steril dapat dihindari adanya infeksi sekunder. Dalam hal ini tidak berlaku relatif steril atau setengah steril, hanya ada dua pilihan steril atau tidak steril. Sediaan farmasi yang perlu disterilkan adalah obat suntik/injeksi, tablet implant, tablet hipodermik dan sediaan untuk mata seperti tetes mata/ guttae ophth, cuci mata/collyrium dan salep mata/oculenta.

C. Cara-Cara Sterilisasi Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV 1. Sterilisasi uap Adalah proses sterilisasi termal yang menggunakan uap jenuh dibawah tekanan selama 15 menit pada suhu 121°. Kecuali dinyatakan lain, berlangsung di suatu bejana yang disebut autoklaf, dan mungkin merupakan proses sterilisasi paling banyak dilakukan. 2

2. Sterilisasi panas kering Sterilisasi cara ini menggunakan suatu siklus Oven modern yang dilengkapi udara yang dipanaskan dan disaring. Rentang suhu khas yang dapat diterima di dalam bejana sterilisasi kosong adalah lebih kurang 15°, jika alat sterilisasi beroperasi pada suhu tidak kurang dari 250°. 3. Sterilisasi gas Bahan aktif yang digunakan adalah gas etilen oksida yang dinetralkan dengan gas inert, tetapi keburukan gas etilen oksida ini adalah sangat mudah terbakar, bersifat mutagenik, kemungkinan meninggalkan residu toksik di dalam bahan yang disterilkan, terutama mengandung ion klorida. Pemilihan untuk menggunakan sterilisasi gas ini sebagai alternative dari sterilisasi termal. 4. Sterilisasi dengan radiasi ion Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari radioisotop (radiasi gamma) dan radiasi berkas electron. Pada kedua jenis ini, dosis yang menghasilkan derajat jaminan sterilisasi yang diperlukan harus ditetapkan sedemikian rupa hingga dalam rentang satuan dosis minimum dan maksimum, sifat bahan disterilkan dapat diterima. Walaupun berdasarkan pengalaman dipilih dosis 2,5 megarad radiasi yang diserap, tetapi dalam beberapa hal, diinginkan dapat diterima penggunaaan dosis yang lebih rendah untuk peralatan, bahan obat dan bentuk sediaan akhir. 5. Sterilisasi dengan penyaringan Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas sering dilakukan dengan penyaringan menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, hingga mikroba yang dikandungnya dapat dipisahkan secara fisik. Perangkat penyaringan umumnya terdiri dari suatu matriks berpori bertutup kedap atau dikaitkan dengan wadah yang tidak permeable. Efektivitas penyaringan media atau penyaringan substrat tergantung pada ukuran pori matriks, daya adsorpsi bakteri dari matriks dan mekanisme pengayakannya. 6. Sterilisasi dengan aseptic Proses ini mencegah masuknya mikroba hidup kedalam komponen steril atau komponen yang melewati proses antara yang mengakibatkan produk setengah jadi atau produk ruahan atau komponennya bebas mikroba hidup.

3

BAB III INJEKSI A. Pengertian Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus di larutkan atau di suspensikan lebih dahulu sebelum di gunakan secara parenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir. Dalam FI.ed.IV, sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi 5 jenis yang berbeda : 1. Sediaan berupa larutan dalam air/minyak/pelarut organik yang lain yang digunakan untuk injeksi, ditandai dengan nama, Injeksi................ Dalam FI.ed.III disebut berupa Larutan. Misalnya : Inj. Vit.C, pelarutnya aqua pro injection Inj. Camphor oil , pelarutnya Olea neutralisata ad injection Inj. Luminal, pelarutnya Sol Petit atau propilenglikol dan air

2. Sediaan padat kering (untuk dilarutkan) atau cairan pekat tidak mengandung dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang sesuai memenuhi persyaratan injeksi, ditandai dengan nama , ...................Steril. Dalam FI.ed..III disebut berupa zat padat kering jika akan disuntikkan ditambah zat pembawa yang cocok dan steril, hasilnya merupakan larutan yang memenuhi syarat larutan injeksi. Misalnya: Inj. Dihydrostreptomycin Sulfat steril

3. Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang sesuai, ditandai dengan nama ,

............ Steril untuk Suspensi.

Dalam FI.ed.III disebut berupa zat padat kering jika akan disuntikkan ditambah zat pembawa yang cocok dan steril, hasilnya merupakan suspensi yang memenuhi syarat suspensi steril. Misalnya : Inj. Procaine Penicilline G steril untuk suspensi.

4. Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam saluran spinal, ditandai dengan nama , Suspensi.......... Steril.

4

Dalam FI.ed.III disebut Suspensi steril ( zat padat yang telah disuspensikan dalam pembawa yang cocok dan steril) . Misalnya : Inj. Suspensi Hydrocortisone Acetat steril

5.

Sediaan berupa emulsi, mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan tambahan lain, ditandai dengan nama, ............. Untuk Injeksi. Dalam FI.ed.III disebut bahan obat dalam pembawa cair yang cocok, hasilnya merupakan emulsi yang memenuhi semua persyaratan emulsi steril. Misalnya : Inj. Penicilline Oil untuk injeksi

B. Macam-Macam Cara Penyuntikan 1. Injeksi intrakutan ( i.k / i.c ) atau intradermal Dimasukkan ke dalam kulit yang sebenarnya, digunakan untuk diagnosa. Volume yang disuntikkan antara 0,1 - 0,2 ml, berupa larutan atau suspensi dalam air. 2.

Injeksi subkutan ( s.k / s.c ) atau hipodermik Disuntikkan ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam alveolar, volume yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Umumnya larutan bersifat isotonik, pH netral, bersifat depo (absorpsinya lambat). Dapat diberikan dalam jumlah besar (volume 3 - 4 liter/hari dengan penambahan enzym hialuronidase), bila pasien tersebut tidak dapat diberikan infus intravena. Cara ini disebut" Hipodermoklisa ".

3. Injeksi intramuskuler ( i.m ) Disuntikkan ke dalam atau diantara lapisan jaringan / otot. Injeksi dalam bentuk larutan, suspensi atau emulsi dapat diberikan secara ini. Yang berupa larutan dapat diserap dengan cepat, yang berupa emulsi atau suspensi diserap lambat dengan maksud untuk mendapatkan efek yang lama. Volume penyuntikan antra 4 - 20 ml, disuntikkan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit. 4.

Injeksi intravenus ( i.v ) Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena. Bentuknya berupa larutan, sedangkan bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh, sebab akan menyumbat pembuluh darah vena tersebut. Dibuat isitonis, kalau terpaksa dapat sedikit hipertonis (disuntikkannya lambat / perlahan-lahan dan tidak mempengaruhi sel darah); volume antara 1 - 10 ml. Injeksi intravenus yang diberikan dalam dosis tunggal dengan volume lebih dari 10 ml, disebut "infus intravena/ Infusi/Infundabilia". Infusi harus bebas pirogen dan tidak boleh mengandung bakterisida, jernih, isotonis.

5

Injeksi i.v dengan volume 15 ml atau lebih tidak boleh mengandung bakterisida Injeksi i.v dengan volume 10 ml atau lebih harus bebas pirogen. 5.

Injeksi intraarterium ( i.a ) Disuntikkan ke dalam pembuluh darah arteri / perifer / tepi, volume antara 1 - 10 ml, tidak boleh mengandung bakterisida.

6. Injeksi intrakor / intrakardial ( i.kd ) Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung atau ventriculus, tidak boleh mengandung bakterisida, disuntikkan hanya dalam keadaan gawat. 7.

Injeksi intratekal (i.t), intraspinal, intrasisternal (i.s), intradural ( i.d ), subaraknoid. Disuntikkan langsung ke dalam saluran sumsum tulang belakang pada dasar otak ( antara 3 -4 atau 5 - 6 lumbra vertebrata ) yang ada cairan cerebrospinalnya. Larutan harus isotonis karena sirkulasi cairan cerebrospinal adalah lambat, meskipun larutan anestetika sumsum tulang belakang sering hipertonis. Jaringan syaraf di daerah anatomi disini sangat peka.

8.

Intraartikulus Disuntikkan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuk suspensi / larutan dalam air.

9. Injeksi subkonjuntiva Disuntikkan ke dalam selaput lendir di bawah mata. Berupa suspensi / larutan, tidak lebih dari 1 ml. 10. Injeksi intrabursa Disuntikkan ke dalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam bentuk larutan suspensi dalam air. 11. Injeksi intraperitoneal ( i.p ) Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan cepat ; bahaya infeksi besar 12. Injeksi peridural ( p.d ), extradural, epidural Disuntikkan ke dalam ruang epidural, terletak diatas durameter, lapisan penutup terluar dari otak dan sumsum tulang belakang.

C. Susunan Isi ( Komponen ) Obat Suntik 1. Bahan obat / zat berkhasiat a) Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masing-masing dalam Farmakope. b) Pada etiketnya tercantum : p.i ( pro injection ) 6

c) Obat yang beretiket p.a ( pro analisa ) walaupun secara kimiawi terjamin kualitasnya, tetapi belum tentu memenuhi syarat untuk injeksi. 2. Zat pembawa / zat pelarut Dibedakan menjadi 2 bagian : a) Zat pembawa berair Umumnya digunakan air untuk injeksi. Disamping itu dapat pula digunakan injeksi NaCl, injeksi glukosa, injeksi NaCl compositus, Sol.Petit. Menurut FI.ed.IV, zat pembawa mengandung air, menggunakan air untuk injeksi, sebagai zat pembawa injeksi harus memenuhi syarat Uji pirogen dan uji Endotoksin Bakteri. NaCl dapat ditambahkan untuk memperoleh isotonik. Kecuali dinyatakan lain, Injeksi NaCl atau injeksi Ringer dapat digunakan untuk pengganti air untuk injeksi. Air untuk injeksi ( aqua pro injection ) dibuat dengan cara menyuling kembali air suling segar dengan alat kaca netral atau wadah logam yang dilengkapi dengan labu percik. Hasil sulingan pertama dibuang, sulingan selanjutnya ditampung dalam wadah yang cocok dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi, harus disterilkan dengan cara Sterilisasi A atau C segera setelah diwadahkan. Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan air untuk injeksi segar selama tidak kurang dari 10 menit sambil mencegah hubungan dengan udara sesempurna mungkin, didinginkan dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk untuk injeksi , harus disterilkan dengan cara sterilisasi A, segera setelah diwadahkan. b) Zat pembawa tidak berair Umumnya digunakan minyak untuk injeksi (olea pro injection) misalnya Ol. Sesami, Ol. Olivarum, Ol. Arachidis. Pembawa tidak berair diperlukan apabila : a) Bahan obatnya sukar larut dalam air b) Bahan obatnya tidak stabil / terurai dalam air. c) Dikehendaki efek depo terapi. Syarat-syarat minyak untuk injeksi adalah : a) Harus jernih pada suhu 100 b) Tidak berbau asing / tengik c) Bilangan asam 0,2 - 0,9 d) Bilangan iodium 79 - 128

7

e) Bilangan penyabunan 185 – 200 f) Harus bebas minyak mineral g) Memenuhi syarat sebagai Olea Pinguia yaitu cairan jernih atau massa padat yang menjadi jernih diatas suhu leburnya dan tidak berbau asing atau tengik Obat suntik dengan pembawa minyak, tidak boleh disuntikkan secara i.v , hanya boleh secara i.m. 3. Bahan pembantu / zat tambahan Ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud : a) Untuk mendapatkan pH yang optimal b) Untuk mendapatkan larutan yang isotonis c) Untuk mendapatkan larutan isoioni d) Sebagai zat bakterisida e) Sebagai pemati rasa setempat ( anestetika lokal ) f) Sebagai stabilisator. Menurut FI.ed.IV, bahan tambahan untuk mempertinggi stabilitas dan efektivitas harus memenuhi syarat antara lain tidak berbahaya dalam jumlah yang digunakan, tidak mempengaruhi efek terapetik atau respon pada uji penetapan kadar. Tidak boleh ditambahkan bahan pewarna, jika hanya mewarnai sediaan akhir. Pemilihan dan penggunaan bahan tambahan harus hati-hati untuk injeksi yang diberikan lebih 

dari 5 ml. Kecuali dinyatakan lain berlaku sebagai berikut :



Golongan Klorbutanol, kreosol dan fenol tidak lebih dari 0,5 %



Zat yang mengandung raksa dan surfaktan kationik, tidak lebih dari 0,01

Belerang dioksida atau sejumlah setara dengan Kalium atau Natrium Sulfit, bisulfit atau metabisulfit , tidak lebih dari 0,2 %

a) Untuk mendapatkan pH yang optimal pH optimal untuk darah atau cairan tubuh yang lain adalah 7,4 dan disebut Isohidri. Karena tidak semua bahan obat stabil pada pH cairan tubuh, sering injeksi dibuat di luar pH cairan tubuh dan berdasarkan kestabilan bahan tersebut. Pengaturan pH larutan injeksi diperlukan untuk : 1) Menjamin stabilitas obat, misalnya perubahan warna, efek terapi optimal obat, menghindari kemungkinan terjadinya reaksi dari obat. 2) Mencegah terjadinya rangsangan / rasa sakit waktu disuntikkan.

8

Jika pH terlalu tinggi (lebih dari 9) dapat menyebabkan nekrosis jaringan (jaringan menjadi ma...


Similar Free PDFs