METODE TAFSIR MUQARAN PDF

Title METODE TAFSIR MUQARAN
Author Maria Ulfah
Pages 24
File Size 3 MB
File Type PDF
Total Downloads 51
Total Views 127

Summary

METODE TAFSIR MUQARAN Makalah ini diajukan dalam rangka memenuhi tugas pada mata kuliah Madzahib al-Tafsir wa Manahijuhu Oleh: Maria Ulpah NIM: 218410825 Dosen Pengampu: H. Edward Maofur, Ph.D PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA 2019 M / 1440 H...


Description

Accelerat ing t he world's research.

METODE TAFSIR MUQARAN Maria Ulfah

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

MET ODE PENAFSIRAN AL-QUR'AN T injauan at as Penafsiran Al-Qur'an secara Temat ik Yunan Yusuf, Jurnal Syamil

ILMU TAFSIR X BUKU SISWA 2013.A Syaiful Islami MET ODE-MET ODE PENAFSIRAN AL-QUR AN (TAHLILY,IJMALI, MUQARRAN, DAN MAUDUW'I) alfian dhany

METODE TAFSIR MUQARAN Makalah ini diajukan dalam rangka memenuhi tugas pada mata kuliah Madzahib al-Tafsir wa Manahijuhu

Oleh: Maria Ulpah NIM: 218410825 Dosen Pengampu: H. Edward Maofur, Ph.D PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA 2019 M / 1440 H

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perjalanan waktu dari satu generasi ke generasi berikutnya penafsiran Al-Qur`an akan selalu berbeda. Ini disebabkan oleh latar belakang perbedaan tingkat kecerdasan, daya nalar, kepentingan serta kapasitas ilmiah, motivasi mufassir, perbedaan misi yang diemban, perbedaan masa, lingkungan serta perbedaan situasi dan kondisi dari setiap mufasir. Kesemuanya menimbulkan berbagai corak penafsiran yang berkembang menjadi aliran yang bermacam-macam dengan metode-metode yang berbeda-beda.1 Dengan latar belakang pemikiran di atas, maka masalah pokok yang dibahas adalah menyangkut berbagai metode yang digunakan mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat Qur’an. Secara umum, ada empat metode yang biasa digunakan oleh para mufassir dalam menafsirkan Al-Qur`an. Metode-metode tersebut adalah sebagai berikut: Metode Tahlili/ Analisis,2 Metode Maudhu’i.3 Metode Ijmali/Global,4 dan Metode H. Muhammad Husin, “Metodologi Penafsiran Al-Qur'an”, Dalam Jurnal Darussalam, Vol. 7 No. 2, 2008, h. 94 2 Penafsiran Al-Qur`an secara ayat per ayat, surat persurat, sejalan dengan urutannya dalam mushaf, menguraikan kosa kata dan lafal, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran dituju dan kandungannya, yaitu unsur ’ijaz, balaghah dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang diistimbathkan dari dari ayat dengan merujuk kepada asbabun nuzul, hadits Nabi, riwayat para sahabat, tabi'in dan tabi’it tabi’in. Lihat. H. Muhammad Husin, “Metodologi Penafsiran Al-Qur'an”, Dalam Jurnal Darussalam, Vol. 7 No. 2, 2008, h. 96 3 Suatu pendekatan dalam penafsiran Al-Qur'an, di mana seorang mufassir berupaya menghimpun ayat-ayat Alqur'an dari berbagai surat yang berkaitan dengan persoalan atau topik yang ditetapkan sebelumnya, kemudian penafsir membahas dan menganalisis kandungan ayat-ayat tersebut, sehingga menjadi suatu kesatuan yang utuh. Lihat M Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an (Mizan: Bandung, 1999), h. 87. 4 Menafsirkan Al-Qur`an dengan memaparkan makna umum dan pengertianpengertian garis besarnya saja. Lihat Afriadi Putra, “Khazanah Tafsir Melayu (Studi Kitab Tafsir Tarjuman Al- Mustafid Karya Abd Rauf Al- Sinkili). Dalam Jurnal Syahadah. Vol. 2 No. 2, 2014, h. 77 1

2

Muqarron.5 Pembahasan makalah ini, lebih ditekankan pada pembahasan tentang metode muqaran yang meliputi pengertian, objek kajian, cara kerja metode, karya-karya tafsir dan kelebihan serta kelemahan metode ini. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan metode muqaran? 2. Bagaimana objek kajian metode muqaran? 3. Bagiamana cara kerja metode muqaran? 4. Apa saja karya-karya tafsir yang menggunakan metode muqaran? 5. Bagaimana kelebihan dan kelemahan menggunakan metode muqaran?

C. Tujuan Masalah 1. Untuk memahami apa yang dimaksud dengan metode muqaran 2. Untuk mengetahui ruang lingkup/ ranah pembahasan dalam metode muqaran 3. Untuk dapat memahami bagaimana cara kerja metode muqaran. 4. Untuk bisa mengetahui berbagai karya tafsir yang menggunakan metode muqaran. 5. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan menggunakan metode muqaran.

5

Cara yang ditempuh oleh seorang mufassir dengan jalan mengambil sejumlah ayat Al-Qur'an, kemudian mengemukakan penafsiran kecenderungan yang berbeda-beda, menyingkapkan pendapat mereka serta membandingkan satu sama lain. Setelah itu, mufassir menjelaskan siapa diantara mereka yang penafsirannya dipengaruhi perbedaan mazhab, atau yang penafsirannya ditujukan untuk melegitimasi suatu golongan tertentu atau mendukung aliran tertentu dalam Islam. Lihat H. Muhammad Husin, “Metodologi Penafsiran Al-Qur'an”, Dalam Jurnal Darussalam, Vol. 7 No. 2, 2008, h. 103

3

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Metode Tafsir Muqaran Kata metode berasal dari bahasa Yunani, methodos, yang berarti cara atau jalan. Dalam bahasa Inggis kata ini ditulis method, sedangkan bangsa Arab menerjemahkannya dengan tharîqat atau manhaj.6 Dalam Bahasa Indonesia kata tersebut mengandung arti “cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai suatu yang ditentukan”.7 Pengertian metode yang bersifat umum dapat digunakan untuk berbagai objek, baik yang berhubungan dengan pemikiran maupun penalaran akal atau menyangkut pekerjaan fisik. Jadi, metode merupakan salah satu sarana yang teramat penting untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dapat disimpulkan bahwa metode tafsir adalah bentuk penyajian tafsir secara oprasional yang dipilih oleh seorang mufassir dalam menyusun pembahasan tafsirnya.8 Muqaran berasal dari kata qârana-yuqârinu-muqâranatan yang artinya menggandeng, menyatukan atau membandingkan, kalau dalam bentuk masdar artinya perbandingan.9 Sedangkan menurut istilah, metode muqaran adalah mengemukakan penafsiran ayat-ayat Al-Qur`an yang ditulis oleh sejumlah para mufassir. Metode ini mencoba untuk membandingkan ayat-ayat Al-Qur`an antara yang satu dengan yang lain atau membandingkan ayat Al-Qur`an dengan hadis Nabi serta 6

Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Amzah, 2014), Cet. 1, h. 117 KBBI online 8 Ansori, Tafsir bil Ra’yi Menafsirkan Al-Qur`an dengan Ijtihad, (Ciputat: Gaung Persada Press Jakarta, 2010), Cet. 1, h. 76 9 Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, h. 122 7

4

membandingkan pendapat ulama menyangkut penafsiran ayat-ayat AlQur`an.10 Nasaruddin Baidan di dalam bukunya menuturkan bahwa Tafsir Muqaran adalah tafsir yang menggunakan cara perbandingan atau komparasi. Bahwa yang dimaksud dengan metode komparatif adalah: metode ini seorang mufassir melakukan perbandingan antara (1). Teks ayat-ayat Al-Qur`an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama, (2). Ayat-ayat Al-Qur`an dengan Hadis yang pada lahirnya terlihat bertentangan, (3). Berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan Al-Qur`an.11 Ansori juga mengungkapkan pendapat yang senada di dalam bukunya bahwa Metode muqaran adalah metode yang membandingkan ayat-ayat Al-Qur`an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi yang berbicara tentang masalah atau kasus yang berbeda dan yang memiliki redaksi yang berbeda bagi masalah atau kasus yang sama atau diduga sama. Yang termasuk juga dalam objek bahasan metode ini adalah membandingkan ayat-ayat Al-Qur`an dengan hadis-hadis Nabi Saw. yang tampaknya bertentangan, serta membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran ayat-ayat Al-Qur`an.

12

Metode ini oleh

mufassir dilakukan dengan jalan mengambil sejumlah ayat Al-Qur`an kemudian mengemukakan penjelasan para mufassir baik dari kalangan salaf ataupun khalaf, baik tafsirnya bil ma’tsur maupun bil ra’yi, dengan kecenderungan yang berbeda-beda, mengungkap dan membandingkan

10

Nasharuddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), Cet. 1, h. 381 11 Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur`an, (Yogyakarta: Itqan Publishing, 2014), Cet. 3, h, 281 12 Ansori, Tafsir bil Ra’yi Menafsirkan Al-Qur`an dengan Ijtihad, h. 86-87

5

satu dengan lainnya, menjelaskan siapa diantara para mufassir yang penafsirannya dipengaruhi perbedaan madzhab atau yang penafsirannya ditujukan untuk melegitimasi suatu golongan tertentu atau mendukung aliran tertentu, siapa di antara mereka yang penafsirannya sangat diwarnai oleh latar belakang disiplin ilmu yang dikuasainya.13 Mufassir dengan metode ini dituntut untuk mampu menganalisis pendapat para mufassir yang ia kemukakan, untuk kemudian mengambil sikap mencari penafsiran yang dinilai benar dan menolak penafsiran yang tidak dapat diterima oleh rasio sehingga menjelaskan sikap yang diambilnya. Dengan demikian pembaca akan merasa puas. Kajian perbandingan ayat dengan ayat tidak hanya sebatas pada analisis kebahasaan, tetapi juga mencakup kandungan makna dan perbedaan kasus yang dibicarakan. Dalam membahas perbedaanperbedaan itu, seorang mufassir harus meninjau berbagai aspek yang menyebabkan timbulnya perbedaan, seperti asbab an-nuzul yang berbeda, pemakaian kata dan susunannya di dalam ayat berlainan dan juga konteks masing-masing ayat serta situasi dan kondisi umat ketika ayat tersebut turun. Dalam menganalisis perbedaan-perbedaan tersebut, mufassir harus pula menelaah pendapat yang telah dikemukakan oleh mufassir lainnya.14 Adapun pola narasi pemikiran dalam menerapkan metode muqaran (komparatif) oleh Nasharuddin Baidan digambarkan dalam bentuk areal yang bundar melingkar sehingga membentuk tataran horizontal yang lebih luas. Hal itu dimungkinkan karena yang menjadi ciri utama metode ini adalah perbandingan, baik perbandingan ayat dengan ayat, ayat dengan hadis ataupun perbandingan pendapat para mufasir dalam menafsirkan 13 Rosihon Anwar, Pengantar Ulumul Qur`an, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), Cet. 2, h. 156. Lihat Juga Rachmat Syafie’I, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka Setia, 2012) Cet. 2, h. 279 14 Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur`an, h, 282

6

suatu ayat. Perbandingan semacam ini menjadi amat luas secara horizontal sehingga seakan-akan membentuk suatu lingkaran. Digambarkan pola pikir narasinya dalam bentuk lingkaran agar menimbulkan imej bahwa apa yang dibandingkan itu berada pada dataran yang sama tidak ada kelebihan yang satu dari yang lain. Kecuali itu gambaran tersebut mengisyaratkan bahwa wacana yang dikembangkan dalam tafsir komparatif lebih mengacu kepada upaya memberikan informasi sebanyak mungkin kepada pembaca atau pendengar kemudian membiarkan mereka mengambil kesimpulan sendiri secara bebas tanpa perlu digiring pada konklusi tertentu. Itulah sebabnya pembahasan bersifat meluas.15

B. Objek Kajian Tafsir Muqaran 1. Perbandingan Ayat dengan Ayat Metode penafsiran perbandingan memiliki objek yang sangat luas dan banyak. Bentuk penafsiran yang dimaksud bisa berupa Perbandingan antara ayat-ayat Al-Qur`an yang redaksinya berbeda, tetapi maksudnya sama atau ayat-ayat yang menggunakan redaksi mirip tetapi maksudnya berlainan.16 Perlu ditegaskan bahwa objek kajian metode ini hanya terletak pada persoalan redaksi ayat-ayat AlQur`an, bukan dalam bidang pertentangan makna. Pertentangan makna di antara ayat-ayat Al-Qur`an dibahas dalam ‘ilm al-nâsikh wa almansûkh.17 Di dalam Al-Qur`an ditemukan banyak ayat yang memiliki kemiripan redaksi atau lafal, tersebar diberbagai surat. Kemiripan ini

15

Nasharuddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, h. 383 Acep hermawan, Ulumul Qur`an Ilmu Untuk Memahami Wahyu, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. 1, h. 118 17 M. Quraish Shihab dkk., Sejarah dan ‘Ulum Al-Qur`an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2013), Cet.5, h. 186 16

7

dapat terjadi dalam berbagai bentuk yang menyebabkan adanya makna tertentu.18 a. Perbedaan tata letak kata dalam kalimat, seperti QS. Al-Baqarah [2]: 120 dengan QS. Al-An’am[6]: 71 berikut:

ۡ ُ َّ ُ َّ ۡ ُ …. ‫…قل إِن ه َّدى ٱللِ ه َّو ٱل ُه َّدى‬ ۡ ُ َّ ُ َّ ۡ ُ …. ‫…قل إِن ه َّدى ٱللِ ه َّو ٱل ُه َّدى‬

b. Pengurangan dan penambahan huruf seperti QS. Al-Baqarah [2]: 6 dengan QS. Yasin [36]: 10 berikut:

َّ ُ ۡ ُ َّ ۡ ُ ۡ ُ ۡ َّ ۡ َّ ۡ ُ َّ ۡ َّ َّ َّ ۡ ۡ َّ َّ ٌ ٓ َّ َّ ٦ ‫…سواء علي ِهم ءأنذرتهم أم لم تن ِذرهم لا يؤمِنون‬ َّ ُ ۡ ُ َّ ۡ ُ ۡ ُ ۡ َّ ۡ َّ ۡ ُ َّ ۡ َّ َّ َّ ۡ ۡ َّ َّ ٌ ٓ َّ َّ َّ ٠١ ‫وسواء علي ِهم ءأنذرتهم أم لم تن ِذرهم لا يؤمِنون‬

c. Pengawalan dan pengakhiran, seperti QS. Al-Baqarah [2]: 129 dengan QS. Al-Jumu’ah [62]: 2 berikut:

َّ ۡ ۡ َّ َّ َّ ۡ ُ ُ ُ َّ ُ َّ َّ َّ َّ ۡ ۡ َّ َّ ْ ُ ۡ َّ ….‫حك َّمة َّو ُي َّزك ِي ِه ۡم‬ ِ ‫…يتلوا علي ِهم ءايتِك ويعلِمهم ٱلكِتب وٱل‬ َّ َّ ۡ ۡ َّ َّ َّ ۡ ُ ُ ُ َّ ُ َّ ۡ َّ ُ َّ َّ َّ ۡ ۡ َّ َّ ْ ُ ۡ َّ ….‫حكمة‬ ِ ‫…يتلوا علي ِهم ءايتِهِۦ ويزك ِي ِهم ويعلِمهم ٱلكِتب وٱل‬ d. Perbedaan nakirah dan ma’rifah seperti QS. Fushshilat [41]:36 dengan QS. Al-A’raf [7]: 200 berikut:

َّ َّ ُ ُ َّ َّ ۡ َّ ۡ َّ ُ ‫لس ِم‬ ُ ِ ‫يع ٱلۡ َّعل‬ ٦٦ ‫يم‬ ‫…فٱستعِذ ب ِٱللِ إِنهۥ هو ٱ‬ ٌ ‫…فَّٱ ۡس َّتعِ ۡذ بٱ َّللِ إنَّ ُهۥ َّس ِم‬ ٌ ِ ‫يع َّعل‬ ٠١١ ‫يم‬ ِ ‫ِ ه‬

e. Perbedaan bentuk jamak dan bentuk tunggal seperti QS. AlBaqarah [2]: 80 dengan QS. Ali-Imran [3]: 24 berikut:

ٗ َّ ُ ۡ َّ ٗ َّ َّ ٓ َّ ُ َّ َّ َّ َّ َّ َّ … ‫…لن تمسنا ٱلنار إِلا أياما معدودة ه‬

18

Rachmat Syafie’I, Pengantar Ilmu Tafsir, h. 286

8

َّ ُ ۡ َّ ٗ َّ َّ ٓ َّ ُ َّ َّ َّ َّ َّ َّ ٖۖ‫…لن تمسنا ٱلنار إِلا أياما معدودت‬

f. Perbedaan penggunaan huruf kata depan seperti QS. Al-Baqarah [2]: 58 dengan QS. Al-A’raf[7]: 161 berikut:

ْ ُ ُ َّ َّ َّ ۡ َّ ْ ُ ُ ۡ ۡ ُ ۡ …. ‫ِإَوذ قل َّنا ٱدخلوا ه ِذه ِ ٱلق ۡر َّية فكلوا‬ ْ ُ ُ َّ َّ ۡ َّ َّ ۡ َّ ْ ُ ….‫ِإَوذ قِيل ل ُه ُم ٱ ۡسك ُنوا ه ِذه ِ ٱلق ۡر َّية َّوُكوا‬

g. Perbedaan penggunaan kosa kata seperti QS. Al-Baqarah [2]: 170 dengan QS. Luqman[31]: 21 berikut:

َّ َّ ٓ َّ َّ ۡ َّ َّ َّ ۡ َّ ۡ َّ ٓ َّ ُ َّ َّ ۡ َّ ْ ُ َّ ….‫… قالوا بل نتبِع ما ألفينا عليهِ ءاباءنا‬ َّ َّ ۡ ْ ُ َّ َّ َّ ٓ َّ ٓ …. ‫…قالوا بَّل نتب ِ ُع َّما َّو َّج ۡدنا َّعل ۡيهِ َّءابَّا َّءنا ه‬

h. Perbedaan penggunaan idgham (memasukkan satu huruf ke huruf lain) seperti QS. Al-Hasyr [59]: 4 dengan QS. Al-Anfâl [8]:13 berikut: 19

َّ َّ ‫َّذل َِّك ب َّأ َّن ُه ۡم َّشٓاقُوا ْ ٱ‬ َّ َّ ‫لل َّو َّر ُسولَّ ُهۥ َّو َّمن ي ُ َّشآق ٱ‬ َّ‫لل فَّإ َّن ٱ َّلل‬ ِ ِ ِ َّ ۡ ُ َّ ٤ ‫اب‬ ‫ق‬ ِ ‫ش ِديد ٱل ِع‬ ُ‫لل َّو َّر ُسولَّهۥ‬ َّ َّ ‫لل َّو َّر ُسولَّ ُه هۥ َّو َّمن ي ُ َّشاق ِق ٱ‬ َّ َّ ‫َّذل َِّك ب َّأ َّن ُه ۡم َّشٓاقُوا ْ ٱ‬ ِ ِ َّ ۡ ُ َّ َّ َّ َّ َّ ٠٦ ‫اب‬ ‫ق‬ ِ ِ‫فإِن ٱلل ش ِديد ٱلع‬

Contoh ayat yang memiliki kemiripan redaksi tetapi kasus yang

terjadi dan tujuannya berbeda.

َّ َّ َّ ۡ َّ َّ َّ َّ ۡ َّ َّ َّ ۡ َّ ۡ َّ ۡ ٞ ُ َّ َّ ٓ َّ َّ َّ َّ ُ ‫وجاء رجل مِن أقصا ٱلم ِدينةِ يسعى قال يموس ٓى إِن ٱلملأ‬ َّ َّ َّ َّ ۡ ُ ۡ َّ َّ ُ ُ ۡ َّ َّ َّ ُ َّ ۡ َّ َّ ٠١ ‫حين‬ ِ ‫يأت ِمرون بِك ل ِيقتلوك فٱخرج إِن ِى لك مِن ٱلن ِص‬

Rachmat Syafie’I, Pengantar Ilmu Tafsir, h. 286. Lihat Juga M. Quraish Shihab dkk., Sejarah dan ‘Ulum Al-Qur`an, h. 186-189 19

9

“Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegasgegas seraya berkata: "Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini) sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu" (QS. Al-Qashash [28]: 20)

َّ ‫َّو َّجا ٓ َّء م ِۡن أَّقۡ َّصا ٱل ۡ َّمد‬ َّ‫ل ي َّ ۡس َّعى قَّ َّال َّي َّق ۡو ِم ٱتَّب ُعوا ْ ٱل ۡ ُم ۡر َّسل ِين‬ٞ ‫ينةِ َّر ُج‬ ِ ِ “Dan datanglah dari ujung kota, seorang laki-laki dengan bergegas-gegas ia berkata: "Hai kaumku, ikutilah utusan-utusan itu” (QS. Yasin [36]: 20)

Dua ayat tersebut tampak memiliki redaksi yang mirip meskipun maksudnya berlainan. Ayat QS. Al-Qashash [28]: 20 mendahulukan kara rajulun yang diikuti oleh kata min aqshal madînati sedangkan ayat kedua QS. Yasin [36]: 20 justru sebaliknya, yaitu lebih mendahulukan kata min aqshal madînati daripada rajulun. Jadi ayat pertama mengedepankan fa`il (pelaku) dari pada jar majrur sebaliknya ayat kedua mendahulukan jar majrur. Sesungguhnya, kedua ayat di atas menggunakan kosa kata yang sama meskipun redaksinya jelas berbeda. Letak perbedaannya QS. Al-Qashash [28]: 20 mengisahkan peristiwa yang dialami Nabi Musa a.s. dan berbagai kejadian yang mengikuti ketika di Mesir, sedangkan QS. Yasin [36]: 20 berkenaan dengan kisah yang dialami oleh penduduk sebuah kampung (ashhâb al-qaryah) di Inthaqiyah (Antokia sekarang sebuah kota yang terletak di Sebelah Utara Siria) dan peristiwanya bukan pada masa Nabi Musa a.s. Penggunaan redaksi yang mirip dari kedua ayat yang tujuannya berbeda mengandung beberapa bahwa orang yang membaca salah satu dari kedua ayat itu dalam waktu yang bersamaan akan sangat mudah mengingatnya, meskipun peristiwa dan sejarahnya berlainan, baik

10

waktu, tempat kejadian maupun pelaku dan generasi yang menyaksikannya.20 Sebagai contoh lain firman Allah (QS. Âli Imrân [3]: 126):21

ُ ُ ُ ُ َّ َّ ۡ َّ َّ ۡ ُ َّ َّ ۡ ُ َّ ُ َّ ُ َّ َّ َّ َّ َّ َّ‫كم بهِۦ َّوما‬ ‫وما جعله ٱلل إِلا بشرى لكم ول ِتطمئِن قلوب‬ ِ َّ ُ ۡ َّ ۡ ۡ َّ َّ َّ ۡ ٠٠٦ ‫يز ٱلحكِي ِم‬ ِ ‫ٱلنصر إِلا مِن عِن ِد ٱللِ ٱلع ِز‬

“Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tenteram hatimu karenanya. Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Âli Imrân [3]: 126)

Ayat di atas sedikit berbeda dengan QS. Al-Anfal ayat 10 berikut:

َّ ُ ۡ َّ َّ َّ ۡ ُ ُ ُ ُ َّ َّ ۡ َّ َّ َّ ۡ ُ َّ ُ َّ ُ َّ َّ َّ َّ َّ ‫وما جعله ٱلل إِلا بشرى ول ِتطمئِن بِهِۦ قلوبك هم وما ٱلنصر إ ِلا‬ َّ َّ ‫م ِۡن عِن ِد ٱ َّللِ إ َّن ٱ‬ ٌ ‫يز َّحك‬ ٌ ‫لل َّعز‬ ٠١ ‫ِيم‬ ِ ‫ه‬ ِ

“Dan Allah tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu), melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. AlAnfal [8]: 10)

Dalam ayat Âli Imrân di atas kata bihi terletak sesudah qulûbikum, berbeda dengan ayat Al-Anfâl fâshilat (penutup ayat) dibarengi dengan Harf Taukîd (Inna/ Sesungguhnya), sedang dalam Âli Imrân huruf tersebut tidak ditemukan. Mengapa demikian? Sedang kedua ayat tersebut berbicara tentang turunnya malaikat untuk mendukung kaum Muslim. Dalam tafsir Al-Mishbah ketika membahas ayat Âli Imrân di atas M. Quraish Shihab menyatakan bahwa ayat Al-Anfâl berbicara

20 21

Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, (Bandung: Tafakur) h. 108-110 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2015), Cet. 3, h. 382

11

tentang peperangan Badar sedang ayat Âli Imrân berbicara tentang peperangan Uhud. Perbedaan redaksi memberi isyarat tentang perbedaan kondisi kejiwaan dan pikiran mukhâthab (mitra bicara), dalam hal ini kaum Muslim. Dalam peperangan Badar mereka sangat khawatir karena mereka lemah dari segi jumlah pasukan dan perlengkapannya, mereka juga sebelum Badar belum pernah berperang membela agama dan belum pernah mendapat bantuan Malaikat, karena itu di sini informasi Allah ditekankan-Nya dengan menggunakan kata Inna/sesungguhnya, berbeda dengan peperangan Uhud, jumlah mereka cukup banyak, semangat mereka pun sangat menggebu, sampai-sampai para pemuda mendesak kaum Muslim keluar menghadapi musuh, keyakinan tentang turunnya malaikat pun tidak mereka ragukan, setelah sebelumnya dalam peperangan Badar mereka telah alami. Kegembiraan dengan kemenangan di Badar menyentuh hati kaum Muslim semuanya hingga masa kini, bahkan masa yang akan datang, sedang kegembiraan menyangkut peperangan Uhud tidak demikian. Kaum Muslim justru bersedih hingga kini dengan gugurnya puluhan sahabat Nabi, kegembiraan dengan janji turunnya malaikat pun bersifat sementara, yakni hanya pada saat disampaikan dan itu pun terbatas pada yang terlibat perang. Dengan demikian wajar terjadi perbedaan redaksi antara kedua ayat.22

2. Perbandingan Ayat dengan Hadis Perbandingan selain dilakukan antara redaksi ayat Al-Qur`an yang satu dengan yang lainnya, juga bisa dilakukan antar ayat Al-

22

M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, h. 382-383

12

Qur`an de...


Similar Free PDFs