PARAPHILIA DAN GENDER IDENTITY DISORDER PDF

Title PARAPHILIA DAN GENDER IDENTITY DISORDER
Author Claudia Maria
Pages 30
File Size 444.2 KB
File Type PDF
Total Downloads 774
Total Views 831

Summary

PARAPHILIA DAN GENDER IDENTITY DISORDER Mata Kuliah: Psikologi Abnormal Dosen Pengampu: Lidwina Tri Ariastuti, FCJ., M.A. Disusun oleh : Valensia Putri A. – 149114087 Intan Wulandari – 149114133 C. Maria Dumondor – 149114137 Ivana Angela – 149114138 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYA...


Description

Accelerat ing t he world's research.

PARAPHILIA DAN GENDER IDENTITY DISORDER Claudia Maria

Related papers MAKALAH KEL.12 ABNORMAL Shiro Mikuni

Perilaku Seksual Indit Pamuji klasifikasi gangguan ment al miraageng larasat i

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

PARAPHILIA DAN GENDER IDENTITY DISORDER

Mata Kuliah: Psikologi Abnormal Dosen Pengampu: Lidwina Tri Ariastuti, FCJ., M.A. Disusun oleh : Valensia Putri A. – 149114087 Intan Wulandari – 149114133 C. Maria Dumondor – 149114137 Ivana Angela – 149114138

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016

PENGANTAR Seksualitas menurut KBBI adalah ciri, sifat, atau peranan seks; dorongan seks; kehidupan seks. Seksualitas ini dimiliki oleh setiap orang yang memiliki hasrat dan fantasi. Hal itu merupakan fungsi seksual yang normal. Dikatakan menjadi tidak normal atau mengalami gangguan saat hasrat dan fantasi tersebut mulai membahayakan diri kita dan orang lain, maka hasrat dan fantasi tersebut itu dapat digolongkan sebagai abnormalitas yang disebut gangguan seksual atau sexual disorders. Dalam DSM IV-TR pembahasan mengenai gangguan tersebut terdapat dalam satu bab yang dibagi menjadi 3 bagian utama, yaitu: Sexual Dysfunctions, Gender Identity Disorder, dan Paraphilia. Sedangkan dalam DSM V bab mengenai gangguan seksual dibagi menjadi 3 bab yang terpisah, yaitu Sexual Dysfunctions, Gender Dysphoria (yang mana Gender Dysphoria ini adalah istilah lain dari Gender Identity Disorder yang dipakai pada DSM IVTR), dan Paraphilic Disorders (istilah lain dari Paraphilias yang dipakai pada DSM IV-TR). Panduan yang kami ikuti dalam makalah ini adalah DSM-IV TR bagian Gender Identity Disorder dan Paraphilia. Berikut pembahasannya :

A. PARAPHILIA 1. Pengertian Dalam DSM IV-TR paraphilia adalah sekelompok gangguan yang mencakup ketertarikan seksual terhadap objek yang tidak wajar atau aktifitas seksual yang tidak pada umumnya (Gerald et al, 2004). Adanya perilaku, fantasi, atau dorongan yang harus berlangsung setidaknya selama 6 bulan yang menyebabkan distress. Orang yang mengidap paraphilia akan mencari pasangan yang tidak begitu saja menurutinya atau dengan melanggar hak orang lain secara ofensif, gangguan ini seringkali memiliki konsekuensi hukum karena dianggap melanggar hukum yang berlaku dan budaya modern yang berlaku. Orang yang menderita parafilia dan melanggar hukum, maka mereka disebut sebagai penjahat seks atau sex offender. Parafilia merupakan aktifitas seksual yang melibatkan (1) benda tak hidup, (2) dilakukan tanpa izin kepada orang yang tak dikenal, (3) menyebabkan penderitaan atau menghina orang lain atau pasangan, atau (4) anak-anak.

2. Etiologi Paraphilia -

Perspektif Psikodinamika

Parafilia dipandang sebagai tindakan defensive, melindungi ego supaya tidak merasa takut dan memori yang direpres dan mencerminkan fiksasi di tahap pregenital dalam perkembangan psikoseksual. (Hoeksema, 2011) Orang dengan paraphilia dipandang sebagai orang yang merasa takut terhadap hubungan heteroseksual yang wajar, bahkan terhadap hubungan heteresosial yang melibatkan seks. Perkembangan sosial dan seksualnya tidak matang, tidak berkembang dan tidak memadai untuk dapat menjalani hubungan sosial dan heteroseksual orang dewasa umumnya (Lanyon,1986). -

Perspektif Behavior

Dalam perspektif ini menjelaskan bahwa perilaku seksual yang dialami oleh orang dengan paraphilia disebabkan oleh classical conditioning dan operant conditioning yang pernah dialami orang tersebut. Berdasarkan studi apabila para penderita dibandingkan dengan penjahat yang melakuan beragam aksi kriminal tanpa menderita paraphilia, maka hasilnya para penderita paraphilia cenderung mengalami emotional abused pada masa kecil dan memiliki disfungsi keluarga serta pernah mengalami sexual abuse. Sexual abused adalah predictor paling kuat pada penderita pedophilia. Selain itu reinforces yang diasosiasikan antara stimulus yang didapat oleh seorang individu saat mengintip seseorang yang sedang melakukan seks dengan gairah seksual yang didapat dapat membentuk suatu kebiasaan dan berkembang menjadi gangguang paraphilia (Hoeksema, 2011) Perspekif Biologis Perspektif ini menganggap karena sebagian besar orang yang mengidap paraphilia adalah laki-laki maka terjadi spekulasi bahwa androgen berperan dalam gangguan ini. Karena awalnya janin manusia terbentuk sebagai perempuan yang kemudian menjadi kelakian karena pengaruh hormonal. Disfungsi pada lobus temporalis dapat memiliki relevansi dengan sejumlah kecil kasus paraphilia yaitu Sadism dan Exhibitionisme.

3. Treatment Paraphilia Treatment secara umum : Tingkat dan jenis treatmen yang diberikan kepada orang yang mengalami haraphilia tergantung dari : 1. Seberapa jauh klien menyadari akan manfaat kesembuhan dirinya dan memberi dampak positif untuk mengubah tingkah lakunya.

2. Seberapa jauh proses ego-dystonic (tidak senada bertentangan dengan ego) ataukah ego-syntonic (serasi dengan egonya yang berlangsung kepada dirinya). Sebab semakin kuat ego sintonik semakin terperangkap erat struktur kepribadian dan perkembangan seksual seseorang dalam kebiasaan seksual yang menyimpang maka semakin kecil kemungkinan kesembuhannya. 3. Bergantung pada sub kultur yang menyimpang, semakin kecil perubahan tingkah laku seksualnya. 4. Bergantung pada struktur kepribadian seseorang. Apakah orang itu memiliki temperamen tertentu, kemampuan menjalin relasi interpersonal, dsb. 5. Usia yang masih muda; sebab jika sudah berusia lebih dari 35 tahun, maka kemungkinan untuk dapat disembuhkan tidaklah mudah.

Pengobatan pada penderita paraphilia dapat dilakukan melalui: a. Intervensi Biologis Intervensi biologis yang banyak diberikan dua generasi yang lalu adalah melakukan kastrasi atau pengangkatan testis untuk mengurangi tindakan seksualnya. Fluoxetine (Prozac) telah digunakan, karena obat tersebut kadang-kadang efektif untuk mengobati obsesi dan kompulsi. Intervensi Biologi lain yaitu dengan cara:

 Pengebiran untuk menghentikan produksi androgen, digunakan untuk mengurangi perilaku seksual yang tidak tepat.

 Pada psikoterapi dapat diberikan obat antiandrogen untuk menekan produksi testoteron sehingga orang yang mengalami gangguan paraphilia dapat menurunkan perilaku mereka.

 The Selective Serotonin Reuptake Inhibitor ( SSRIs) dapat digunakan untuk mengurangi dorongan seksual pada orang yang mengalami gangguan paraphilia.

 Terapi Modifikasi Perilaku (secara umum dapat digunakan dan sukses ketika orang dengan gangguan paraphilia memiliki keinginan untuk merubah perilaku mereka.)

 Aversion Therapy digunakan untuk memadamkan respon seksual pada objek atau situasi yang dapat membangkitkan perilaku.

 Prosedur Desensitisasi dapat digunakan untuk mengelola kecemasan seseorang yang terlibat dalam aktivitas seksual orang dewasa.

b. Intervensi Tingkah Laku Intervensi tingkah laku digunakan untuk mengkondisikan gairah pada objek penderita paraphilia. Terapi aversif dilakukan dengan memberikan kejutan fisik ketika seoseorang berperilaku yang berkaitan dengan paraphilia. Metode lainnya adalah satiation yaitu seseorang dengan gangguan paraphilia diminta untuk bermasturbasi untuk waktu lama, sambil berfantasi dengan lantang. Kedua terapi tersebut, jika digabungkan dengan terapi lain seperti pelatihan kemampuan sosial, dapat bermanfaat terhadap pedophilia, transvestisme, dan eksibisionisme. Cara lain yang dilakukan adalah orgasmic reorientation, yang bertujuan membuat pasien belajar untuk menjadi lebih terangsang pada stimulus seksual yang konvensional.

c. Terapi Psikoanalisis Pandangan yang paling sering muncul adalah gangguan ini timbul karena adanya gangguan karakter, yang dahulu disebut gangguan kepribadian, sehingga sulit ditangani

dengan

keberhasilan

yang

memadai.

Meskipun

pandangan

psikoanalisis berdampak terhadap pendangan mengenai penyebab, hanya sedikit kontribusi terhadap terapi yang efektif bagi gangguan ini.

d. Terapi Kognitif Terapi ini digunakan untuk mengatasi distorsi pikiran pada individu. Contohnya seorang eksibisionis mengklaim anak perempuan yang jadi sasarannya terlalu muda untuk merasa terluka karena apa yang dilakukannya. Maka terapis akan meluruskan distorsi itu dengan mengatakan bahwa semakin muda usia korban, maka efeknya semakin negatif. Pelatihan lain adalah pelatihan empati dengan mengajak subjek untuk memikirkan efek negatif dari yang dilakukannya bagi orang lain agar mereka tidak melakukannya lagi.

e. Hukum Megan Adalah hukum dimana para pelaku dipaksa untuk mendaftarkan diri sehingga polisi bisa mengetahui dimana mereka tinggal. Polisis juga diperbolehkan untuk

mempublikasikan keberadaan para pelaku pada masyarakat. Masyarakat juga boleh menggunakan komputer kepolisian untuk melihat apakah pelaku tinggal di daerah sekitar mereka atau tidak.

4. Jenis-jenis Paraphilia Jenis-jenis gangguan dalam Paraphilia: a. Exshibitionism Exshibitionism adalah gejala seseorang mendapatkan kepuasan seksual dengan memperlihatkan alat kelaminnya di depan umum (misalnya: jalan raya, bus) biasanya ekshibisionis ini banyak terjadi dikalangan kaum pria. Awal mula ekshibitionis ini karena adanya perasaan tidak aman dan rasa rendah diri sehigga dia memiliki keinginan untuk diakui kejantanannya. Biasanya yang menderita ekshibisionis ini orangnya pemalu, pasif, pendiam serta umumnya memiliki ibu yang dominan. Cara penyembuhannya dengan psikoterapi yang intensif dan cukup lama.

b. Fetishism Fetishism adalah kondisi patologis dalam kegairahan seksual dan pemuasannya dilakukan dengan memegang atau meraba-raba obyek-obyek atau bagian-bagian tubuh yang non-seksual dari lawan jenisnya. (J.P. Chaplin 198, dalam Kartini Kartono 233). Seorang fetishisme memiliki benda yang dipujanya sebagai simbol seksnya. Biasanya benda tersebut berasal dari kekasihnya. Simbol-simbol tersebut dapat berupa pakaian dalam, kaos kaki, bra, rambut, saputangan, sepatu, topi, dll. Biasanya orang yang mengalami fetishisme akan membelai-belai benda tersebut, melihat-lihat, menciuminya, bahkan digunakan sebagai alat melakukan masturbasi. Untuk mencapai kepuasannya mereka dapat melakukan pencurian terhadap bendabenda yang dianggapnya sebagai pemuasan seksualnya. Mereka melakukan fetishisme karena hal tersebut merupakan bentuk regresi seksual, karena benda yang disenanginya tersebut ada kaitannya dengan benda-benda yang disayanginya pada masa kanak-kanak. Sehingga dengan memanipulasi bendabenda tersebut maka ia mendapat kepuasan seks. Orang-orang yang melakukan fetishisme ini biasanya bersifat infantil, sekaligus memiliki rasa agresif (sebagai kompensasi akan infantilismenya). Selain itu, mereka juga bersifat asosial, dan selalu

dibayang-bayangi oeh kecemasan akan impoten. Fetishisme biasanya dialami oleh kaum laki-laki.

c. Frottage Frottage adalah kepuasan seseorang dalam mencapai orgasme dengan menggosogosokan alat kelaminnya pada pakaian lawan jenis di tengah-tengah kerumunan orang. (J.P. Chaplin, 1981, dalam Kartono Kartini). Frottage biasanya dilakukan seseorang yang memiliki sifat yang sangat pemalu dan tidak mempunyai keberanian sama sekali untuk melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya. Mereka selalu diselimuti oleh perasaan rendah diri, malu, dan tidak berdaya. Para pengidap frottage dapat dibimbing secara intensif dengan meggunakan psikoterapi, dengan menghilangkan perasaan-perasaan tidak mapan pada dirinya.

d. Pedophilia Pedophilia berasal dari kata pais, paidos=anak; phileo, philos=mencinta. Pedofiia adalah rasa tertarik dan keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual pada orang dewasa dengan melakukan persetubuhan dengan anak-anak kecil. Praktek pedofilia ini dapat berupa: 1) Perbuatan ekshibisionis, dengan memperlihatkan alat kelamin sendiri pada anakanak. 2) Memanipulasikan tubuh anak-anak (membelai-belai, menciumi, mengeloni, menimang, dan lainnya). 3) Melakukan hubungan seksual dengan anak-anak. Pedofil ini biasanya dilakukan oleh laki-laki dewasa yang memiliki kelainan mental, bersifat psikotis, psikopat, dan alkoholik. Rata-rata umur mereka kurang lebih 35-45 tahun. Pedofilia dapat ditangani dengan melakukan psikoterapi atau pengobatan secara psikis terhadap penderitanya.

e. Masochism dan Sadomasochism 1) Masokhisme adalah gangguan seksual di mana individu memperoleh kepuasan seksual melalui kesakitan dalam dirinya baik siksaan secara mental dan fisik pada diri sendiri. Kesakitan yang dirasakan merupakan pelengkap untuk mendapatkan orgasme. (J.P. Chaplin, 1981, dalam Kartono Kartini).

Masokhisme merupakan lawan dari sadism. Masokhisme banyak dialami seorang wanita karena diibaratkan sebagai “kepasifan wanita”. Terdapat beberapa jenis masokhisme : a) Masokhisme moril merupakan masokhisme karena adanya unsur-unsur rasa bersalah dalam diri dan rasa berdosa, terutama kepada istri atau suami atau pasangan kekasihnya. b) Masokhisme erotik merupakan masokhisme yang berupa kesediaan untuk tunduk secara erotis (benar-benar tunduk, patuh) pada pasangan seksnya. 2) Sadomasokhisme adalah peranan yang berganti sebagai laki-laki dan perempuan ketika melakukan hubungan seks. Biasanya hal ini dilakukan oleh kaum homoseksual dan lesbian. Mereka akan bergantian untuk memainkan peran lakilaki yang bersikap aktif dan sadistis, juga seorang perempuan yang bersikap pasif masokhitis. Sadomasokhisme biasanya terjadi karena : a) Ketidakpuasan dalam relasi heteroseksual mereka. b) Adanya pengidentifikasian akan orangtua yang sangat dominan, yang sangat dibencinya namun juga sangat dicintainya. Atau akan kekasihnya yang agresif namun juga dicintainya dengan sangat mendalam. c) Mengalami tindak kekerasan yang dilakukan oleh orangtuanya pada daerah erogennya, namun ketika melakukan kekerasan tersebut ia justru mendapatkan kepuasan seks yang sangat mendalam pada saat pemukulan tersebut. Masokhitis dan sadistis yang ringan dapat disembuhkan dengan psikoterapi. Tetapi apabila sudah berat, penyembuhan hampir tidak dapat dilakukan tanpa adanya kesadaran diri dan pengorbanan yang berat dari individu tersebut.

f. Sadism Sadism adalah kelainan seksual di mana kepuasan seksual diasosiasikan dengan penderitaan, kesakitan, dan hukuman. Mereka yang melakukan hubungan seksual dengan sadism biasanya mereka akan mendapatkan kepuasan seks dengan menyiksa partnernya secara fisik dan psikologis dengan melakukan tindak kekejaman. Sebab-sebab dari sadism antara lain:

1) Memperoleh pendidikan yang salah tentang seks, yang mengatakan bahwa seks itu adalah kotor, sehingga perlu ditindak dengan kekejaman dan kekerasan dengan melakukan tindakan sadistis. 2) Didorong oleh nafsu berkuasa yang ekstrim, sehingga seseorang perlu menampilkan perbuatan kejam dan penyiksaan pasangan seksnya. 3) Memiliki pengalaman traumatis dengan ibu atau seorang wanita, sehingga oleh rasa dendam yang ia miliki, seorang pria mengembangkan pola sadistis dalam melakukan hubungan seksnya, baik secara sadar maupun tidak sadar. 4) Pola kepribadian yang psikopatis. Seperti di dalam melakukan hubungan seks biasanya partnernya akan ditampar, digigit, dicekik, melukai anggota tubuh dari partnernya dengan benda tajam, mengancam partnernya, dsb. Puncak dari sadisme ketika pasangannya disiksa dan akhirnya dibunuh untuk mendapatkan kepuasan seks, di mana tubuh korban dirusak dan dibunuh dengan kejam. Biasanya yang sampai melakukan hal tersebut memiliki kondisi kejiwaan yang psikotis, sehingga seperti ada obsesi karena adanya penolakan dari seorang wanita terhadapnya. Biasanya orang yang sadism memiliki sifat agresif, dendam, dan benci yang hebat, yang diungkapkan dalam perilaku sadism seksual.

g. Transvestitism Adalah gejala kepuasan seks dengan menggunakan pakaian dari lawan jenis. Gangguan ini dapat muncul karena adanya kebiasaan dari masa kanak-kanaknya karena orangtuanya merasa tidak puas terhadap jenis kelamin anaknya sehingga anak menginternalisasikan kebiasaan psikis yang menjadii self-definition. Hal ini berarti orang tersebut akan merasa pribadinya merupakan jenis kelamin lain.

h. Voyeurism Voyeurism adalah gangguan pada kepuasan seksual yang dirasakan dengan diamdiam melihat orang lain bertelanjang atau melihat orang melakukan hubungan seksual, dengan cara melubangi lubang kunci, lubang angin, dsb. Voyeurism biasanya dialami oleh kaum laki-laki dikarenakan kaum wanita tidak senang untuk melihat gambar-gambar atau film-film yang tidak bermoril. Voyeurism terjadi menurut psikoanalisa terjadi karena fiksasi terhadap pengalaman di masa anak-anak melihat orangtuanya melakukan hubungan seksual.

i. Bestiality Bestiality (bestialitas) adalah relasi seksual dan kepuasan seksual dengan cara melakukan “persetubuhan” dengan binatang. Gangguan ini biasanya dilakukan oleh kaum laki-laki yang bertempat tinggal di daerah peternakan. Bahkan dalam beberapa budaya tertentu bestialitas merupakan hal yang biasa dilakukan, sehingga tidaklah dianggap aneh dalam budaya tersebut. Kaum lelaki yang melakukan bestialitas karena mereka takut mengalami kegagalan dan kekecewaan dalam melakukan hubungan seksual dengan wanita.

j. Zoophilia Zoophilia berasal dari kata zoooon = binatang; phileoo = mencintai. Sehingga zoofiia adalah bentuk cinta yang sangat mendalam dan abnormal terhadap binatang. Biasanya orang yang mengalami zoofilia akan melakukan bestialitas dengan binatang mereka. Awalnya mereka hanya tidur dengan binatang kesayangannya, membelai-belai binatangnya, kemudian memanipulasi tubuh binatang sebagai simbol akan seksualitas, hingga melakukan bestialitas.

k. Necrophilia Necrophilia adalah relasi seksual dan kepuasan seksual dengan mayat. Atau dapat dikatakan memiliki rasa tertarik dengan mayat. Penyebab dari nekrofilia biasanya dikarenakan oleh: pelakunya memiliki rasa inferior yang begitu hebat karena mengalami trauma yang serius, sehingga dia tidak berani mengadakan relasi seks dengan seorang wanita yang masih hidup. Biasanya dia dihinggapi pula rasa-rasa kecemasan atau ketakutan dan dendam yang cukup kronis dan dalam. Terkadang para nekrofilia ini tidak hanya melakukan hubungan seksualnya dengan mayat, tetapi juga melakukan mutilasi terhadap mayat tersebut. Sehingga gejala nekrofilia ini dapat mengarah kepada sifat psikotis, karena oleh nafsu seksnya yang abnormal. Para nekrofilia bisa membunuh seseorang untuk dijadikannya sebagai mayat untuk memenuhi hasrat seksnya. Bahkan terkadang beberapa bagian dari tubuh mayat tersebut dimakan olehnya, sehingga mengarah kepada kanibalisme.

l. Geronto-Seksuality Geronto-seksuality adalah gejala orang muda lebih senang melakukan hubungan seks dengan orang yang sudah lanjut usia. Biasanya para pengidap geronto-seksualitas melakukannya karena faktor ekonomi. Sehingga mereka akan bersedia menikah dengan orang yang jauh lebih tua dengan dirinya. Biasanya mereka melakukan hal itu karena adanya dorongan akan keinginan seks sebagai bentuk cinta-kasih terhadap orangtuanya.

m. Incest Incest adalah hubungan seks yang dilakukan antara pria dan wanita di dalam atau di luar pernikahan, di mana mereka terkait dengan hubungan kekerabatan atau keturunan yang dekat sekali secara biologis. Incest banyak terjadi di kalangan masyarakat dari tingkat sosial-ekonomi yang sangat rendah dan pada orang-orang keturunan darah campuran. Juga pada kalangan kaum bangsawan untuk menjamin keturunan “darah biru” dan menjamin terpusatkannya harta kekayaan yang mereka miliki. Kebanyakan dari mereka tidak keberatan dan bukan karena paksaan untuk melakukan hal ini. Akan tetapi, anak-anak yang mereka lahirkan justru akan cacat baik secara jasmani maupun secara psikologi.

n. Saliromania Saliromania adalah periaku seorang pria yang mendapatkan kepuasan seks dengan cara menodai badan dan pakaian wanitanya. Orang yang mengalami saliromania biasanya adalah orang yang diselimuti oleh rasa kebencian, dendam, dan kompulsi-kompulsi tertentu yang mereka lampiaskan dengan cara menodai atau mengotori tubuh wanita a...


Similar Free PDFs