PEDIATRI PDF

Title PEDIATRI
Author Friencilia Dewinata
Pages 41
File Size 323.4 KB
File Type PDF
Total Downloads 274
Total Views 523

Summary

615.i Ind p 1 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karuniaNya, buku Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Pasien Pediatri telah diselesaikan. Peran apoteker dalam pelayanan kefarmasian untuk pasien pediatri adalah mendeteksi dan mencegah timbuln...


Description

615.i Ind p

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karuniaNya, buku Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Pasien Pediatri telah diselesaikan.

Peran apoteker dalam pelayanan kefarmasian untuk pasien pediatri adalah mendeteksi dan mencegah timbulnya masalah terkait obat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, apoteker harus

memahami farmakologi, farmakokinetik dan

farmakodinamik untuk pasien pediatri. Apoteker harus mampu bekerjasama dengan tenaga

kesehatan

lain

untuk

memberikan

pelayanan

farmasi

klinik

yang

komprehensif yang dapat menjamin keamanan penggunaan obat, efikasi obat dengan memperhatikan perkembangan obat baru di masyarakat.

Kepada tim penyusun dan semua pihak yang telah berkontribusi di dalam penyusunan pedoman ini, kami menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi tingginya. Saran – saran serta kritik membangun sangat kami harapkan untuk penyempurnaan dan perbaikan di masa mendatang. Semoga pedoman ini dapat menjadi acuan bagi apoteker dalam melaksanakan praktik profesi.

Jakarta, 9 April 2009 Direktur Bina Farmasi Komunitas dan Klinik

Drs. Abdul Muchid, Apt NIP.19490827 197803 1 001

i

2

KATA SAMBUTAN

Menurut data dari Badan Pusat Statistik, angka kematian balita (AKABA) pada tahun 2003 adalah sebesar 46 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan pada tahun 2007 adalah 44 per 1000 kelahiran hidup. Data ini menggambarkan masih tingginya peluang untuk meninggal pada fase antara kelahiran dan sebelum umur 5 tahun.

Berdasarkan data di atas, perlu dilakukan suatu pendekatan untuk menurunkan angka kematian yang terkait dengan balita dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak melalui peningkatan mutu pelayanan kesehatan secara paripurna termasuk pelayanan kefarmasian.

Peran apoteker dalam pelayanan kefarmasian untuk pasien pediatri adalah merencanakan terapi obat yang optimal dengan mempertimbangkan perubahan patofisiologi yang spesifik, efikasi dan toksisitas obat. Regimen dosis untuk pasien pediatri tidak dapat disederhanakan hanya berdasarkan berat badan atau luas permukaan tubuh pasien. Oleh karena itu apoteker berperan penting dalam mendeteksi, mencegah dan menyelesaikan masalah-masalah terkait obat.

Dengan dibuatnya pedoman ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi apoteker dalam penatalaksanaan pelayanan kefarmasian untuk pasien pediatri sekaligus menjadi pedoman bagi apoteker.

Jakarta, 9 April 2009 Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Dra Kustantinah, Apt, M.App, Sc NIP. 19511227 198003 2 001

ii

3

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN RI NOMOR : HK.03.05/176/09 Tentang PEMBENTUKAN TIM PENYUSUN PEDOMAN PELAYANAN FARMASI UNTUK PASIEN PEDIATRI ___________________________________________________________________ Menimbang : a. bahwa pembangunan di bidang pelayanan kefarmasian bertujuan untuk meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan kesehatan; b. bahwa untuk meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan kefarmasian

yang

berazaskan

Pharmaceutical

perlu

Care

dilakukan berbagai upaya; c. bahwa untuk meningkatkan pengetahuan apoteker tentang pasien pediatri perlu disusun pedoman pelayanan kefarmasian untuk pasien pediatri; d. bahwa berdasarkan huruf a, huruf b dan huruf c di atas perlu ditetapkan Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tentang pembentukan tim penyusun pedoman pelayanan kefarmasian untuk pasien pediatri;

Mengingat :

1. Undang – Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495); 2. Undang – Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1998 nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3871); 4. Keputusan

Menteri

1027/Menkes/SK/IX/2002

Kesehatan tentang

RI

Standar

Nomor Pelayanan

Kefarmasian di Apotek;

iii

4

5. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit; 6. Keputusan

Menteri

Kesehatan

RI

Nomor

1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan; MEMUTUSKAN MENETAPKAN : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN TENTANG PEMBENTUKAN PEDOMAN PELAYANAN KEFARMASIAN UNTUK PASIEN PEDIATRI PERTAMA

:

Membentuk Tim Penyusun Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Pasien Pediatri dengan unsur keanggotaan sebagai berikut : Pelindung

: Dra. Kustantinah, Apt., M.App.Sc.

Pengarah

: Drs. Abdul Muchid, Apt.

Ketua

: Dra. Nur Ratih Purnama, Apt., M.Si.

Sekretaris

: Fachriah Syamsuddin, S.Si, Apt.

Anggota

: Sri Bintang Lestari, S.Si, M.Si, Apt. DR. Retnosari Andrajati, Apt., Ph.D Drs. Adji Prayitno, Apt., MS Dra. Rina Mutiara, Apt, M.Pharm Dra Sri Hartini, Apt, M.Si Mariyatul Qibtiyah, S.Si, Apt, Sp.FRS

Sekretariat

: Tantri Candrarini Fithriyah Susanti, AMF

KEDUA

:

Tugas – tugas Tim a.

Mengadakan rapat-rapat persiapan dan koordinasi dengan pihak terkait.

b.

Menyusun Draft Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Pasien Pediatri. Melaksanakan pembahasan Draft Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Pasien Pediatri.

c.

iv

5

d.

Menyempurnakan draft setelah mendapat masukan dalam pembahasan.

KETIGA

:

Dalam menjalankan tugas-tugasnya Tim dapat mengundang organisasi profesi atau pihak-pihak lain yang terkait untuk mendapatkan masukan guna mendapatkan hasil yang maksimal.

KEEMPAT

:

Dalam melakukan tugasnya Tim bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

KELIMA

:

Dana berasal dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Peningkatan Pembinaan Farmasi Komunitas dan Klinik tahun 2009.

KEENAM

:

Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan akan ditinjau kembali apabila ada kesalahan atau kekeliruan.

Ditetapkan di : JAKARTA Pada tanggal : April 2009 ________________________________ Direktur Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan

Dra. Kustantinah, Apt., M.App.Sc. NIP. 195112271980032001

v

6

DAFTAR ISI

Pernyataan........................................................................................................

i

Kata Pengantar ................................................................................................

ii

Kata Sambutan ..................................................................................................

iii

SK Tim Penyusun Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Pasien Pediatri...

iv

Daftar isi ...........................................................................................................

iv

Daftar Lampiran ...............................................................................................

vii

BAB I PENDAHULUAN

1

1.1 Latar Belakang ...........................................................................................

1

1.2 Tujuan .......................................................................................................

4

1.3 Sasaran Pengguna ....................................................................................

4

BAB II TERAPI OBAT BERKAITAN DENGAN KARAKTERISTIK PASIEN

5

PEDIATRI 2.1 Farmakokinetika – Farmakodinamika ........................................................

5

2.2 Efikasi dan Toksisitas Obat ......................................................................

9

Bab III RUANG LINGKUP PELAYANAN KEFARMASIAN UNTUK PASIEN

11

PEDIATRI 3.1 Masalah Terkait Obat ...................................................................................

12

3.2 Dispensing Sediaan Khusus ........................................................................

15

3.3 Pemantauan Terapi Obat .............................................................................

18

3.4 Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) ...........................................

19

3.5 Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) ..............................................................

19

3.6 Konsultasi Informasi Edukasi (KIE) ..............................................................

20

3.7 Keselamatan Pasien pada Pasien Pediatri ...................................................

22

3.8 Program Training, Penelitian dan Pengembangan .......................................

23

BAB IV PENUTUP ..............................................................................................

24

Daftar Pustaka ....................................................................................................

25

vi 7

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lampiran 2

: Jadual Imunisasi : Uraian skematis tentang masalah, penyebab, intervensi dan outcome

Lampiran 3

: Daftar stabilitas sediaan dan cara rekonstitusi

vii

8

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Angka kematian bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate merupakan indikator yang merujuk kepada jumlah bayi yang meninggal pada fase antara kelahiran hingga bayi belum mencapai umur 1 tahun per 1000 kelahiran hidup.

Badan Pusat Statistik mengestimasikan angka kematian bayi

(AKB) pada tahun 2007 sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup. AKB pada tahun 2002-2003 sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup. AKB pada tahun 2007 menunjukkan bahwa angka terendah dimiliki oleh provinsi DIY sebesar 19 per 1000 kelahiran hidup, diikuti oleh NAD sebesar 25 per 1000 kelahiran hidup dan Kalimantan Timur sebesar 26 per 1000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB tertinggi dimiliki oleh provinsi Sulawesi Barat sebesar 74 per 1000 kelahiran hidup, diikuti oleh Nusa Tenggara Barat sebesar 72 per 1000 kelahiran hidup dan Sulawesi Tengah sebesar 60 per kelahiran hidup.

Angka Kematian Balita

(AKABA) menggambarkan peluang untuk

meninggal pada fase antara kelahiran dan sebelum berumur 5 tahun. Badan Pusat Statistik menyebutkan AKABA pada tahun 2007 sebesar 44 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini lebih rendah dibandingkan AKABA pada tahun 2002-2003 sebesar 46 per 1000 kelahiran hidup. AKABA di Sulawesi Barat sebesar 96 per 1000 kelahiran hidup, AKABA di Maluku sebesar 93 per 1000 kelahiran hidup, AKABA di Nusa Tenggara Barat sebesar 92 per 1000 kelahiran hidup, AKABA di Kalimantan Tengah sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup, AKABA di Jawa Tengah sebesar 32 per 1000 kelahiran hidup dan AKABA di DI Yogyakarta sebesar 22 per 1000 kelahiran hidup.(1)

Masa bayi dan anak merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Anak bukan dewasa kecil sehingga penggunaan obat untuk anak merupakan hal khusus yang terkait dengan perbedaan laju perkembangan organ, sistem enzim yang bertanggung jawab terhadap 1

metabolisme dan ekskresi obat. Hal ini ditunjang dengan belum banyaknya penelitian tentang penggunaan obat pada bayi dan anak. Data farmakokinetik, farmakodinamik, efikasi dan keamanan obat untuk bayi dan anak-anak masih sangat jarang. Kurangnya informasi mengenai hal ini menyebabkan timbulnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki seperti grey baby syndrome (sebagai akibat pemberian kloramfenikol dengan

dosis

berlebih),

phocomelia

(sebagai

akibat

pemberian

thalidomida) dan kernicterus (sebagai akibat pemberian sulfonamida).

Hal penting yang harus diperhatikan untuk pediatri adalah dosis yang optimal, regimen dosis tidak dapat disederhanakan hanya berdasarkan berat badan atau luas permukaan tubuh pasien pediatri yang diperoleh dari ekstrapolasi data pasien dewasa. Bioavalaibilitas, farmakokinetik, farmakodinamik, efikasi dan informasi tentang efek samping dapat berbeda secara bermakna antara pasien pediatri dan pasien dewasa karena adanya perbedaan usia, fungsi organ dan status penyakit. Perkembangan yang signifikan telah dibuat untuk farmakokinetik untuk pediatri selama dua dekade ini, tetapi hanya sedikit penelitian yang mempunyai korelasi secara farmakokinetik dengan outcome efikasi, efek samping dan kualitas hidup.

Beberapa faktor tambahan harus dipertimbangkan dalam optimalisasi terapi obat pediatri. Banyak obat yang diresepkan untuk bayi dan anakanak tidak tersedia dalam bentuk sediaan yang dikehendaki maka banyak diresepkan obat racikan. Dengan demikian, apoteker harus mampu menilai dan mengambil keputusan profesional untuk masalah tersebut. Selain itu untuk pemberian sediaan yang terkendala oleh jumlah volume yang diberikan dan akses yang terbatas untuk pediatri, maka pemberian secara intra vena memerlukan metode khusus. Pemberian sediaan oral untuk bayi dan anak dapat menjadi hal yang rumit bagi orang tua atau perawat. Selain itu peningkatan kepatuhan dalam penggunaan obat bagi pasien pediatri memiliki tingkat kerumitan tersendiri.

2

Ada beberapa pengertian yang mengatur batasan pediatri. Pediatri berasal dari bahasa Yunani yaitu pedos yang berarti anak dan iatrica yang berarti pengobatan anak. Beberapa penyakit memerlukan penanganan khusus untuk pasien pediatri.(2) Untuk menentukan dosis obat, The British Paediatric Association (BPA) mengusulkan rentang waktu berikut yang didasarkan pada saat terjadinya perubahan – perubahan biologis * Neonatus :

Awal kelahiran sampai usia 1 bulan ( dengan subseksi tersendiri untuk bayi yang lahir saat usia kurang dari 37 minggu dalam kandungan).

* Bayi

:

1 bulan sampai 2 tahun

* Anak

:

2 sampai 12 tahun (dengan subseksi: anak di bawah usia 6 tahun memerlukan bentuk sediaan yang sesuai)

* Remaja

:

12 sampai 18 tahun

Perubahan biologis yang diwakili oleh tiap rentang waktu tersebut adalah : * Neonatus :

terjadi perubahan klimakterik

* Bayi

:

awal pertumbuhan yang pesat

* Anak

:

masa pertumbuhan secara bertahap

* Remaja

:

akhir perkembangan secara pesat hingga menjadi orang dewasa

Perkembangan penanganan klinik penyakit untuk pasien pediatri sangat berarti. Ada banyak prinsip farmakoterapi yang harus dipertimbangan dalam penanganan pasien pediatri. Beberapa definisi yang berhubungan dengan pediatri adalah :(3) * Pediatri

: anak yang berusia lebih muda dari 18 tahun

* Prematur : bayi yang dilahirkan sebelum berusia 37 minggu * Neonatus : usia 1 hari sampai 1 bulan * Bayi

: usia 1 bulan sampai 1 tahun

* Anak

: usia 1 tahun sampai 11 tahun

* Remaja

: usia 12 tahun sampai 18 tahun

3

Menurut The European Medicine Evaluation Agency :(4) • •

Bayi baru lahir

: 0 -27 hari

Bayi

: 28 hari -23 bulan



Anak

: 2 -11 tahun

Remaja

: 12 – 16/18 tahun



Guna meningkatkan pemahaman apoteker dalam pelayanan kefarmasian untuk pasien pediatri, maka Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik menyusun buku Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Pasien Pediatri.

1.2 Tujuan Umum : Sebagai

sumber

informasi

atau

pedoman

bagi

apoteker

dalam

menjalankan praktek profesinya di sarana kesehatan.

Khusus : -

Sebagai acuan bagi apoteker dalam penatalaksanaan pemberian obat secara optimal bagi pasien pediatri.

-

Sebagai pedoman dalam melakukan pemantauan penggunaan obat pada pasien pediatri

-

Sebagai pedoman bagi apoteker untuk memberikan rekomendasi kepada dokter dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan terapi obat

-

Sebagai pedoman bagi apoteker dalam memberikan pelayanan informasi obat

1.3 Sasaran Pengguna Apoteker yang bekerja di sarana pelayanan kesehatan

4

BAB II TERAPI OBAT BERKAITAN DENGAN KARAKTERISTIK PASIEN PEDIATRI

Terapi obat pada pediatri berbeda dengan terapi obat pada orang dewasa karena

perbedaan

karakteristik.

Perbedaan

karakteristik

ini

akan

mempengaruhi farmakokinetika – farmakodinamika obat yang pada akhirnya akan mempengaruhi efikasi dan/ atau toksisitas obat.

2.1 Farmakokinetika - Farmakodinamika Kinetika obat dalam tubuh anak-anak berbeda dengan dewasa sesuai dengan pertambahan usianya. Beberapa perubahan farmakokinetika terjadi selama periode perkembangan dari masa anak-anak sampai masa dewasa yang menjadi pertimbangan dalam penetapan dosis untuk pediatri :

a. Absorpsi Absorpsi obat melalui rute oral dan parenteral pada anak sebanding dengan pasien dewasa. Pada bayi dan anak sekresi asam lambung belum sebanyak pada dewasa, sehingga pH lambung menjadi lebih alkalis. Hal tersebut akan menurunkan absorbsi obat – obat yang bersifat asam lemah seperti fenobarbital

dan

fenitoin,

sebaliknya

akan

meningkatkan

absorbsi obat – obat yang bersifat basa lemah seperti penisilin dan eritromisin. Waktu pengosongan dan pH lambung akan mencapai tahap normal pada usia sekitar tiga tahun. Waktu pengosongan lambung pada bayi baru lahir yaitu 6-8 jam sedangkan dewasa 3-4 jam. Oleh karena itu harus diperhatikan pada pemberian obat yang di absorbsi di lambung.

Peristaltik pada neonatus tidak beraturan dan mungkin lebih lambat karena itu absorbsi obat di usus halus sulit di prediksi. Absorpsi perkutan meningkat pada bayi dan anak-anak terutama pada bayi prematur karena kulitnya lebih tipis, lebih 5

lembab, dan lebih besar dalam ratio luas permukaan tubuh per kilogram berat badan. Sebagai contoh terjadinya peningkatan absorpsi obat melalui kulit, terjadi pada penggunaan steroid, asam borat, heksaklorofen, iodium, asam salisilat dan alkohol.

Absorpsi obat pada pemberian secara intramuskular bervariasi dan sulit diperkirakan. Perbedaan masa otot, ketidakstabilan vasomotor perifer, kontraksi otot dan perfusi darah yang relatif lebih kecil dari dewasa, kecuali persentase air dalam otot bayi lebih besar dibandingkan dewasa. Efek total dari faktor-faktor ini sulit diperkirakan, misalnya fenobarbital akan diabsorpsi secara cepat sedang absorpsi diazepam memerlukan waktu lebih lama. Oleh karena itu, pemberian secara intramuskular jarang dilak...


Similar Free PDFs