Title | Pelaksanaan Pelayanan Kebidanan Komplementer pada Bidan Praktek Mandiri di Kabupaten Klaten |
---|---|
Author | Gita Kostania |
Pages | 35 |
File Size | 259.9 KB |
File Type | |
Total Downloads | 156 |
Total Views | 279 |
0 PELAKSANAAN PELAYANAN KEBIDANAN KOMPLEMENTER PADA BIDAN PRAKTEK MANDIRI DI KABUPATEN KLATEN Tema: KEBIDANAN KOMPLEMENTER LAPORAN HASIL PENELITIAN MANDIRI Oleh: Gita Kostania, S.ST.,M.Kes. NIP: 19861216 201212 2 002 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA JURUSAN KEB...
0
PELAKSANAAN PELAYANAN KEBIDANAN KOMPLEMENTER PADA BIDAN PRAKTEK MANDIRI DI KABUPATEN KLATEN
Tema: KEBIDANAN KOMPLEMENTER
LAPORAN HASIL PENELITIAN MANDIRI
Oleh: Gita Kostania, S.ST.,M.Kes. NIP: 19861216 201212 2 002
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA JURUSAN KEBIDANAN TAHUN 2014 Laporan Penelitian Mandiri Tahun 2014 – Gita Kostania
1
ABSTRAK Latar Belakang: Paradigma pelayanan kebidanan saat ini telah mengalami pergeseran. Selama satu dekade ini, asuhan kebidanan dilaksanakan dengan mengkombinasikan pelayanan kebidanan konvensional dan komplementer, serta telah menjadi bagian penting dari praktek kebidanan. (Harding & Foureur, 2009). Walaupun di Indonesia belum ada Undang-Undang yang mengatur secara khusus tentang pelaksanaan pelayanan kebidanan komplementer, namun penyelenggaraan pengobatan komplementer secara umum telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang pengobatan komplementer-alternatif. Pelayanan kebidanan komplementer merupakan bagian dari penerapan pengobatan komplementer dan alternatif dalam tatanan pelayanan kebidanan. Tujuan: untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pelayanan kebidanan komplementer pada Bidan Praktek Mandiri (BPM) di kabupaten Klaten. Metode: Survey, jenis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bidan yang melaksanakan praktek kebidanan secara mandiri di wilayah kabupaten Klaten sejumlah 516 bidan. Pengambilan sampel secara purposive, didapatkan jumlah sampel sebanyak 181 responden. Data dianalisis dan disajikan secara kuantitatif dalam bentuk distribusi frekuensi, dan kualitatif menggunakan model interactive menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2013). Hasil: Pelayanan kebidanan komplementer dilakukan oleh 14.4% responden. Sebagian besar responden berusia 36-45 tahun (59.7%), menempuh pendidikan bidan pada tingkatan Diploma III Kebidanan (68.5%), menjalankan praktek mandiri selama ≤10 tahun (43.1%), belum pernah mengikuti seminar/pelatihan tentang pelayanan kebidanan komplementer (86.2%), dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang pelaksanaan pelayanan kebidanan komplementer (50.8%). Jenis pelayanan yang paling banyak dilakukan adalah pijat (80.8%), dilanjutkan hipnoterapi (15.5%), acupressure (15.5%), penggunaan obat herbal/ramuan tradisional sebagai pelengkap obat konvensional (11.5%), dan yoga (3.8%). Penyebab masih rendahnya penggunaan terapi komplementer oleh BPM di kabupeten Klaten adalah kurangnya akses bidan untuk menjangkau tercapainya pengetahuan dan keterampilan yang baik tentang terapi komplementer, kurangnya dukungan dari organisasi profesi, masyarakat beranggapan bahwa pemberian terapi komplementer bukan merupakan tugas tenaga kesehatan, sehingga mengurangi minat masyarakat akan pengobatan menggunakan terapi komplementer oleh tenaga kesehatan, dan masih banyak dukun aktif yang menjalankan tradisi memberikan terapi komplementer dan alternatif. Simpulan: Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan cakupan pemberian pelayanan kebidanan komplementer yaitu: setiap tenaga kesehatan dan masyarakat menggunakan dan mengembangkan terapi komplementer, perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai efektifitas penggunaan terapi komplementer dan alternatif, perlu dukungan penuh dari organisasi profesi dan pemerintah dalam bentuk memfasilitasi tenaga kesehatan dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan tentang penggunaan terapi komplementer, perlu adanya upaya sosialisasi dan promosi kepada masyarakat tentang manfaat penggunaan terapi komplementer dan alternatif sebagai pelengkap pemberian layanan medis, dan memberdayakan bidan sebagai fasilitator bagi masyarakat untuk meningkatkan upaya promotif dan preventif melalui terapi komplementer. Kata Kunci: terapi komplementer, pelayanan kebidanan, bidan praktek mandiri. Laporan Penelitian Mandiri Tahun 2014 – Gita Kostania
2
A. PENDAHULUAN Paradigma pelayanan kebidanan saat ini telah mengalami pergeseran. Selama
satu
dekade
ini,
asuhan
kebidanan
dilaksanakan
dengan
mengkombinasikan pelayanan kebidanan konvensional dan komplementer, serta telah menjadi bagian penting dari praktek kebidanan. (Harding & Foureur, 2009). Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar, dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan kepada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, bayi dan anak, serta wanita usia reproduksi dan usia lanjut. (Kepmenkes RI, No.369/MENKES/SK/III/2007) Walaupun di Indonesia belum ada Undang-Undang yang mengatur secara khusus tentang pelaksanaan pelayanan kebidanan komplementer, namun penyelenggaraan pengobatan komplementer secara umum telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang pengobatan komplementer-alternatif. Pelayanan kebidanan komplementer merupakan bagian dari penerapan pengobatan komplementer dan alternatif dalam tatanan pelayanan kebidanan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan,
definisi pengobatan
komplementer dan alternatif adalah pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan kualitas, keamanan dan efektifitas yang tinggi. (Kepmenkes RI, No.1109/Menkes/Per/IX/2007) Definisi lain menyebutkan bahwa pengobatan
komplementer
konvensional,
merupakan
sebuah
cara
penyembuhan
non
atau dikenal dengan nama pengobatan tradisional yang
difungsikan sebagai pembantu atau pendukung pengobatan modern. (Anonim, 2012) Pelayanan kebidanan komplementer menggambarkan bentuk pelayanan kebidanan yang terpisah dan berbeda dari pelayanan kebidanan konvensional, namun diterapkan sebagai langkah dalam mendukung keadaan normal klien atau sebagai pilihan alternatif dalam mengatasi penyulit ataupun komplikasi. Bagi banyak bidan dan wanita, pelayanan kebidanan komplementer adalah pilihan untuk mengurangi intervensi medis saat hamil dan melahirkan, dan berdasarkan pengalaman hal tersebut cukup membantu. Namun, sebagian besar terapi
ini
tidak
dianggap
bermakna
Laporan Penelitian Mandiri Tahun 2014 – Gita Kostania
dalam
pengobatan
konvensional.
3
(Ernst&Watson, 2012) Hal ini disebabkan oleh kelangkaan dalam hal bukti klinis dan informasi yang diterbitkan sehubungan dengan efektivitas pelayanan kebidanan komplementer pada kehamilan, persalinan dan nifas. Meskipun demikian, seperti yang telah disebutkan dalam paragraf pertama bahwa telah terjadi peningkatan tajam dalam jumlah dan berbagai informasi mengenai terapi komplementer dalam kebidanan selama satu dekade terakhir. (Ernst&Watson, 2012) Dari sekian jenis pelayanan terapi komplementer yang tercantum dalam Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.1109/Menkes/Per/IX/2007,
beberapa
diantaranya yang saat ini sudah diterapkan oleh bidan-bidan dan wanita di Indonesia, yaitu: hipnoterapi, penyembuhan spiritual dan doa, yoga, akupresur, pijat urut, aromaterapi, healing dan jamu. (Anonim, 2012) Dari beberapa informasi yang peneliti peroleh, pelaksanaan pelayanan kebidanan komplementer di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh sektor swasta/mandiri, namun juga pemerintah (Puskesmas dan Rumah Sakit). Akan tatapi, pelaksanaan pada sektor pemerintah terhambat protap (prosedur tetap) yang masih harus mengacu pada pelayanan kebidanan konvensional, sehingga pelaksanaan pelayanan kebidanan komplementer lebih banyak dijumpai pada sektor swasta. Keberadaan jurusan kebidanan Poltekkes Surakarta di Klaten yang mempunyai unggulan pada bidang pelayanan kebidanan komplementer, diharapkan dapat membawa dampak positif pada pelayanan kebidanan komplementer di Klaten. Disamping diimplementasikan dalam kurikulum pendidikan, jurusan kebidanan juga membuka pelatihan tentang pelayanan kebidanan komplementer terintegrasi untuk para bidan yang sudah maupun belum memiliki klinik mandiri. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah, “bagaimanakah pelaksanaan pelayanan kebidanan komplementer pada Bidan Praktek Mandiri di kabupaten Klaten?”. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pelayanan kebidanan komplementer pada Bidan Praktek Mandiri di kabupaten Klaten. Secara khusus bertujuan untuk mengetahui: 1. Komposisi Bidan Praktek Mandiri (BPM) dalam melaksanakan pelayanan kebidanan komplementer Laporan Penelitian Mandiri Tahun 2014 – Gita Kostania
4
2. Karakteristik bidan dan pengetahuan bidan tentang pelayanan kebidanan komplementer 3. Jenis pelayanan kebidanan komplementer yang dipraktekkan pada BPM 4. Keadaan spesifik dari jenis penggunaan terapi komplementer 5. Alasan bidan mempraktekkan terapi komplementer dalam pelayanan kebidanan 6. Pendapat bidan tentang penggunaan terapi komplementer dalam pelayanan kebidanan.
Laporan Penelitian Mandiri Tahun 2014 – Gita Kostania
5
B. BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan metode survey, dimana penelitian dilakukan tanpa melakukan intervensi terhadap subyek penelitian. Jenis penelitian survey ini adalah deskriptif, dimana penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan suatu fenomena dengan pola menjawab pertanyaan bagaimana (how). (Notoatmodjo, 2012) Pengambilan data secara survey pada BPM di wilayah Kabupaten Klaten dilakukan pada bulan Agustus 2014. Sedangkan secara keseluruhan, penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai dengan November 2014. Subyek dalam penelitian ini adalah bidan yang memiliki BPM. Subyek penelitian terdiri atas populasi dan sampel. Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan dikenai kesimpulan. (Sugiyono, 2010) Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bidan yang melaksanakan praktek kebidanan secara mandiri di wilayah kabupaten Klaten sejumlah 516 bidan. Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang diharapkan mampu mewakili populasi dalam penelitian. (Sugiyono, 2010) Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu cara pengumpulan data dipilih dengan pertimbangan dan tujuan tertentu. (Lameshow, 1997) Penentuan sampel dengan teknik ini dibatasi oleh kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi meliputi: 1) bidan yang terdaftar dan mempunyai izin untuk dapat melaksanakan praktek kebidanan secara mandiri, aktif di organisasi profesi, dan menjalankan praktek kebidanan sesuai dengan standar pelayanan kebidanan; 2) melaksanakan pelayanan kebidanan secara menyeluruh, meliputi: kehamilan, persalinan-nifas, bayi dan balita, dan kesehatan reproduksi wanita; dan 3) bersedia bekerjasama dengan peneliti untuk menjadi responden. Sedangkan kriteria eksklusinya adalah responden yang tidak mengisi dan tidak mengikuti rangkaian penelitian secara lengkap. Berdasarkan kriteria tersebut, jumlah sampel yang memenuhi kriteria survey sebanyak 181 responden. Survey dilakukan dalam dua tahap, tahap pertama dengan membagikan kuesioner/angket
yang
berisi
beberapa
pertanyaan
terkait
pelaksanaan
pelayanan kebidanan komplementer, dan dilengkapi dengan pertanyaan mengenai karakteristik responden. Pelayanan kebidanan komplementer yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah Laporan Penelitian Mandiri Tahun 2014 – Gita Kostania
6
terdaftar yang dapat dilakukan secara mandiri kepada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi baru lahir, bayi dan anak, serta wanita usia reproduksi dan usia lanjut, dengan menerapkan pengobatan non konvensional (alternatif dan tradisional) yang ditujukan untuk mendukung keadaan normal klien atau sebagai pilihan alternatif dalam mengatasi penyulit ataupun komplikasi. Kuesioner dibagikan melalui bidan koordinator masing-masing wilayah. Setelah data kuesioner didapat, maka dilakukan analisis data sementara, kemudian peneliti menentukan responden yang akan diwawancara secara mendalam untuk melengkapi data sesuai tujuan penelitian. Wawancara mendalam dilakukan secara langsung oleh peneliti baik mendatangi langsung ke kediamannya maupun wawancara melalui telepon. Teknik wawancara mendalam (in depth interiview) yaitu suatu teknik yang digunakan untuk mengekplorasi dan memperluas informasi terpendam dengan menggunakan pertanyaan terbuka. (Sugiyono, 2010) Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan kuotasi hasil wawancara. Penyajian hasil dalam bentuk distribusi frekuensi merupakan bagian dari penelitian deskriptif kuantitatif. Sedangkan penyajian data hasil penelitian dalam bentuk kuotasi merupakan bagian dari penelitian deskriptif kualitatif. Untuk menyajikan secara kuantitatif, digunakan rumus sederhana dengan menghitung frekuensi, f= (n/N) x 100%, dimana f=frekuensi, n=jumlah responden, dan N=jumlah total sampel. Sedangkan penyajian data secara kualitatif diolah dan dianalisis menggunakan model interactive menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2013). Analisis ini terdiri atas empat langkah, yaitu: 1. Pengumpulan data; yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam. 2. Reduksi data; berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dan dicari pola dan temanya. Hal ini dapat dilakukan dengan memberi kode pada aspek-aspek tertentu. 3. Penyajian data; dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Dapat pula disajikan dengan teks yang bersifat naratif. 4. Penarikan kesimpulan; tahapan ini merupakan langkah terakhir dalam analisis data kualitatif. Laporan Penelitian Mandiri Tahun 2014 – Gita Kostania
7
Data/informasi yang dianalisis pada tahap dua ini meliputi alasan bidan mempraktekkan terapi komplementer dalam pelayanan kebidanan, dan pendapat bidan tentang terapi komplementer dalam praktek kebidanan.
Berikut bagan
yang menggambarkan alur analisis data kualitatif dari pengumpulan data sampai pada verifikasi data dan kesimpulan.
Pengumpulan data
Reduksi data
Penyajian data
Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi Data
Gambar 1. Model Analisis Data interaktif menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2013) Untuk memeriksa keabsahan data digunakan teknik triangulasi, yang terdiri atas: 1. Triangulasi sumber/ data, yaitu teknik triangulasi dengan cara mendapatkan data dari orang/sumber yang berbeda. 2. Triangulasi metode, yaitu teknik triangulasi dengan cara mengumpulkan data dengan metode lain. 3. Triangulasi teori/ilmu, yaitu teknik triangulasi dengan cara mencocokkan dengan teori terdahulu. (Moleong, 2013) Setelah didapatkan hasil analisis data kuantitatif dan kualitatif, maka semua hasil tersebut digabung untuk diinterpretasikan sesuai dengan tujuan penelitian.
Laporan Penelitian Mandiri Tahun 2014 – Gita Kostania
8
C. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Komposisi BPM dalam Melaksanakan Pelayanan Kebidanan Komplementer Pada tabel di bawah ini disajikan tabel persentase pemberian pelayanan kebidanan komplementer di kabupaten Klaten. Tabel 1.1. Persentase Pemberian Pelayanan Kebidanan Komplementer No.
Pemberian Pelayanan Kebidanan Komplementer 1 Ya 2 Tidak Jumlah Sumber: Data Primer 2014
Jumlah (n) 26 155 181
Persentase (%) 14.4 85.6 100.0
Secara keseluruhan, komposisi bidan yang melaksanakan pelayanan kebidanan komplementer lebih sedikit dibandingkan dengan bidan yang hanya melaksanakan pelayanan kebidanan konvensional (14.4%30 tahun Jumlah Sumber: Data Primer 2014
Pelayanan
Persentase (%) 30.8 38.5 30.8 0.0 100.0
Lamanya praktek diasumsikan akan melatarbelakangi seorang bidan dalam berperilaku, yaitu membuka jenis pelayanan baru dalam menjalankan praktek mandiri. Menurut Green (1991), perilaku Laporan Penelitian Mandiri Tahun 2014 – Gita Kostania
13
seseorang ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan tradisi
yang
menentukan
berlaku
di
masyarakat.
pengalaman
dan
Lamanya
kemampuan
praktek
seseorang
lebih dalam
melakukan tindakan/keterampilan, sehingga disebut ahli dan terampil. Empat tingkatan tindakan menurut Notoatmodjo (2007), persepsi, respon terpimpin, mekanisme, dan adaptasi. Seseorang dengan tingkat
pengalaman
yang
tinggi,
respon
adaptasinya
sudah
berkembang dengan baik tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. 4) Keikutsertaan
dalam
Seminar/Pelatihan
tentang
Pelayanan
Kebidanan Komplementer Sebagian seminar/pelatihan
besar
responden
tentang
belum
pelayanan
pernah
kebidanan
mengikuti
komplementer
(86.2%). Sedangkan pada bidan yang memberikan pelayanan kebidanan komplementer (50%) sudah mengikuti seminar tentang pelayanan kebidanan. Tabel 2.7. Karakteristik Responden berdasar Keikutsertaan dalam Seminar/Pelatihan tentang Pelayanan Kebidanan Komplementer No.
Keikutsertaan dalam Seminar/Pelatihan 1 Sudah 2 Belum Jumlah Sumber: Data Primer 2014 Tabel
2.8.
Jumlah (n) 25 156 181
Persentase (%) 13.8 86.2 100.0
Karakteristik Bidan yang Memberikan Pelayanan Kebidanan Komplementer berdasar Keikutsertaan dalam Seminar/Pelatihan tentang Pelayanan Kebidanan Komplementer
No.
Keikutsertaan dalam Seminar/Pelatihan 1 Sudah 2 Belum Jumlah Sumber: Data Primer 2014 Laporan Penelitian Mandiri Tahun 2014 – Gita Kostania
Jumlah (n) 13 13
Persentase (%) 50.0 50.0 100.0
14
Keikutsertaan dalam seminar dapat melatarbelakangi tingkat pengetahuan
seseorang.
Dengan
mengikuti
seminar,
bidan
mendapatkan informasi dan pengalaman baru. Informasi mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan. Pengalaman sebagai sumber pengetahuan merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi pada masa lalu. Pengalaman belajar dan informasi baru
dalam
bekerja
pengetahuan
dan
mengembangkan
yang
dikembangkan
keterampilan kemampuan
akan
profesional,
mengambil
memberikan serta
keputusan
dapat yang
merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya. (Budiman, 2013) Hal tersebut di atas dapat menjadi dasar bagi bidan dalam mengembangkan
kualitas
pelayanan
kebidanan
dengan
salah
satunya menerapkan pelayanan kebidanan komplementer. Sebagian besar responden dalam penelitian ini belum pernah mengikuti seminar/pelatihan
tentang
pelayanan
kebidanan
komplementer
(86.2%), dan hanya (14.4%) yang mempraktekkan pelayanan kebidanan komplementer, sehingga pendapat Budiman (2013) sesuai dengan kondisi ini. b. Pengetahuan Responden tentang Pelayanan Kebidanan Komplementer Sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang cukup tentang pelaksanaan pelayanan kebidanan komplementer (50.8%). Didapati responden dengan pengetahuan kurang (7.7%). Pengetahuan bidan yang memberikan pelayanan k...