PERBEDAAN JUAL BELI PDF

Title PERBEDAAN JUAL BELI
Author Jainudin Pun
Pages 21
File Size 3.4 MB
File Type PDF
Total Downloads 497
Total Views 697

Summary

FIQIH MUAMALAH PERBEDAAN JUAL BELI Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Muamalah Dosen Pengampu: Imam Mustofa, S.H.I., M.S.I. Disusun Oleh : JAINUDIN (1502100263) Kelas A PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAI...


Description

Accelerat ing t he world's research.

PERBEDAAN JUAL BELI Jainudin Pun

Related papers Konsep dan Dasar Keuangan dalam Islam Rizal Darwis

PDF JUAL BELI.pdf Haniah Lubis PRANATA SOSIAL DI DALAM ISLAM Agus Miswant o

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

FIQIH MUAMALAH PERBEDAAN JUAL BELI Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Muamalah Dosen Pengampu: Imam Mustofa, S.H.I., M.S.I.

Disusun Oleh : JAINUDIN (1502100263)

Kelas A PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JURAI SI 2016

1

BAB 1 PENDAHULUAN

Agama Islam mengatur setiap segi kehidupan umatnya. Mengatur hubungan seorang hamba dengan Tuhannya yang biasa disebut dengan muamalah ma’allah dan mengatur pula hubungan dengan sesamanya yang biasa disebut dengan muamalah ma’annas. Nah, hubungan dengan sesama inilah yang melahirkan suatu cabang ilmu dalam Islam yang dikenal dengan Fiqih muamalah. Aspek kajiannya adalah sesuatu yang berhubungan dengan muamalah atau hubungan antara umat satu dengan umat yang lainnya. Mulai dari jual beli, sewa menyewa, hutang piutang dan lain-lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari, setiap muslim pasti melaksanakan suatu transaksi yang biasa disebut dengan jual beli. Si penjual menjual barangnya, dan si pembeli membelinya dengan menukarkan barang itu dengan sejumlah uang yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.Jika zaman dahulu transaksi ini dilakukan secara langsung dengan bertemunya kedua belah pihak, maka pada zaman sekarang jual beli sudah tidak terbatas pada satu ruang saja.Dengan kemajuan teknologi, dan maraknya penggunaan internet, kedua belah pihak dapat bertransaksi dengan lancar. Sebenarnya bagaimana pengertian jual beli menurut Fiqih muamalah?Apa saja syaratnya? Lalu apakah jual beli yang dipraktekkan pada zaman sekarang sah menurut fiqih muamalah? Tentu ini akan menjadi pambahasan yang menarik untuk dibahas.

2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Jual-Beli

Setiap individu pasti mengalami atau melakukan transaksi yang berupa jual-beli, dari sinilah perlu penulis kemukakan definisi dari jual-beli. Pengertian jual-beli terdiri dari dua kata yaitu jual dan beli. Dalam istilah Islam, kata jual-beli mengandung satu pengertian, yang berasal dari bahasa Arab, yaitu kata “ ‫” ب ع‬, yang jama’nya adalah “ ‫ ” ب ياع‬dan konjungsinya adalah ‫ ي ب يع – ب ع‬- ‫ ” “ب ي ع‬yang berarti menjual.1 M. Ali Hasan dalam bukunya Berbagai macam transaksi dalam Islam (fiqh Islam) mengemukakan bahwa pengertian jual-beli menurut bahasa, yaitu jual-beli ( ‫ ) ال ب يع‬artinya “menjual, mengganti dan menukar (sesuatu dengan sesuatu yang lain)”. Kata ‫ ال ب يع‬dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yaitu kata ‫( ال ِراء‬beli). Dengan demikian kata ‫ ال ب يع‬berarti kata “jual” dan sekaligus juga berarti kata “beli”.2 Imam Taqiyuddin dalam kitabnya Kifayah al-Akhyar, juga mendefinisikan jual-beli ( ‫ ) ب يع‬secara bahasa, sebagai berikut:3 ‫ِيء م ُ ب م ف ي ِيء ءاعْ ء‬ Artinya: “Memberikan sesuatu karena ada pemberian (imbalan yang tertentu)”. Adapun jual-beli menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata AW. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab – Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1984, hlm. 135. 2 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam (Fiqh Muamalat), ed. I, Jakarta: 2003, Cet. I, hlm. 113. 3 Imam Taqiyuddin, Kifayah al-Akhyar, Juz I, Semarang: Toha Putra, t.th, hlm. 239. 1

3

adalah sesuatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Adapun pengertian jual-beli menurut istilah fiqh adalah:4 a. An-Nawawi mendefinisikan: ُ ‫ ُ حاه اا ب م ل م ل ب م م‬4 Artinya: “Saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik”. b. Sayyid Sabiq mendefinisikan : ‫ ال ترا ضص س ب يل ع مص ل ب م ل م ل د م ب‬5 Artinya: “Saling menukar harta dengan harta stas dasar suka sama suka”. c. Ibnu Qudamah mendefinisikan : ‫ اتممك ت م م ي ك ل ب ل م ل ال م ل د م ب‬6 Artinya: “Saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik”. Allah berfirman dalam Q.S. al-Baqarah ayat 282, ayat ini telah memuat dan mempercayakan kepada orang yang memiliki benda untuk menjaganya. 7 Kesaksian dalam bahasa Arab disebut syahadah dan saksi disebut syahid. Kesaksian dalam istilah Fiqh adalah pemberitahuan secara sungguh dari seseorang yang dipercaya di depan hakim tentang terjadinya suatu peristiwa atau tentang tetapnya suatu peristiwa atau tentang tetapnya suatu hak bagi seseorang atas seseorang.8 Saksi adalah orang yang memberikan keterangan di muka sidang, 4

Al-Nawawi, Raudlah al-Thalibin, Juz III, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, t.th., hlm. 3. Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, juz III, Beirut: Dar al-Fikr, t.th., hlm. 92-93. 6 Ibnu Qudamah, Al-Mughny ‘ala Mukhtashar al-Kharqy, Juz III, Beirut: Dar al-Kutub alIlmiah, t.th., hlm. 396. 7 Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafida, 2000, Cet. I, hlm. 8 Ibnu Qayyim, I’lam al-Muwaqqi’in, Juz I, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, t.th., hlm. 72. 5

4

dengan memenuhi syarat-syarat tertentu tentang suatu peristiwa atau keadaan yang ia lihat, dengar dan ia alami sendiri, sebagai bukti terjadinya peristiwa atau keadaan tersebut.9 Allah mengajarkan dalam al-Qur’an supaya mengadakan saksi dalam beberapa urusan. Ini berarti supaya urusan itu dilakukan secara terbuka dan pengetahuan bersama. Di antara tujuannya menghindarkan perselisihan dan kalau terjadi juga perselisihan mudah diselesaikan, karena ada orang yang akan memeberikan keterangan menurut keadaan yang sebenarnya, bukan berdasarkan dugaan yand tiada beralasan.10 Sementara menurut Ibnu ‘Arabi dalam kitabnya Ahkam al-Qur’an mendefinisikan Q.S al-Baqarah ayat 282 yang berbunyi ‫ اا ِادااذات ب ي ع تو‬dengan maksud adalah persaksikanlah hak-hakmu ketika ada waktu yang ditentukan atau tidak, maka persaksikanlah hakmu dalam segala hal.11 B. Dasar Hukum Jual-Beli Jual-beli yang disyari’atkan Islam, mempunyai dasar-dasar hukum sebagai berikut: 1. Al-Qur’an a. Firman Allah SWT. terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 275: ( ‫اَ ح للح َاو‬ ‫ ال ب ُره( رب ال حرو ا ع البي لح‬: 275 Artinya : “Dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba”. (QS. al-Baqarah: 275)12 Dari ayat tersebut di atas, sudah jelas bahwa Allah swt menghalalkan jual-beli dan tidak menghendaki adanya riba di

9

Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata (Pada Pengadilan Agama), Cet I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996, hlm. 165. 10 H. Fachruddin HS, Ensiklopedia Al-Qur’an, Jilid II, Jakarta: Rineka Cipta, 1992, hlm. 354. 11 bnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, juz I, Beirut: Maktab al-Nur al-Ilmiah, 1994, hlm. 317 12 Soenarjo, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Adi Grafika, 1994, hlm. 69.

5

masyarakat, karena Allah mengharamkan riba. b. Firman Allah SWT. terdapat dalam QS. An-Nisa’ ayat 29 ‫أحح َ ومااَلحاتُ أكمأاا َححوم ُاا ن اللذلي ه ي َوي‬ ‫أححمل ن ا ض ح عن ًرة تلج‬

‫ن َححك ا أححم ن حح َ وحال لحا بل لبْل لحل و‬

‫أححب ين و‬

‫ُف َ وحاتُتمأاا َححما‬ ‫ن أح‬ ‫ه سكأم لإ لح‬ ‫ِ ن َحح َك َح‬ ‫أحح لح‬

‫رحل يم و‬

( (‫ال ُ س ء‬: 29) )13 Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kalian. Dan janganlah kalian membunuh diri kalian sesungguhnya Allah adala Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fi Zilalil Qur’an mengemukakan bahwa Allah SWT. menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba, karena tidak adanya unsur-unsur kepandaian, kesungguhan dan keadaan alamiah dalam jual-beli dan sebab-sebab lain yang menjadikan perniagaan pada dasarnya bermanfaat bagi kehidupan manusia. Sedangkan, perbuatan riba pada dasarnya merusak kehidupan manusia, Islam telah mengatasi keadaan-keadaan yang terjadi pada masa itu dengan pengobatan yang nyata, tanpa menimbulkan gejolak ekonomi dan sosial.14 A. Musthafa al-Maraghi dalam tafsirnya Al-Maraghi menyatakan bahwa, memekan harta dengan cara yang batil adalah mengambil tanpa keridhaan dari pemilik harta atau menafkahkan harta bukan pada hakiki yang bermanfaat, maka termasuk dalam hal ini adalah lotre, penipuan di dalam jual-beli, riba dan menafkahkan harta pada jalan yang diharamkan, serta pemborosan dengan mengeluarkan harta untuk hal-hal yang tidak dibenarkan oleh akal. Harta yang haram 13

Ibid., hlm. 122. Sayyid Quthb, Tafsif fi Dzhilalil Qur’an, Jilid I, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, hlm. 383.

14

6

biasanya menjadi pangkal persengketaan di dalam transaksi antara orang yang memakan harta itu menjadi miliknya.15

2. Sunnah Agama Islam mensyari’atkan jual-beli dengan sah, terbukti adanya dasar yang terdapat dalam nash al-Qur’an sebagaimana telah diterangkan di muka. Selain nash al-Qur’an Nabi Muhammad saw, juga menyebutkan dalam haditsnya. Beliau pernah ditanya oleh seseorang, “apakah usaha yang paling baik”, maka jawab beliau: ‫ س ئل اسمو ع م يه ه ص مص يِ ال ن ن ححا ع ُه ه ر ضص راف ع ب ن ع رف عن‬: ‫ب يده رجل ال عمل" ق ل ؟ ْ يِ و اك سِ ي وح‬, ‫رااه( "م برار ب يع اك ل‬ ‫ )ال ح ك و ا صححه ال بزا‬16 Artinya : “Dari Rifa’ah bin Rafi’ r.a sesungguhnya Nabi Muhammad saw. pernah ditanya oleh seseorang, usaha apakah yang paling baik? Nabi menjawab: usaha manusia denga tangannya sendiri dan setiap jual-beli yang halal”. Hadits Nabi saw. tersebut menerangkan bahwa manusia harus berusaha mencari rizkinya sendiri tanpa bergantung kepada orang lain. Jika usahanya itu berupa jual-beli, maka jual-beli itu harus halal tanpa ada unsur penipuan. ‫عن ال خ م يل اب ص ص ل ح عن ق ت دة عن ِ ع ب دث ُ ح حرِ ب ن ن س م يم‬ ‫ه حزاو ب ن ح ك يو ال ص رف عه ال حرث ب ن ع بد ه‬

‫ر ل ق ل ق ع ُاو ر ضى‬

‫ااق ل ق ر ي تف ل و م ل خ ي ر ب ن ال ب ي ع اسمو ع م يه ه صمص ه ل سا‬ ‫محُم اك ذب ك تم اان ب ي عام ف ص ل ام ر ب ا اب ي ُ صدق ف ن رق ح تى ي تف‬ ‫ )ري ال بخ رااه( ب ي عام ب رك‬17 Artinya: “Sulaiman bin Harbi menceritakan kepada kita Syu’bah dari 15

A. Musthafa al-Maraghi, Terj. Tafsir al-Maraghi, Juz V, Semarang:Toha Putra, 1989, Cet. I, hlm. 24-25. 16 Al-Hafid Ibn Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram, Mesir: an-Nasr Sirkah an-Nur Asia, t.th, hlm. 158. 17 Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Beirut: Dar al-Fikr, t.th, hlm. 10.

7

Qatadah dari Sholih Abi Kholil dari Abdillah bin Harts Rafa’ah kepada Hakim bin Hizam r.a berkata, Rasulullahsaw. bersabda: “Dua orang yang berjual-beli menggunakan hak memilih selama belum berpisah. Jika keduanya jujur dan memberi keterangan (benar), niscaya keduanya diberi berkah dalam jual-belinya itu. Dan jika keduanya menyembunyikan (keadaan sebenarnya) dan berdusta, niscaya berkah keduanya itu dibinasakan”. (HR. Bukhari) Hadits tersebut menerangkan bahwa setiap orang yang melakukan transaksi jual-beli hendaklah jujur dan tidak boleh menyembunyikan apapun dari jual-beli tersebut dan tidak boleh berdusta. 3. Ijma’ Ijma’ merupakan kesepakatan beberapa ahli istihsan atau sejumlah mujtahid umat Islam setelah masa Rasulullah saw. tentang hukum atau ketentuan beberapa masalah yang berkaitan dengan dengan syari’at atau suatu hal.18 Menurut pendapat ulama-ulama jumhur, ijma’ menempati tempat ketiga sebagai sumber hukum syari’at Islam, yaitu suatu permufakatan atau kesatuan pendapat para ahli muslim yang muslim yang mujtahid dalam segala zaman mengenai sesuatu ketentuan hukum syari’at.19 Adapun landasan ijma’ ummah tentang jual-beli : ummat sepakat bahwa jual-beli dan penekanannya sudah berlaku sejak zaman Rasulullah saw, perbuatan itu telah dibolehkan oleh Rasulullah saw.20 D. Syarat dan Rukun Jual-Beli Islam membolehkan umatnya untuk berjual-beli, oleh karena itu jualbeli 18

Sudarsono, Pokok-pokok Hukum Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 1992, Cet. I, hlm. 18. Sobhi Mahmassani, Filsafat Hukum Islam, Terj. Ahmad Sudjono, Bandung: al-Ma’arif, 1981, Cet. II, hlm. 121. 20 Sayyid Sabiq, op. cit., hlm. 127. 19

8

haruslah sebagai sarana untuk saling mengenal antara satu sama lain sehingga hubungan muamalat yang baik dan jual-beli yang terjadi juga atas dasar suka sama suka. Sehingga penipuan dengan berbagai bentuknya tidak akan terjadi dalam jual-beli, yang akan merugikan salah satu pihak. Dalam melakukan transaksi jual-beli harus mengetahui aturan-aturan dan batasan-batasan dalam bertransaksi, oleh karena itu penulis mencoba mengemukakan aturan-aturan tersebut dalam syarat dan rukun jual-beli yang terdapat kitab-kitab fiqh. Adapun syarat dan rukun jual-beli secara garis besarnya meliputi: 1. Sighat 2. Aqid 3. Ma’qud ‘alaih21 Dalam suatu perbuatan jual-beli, ketiga rukun ini hendaklah dipenuhi, seandainya salah satunya tidak terpenuhi, maka perbuatan tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan jual-beli. 1. Sighat Sighat adalah akad dari kedua belah pihak, baik dari penjual atau pembeli. Aqad merupakan niat akan perbuatan tertentu yang berlaku pada sebuah peristiwa tertentu. Menurut istilah fiqh akad disebut juaga ijab qabul. Menurut T.M. Hasby ash-Shiddieqy, akad menurut lughat ialah: ‫ ب ْ ال ر‬: ‫ح تص ااخ ر ب احدهم اي ِد ح ب م ين ْرف ي جمع اها‬ ‫ااحدة ف ي ص بح ي ت ص ا‬ Artinya: “Rabath (mengikat) yaitu: mengumpulkan dua tepi tali dan mengikat salah satunya dengan yang lain hingga bersanbung, lalu keduanya menjadi satu benda”. Akad menurut istilah : ْ ‫ ال ترا ضص ي ث بم م ِراع اجه ع مص ب ُ بال ي ج ِ اا ء ارت ب‬22 Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-Arba’ah, Beirut: Dar alKutub al-Ilmiah, 1990, hlm. 141-148. 22 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Mu’amalah, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997, Cet. I, hlm. 26. 21

9

Artinya: “Perikatan antara ijab dengan qabul secara yang dibenarkan syara’ yang menetapkan persetujuan kedua belah pihak”. Sedangkan pengertian ijab-qabul adalah: Ijab yaitu permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang yang berakad, buat memperlihatkan kehendaknya dalam mengadakan akad, siapa saja yang memulainya. Qabul yaitu jawaban pihak yang lain sesudah adanya ijab, buat menyatakan persetujuannya.23 Adapun ijab qabul, memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Keadaan ijab qabul satu sama lainnya harus di satu tempat tanpa ada pemisah yang merusak. b. Ada kesepakatan atau kemufakatan ijab qabul pada barang yang saling ada kerelaan diantara mereka, berupa barang yang dijual dan hargabarang. Jika keduanya tidak sepakat dalam jual-beli atau aqad, maka dinyatakan kesepakatan maka jual-beli itu sah. c. Ungkapan harus menunjukkan masa lalu (madhi), seperti perkataan penjual “aku rela menjual” dan perkataan pembeli “aku telah terima”, atau masa sekarang (mudhari’) jika yang diinginkan pada waktu itu juga. Jika yang diinginkan masa yang akan datang dan semisalnya, maka hal itu merupakan janji untuk berakad dan janji tidaklah sebagai akad yang sah oleh karena itu tidak sah secara umum.24 Pada dasarnya ijab qabul itu tidak harus dilakukan dengan lisan, namun akad dalam jual-beli dapat juga dilakukan dengan sesuatu yang menunjukkan pemilikan dan pemahaman dengan apa yang dimaksud. Dengan kata lain, bahwa ijab qabul tersebut tidak harus dengan kata-kata yamg jelas, akan tetapi yang dinamakan dalam ijab qabul itu dapat juga dengan maksud dan makna yang dilontarkan antara penjual dan pembeli dengan sindiran atau kata kiasan. 23 24

Ibid., hlm. 27. Sayyid Sabiq, loc. cit.

10

2. Aqid Aqid adalah orang yang melakukan aqad yaitu penjual dan pembeli. Adapun syarat-syarat aqid adalah: a. Baligh Maksudnya adalah anak yang masih di bawah umur, tidak cakap untuk melakukan transaksi jual-beli, karena dikhawatirkan akan terjadi penipuan. b. Berakal Maksudnya adalah bisa membedakan, supaya tidak mudah terkicuh. c. Tidak Dipaksa.25 Maksudnya adalah orang yang melakukan transaksi harus dilakukan atas dasar suka sama suka. ‫ضي ت را عن ال ب يع ُ م ا‬

26

Artinya: “Yang dinamakan berjual-beli ialah jika dilakukan dengan sama rela”. d. Keadaannya tidak mubazir (pemboros) karena harta orang yang mubazir itu ditangan walinya.27 Firman Allah SWT dalam QS. AnNisa’ ayat 5: ‫أحح َ لحهأح ل َححج ع َ ومااَلكأم للتليحس َا َءح ال ت ت اا ا َححا‬

‫قلي م و‬

‫أ‬ ‫ه فلي و ه‬.... (‫ال ُ س ء‬: 5 ( ‫اارزقا‬ Artinya : “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah swt sebagai pokok kehidupan).(QS. An-Nisa’: 5)28. Ma’qud ‘Alaih Adalah barang yang menjadi obyek jual-beli. a. Keadaannya Suci Maksudnya adalah Islam melarang menjual-belikan benda yang najis. b. Memiliki Manfaat 25

M. Amin al-Kurdi, Tanwir al-Qulub, Semarang: Usaha Keluarga, t.th, hlm. 264-269. Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru, 1989, Cet. XXII, hlm. 265. 27 Sudarsono, op. cit., hlm. 159. 28 Soenarjo, op. cit., hlm. 115. 26

11

Firman Allah SWT. dalam QS. Al-Isra’ ayat 27: َ ‫را أك ا َححرب لحه لحل ن أححِي‬ ‫ِي ْل لح‬, ‫ْ ال ن َححا َك‬ ‫ين ال ن َحح لاخاا ك ُ اا َححن مبذ للري ال لانلح‬ ( (‫اإ سراء‬: 27) ) Artinya: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudarasaudara syaitan, dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. Al-Isra’: 27) 29 c. Barang sebagai obyek jual-beli dapat diserahkan ‫ اسمو ع م يه ه ص مص ه لر سا ق ل ي هري رة اب ي عن‬: ‫ب يع عن‬ ‫ )م س مو رااه( ال غرر ب يع اعن ال ح ص ة‬30 Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a dia berkata : Rasulullah saw melarang jual-beli dengan cara melempar batu dan jual-beli yang mengandung tipu daya”. (HR. Muslim) d. Barang itu kepunyaan yang menjual31 ‫ق ل حزاو اب ن ح ك يو عن‬: ‫ف ي سُل ُص رجل ال ي ءت ي ُي ه ي ر سال ق ل‬ ‫م ُه اب ي عه م ع ُدى ل يس ال ب يع عن‬,‫ ساق ال من اب ت ئ ه ث و ح‬, ‫ف ُ ل‬: Artinya : “Dari Hakim bin

32

Hizam, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Rasulullah, ya Rasulullah bagaimana tentang seseorang yang datang kepadaku, lalu meminta kepadaku supaya aku menjual sesuatu yang aku tidak memilikinya untuk aku jual dan Beliau menjawab : Janganlah kamu menjual apa yang tidak kamu miliki”. (HR. Imam Lima). e. Jelas barangnya33 Barang yang diperjual-belikan oleh penjual dan pembeli dapat diketahui dengan jelas zatnya, bentuknya maupun sifatnya sehingga tidak terjadi kekecewaan diantara kedua belah pihak yang mengadakan jual-beli, juga tidak terjadi jual-beli gharar, karena hal itu adalah 29

Soenarjo, op. cit., hlm. 428. Imam Muslim, Shahih Muslim, Juz 1, Beirut: Dar al-Kutub al-Alamiah, t.th, hlm. 658. 31 Sudarsono, Sepuluh Aspek Agama Islam, Jakarta: Rineka Cipta, 1994, Cet. I, hlm. 159160. 32 Ali asy-Syaukani, Nail al-Authar, Jilid IV, Surabaya: Bina Ilmu, 1987, hlm. 1665. 33 Nazar Bakry, Problematika Pelaksanaan Fiqh Islam, Cet. I, Jakarta: 1994, hlm. 59 30

12

dilarang oleh agama Islam. Masalah jual-beli banyak dibahas dalam kitab-kitab fiqh klasik maupun kontemporer. Tetapi di dalam hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, an Nasai dan Abu Daud menyebutkan bahwa ada keharusan memakai saksi dalam transaksi jual-beli. Hadits tersebut adalah : Artinya : “Haitsam bin Marwan bin Haitsam bin Imran telah menceritakan kepada kita, dia berkata Muhammad bin Bakr telah menceritakan kepada kita, dia berkata Yahya telah menceritakan kepada kita, dia adalah putra Hamzah, diriwayatkan dari dari Zubaidi sesungguhnya az-Zuhri telah menceritakannya dari Umarah bin Khuzaimah sesungguhnya pamannya telah menceritakannya dan dia termasuk dari beberapa sahabat Nabi. Sesungguhnya Nabi saw telah membeli seekor kuda dari Arab Badui (penghuni gurun) dan menemuinya untuk membayar seekor kuda. Nabi berjalan cepat sedang sang Badui berjalan lambat. Beberapa orang mencegat orang Badui dan menawar kudanya. Mereka tidak mengetahui bahwa Nabi telah membelinya hingga sebagian dari mereka menambah dalam penawaran apa yang ia beli. Karena itu sang Arab Badui memanggil Nabi dan berkata: Anda jadi membeli kuda ini, jika tidak, aku akan menjualnya kepada orang lain. Kala mendengar ucapan Badui tersebut. Nabi mengatakan : Bukankah kuda ini sudah saya beli...


Similar Free PDFs