Prinsip Dasar Minimal Memahami Rukun Islam PDF

Title Prinsip Dasar Minimal Memahami Rukun Islam
Author Taat Subekti
Pages 10
File Size 68.3 KB
File Type PDF
Total Downloads 18
Total Views 265

Summary

Prinsip Dasar Minimal Memahami Rukun Islam (Upaya Mencari dan Memahami Konsep KeIslaman) First Draft – Comments Welcome Oleh Taat Subekti Jakarta 2010 Comment, critique and suggestion are welcome through [email protected] hal - 1 Prinsip Dasar Minimal Memahami Rukun Islam (Upaya Mencari Konsep P...


Description

Prinsip Dasar Minimal Memahami Rukun Islam (Upaya Mencari dan Memahami Konsep KeIslaman)

First Draft – Comments Welcome

Oleh Taat Subekti Jakarta 2010

Comment, critique and suggestion are welcome through [email protected]

hal - 1

Prinsip Dasar Minimal Memahami Rukun Islam (Upaya Mencari Konsep Pemikiran) First Draft – Comments Welcome Taat Subekti Sebagaimana kita ketahui, rukun Islam mempunyai 5 perintah, yaitu: 1. Mengucapkan dua kalimat syahadat. 2. Menuaikan shalat 3. Menuaikan puasa pada bulan Ramadhan 4. Memberikan zakat 5. Menuaikan ibadah haji. Rukun Islam ini secara keseluruhan menentukan apakah seseorang dapat dikategorikan sebagai muslim atau tidak. Untuk dapat memahami makna rukun Islam ini sebagaimana seharusnya, kita wajib mengkaji rukun Islam ini sebagai suatu kesatuan yang utuh. Setiap rukun terkait erat dengan rukun yang lain. Pembahasan satu rukun tidak dapat dipisahkan dari keterkaitannya dengan rukun yang lain. Rukun Islam merupakan suatu sistem dengan struktur organisasi yang sempurna, secara vertikal maupun horisontal. Bilamana kita bahas satu persatu, maka secara sederhana, kelima perintah tersebut mengandung makna sebagai berikut: 1. Mengucapkan Dua Kalimat Syahadat: Menurut kaidah yang ada, seseorang akan diakui sebagai penganut agama Islam apabila dia telah mengucapkan dua kalimat syahadat, dengan mana yang bersangkutan telah bersumpah dan mengakui bahwa “tiada tuhan selain Allah” dan “Muhammad adalah utusan Allah”. Pertanyaannya adalah, apakah dengan sekali mengucap dua kalimat syahadat, seseorang sudah diakui sebagai seseorang yang beragama Islam? Banyak sekali orang yang tidak beragama Islam dapat dengan fasih mengucapkan dua kalimat syahadat tersebut. Seperti misalnya, pendeta atau guru atau dosen yang sedang mengkaji atau memberikan kuliah tentang Islam sering mengucapkan dua kalimat syahadat tersebut dengan fasih, walaupun mereka bukan muslim. Apakah dengan mengucapkan kalimat syahadat tersebut yang bersangkutan akan secara otomatis menjadi muslim? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, pertama-tama harus kita kaji adalah masalah niat dan kepentingan orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat tersebut. Apakah yang bersangkutan mengucapkan syahadat dengan niat untuk masuk dan memeluk agama Islam, ataukah hanya sekedar ucapan untuk tujuan lain? Sering kita temui pula banyak orang bukan Islam yang mengucapkan syahadat pada waktu mau menikah dengan pasangannya yang beragama Islam, hanya sekedar untuk keabsahan perkawinan. Oleh

Comment, critique and suggestion are welcome through [email protected]

hal - 2

karena itu, mengucapkan syahadat hanya (if and only if) mengandung arti “sumpah dan pengakuan” akan “tiada tuhan melainkan Allah serta Muhammad adalah rasul Allah” bilamana diucapkan dengan niat kuat dan tujuan yang tulus untuk masuk dan memeluk agama Islam. Pengucapan kalimat syahadat yang tidak dilandasi niat kuat dan kepentingan untuk secara tulus, tidaklah akan menjadikan seseorang sebagai muslim. Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah dengan sekali mengucapkan kalimat syahadat, seseorang telah benar-benar masuk dan memeluk agama Islam? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita tidak bisa abaikan kaitan rukun yang pertama dengan yang kedua, yaitu “menuaikan shalat 5 waktu sehari”. Bilamana kita perhatikan, dalam setiap shalat wajib, kita harus mengucapkan niat bahwa kita bersujud kepada Tuhan yang Satu, dan kemudian membaca takbir yang berarti Allah Maha Besar. Berapa banyak kita harus mengucapkan takbir setiap hari dalam melaksanakan shalat wajib? Sebagaimana kita ketahui, bacaan yang wajib adalah tiap melaksanakan shalat adalah alFatihah. Dalam surat al-Fatihah, terkandung makna yang amat dalam, dalam kita memahami dan meyakini keberadaan Allah yang Maha Esa, Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Pengampun, Maha Kuasa, Maha Mengetahui, dan Maha Pencipta. Melalui al-Fatihah ini, kita diwajibkan untuk meresapkan dan memasukkan nilai-nilai dasar keagamaan Islam sebagai landasan pemikiran, pedoman untuk bersikap, bertingkah laku dan bertindak, serta etika dalam melakukan kegiatan sehari-hari dalam membangun dan mengembangkan jati diri. Di samping itu, paling tidak dalam satu hari kita dianjurkan untuk mengucapkan 9 kali kalimat syahadat ini, yaitu dalam membaca takhiyat pada tiap kali duduk terakhir dalam shalat. Satu kali dalam shalat subuh, masing-masing 2 kali dalam shalat lohor sampai shalat isya. Bilamana seseorang tidak melaksanakan shalat seperti yang dirukunkan, maka orang tersebut bukanlah seorang muslim, karena belum melaksanakan rukun Islam sebagaimana yang telah ditetapkan. Pengucapan kalimat syahadat di sini harus dipahami sebagai suatu awal dari suatu perjalanan panjang dalam menjalankan rangkaian kewajiban yang ditugaskan sebagai muslim, terkait dengan sumpah dan pengakuan bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah dan Muhammad sebagai rasul Allah. Mengakui tiada tuhan melainkan Allah bermakna bahwa hanyalah Allah yang mencipta dan berkuasa atas alam semesta dengan segala isinya secara mutlak. Kita wajib menuruti apapun yang diperintahkan Nya karena hanyalah Allah yang menjadi khalik dan penguasa tunggal. 2. Menuaikan Shalat 5 Kali Sehari: Perintah untuk menjalankan shalat 5 kali sehari merupakan hasil perjalanan Isra Mi’raj nabi Muhammad SAW bertemu Allah. Oleh karena ini merupakan perintah Allah kepada umat Islam melalui rasul Nya, yang secara mutlak wajib untuk dilakukan. Ingat bahwa dalam rukun yang pertama, kita telah bersumpah dan mengakui bahwa Muhammad adalah rasul Allah. Sumpah dan pengakuan ini bermakna apa yang diucapkan dan

Comment, critique and suggestion are welcome through [email protected]

hal - 3

dilakukan Muhammad merupakan panutan dan tuntunan dalam menjalankan kewajiban sebagai umat Islam. Bagaimana cara melakukan shalat dan apa yang harus dibaca pun harus sesuai dengan apa yang dilakukan dan diucapkan oleh Muhammad SAW. Membaca al-Fatihah yang merupakan pengakuan atas Kemahakuasaan Allah merupakan hal wajib yang tidak dapat ditawar lagi. Di samping itu, walaupun lafal lain-lainnya yang dibaca dalam shalat merupakan hadist yang diriwayatkan, namun telah disepakati bersama bahwa membaca syahadat pada saat duduk terakhir dalam shalat merupakan sesuatu yang terbaik untuk diucapkan. Oleh karena itu, syahadat telah menjadi lafal “wajib” dalam tiap shalat yang dilakukan oleh umat muslim. Hal ini mengandung arti bahwa kita harus tetap mengulang, memperbaharui dan memperkuat sumpah dan pengakuan kita terhadap “tiada tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah rasul Allah” sebanyak 9 kali setiap hari. Rukun untuk menuaikan shalat memperkokoh rukun mengucapkan syahadat, karena adanya kewajiban untuk tetap secara rutin melafal syahadat. Di samping itu, dalam tiap shalat kita juga melafalkan “Allah maha besar” berulang kali melalui takbir dalam shalat. Hal ini bermakna bahwa kita harus terus menerus mengumandangkan pengakuan kita akan kebesaran Sang Khalik dan Penguasa mutlak alam semesta. Sering dinyatakan bahwa shalat merupakan tiang agama. Hal ini tidak terlepas dari kewajiban kita terhadap Sang Pencipta dan Penguasa. Bilamana kita memang benarbenar mengakui bahwa “tiada tuhan melainkan Allah” maka kita wajib untuk cinta dan sekaligus takut kepada Nya secara tulus ikhlas. Pengakuan atas sang Khalik dan Penguasa mutlak bermakna bahwa kita harus berserah diri sepenuhnya kepada semua kebijakan dan perintah Nya. Shalat merupakan bukti rasa cinta dan rasa takut pribadi atas kekuasaan Allah yang sedemikian besarnya. Shalat juga merupakan bukti bahwa kita menjalankan perintahnya sebagaimana yang telah ditetapkan dalam rukun Islam dengan penuh disiplin dan tanggungjawab. Yang tidak kalah pentingnya, shalat merupakan pula sarana dalam berkomunikasi secara rutin terhadap Sang Khalik dan Penguasa sebagaimana dengan halnya kita harus mengisi daftar hadir dan memberikan laporan rutin kepada pimpinan kita di tempat kerja. Shalat adalah pernyataan pribadi bahwa kita tetap hadir di hadapan Nya dan masih mengakui tiada tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah rasul Nya. Tanpa shalat, maka tiang pondasi untuk menjadi muslim telah runtuh sebelum bangunan didirikan. Seorang muslim yang tidak melakukan shalat berarti dia tidak lagi mengakui sebagaimana yang diartikan oleh pengucapan dua kalimat syahadat. Semakin banyak melakukan shalat, maka semakin banyak pernyataan hadir kita dihadapan Allah dan semakin besar nilai pengakuan kita akan “tiada tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah rasul Nya”. 3. Melaksanakan Puasa pada Bulan Ramadhan: Bilamana dua rukun pertama mempunyai dimensi pribadi, maka rukun ketiga ini mengawali diikutsertakannya dimensi sosial dalam dimensi pribadi seorang muslim. Dalam bulan ramadhan, seorang muslim tidak hanya diwajibkan untuk melakukan shalat, melainkan ditambah dengan berpuasa tanpa melalaikan pelaksanaan shalat. Bulan ramadhan merupakan bulan ujian bagi muslim untuk tetap melakukan shalat dalam

Comment, critique and suggestion are welcome through [email protected]

hal - 4

keadaan lapar dan dahaga. Dalam bulan ramadhan ini pula, seorang muslim dianjurkan untuk menambah jumlah syahadat yang harus dilafalkan dan menambah kumandang pengakuan bahwa Allah Maha Besar melalui shalat tarawih. Walaupun bukan merupakan sesuatu yang wajib, namun pelaksanaan shalat tarawih adalah bukti tambahan bahwa kita bisa semakin setia untuk bersumpah dan mengakui “tiada tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah rasul Nya”. Bulan ramadhan memberikan tambahan akses untuk berkomunikasi yang dianjurkan, agar seorang muslim semakin rajin hadir di hadapan Allah dan mengakui Nya sebagai Khalik dan Penguasa mutlak alam semesta. Bulan ramadhan haruslah dianggap sebagai suatu upaya untuk melatih dan membina diri dalam mengemban dan mengembangkan etika Islam dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bulan ramadhan ini, seorang muslim diwajibkan untuk menahan diri, walaupun untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya halal dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Selama ramadhan, seorang muslim diwajibkan untuk dapat menahan nafsu sepanjang siang hari dengan tetap melakukan kewajiban rutinnya sebagai seorang manusia pada umumnya. Menahan nafsu ini tidak hanya keinginan untuk makan dan minum, tetapi juga harus dapat menahan berbagai nafsu yang lain, seperti keinginan untuk merokok, tidak melakukan hubungan sex, rasa marah, berburuk sangka. dan lain-lainnya. Ramadhan mengingatkan kita untuk menahan keinginan kita yang halal, sekaligus merupakan peringatan akan hal-hal yang diperintahkan sebagai sesuatu yang diharamkan. Bulan ini tidak hanya sekedar ujian, tetapi juga merupakan masa untuk mengingat kembali hal-hal yang dihalakan dan diharamkan Allah. Bilamana keinginan yang halal (seperti makan dan minum) harus ditahan, apalagi yang diharamkan. Selama ramadhan, seorang mulim diingatkan untuk mengkaji kembali apa yang diharamkan dan diingatkan untuk meninggalkan hal-hal yang haram tersebut. Di samping itu, ramadhan juga merupakan masa pelatihan agar seorang muslim tidak mudah untuk mengikuti hawa nafsu nya. Atau dengan kata lain, ramadhan melatih seorang muslim untuk tidak mudah terbawa emosi atau perasaan. Nafsu merupakan bentuk dari dorongan perasaan untuk bersikap dan melakukan suatu tindakan. Selama satu bulan ini, seorang muslim dilatih untuk memperkuat akal sehatnya untuk dapat menguasai dan mengontrol perasaannya. Seorang muslim yang baik adalah seseorang yang selalu menggunakan akal sehatnya dalam mengontrol dan menguasai perasaannya. Melalui menahan nafsu makan dan minum, seorang muslim juga dilatih untuk dapat ikut merasakan penderitaan sesama manusia yang tidak dapat memenuhi kebutuhan makan dan minumnya secara baik. Melalui puasa, seorang muslim dilatih untuk dapat perduli serta mempunyai niat dan kemauan untuk membantu dan menghargai sesama yang membutuhkan. Dimensi sosial dari pembinaan pribadi seorang Muslim selama bulan ramadhan ini adalah meningkatkan kepedulian akan keberadaan orang lain yang membutuhkan uluran tangan. Dengan berpuasa, seorang Muslim akan dapat mengetahui dan memahami bahwa kondisi lapar dan dahaga, dapat mendorong manusia untuk melakukan hal-hal yang tidak rasional dan bertindak semata-mata karena dorongan nafsu. Berpuasa mengajarkan

Comment, critique and suggestion are welcome through [email protected]

hal - 5

kepada Muslim bahwa makan dan minum merupakan kebutuhan pokok manusia, bukan hanya untuk bertahan hidup, melainkan untuk bertahan dalam mengalahkan dorongan nafsu dalam melakukan tindakan-tindakannya. Dalam keadaan lapar dan dahaga, amat sulit bagi seorang manusia untuk berpikir secara jernih dan waras. Oleh karena itu, melalui puasa, disadarkan kepada setiap muslim untuk dapat ikut memberikan bantuan bagi yang membutuhkan, agar mereka tidak kelaparan dan kehausan. Bilamana mereka ini tidak lagi lapar dan haus, maka mereka akan dapat berpikir tenang dan jernih, khususnya dalam membina dan mengembangkan diri untuk mencapai kemajuan dalam kehidupannya. Last but not least, secara tersirat, puasa selama bulan Ramadhan, mengajarkan kepada umat Muslim untuk bekerja keras dan berjuang agar tidak kelaparan dan kehausan. Bukan hanya bagi dirinya sendiri, tetapi juga untuk anggota keluarga dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Di sini juga termasuk peringatan bagi muslim untuk tidak berbuat “dholim” atau aniaya terhadap orang, terutama orang-orang yang tidak mampu. Dilatih dan diingatkan bahwa sebagai muslim harus menghargai hak-hak orang lain, dan tidak semata-mata mengambil dan menuntut hak kita berdasar kepada nafsu semata. 4. Membayar zakat: Perintah untuk membayar sejumlah zakat berkaitan dengan kewajiban seorang muslim untuk ikut peduli dan prihatin dengan sesama manusia. Perintah ini disandarkan kepada pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh selama berpuasa dalam bulan Ramadhan. Sekedar menegaskan, bahwa setiap muslim diwajibkan membantu orang-orang kelaparan dan kehausan, bukan hanya sebagai bentuk kepedulian akan kebutuhan pokok manusia dalam mempertahankan kehidupan, tetapi yang lebih penting adalah membantu orang lain agar dapat tetap terus berpikir jernih dan tenang dalam menjalani kehidupannya. Kehidupan bermasyarakat akan dapat berjalan lebih tenang karena gangguan yang terjadi akibat perbuatan-perbuatan yang didorong oleh rasa lapar dan haus dapat dikurangi. Rukun untuk membayar zakat ini merupakan jembatan bagi seorang Muslim dalam berhubungan dengan orang-orang lain di sekitarnya. Membayar zakat ini tidak hanya terbatas dalam pemberian zakat dalam bulan ramadhan menjelang lebaran semata. Bentuk pembayaran juga tidak hanya terbatas pada uang dan kebutuhan pokok (makanan dan minuman) semata. Pembayaran zakat ini juga tidak hanya terbatas dalam lingkup kekayaan materi semata. Banyak yang menafsirkan bahwa kekayaan yang terkena kewajiban zakat hanyalah kekayaan dalam materi, seperti uang, rumah, ternak, hasil pertanian dan barang-baang lainnya. Tafsiran ini, menurut pendapat saya pribadi, terlalu sempit, dan tidak mencerminkan keluasan, kebesaran dan keagungan makna dalam perintah yang diwujudkan dalam bentuk rukun Islam. Seharusnya, yang bisa dan juga wajib dizakatkan termasuk kekayaan waktu serta kekayaan ilmu dan pengetahuan serta kekayaan intelektual lain. Semakin kaya kita dalam materi, tentunya memungkinkan kita untuk mempunyai kelebihan waktu yang dapat diluangkan untuk membantu, membimbing dan mengarahkan orang lain agar dapat ikut berusaha memperoleh kekayaan materi. Semakin

Comment, critique and suggestion are welcome through [email protected]

hal - 6

tinggi pendidikan dan pengalaman kita, semakin banyak pula yang ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang dapat kita zakatkan untuk mendidik, melatih dan membina orang lain, terutama sekali dalam menyusun pola pemikiran rasional guna membangun strategi dan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menyikapi dan menghadapi tantangantantangan kehidupan dengan hati tenang dan lapang. Inti dari pembayaran zakat ini adalah bagaimana kita melakukan kewajiban kita sebagai hamba Allah dalam membantu dan meningkatkan kesejahteraan kehidupan orang-orang lain di sekitar kita. Bantuan dan peningkatan kesejahteraan kehidupan ini tidak hanya dalam kurun waktu hari raya (Idul Fitri dan Idul Qurban) semata, tetapi dalam kurun yang lebih panjang. Mungkin akan lebih baik lagi, bilamana bantuan dan peningkatan kesejahteraan kehidupan ini akan membuat orang-orang yang dibantu menjadi mampu membantu dan meningkatkan kesejahteraan kehidupan orang-orang lainnya di masa mendatang. Dengan demikian, kesejahteraan yang ingin dicapai dalam masyarakat bisa diwujudkan seutuhnya. Zakat, menurut pendapat saya pribadi, bukanlah seperti pembayaran pajak, yang wajib dilakukan setiap tahun. Tersirat bahwa dalam membayar zakat ini terkandung makna yang amat dalam, yaitu menyadarkan dan mendorong seorang Muslim untuk membantu sesama yang ada di lingkungan dan di sekitarnya. Membantu ini tidak hanya berupa sedekah, melainkan bantuan yang seharusnya benar-benar dapat membuat orang-orang yang membutuhkannya agar dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupannya secara mandiri. Pembayaran zakat ini juga tidak hanya dilakukan pada bulan ramadhan. Zakat ini dapat dibayarkan kapan saja dan di mana saja, khususnya terhadap orang-orang di sekitar kita yang membutuhkannya. Zakat yang harus dibayarkan pada bulan ramadhan hanyalah zakat fitrah, yang merupakan bentuk kewajiban yang berkaitan dengan kepedulian dan kesadaran kita akan usaha bersama untuk membuat orang gembira dan ikut merayakan lebaran, hari kemenangan setelah melalui ramadhan dengan baik. Zakat juga tidak perlu dibayarkan sekaligus setiap tahun. Pengeluaran zakat dapat dicicil atau dikeluarkan kapan dan di mana saja, bilamana ada sesama yang membutuhkannya. Zakat ini selaras dengan pembayaran qurban pada saat idul adha atau hari raya qurban. Kesediaan untuk ber qurban pada saat hari raya qurban mencerminkan adanya kaitan antara penuntasan kewajiban rukun membayar zakat dengan rukun untuk melaksanakan ibadah haji bilamana mampu. Zakat ini juga mengindikasikan apakah seseorang itu telah benar-benar mampu untuk melanjutkan perintah dalam rukun Islam yang kelima. Apabila seseorang telah dapat menuntaskan semua kewajibannya dalam membayar zakat, maka orang tersebut telah dianggap siap dan mampu untuk pergi haji. 6. Menuaikan Ibadah Haji:

Comment, critique and suggestion are welcome through [email protected]

hal - 7

Rukun untuk pergi haji ini diwajibkan bagi Muslim yang telah mampu untuk melaksanakannya. Yang perlu kita perhatikan di sini adalah pengertian dan makna mampu. Siapakah yang telah di anggap mampu untuk melakukan ibadah haji ini. Sebagian Muslim beranggapan bahwa pergi haji adalah bagi yang telah mampu secara materi. Bilamana telah mempunyai cukup dana untuk melaksanakan ibadah haji, maka orang tersebut dianggap telah mampu dan wajib melaksanakannya. Menurut pendapat saya pribadi, pengertian “mampu” seperti ini adalah sempit, dan belum mencerminkan makna yang sebenarnya dari rukun Islam secara utuh. Hal ini erat dengan pemahaman terhadap pembayaran zakat seperti yang dirukunkan sebelumnya. Saya lebih cenderung memahami pengertian “mampu” untuk dapat melaksanakan ibadah haji tergantung sepenuhnya kepada kemampuan seseorang telah menuntaskan kewajibannya dalam membayar zakat terlebih dahulu. Sebelum seseorang mampu menuntaskan pembayaran zakatnya, maka yang bersangkutan belum wajib untuk melaksanakan ibadah haji. Namun demikian, terdapat kesulitan (dan kemungkinan juga kontroveri) dalam merumuskan penuntasan kewajiban pembayaran zakat ini. Saya berpendapat bahwa zakat ini erat kaitannya dengan perintah dan kewajiban manusia untuk membantu dan meningkatkan kesejahteraan kehidupan sesama yang ada di sekitarnya. Pengertian sesama di sekitarnya adalah orang-orang dalam keluarga (keluarga kecil maupun keluarga besar), lingkungan kekerabatan, lingkup ketetanggaan, lingkup komunitas sekitarnya. Bagi seorang pemimpin, baik pemimpin pemerintahan, pemimpin masyarakat maupun pemimpin perusahaan, lingkup penuntasan kewajiban untuk membantu dan meningkatkan kesejahteraan kehidupan sesama adalah kesejahteraan kehidupan orangorang yang dipimpinnya. Deng...


Similar Free PDFs