PROPOSAL PENANGANAN SAMPAH DAN PENYELAMATAN AIR PDF

Title PROPOSAL PENANGANAN SAMPAH DAN PENYELAMATAN AIR
Author Fitriza SA .
Pages 26
File Size 476.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 189
Total Views 690

Summary

PENANGANAN SAMPAH DAN PENYELAMATAN AIR Dengan Metode Bank Sampah Dan Biopori By. Fitriza SA. Disusun Dari Berbagai Sumber Pendahuluan Teriring do'a kita panjatkan puji Syukur kepada sang pencipta Allah SWT dan sholawat dan salam semoga tercurah kepada Junjunan Nabi Alam Muhammad SAW, beserta kel...


Description

PENANGANAN SAMPAH DAN PENYELAMATAN AIR Dengan Metode Bank Sampah Dan Biopori

By. Fitriza SA.

Disusun Dari Berbagai Sumber

Pendahuluan Teriring do'a kita panjatkan puji Syukur kepada sang pencipta Allah SWT dan sholawat dan salam semoga tercurah kepada Junjunan Nabi Alam Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya sampai pada pengikutnya . Pemuda adalah tombak kemajuan sebuah bangsa karena pada sejatinya peran pemuda sangatlah berperan akan terbentuknya keutuhan NKRI dengan deklarasi yang telah diploklamirkan pada waktu itu. Maka dari itu kita sebagai generasi pemuda memiliki kewajiban untuk mengisi kemerdekaan itu karena merupakan hak semua pemuda pemudi Indonesia untuk merasakan dan melanjutkan cita-cita para pendahulu yaitu para pejuang yang telah mengorbankan jiwa dan raganya untuk meraih dan merebut kemerdekaan dari tangan para penjajah . Sungguh ironis kami pada masa sekarang ini masih banyak para pemuda yang belum merasakan nikmatnya arti sebuah kebebasan yang hakiki dikarenakan belum terbebasnya dari kebodohan , kemiskinan dan keterpurukan hidup . Maka dari itu perkenankan saya untuk menggali dan menjabarkan perihal penanganan sampah yang berbasis pemberdayaan

Maksud dan Tujuan Saya bermaksud menghidupkan kembali jiwa persaudaraan antar pemuda di wilayah kami yang dimana pada masa sekarang ini rentan dengan isu rasisme yang mengakibatkan perpecahan diantara pemuda

A. Bank Sampah Penanganan Sampah Daerah (Kota/Kabupaten) Menurut UU-18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, terdapat 2 kelompok utama pengelolaan sampah, yaitu: 1. Pengurangan sampah (waste minimization), yang terdiri dari pembatasan terjadinya sampah, guna-ulang dan daurulang 2. Penanganan sampah (waste handling), yang terdiri dari: Pemilahan: dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah Pengumpulan: dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu Pengangkutan: dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir Pengolahan: dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah Pemrosesan akhir sampah: dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan seb elumnya ke media lingkungan secara aman. Dalam bahasan berikut diuraikan beberapa hal penting yang terkait dalam kegiatan penanganan sampah dalam sistem pengelolaan sampah kota di Indonesia, khususnya: 1. Tingkat pengelolaan 2. Tingkat dan kualitas pelayanan 3. Daerah pelayanan 4. Jenis pelayanan. Di samping sebagai bagian dari infrastruktur sebuah kota, pengelolaan sampah merupakan salah satu dari sekian banyak upaya dalam pengelolaan lingkungan. Akan tetapi dalam kenyataan di lapangan kadangkala terjadi penyimpangan pengelolaan, sehingga timbul ekses yang mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan itu sendiri. Kelemahan dalam manajemen dan keterbatasan biaya operasional ditambah dengan langkanya tenaga profesional dalam penanganan persampahan merupakan faktor penyebab utama permasalahan tersebut

Permasalahan yang dihadapi dalam teknis penanganan persampahan kota di antaranya:

operasional

 Kapasitas peralatan yang belum memadai  Pemeliharaan alat yang kurang  Lemahnya pembinaan tenaga pelaksana khususnya tenaga harian lepas  Terbatasnya metode operasional yang sesuai dengan kondisi daerah  Siklus operasi persampahan tidak lengkap/terputus karena berbedanya penanggungjawab  Koordinasi sektoral antar birokrasi pemerintah seringkali lemah  Manajemen operasional lebih dititikberatkan pada aspek pelaksanaan, sedangkan aspek pengendaliannya lemah  Perencanaan operasional seringkali hanya untuk jangka pendek.

Stakeholders Pengelola Sampah Kota Dalam pengelolaan persampahan skala kota yang rumit, terdapat beragam stakeholders yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung. Setiap stekeholders berperan sesuai dengan posisinya masing-masing. Dalam skala Daerah, peran Pemerintah Daerah dalam mengelola sampah sangatlah penting, dan pengelolaan sampah merupakan salah satu tugas utamanya sebagai bentuk pelayanan yang merupakan bagian dari infrastruktur kota tersebut. Stekeholders utama yang biasa terdapat dalam pengelolaan sampah di Indonesia antara lain adalah:  Pengelola Pemerintah Daerah , yang biasanya bertindak sebagai pengelola sampah  Institusi swasta (non-pemerintah) yang berkarya dalam pengelolaan sampah  Institusi swasta yang terkait secara langsung dengan persoalan sampah, seperti produsen yang menggunakan pengemas bagi produknya.  Masyarakat atau institusi penghasil sampah yang menggantungkan penanganan sampahnya pada sistem yang berlaku di sebuah kota  Institusi non-pemerintah yang bergerak dalam pengelolaan sampah, termasuk aktivitas daur – ulang, seperti swasta, LSM, pengelola real estate, dsb yang aktivitasnya perlu berkoordinasi dengan pengelola sampah kota

Masyarakat yang bertindak secara individu dalam penanganan sampah, baik secara langsung maupun tidak langsung, misalnya kelompok pemulung yang memanfaatkan sampah sebagai sumber penghasil Institusi yang tertarik dan peduli (concern) terhadap persoalan persampahan. Berdasarkan hal di atas, pengelolaan sampah di Indonesia, khususnya di sebuah kota, mengenal 3 (tiga) kelompok pengelolaan, yaitu:  Pengelolaan oleh swadaya masyarakat: pengelolaan sampah mulai dari sumber sampai ke tempat pengumpulan, atau ke tempat pemerosesan lainnya. Di kota-kota, pengelolaan ini biasanya dilaksanakan oleh RT/RW, dengan kegiatan mengumpulkan sampah dari bak sampah di sumber sampah, misalnya di rumah -rumah, diangkut dengan sarana yang disiapkan sendiri o leh masyarakat, menuju ke tempat penampungan sementara.  Pengelolaan formal: biasanya dilaksanakan oleh Pemerintah Kota, atau institusi lain termasuk swasta yang ditunjuk oleh Kota. Pembuangan sampah tahap pertama dilakukan oleh penghasil sampah. Di daerah pemukiman biasanya kegiatan ini dilaksanakan oleh RT/RW, dimana sampah diangkut dari bak sampah ke TPS. Tahap berikutnya, sampah dari TPS diangkut ke TPA oleh truk sampah milik pengelola kota atau institusi yang ditunjuk. Biasanya anggaran suatu kota belum mampu menangani seluruh sampah yang dihasilkan.  Pengelolaan Informal: terbentuk karena adanya dorongan kebutuhan untuk hidup dari sebagian masyarakat ,yang secara tidak disadari telah ikut berperan serta dalam penanganann sampah kota. Sistem informal ini memandang sampah sebagai sumber daya ekonomi melalui kegiatan pemungutan, pemilahan, dan penjualan sampah untuk didaur-ulang. Rangkaian kegiatan ini melibatkan pemulung, tukang loak, lapak, bandar, dan industri daur-ulang dalam rangkaian sistem perdagangan.

Pengelolaan sampah dari sebuah Daerah adalah sebuah sistem yang kompleks, dan tidak dapat disejajarkan atau disederhanakan begitu saja, misalnya dengan penanganan sampah daerah pedesaan. Demikian pula keberhasilan upaya-upaya sektor informal saat ini tidak dapat begitu saja diaplikasikan dalam menggantikan sistem formal yang selama ini ada. Dibutuhkan waktu yang lama karena menyangkut juga perubahan perilaku masyarakat serta kemauan semua fihak untuk menerapkannya. Tingkat Pengelolaan Sampah Berdasarkan arus pergerakan sampah sejak dari sumber hingga menuju ke pemrosesan atau akhir, penanganan sampah di suatu kota di Indonesia dapat dibagi dalam 3 kelompok utama tingkat pengelolaan, yaitu:  Penanganan sampah tingkat sumber  Penanganan sampah tingkat kawasan, dan  Penanganan sampah tingkat kota. Penanganan Sampah Tingkat Sumber: Penanganan tingkat sumber merupakan kegiatan penanganan secara individual yang dilakukan sendiri oleh penghasil sampah dalam area dimana penghasil sampah tersebut berada. Beberapa ciri penanganan sampah di tingkat ini: Sangat tergantung pada karakter, kebiasaan dan cara pandang penghasil sampah Dapat berbentuk individu atau kelompok individu atau dalam bentuk institusi misalnya kantor, hotel, dsb Dapat berkarakter homogen, seperti dari sebuah rumah tinggal, atau bersifat heterogen, seperti pejalan kaki di keramaian, pedagang kaki lima di tempat-tempat umum Keberhasilan upaya-upaya dalam penanganan sampah sangat tergatung pada tingkat kesadaran masing-masing individu. Pada level ini peran serta masyakat sebagai penghasil sampah sangatlah dominan, sehingga pendekatan penanganan sampah yang berbasiskan masyarakat penghasil sampah merupakan dasar dalam strategi pengelolaan sampah. Beberapa kriteria penanganan sampah di tingkat sumber: Penanganan sampah hendaknya tidak lagi hanya bertumpu pada aktivitas pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan sampah Penanganan sampah di tingkat sumber diharapkan dapat menerapkan upaya minimisasi yaitu dengan cara 3R yaitu Recycle, Reduce dan Repproduksi.

Minimalisasi sampah hendaknya dilakukan sejak sampah belum terbentuk yaitu dengan menghemat penggunaan bahan, membatasi konsumsi sesuai kebutuhan, memilih bahan yang mengandung sedikit sampah, dsb. Upaya memanfaatkan sampah dilakukan dengan menggunakan kembali sampah sesuai fungsinya seperti halnya pada penggunaan botol minuman atau kemasan lainnya. Upaya mendaur ulang sampah dapat dilakukan dengan memilah sampah menurut jenisnya. Pengomposan sampah, misalnya dengan composter, diharapkan dapat diterapkan di sumber (rumah tangga, kantor, sekolah, dll) yang secara signifikan akan megurangi sampah pada tingkat berikutnya. Penanganan Sampah Tingkat Kawasan: Penanganan sampah tingkat kawasan merupakan kegiatan penanganan secara komunal untuk melayani sebagian atau keseluruhan sampah yang ada dalam area dimana pengelola kawasan berada. Beberapa ciri penanganan sampah tingkat kawasan: Ciri sampah di tingkat ini adalah bersifat heterogen, sampah berasal dari sumber-sumber yang berbeda dalam level ini akan bertemu dan saling berinteraksi stakeholders yang berasal dari tingkat sumber dengan tingkat daerah. Keberhasilan upaya dalam penanganan sampah skala ini sangat tergatung pada level kesadaran kelompok pembentuk tingkat kawasan, misalnya RT, RW, Kelurahan, atau lainnya. Oleh karena kelompok ini terdiri dari individu-individu yang mungkin mempunyai pemahaman berbeda tentang persampahan, maka peran organisasi pengelola serta dukungan inisiator dan atau stakeholders penentu lainnya, seperti Ketua RT, Ketua RW, Lurah, atau LSM yang mengorganisir pengel olaan sampah pada tingkat ini sangat penting. Peran serta masyarakat seperti yang diharapkan terjadi pada tingkat sumber, pada tingkat kawasan akan relatif lebih sulit dibangun Peran aktif pengelola kota sangat menentukan, agar sistem pengelolaan tingkat kawasan ini tetap merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem pengelolaan sampah Daerah secara menyeluruh.

Beberapa kriteria penanganan sampah di tingkat kawasan:  Pengelolaan sampah tingkat kawasan harus mendorong peningkatan upaya minimisasi sampah untuk mengurangi beban pada pengelolaan tingkat kota, khususnya yang akan diangkut ke TPA  Pengelolaan sampah kawasan harus mampu melayani masyarakat yang berada dalam daerah pelayanan yang telah ditentukan  Lokasi pengumpulan sementara (TPS) dapat difungsikan sebagai pusat pengolahan sampah tingkat kawasan, atau sebaliknya, yang berfungsi untuk pemindahan, daur ulang, atau penanganan sampah lainnya dari daerah yang bersangkutan  Pemilahan sampah dikelompokkan menjadi beberapa jenis sampah seperti: - Sampah basah, yang akan digunakan misalnya sebagai bahan baku kompos - Sampah kering, yang digunakan sebagai bahan daur ulang - Sampah berbahaya rumah tangga, yang selanjutnya akan dikelola sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Insinerator skala kecil tidak direkomendasi karena biasanya belum sesuai dengan kondisi sampah yang memiliki kandungan organik tinggi (> 60 %), kadar air tinggi (>60 %) dan nilai kalor rendah (< 1200 kkal/kg), karena akan menyebabkan tinginya konsumsi bahan bakartambahan serta menimbulkan pencemaran udara akibat tidak tersedianya fasilitas penanggulangan pencemaran yang memadai. Penanganan Sampah Tingkat Daerah: Penanganan sampah tingkat kota merupakan penanganan sampah yang

dilakukan

oleh

pengelola

kebersihan

Daerah,

baik

dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, atau dilaksanakan oleh institusi lain yang ditunjuk untuk itu, yang bertugas untuk melayani sebagian atau seluruh wilayah yang ada dalam Daerah yang menjadi tanggung jawabnya.

Beberapa ciri penanganan sampah di tingkat ini: -

Pengelolaan sampah diposisikan sebagai bagian dari infrastruktur perkotaan / perdesaan Bila dikelola langsung oleh Pemerinta Daerah, maka bentuk pengelolaan dapat berupa Perusahaan Daerah, Dinas, Unit Pelayanan Teknis (UPTD) atau sebagai Seksi dari sebuah Dinas.

-

Terdapat kemungkinan bahwa pengelolaan tersebut dilaksanakan oleh fihak luar atau swasta, baik keseluruhan pelayanan, maupun sebagian dari pelayanan, dengan kontrol kualitas pelayanan tetap dibawah kendali Pemerintah Daerah

Ciri khas dari level ini adalah bagaimana memperlihatkan agar kota itu terlihat bersih, sehingga area yang merupakan wajah sebuah kota akan lebih diprioritaskan pelayanannya. Beberapa kriteria penanganan sampah di tingkat daerah: -

Sumber sampah dari kegiatan kota yang dianggap khusus, sepertijalan protokol, taman kota, instansi penting, pusat perdagangan, dan sejenisnya dapat dilayani dengan sistem langsung (door -to-door), dimana sampah langsung dikumpulkan dan diangkut oleh truk sampah ke tempat pemrosesan akhir

-

Prinsip pengolahan dan daur -ulang sampah adalah mengedepankan pemanfaatan sampah sebagai sumber daya sehingga sampah yang harus dibuang ke TPA menjadi lebih sedikit.

Keberhasilan upaya pengolahan dan daur- ulang sangat tergantung pada adanya pemilahan sampah mulai dari sumber, pada wadah komunal, pada sarana pengumpul dan pengangkut, sehingga sampah yang akan diangkut ke lokasi pengolahan telah terpilah sesuai jenis atau komposisinya Walaupun terdapat kemungkinan mendapatkan nilai tambah dari hasil penjualan produk pengolahan atau daur-ulang, namun dasar pemikiran pengolahan dan daur -ulang sampah hendaknya didasarkan atas pendekatan non-proffit – center . Upaya tersebut

bertujuan untuk mengurangi sampah yang akan diurug di landfill Sarana di tingkat kawasan atau TPS dapat berfungsi untuk pengumpulan sampah berkatagori B3 dari kegiatan rumah tangga, untuk ditangani lebih lanjut Sampah yang telah terpisah di sarana tersebut siap untuk diangkut ke TPA oleh institusi yang diserahi wew enang untuk pengangkutan sampah.

Konsep penanganan sampah di TPA hendaknya bertumpu pada beberapa prinsip, yaitu: -

Penanganan sampah di sarana ini hendaknya terpadu Bahan yang masih bernilai ekonomis hendaknya diupayakan untuk didaur-ulang sebelum dilakukan upaya terakhir dengan pengurugan sampah ke dalam tanah

Pada lokasi ini dapat dioperasikan beberapa jenis pengolahan sampah, seperti pengomposan, biogasifikasi, ataupun insinerasi bila memenuhi syarat Sarana ini berfungsi pula sebagai tempat penyimpanan sementara bahan berbahaya yang terkumpul dari kegiatan per daerah , untuk diangkut ke lokasi pemerosesan yang sesuai, sarana ini dioperasikan secara bertanggung jawab, sehingga tidak mendatangkan pencemaran lingkungan, dan tidak mendatangkan permasalahan terhadap kesehatan dan estetika bagi masyarakat sekitarnya.

Daerah Pelayanan pengelolaan sampah Tingkat pelayanan: Tingkat pelayanan merupakan tinjauan kemampuan terhadap pengelola kota untuk menyediakan pelayanan kebersihan kepada masyarakat, baik secara kuantitas maupun kualitas. Guna menentukan tingkat pelayanan pengelolaan sampah di daerah tersebut, digunakan 2 (dua) indikator utama, yaitu: -

Persentase jumlah penduduk kota dan sarana lain yang

-

memperoleh pelayanan dari sistem Persentase timbulan sampah yang dapat dikelola oleh Pengelola sampah tingkat Daerah

Dalam merancang sistem pengelolaan sampah, maka persentase pelayanan setiap sumber sampah perlu ditentukan, yang didasarkan atas kondisi serta kemampuan sistem itu sendiri, misalnya: - Pelayanan bagi lingkungan permukiman saat ini baru mencapai 40%. Maka dalam 5 tahun ke depan diproyeksikan menjadi 50%, sedang 10 tahun ke depan diproyeksikan menjadi 75% - Pelayanan di daerah jalan protokol, pasar, rumah sakit, hotel, taman kota, perkantoran, dan fasilitas umum mendapat prioiritas utama, dan misalnya ditargetkan menjadi 100%. Pengertian penduduk Sbuah daerah yang dilayani biasanya tidak terbatas pada pelayanan dimana penduduk tersebut bertempat tinggal, tetapi mencakup pula dimana penduduk itu beraktivitas. Pelayanan tidak terbatas dalam arti hanya menyingkirkan sampah dari lingkungan sumber sampah, dan keluar dari daerah tersebut, tetapi juga mengandung pengertian bahwa pengelolaan sampah mencakup pelayanan mengganggu

agar sampah

kesehatan

dan

yang

lingkungan,

ditangani tidak khususnya

bagi

masyarakat dan lingkungan yang bukan penghasil sampah yang ditangani tersebut. Kualitas pelayanan: Kualitas pelayanan meliputi frekuensi pengumpulan dan pengangkutan, dukungan dan kondisi prasarana/sarana, serta estetika hasil pelayanan. Frekuensi pengumpulan dan pengangkutan akan terkait dengan sistem pelayanan yang ada serta jenis sampah yang akan dikelola. Sampah basah sangat dianjurkan untuk diangkut minimum 2 hari sekali, sedangkan sampah kering dapat dilakukan 2 kali seminggu.

Daerah pelayanan: Daerah pelayanan merupakan daerah yang berada dalam tanggung jawab pengelola sebuah kota, yang dilayani pengelolaan sampahnya, paling tidak sampah didaerah tersebut diangkut menuju pengolahan atau pemerosesan akhir. Daerah yang tidak dilayani diharapkan menangani sampahnya secara tuntas baik secara individu, maupun secara komunal. Beberapa pertimbangan yang biasa digunakan di Indonesia adalah: - Daerah dengan kepadatan rendah dianggap masih memiliki daya dukung lingkungan yang tinggi sehingga dapat menerapkan pola penanganan sampah setempat yang mandiri - Daerah dengan tingkat kepadatan di atas 50 jiwa/ha perlu mendapatkan pelayanan persampahan karena penerapan pola penanganan sampah setempat akan berpotensi menimbulkan gangguan lingkungan. - Prioritas daerah pelayanan dimulai dari daerah pusat kota, daerah komersial, permukiman dengan kepadatan tinggi, daerah permukiman baru, kawasan strategis atau kawasan andalan - Pengembangan daerah pelayanan diarahkan dengan menerapkan model “rumah tumbuh” yaitu pengembangan ke wilayah yang berdekatan atau berbatasan langsung dengan wilayah yang telah mendapat pelayanan. Jenis pelayanan: Berdasarkan penentuan skala kepentingan daerah pelayanan, frekuensi pelayanan dapat dibagi dalam beberapa kondisi sebagai berikut: 1. Kondisi kesatu : wilayah dengan pelayanan intensif, adalah daerah di jalan protokol, pusat kota, kawasan pemukiman tidak teratur, dan daerah komersial 2. Kondisi kedua : wilayah dengan pelayanan menengah adalah kawasan pemukiman teratur 3. Kondisi ketiga : wilayah dengan pelayanan rendah adalah daerah pinggiran kota 4. Kondisi keempat : wilayah tanpa pelayanan, misalnya

karena lokasinya terlalu jauh, dan belum terjangkau oleh truk pengangkut sampah. Lebih lanjut, penentuan jenis pelayanan berdasarkan skala kepentingan daerah pelayanan dapat dilihat pada Tabel 1, yang dilakukan berdasarkan pengembangan tata ruang kota. Hasil perencanaan daerah pelayanan berupa identifikasi masalah dan potensi yang tergambar dalam peta -peta sebagai berikut: Peta problem: minimal menggambarkan kerawanan sampah, tingkat kesulitan pelayanan, kerapatan timbulan sampah, tata guna lahan, jumlah penduduk, kepadatan rumah/bangunan. Peta pemecahan masalah : menggambarkan pola yang digunakan, kapasitas perencanaan, meliputi alat dan personel, jenis sarana dan prasarana, potensi pendapatan jasa pelayanan serta rute dan penugasan. Jenis pelayanan pengelola sampah dapat dibagi seperti terlihat dalam Tabel 1, yaitu: 1. Penyapuan jalan 2. Pengumpulan sampah 3. Pengangkutan sampah 4. Penanganan sampah
...


Similar Free PDFs