Ruang Lingkup Penyakit Hipertensi PDF

Title Ruang Lingkup Penyakit Hipertensi
Pages 23
File Size 475.4 KB
File Type PDF
Total Downloads 143
Total Views 419

Summary

Review Penyakit Tidak Menular “Hipertensi” MK Isu Terkini Penyakit Tidak Menular Kelompok 6 / Kelas D 2013 Nurafian Majid Pranomo 25010113140241 Nafizta Rizcarachmakurnia 25010113130292 Novita Ayu Ningrum 25010113140293 Destyana Ayu Wulandari 25010113140294 Nurul Anggraeni 25010113140295 Dian Indriy...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Ruang Lingkup Penyakit Hipertensi Achmad Rizki Azhari

Related papers

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Fakt or Risiko Hipert ensi Pada Pria Dan Wanit a Usia 30 Tahun Ke At as Di Puskesmas Poncol Achmad Rizki Azhari Laporan CHA Puskesmas II Kemranjen inggit adzani T ESIS FAKT OR-FAKT OR RISIKO HIPERT ENSI GRADE II PADA MASYARAKAT Program St udi Magist er Ep… eka put ri

Review Penyakit Tidak Menular “Hipertensi” MK Isu Terkini Penyakit Tidak Menular Kelompok 6 / Kelas D 2013

Nurafian Majid Pranomo

25010113140241

Nafizta Rizcarachmakurnia

25010113130292

Novita Ayu Ningrum

25010113140293

Destyana Ayu Wulandari

25010113140294

Nurul Anggraeni

25010113140295

Dian Indriyani

25010113140296

Ghina Anisah

25010113140297

Vrishelli Setiadi Putri

25010113130298

I’ik Santi Komala

25010113140299

Pitoyo Mumpuni

25010115183026

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

A. Pengertian Hipertensi Hipertensi adalah peningkatan tekanan systole, yang tingginya tergantung umu individu yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas tertentu, tergantung posisi tubuh, umur, dan tingkat stress yang dialami.(dr. Jan Tambayong, 2000) Hipertensi juga sering digolongkan sebagai ringan, sedang, atau berat berdasarkan tekanan diastole. Hipertensi ringan apabila tekanan darah diastole 95 – 104, hipertensi sedang bila tekanan diastole-nya 105 – 114. Sedangkan hipertensi berat tekanan diastole-nya > 115. (dr. Jan Tambayong, 2000) Seseorang dikatakan menderita hipertensi dan berisiko mengalami masalah kesehatan apabila setelah dilakukan beberapa kali pengukuran, nilai tekanan darah tetap tinggi – nilai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolic ≥90 mmHg. (Prasetyaningrum, 2014) Hipertensi dengan peningkatan tekanan systole tanpa disertai peningkatan tekanan diastole lebih sering pada lansia, sedangkan hipertensi peningkatan diastole tanpa disertai peningkatan systole lebih sering terdapat pada dewasa muda. Hipertensi dapat pla digolongkan sebagai esensial atau idiopatik, tanpa etiologi spesifik, yang paling sering dijumpai. Bila ada penyebabnya, disebut hipertensi sekunder. (dr. Jan Tambayong, 2000) Ada lagi istilah hipertensi benigna dan maligna, tergantung perjalanan penyakitnya. Apabila timbulnya secara berangsur, disebut benigna; apabila tekanannya naik secara progresif dan cepat disebut hipertensi maligna dengan banyak komplikasi seperti gagal ginjal, CVA, hemoragi retina, dan ensefalopati. (dr. Jan Tambayong, 2000). Saat ini, penyakit hipertensi menjadi masalah kesehatan yang sangat serius dan sering disebut dengan the silent killer. Apabila penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan data menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali

lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung. (WHO (2005) dalam Rahajeng dan Ekowati (2009)).

B. Riwayat Alamiah Hipertensi Secara umum, hipertensi tidak menunjukkan tanda-tanda yang khas. Perjalanan ini berlangsung perlahan bahkan bisa bertahun-tahun tanpa disadari oleh penderita. Seringkali kondisi tersebut baru diketahui secara tibatiba misalnya saat check up kesehatan. 1. Tahap Pre-Patogenesa : Pada keadaan ini penyakit belum ditemukan oleh karena pada umumnya daya tahan tubuh pejamu masih kuat. Dengan perkataan lain seseorang berada dalam keadaan sehat. 2. Tahap Inkubasi Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi mungkin tak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. 3. Tahap Penyakit Dini Peningkatan tekanan darah merupakan satu-satunya tanda pada hipertensi ringan. Bergantung pada tingginya tekanan darah gejala yang timbul dapat berbeda-beda, hipertensi baru tampak bila telah terjadi komplikasi pada organ target/vital seperti ginjal, jantung, otak, dan mata. Gejala seperti sakit kepala, epistaksis, pusing, marah, telinga berdenging, kaku kuduk, migren, insomnia, mata berkunang-kunang, muka merah, kelelahan, dan gelisah dapat ditemukan sebagai gejala klinis hipertensi. 4. Tahap Penyakit Lanjut Gagal jantung, gangguan penglihatan, gangguan neurology, dan gangguan fungsi ginjal paling banyak ditemukan pada hipertensi berat. 5. Tahap Akhir Penyakit : Tahap Akhir Penyakit hipertensi : Komplikasi (infark miokardium, stroke,gagal ginjal.) hingga mati.(Priyanto,2008)

C. Level of prevention Hipertensi Menurut Bustan (2007) Pencegahan hipertensi jika dipandang dari epidemiologi dapat dibedakan menjadi 3 tahap yaitu: 1. Tahap prepathogenesis Level pencegahan dapat berupa primordial, promotif (promosi kesehatan), proteksi spesifik (kurangi garam sebagai salah satu faktor risiko) dengan intervensi pencegahan: meningkatkan derajat kesehatan gizi dan perilaku hidup sehat, pertahankan keseimbangan terbias epidemiologi, serta turunkan atau hindari faktor risiko. 2. Tahap Pathogenesis Dalam tahap ini dibagi dalam 2 level pencegahan yaitu diagnosa awal dan pengobatan yang tepat. Pengobatan yang tepat artinya segera mendapat pengobatan komprehensif dan kausal pada awal keluhan. Intervensi pencegahan pathogenesis meliputi pemeriksaan fisik periodik tekanan darah dan hindari lingkungan yang stres. 3. Tahap postpathogenesis Level pencegahan dengan upaya rehabilitasi yaitu perbaikan dampak lanjutan yang tidak bisa diobati. Lima tahap Pencegahan Penyakit Hipertensi (Five Level Prevention) : 1. Health Promotion Promosi kesehatan (Health Promotion) merupakan upaya pencegahan penyakit tingkat pertama. Sasaran dari tahapan ini yaitu pada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat kesehatan. Hal ini juga disebut sebagai pencegahan umum yakni meningkatkan peranan kesehatan perorangan dan masyarakat secara optimal, mengurangi peranan penyebab serta derajat risiko serta meningkatkan secara optimal lingkungan yang sehat. (Noor, 2000) Menurut Noor (2000), promosi kesehatan (health promotion) dalam upaya mencegah terjadinya penyakit hipertensi dapat dilakukan dengan berbagai upaya seperti:

a. Memberikan

penyuluhan

kepada

masyarakat

tentang

pentingnya

melakukan atau menerapkan PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) sejak dini, guna mencegah terjadinya atau masuknya agen-agen penyakit. b. Melakukan seminar-seminar kesehatan bagi masyarakat tentang upayaupaya yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, seperti pola makan yang seimbang, pengurangan atau eliminasi asupan alkohol, berhenti merokok, olahraga teratur, pengurangan berat badan dan mengatasi stres yang baik. 2. Spesific protection Pencegahan khusus (spesific protection) merupakan rangkaian dari health promotion. Pencegahan khusus ini terutama ditujukan pada pejamu dan/atau penyebab, untuk meningkatkan daya tahan tubuh maupun untuk mengurangi risiko terhadap penyakit tertentu (Noor, 2000) dengan berbagai upaya seperti: perbaikan status gizi perorangan maupun masyarakat, seperti: makan dengan teratur (3x sehari), mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga terbentuk daya tahan tubuh yang lebih baik dan dapat melawan agen penyakit pada saat masuk ke dalam tubuh. 3. Early Diagnosis and Prompt Treatment Menurut Noor (2000), diagnosis dini dan pengobatan dini (Early Diagnosis and Prompt Treatment) merupakan upaya pencegahan penyakit tingkat kedua. Sasaran dari tahap ini yaitu bagi mereka yang menderita penyakit atau terancam akan menderita suatu penyakit. Adapun tujuan dari pencegahan tingkat ke dua ini yaitu sebagai berikut: a. Meluasnya penyakit atau terjadinya tidak menular. b. Menghentikan proses penyakit lebih lanjut dan mencegah komplikasi. c. Melakukan screening (pencarian penderita

hipertensi) melalui

penerapan suatu tes atau uji tertentu pada orang yang belum mempunyai atau menunjukkan gejala dari suatu penyakit dengan tujuan untuk mendeteksi secara dini adanya suatu penyakit hipertensi.

d. Melakukan pengobatan dan perawatan penderita penyakit hipertensi sehingga penderita tersebut cepat mengalami pemulihan atau sembuh dari penyakitnya. 4. Disability Limitation Menurut Noor (2000), pembatasan kecacatan (disability limitation) merupakan tahap pencegahan tingkat ketiga. Adapun tujuan dari tahap ini yaitu untuk mencegah terjadinya kecacatan dan kematian karena suatu penyebab penyakit. Pembatasan kecacatan (disability limitation) dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan dan kematian akibat penyakit hipertensi dapat dilakukan dengan upaya seperti: mencegah proses penyakit lebih lanjut yaitu dengan melakukan pengobatan dan perawatan khusus secara berkesinambungan atau teratur sehingga proses pemulihan dapat berjalan dengan baik dan cepat. Pada dasarnya penyakit hipertensi tidak memberikan atau membuat penderita menjadi cacat pada bagian tubuh tertentu. 5. Rehabilitation Menurut Noor (2000), rehabilitasi (rehabilitation) merupakan serangkaian dari tahap pemberantasan kecacatan (Disability Limitation). Rehabilitasi ini bertujuan untuk berusaha mengembalikan fungsi fisik, psikologis dan sosial seoptimal mungkin. Rehabilitasi yang dapat dilakukan dalam menangani penyakit hipertensi yaitu sebagai berikut: a. Rehabilitasi fisik jika terdapat gangguan fisik akibat penyakit hipertensi. b. Rehabilitasi mental dari penderita hipertensi, sehingga penderita tidak merasa minder dengan orang atau masyarakat yang ada di sekitarnya karena pernah menderita penyakit hipertensi. c. Rehabilitasi sosial bagi penderita hipertensi, sehingga tetap dapat melakukan kegiatan di lingkungan sekitar bersama teman atau masyarakat lainnya yang berdayaguna.

Pencegahan dan penanggulangan hipertensi seyogyanya harus dilaksanakan secara komprehensif dan terpadu, karena berbagai wadah kerjasama lintas sektoral perlu dikembangkan dengan berpedoman pada strategi five level of preventif ( 5 tingkatan pendekatan pencegahan dan penanggulangan ) hipertensi sebagai berikut :

sistematika penemuan kasus dan tatalaksana penyakit Hipettensi meliputi :

Penemuan kasus dilakukan melalui pendekatan deteksi dini yaitu melakukan kegiatan deteksi dini terhadap faktor risiko penyakit hipertensi yang meningkat pada saat ini, dengan cara screening kasus (penderita).

Tatalaksana

pengendalian

penyakit

Hipertensi

dilakukan

dengan

pendekatan: a.

Promosi kesehatan diharapkan dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan diri serta kondisi lingkungan sosial, diintervensi dengan kebijakan publik, serta dengan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai prilaku hidup sehat dalam pengendalian hipertensi.

b.

Preventif dengan cara larangan merokok, peningkatan gizi seimbang dan aktifitas fisik untuk mencegah timbulnya faktor risiko menjadi lebih buruk dan menghindari terjadi Rekurensi ( kambuh ) faktor risiko.

c.

Kuratif dilakukan melalui pengobatan farmakologis dan tindakan yang diperlukan. Kematian mendadak yang menjadi kasus utama diharapkan berkurang dengan dilakukannya pengembangan manajemen kasus dan penanganan

kegawatdaruratan

disemua

tingkat

pelayanan

dengan

melibatkan organisasi profesi, pengelola program dan pelaksana pelayanan yang dibutuhkan dalam pengendalian hipertensi. d.

Rehabilitatif dilakukan agar penderita tidak jatuh pada keadaan yang lebih buruk dengan melakukan kontrol teratur dan fisioterapi Komplikasi serangan hipertensi yang fatal dapat diturunkan dengan mengembangkan manajemen rehabilitasi kasus kronis dengan melibatkan unsur organisasi profesi, pengelola program dan pelaksana pelayanan di berbagai tingkatan.

D. Patogenesis Hipertensi Patogenesis hipertensi essensial adalah multifaktorial. Faktor – faktor yang terlibat dalam pathogenesis hipertensi essensial antara lain faktor genetik, hiperaktivitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek natriuresis, natrium dan kalsium intraseluler, serta konsumsi alkohol secara berlebihan. (Moerdowo, 1984) Dalam patogenesis dari tekanan darah tinggi, ginjal dan pembuluh darah arteri ke ginjal memegang peranan penting seperti telah dibuktikan dengan tes Goldblatt yang menjepit arteri ginjal dengan klem dan dapat menimbulkan

tekanan darah tinggi pada binatang percobaan. Pada penderita dengan stenosis arteria renalis, rangsangan dari kelainan aliran darah, dan partial ischemia ginjal menimbulkan pengeluaran renin dan aldosterone yang sangat tinggi. Dan ini menyebabkan timbulnya hiperaldosteronisme yang sekunder, rasa dahaga serta polyuria yang berat, kehilangan banyak kalium, tan tekanan darah tinggi (renovascular Hypertension). (Moerdowo, 1984) Selain itu, faktor adrenal juga terlibat dalam sistem renin-angiotensinaldosterone dalam patogenesis hipertensi, glandula suprarenalis juga menjadi faktor dalam patogenesis hipertensi sekunder. Ini disebabkan oleh karena adanya kelainan hormon. Adrenal memegang peranan penting dalam patogenesis dari hipertensi primer dan sekunder karena kelainan hormon. (Moerdowo, 1984) Patofisiologi Hipertensi Etiologi hipertensi masih belum jelas. Beberapa faktor diduga memegang peranan dalam genesis hipertensi, seperti: faktor psikis, sistem syaraf, ginjal, jantung pembuluh darah, kortikosteroid, katekolamin, angiotensin, sodium, dan air. Hipertensi tidak disebabkan oleh satu faktor, tetapi sejumlah faktor turut memegang peranan dan saling berkaitan dalam genesis hipertensi. (Syamsudin, 2011)

E. Faktor risiko Hipertensi Tekanan darah merupakan hasil curah jantung dan resistensi vaskular perifer bertambah, atau keduanya. Meskipun mekanisme yang berhubungan dengan penyebab hipertensi melibatkan perubahan – perubahan tersebut, hipertensi sebagai kondisi klinis biasanya diketahui bebrapa tahun setelah kecenderungan ke arah hipertensi dimulai. Terdapat beberapa faktor yang relevan terhadap mekanisme penyebab hipertensi, adalah sebagai berikut : 1. Genetik. Dibandingkan orang berkulit putih, orang yang berkulit hitam di negara barat akan lebih banyak menderita hipertensi, lebih tinggi tingkat hipertensinya, dan lebih besar tingkat morbiditas maupun mortalitasnya,

sehingga diperkirakan ada kaitan hipertensi dengan perbedaan genetik. Beberapa peneliti mengatakan terdapat kelainan pada gen angiotensinogen tetapi mekanismenya mungkin bersifat poligenik. (Huon H. Gray dkk, 2005). 2. Riwayat Keluarga Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi juga mempertinggi risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer. Dari data statistik terbukti bahwa sesorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi. Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan, jika seorang dari oran tua kita mempunyai hioertensi maka sepanjang hidup kita membuanyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkinan kita mendapatkan penyakit hipertensi sebanyak 60%. (Hasrin Mannan, 2012). 3. Janin. Faktor ini dapat memeberikan pengaruh karena berat lahir rendah tampaknya merupakan predisposisi hipertensi di kemudian hari, barangkali karena lebih sedikitnya jumlah nefron dan lebih rendahnya kemampuan mengeluarkan natrium pada bayi dengan berat lahir rendah. (Huon H. Gray dkk, 2005). 4. Jenis Kelamin. Hipertensi lebih jarang ditemukan pada perempuan pra-menopause dibanding pria, yang menunjukkan adanya pengaruh hormon. (Huon H. Gray dkk, 2005). 5. Geografi dan Lingkungan. Terdapat perbedaan tekanan darah yang nyata antara populasi kelompok daerah kurang makmur dengandaerah maju, seperti bangsa Indian Amerika Selatan yang tekanan darahnya rendah dan tidak banyak meningkat sesuai dengan pertmabahan usia dibandingkan dengan masyarakat Barat. (Huon H. Gray dkk, 2005). 6. Aktivitas Fisik.

Kurangnya aktivitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, maka makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri. Tekanan darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Tekanan darah akan lebih tinggi pada saat melakukan aktivitas fisik dan lebih rendah ketika beristirahat. Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru – paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat – zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa – sisa dari tubuh. (Hasrin Mannan, 2012). 7. Konsumsi Kopi. Minum kopi berbahaya bagi penderita hipertensi karena senyawa kafein bisa menyebabkan tekanan darah meningkat tajam. Cara kerja kafein dalam tubuh adalah dengan cara mengambil alih reseptor adinosin dalam sel saraf yang yang akan memicu produksi hormon adrenalin dan menyebabkan peningkatan tekanan darah, sekresi asam lambung, dan aktivitas otot, serta perangsang hati untuk melepaskan senyawa gula dalam aliran darah untuk menghasilkan energi ekstra. Kafein mempunyai sifat antagonis

endogenus

adenosin,

sehingga

dapat

menyebabkan

vasokontriksi dan peningkatan resistensi pembuluh darah tepi. Namun dosis yang digunakan dapat mempengaruhi efek peningkatan tekanan darah. Seseorang yang biasa minum kopi dengan dosis kecil mempunyai adaptasi yang rendah terhadap efek kafein. (Hasrin Mannan, 2012). 8. Perilaku merokok. Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah segera setelah hisapan pertama. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap

rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil di dalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Dengan mengisap sebatang rokok akan memberi pengaruh besar terhadap naikya tekanan darah. Hal ini dikarenakan asap rokok mengandung kurang lebih 4000 bahan kimia yang 200 diantaranya beracun dan 43 jenis lainnya dapat menyebabkan kanker bagi tubuh. (Hasrin Mannan, 2012). 9. Natrium. Banyak bukti yang mendukung peran natrium dalam terjadinya hipertensi, barangkali karena ketidakmampuan mengeluarkan natrium secara efisien baik diturunkan atau didapat. Ada yang berpendapat bahwa terdapat hormon natriuretik (de Wardener) yang menghambat aktivitas sel pompa natrium (ATPase natrium-kalium) dan mempunyai efek penekanan. Berdasarkan studi populasi, seperti Studi INTERSALT (1988) diperoleh korelasi antara asupan natrium rata – rata dengan TD, dan penurunan TD dapat diperoleh dengan mengurangi konsumsi garam. (Huon H. Gray dkk, 2005). 10. Sistem renin – angiotensin. Renin memicu produksi angiotensin (zat penekan) dan aldosteron (yang memacu natrium dan terjadinya retensi air sebagai akibat). Beberapa studi telah menunjukkan sebagian pasien hipertensi primer mempunyai kadar renin yang meningkat, tetapi sebagian besar normal dan rendah, disebabkan efek homeostatik dan mekanisme umpan balik karena kelebihan beban volume dan peningkatan TD dimana keduanya diharapkan akan menekan produksi renin. (Huon H. Gray dkk, 2005). 11. Hiperaktivitas Simpatis.

Dapat terlih...


Similar Free PDFs