SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ZAKAT SEBAGAI INSTRUMEN FISKAL.pdf PDF

Title SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ZAKAT SEBAGAI INSTRUMEN FISKAL.pdf
Author Muhammad Al-fatih
Pages 15
File Size 202.5 KB
File Type PDF
Total Downloads 79
Total Views 915

Summary

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ZAKAT SEBAGAI INSTRUMEN FISKAL Dosen pengampu : ZEIN MUTTAQIEN SEI., MA. Disusun Oleh : MUHAMMAD 14423139 Mukhlis Winata 14423087 PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2016 1 Daftar pustaka KATA PENGANTAR ..................


Description

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ZAKAT SEBAGAI INSTRUMEN FISKAL Dosen pengampu : ZEIN MUTTAQIEN SEI., MA.

Disusun Oleh :

MUHAMMAD Mukhlis Winata

14423139 14423087

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2016

1

Daftar pustaka KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ 3 PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4 LATAR BELAKANG ........................................................................................................................ 4 B. Rumusan Masalah .......................................................................................................................... 5 C. TUJUAN ........................................................................................................................................ 5 PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 6 A.

Kebijakan fiskal dalam sejarah islam ..................................................................................... 6

B.

Fungsi zakat dalam stabilitas fiskal ........................................................................................ 9

C.

Kebijakan fiskal dan alokasi sumber daya ........................................................................... 10

D.

Dualitas zakat dan pajak ........................................................................................................ 11

PENUTUP ............................................................................................................................................ 14 KESIMPULAN ................................................................................................................................. 14 Daftar Pustaka ................................................................................................................................... 15

2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa shalawat serta salam atas junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kami dari zaman gelap gulita menuju ke zaman yang terang benerang. Makalah ini di susun dalam rentang waktu yang cukup lama mengingat tugas ini telah di sampaikan jauh-jauh hari,kami berharap dapat menyelesaikanya dalam waktu singkat, namun untuk realitanya tidak sebagaimana yang di harapkan penulis, karena banyaknya aktivitas yang menyita fokus dan waktu yang ada. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia yang bertemakan sejarah dan perkembangan zakat sebagai instrumen fiskal. Dimana dalam makalah ini diharapkan lebih membuka wawasan berpikir dibidang terkait. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, Kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi kita semua dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 19 November 2016

3

BAB I PENDAHULUAN A.

LATAR BELAKANG Telah kita ketahui bersama, dewasa ini ekonomi syariah telah menjadi suatu perkembangan tersendiri baik secara teoritis maupun praktis. Untuk perkembangan teoritis telah banyak karya ilmiah yang di kembangkan oleh cendikiawa muslim pegiat ekonomi syariah, melalui teori-teori yang dikemukakan mencakup aspek-aspek yang di kaji dalam ekonomi konvensional . meskipun telah di praktikkan sejak abad ke 14, namun teori ekonomi syariah masih muda untuk di bandingkan dengan ekonomi konvensional. Seiring waktu berjalan munculah kesadaran masyarakat (muslim) untuk bertransaksi ekonomi secara syariah. Dengan gencarnya gerakan ekonomi syariah di tanah air menjadi suatu tambahan bagi pengetahuan masyarakat akan urgensi dari ekonomi syariah. Diharapkan dengan bertambahnya pengetahuan masyarakat maka semakin meningkat pula kesadaaran dan keinginan untuk melaksanakanyan. Dari perkembangan tersebut, syafi’i Antonio menjelaskan bahwa ada agenda besar yang menjadi tantangan bagi gerakan ekonomi syariah, yaitu persoalan kemiskinan. Ada yang membedakan antara eonomi syariah dan ekonomi islam, ekonomi syariah diartikan sebagai ekonomi yang telah memenuhi syarat, rukun dan kehalalan suatu kegiatan ekonomi yang dilakukan, namun belum bisa disebut islam jika tidak mempunyai semangat dalam pengentasan kemiskinan dengan pengembangan terhadap usaha kecil, menengah, guna memberdayakan kaum duafa dan menngurangi kemiskinan. Salah satu misi dari ekonomi islam adalah pengentasan kemiskinan yang tercermin dalam setiap cabang-cabang ilmu dan praktik ekonomi islam, termasuk didalamnya adalah dalam kebijakan fiskal negara sebagai kebijakan untuk mengatur pendapatan dan pengeluaran negara. Zakat mempunyai kedudukan utama dalam kebijkan fiskal pada awal islam. Disamping sebagai sumber pendapatan negara islam yang utama pada waktu itu, zakat juga mampu menunjang pengeluaran negara baik dalam bentuk government expenditure maupun government transfer. Zakat juga mempengaruhi kebijakan ekonomi pemerintah islam untuk meningkat kesejahteraan rakyat terutama kaum lemah. Sekitar pertengahan 1990 an. Di Indonesia muncul lembaga-lembaga amil zakat yang mempunyai semangat untuk memperbaiki jalur pengumpulan dan distribusi zakat agar berjalan sebagaimana mestinya. Pemerintah pun mengeluarkan perundang-undangan mengenai isu dalam undang-undang republik Indonesia nomer 38 tahun 1999 tentang pengelolahan zakat. Namun demikian potensi zakat belum dapat digali secara maksimal Karena zakat masih dianggap sebagai sumbangan sukarela dan negara tidak dapat memaksa para wajib zakat untuk membayarkanya. Dengan mengembalikan zakat ke dalalm kebijakan fiskal, potensi zakat yang sebenarmya akan dapat lebih maksimal.

4

Dari sinilah menjadi daya tarik bagi penulis untuk mengkaji dampak zakat terhadap perekonomian secara agregat, untuk itu penulis memnyusun makalah berjudul “SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ZAKAT SEBAGAI INSTRUMEN FISKAL”

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana fiskal dalam sejarah islam? 2. Bagaimana zakat sebagai instrument kebijakan fiskal? 3. Bagaimana fungsi zakat terhadap fiskal? C. TUJUAN Untuk mengetahui kebijakan fiskal dalam sejarah islam sehingga zakat bisa menjadi salah satu instrumen fiskal dalam islam, serta bagaimana fungsi zakat terhadap fiskal.

5

BAB II PEMBAHASAN

A.

Kebijakan fiskal dalam sejarah islam  Tujuan kebijakn fiskal dalam ekonomi islam

Kebijakan fiskal dalam islam bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang berdasarkan pada keseimbangan distribusi kekayaan dengan menerapkan nilainilai material dan spiritual secara seimbang. Kebijakan fiskal lebih banyak peranannya dalam ekonomi islam dibanding dengan ekonomi konvensional. Hal ini disebabkan antara lain sebagai berikut:( Ali, 2006,P-128) a. Peranan moneter relatif lebih terbatas dalam ekonomi islam dibanding dalam ekonomi konvensional yang bebas bunga. Hal ini setidaknya disebabkan oleh dua alasan: •

Tingkat suku bunga tidak memainkan peranan apa pun dalam ekonomi islam. Kaum muslim dilarang menerima bunga pinjaman dalam bentuk apapun. Oleh Karena itu berbagi variasi tingkat suku bunga yang merupakan bagian penting dalam kebijakan moneter tidak ditemui dalam ekonomi islam.



Islam tidak membolehkan perjudian (spekulasi), hal ini tidak hanya diterapkan kepada permainan ketangkasan, permainan kartu, atau berbagai aktivitas perjudian dan lainnya, tetapi juga terahadap berbagi macamspekulasi dan transaksi yang terjadi dalam ekonomi konvensional. Namun kemungkian untuk memegang uang untuk menunggu kesepakat yang lebih menguntungkan dibolehkan. Hal ini tentunya merupakn subjek bagi zakat. Tidak adanya permintaan uang spekulatif Keynesian dan tidak adanya permintaan uang spekulatif Keynesian dan tidak adanya bunga menunjukkan bahwa pasar obligasi tidak dapat memainkan peranan penting dalam ekonmi islam.

b. dalam ekonomi islam, pemerintah harus memungut zakat dari setiap muslim muslim yang memiliki kekayaan melebihi jumlah tertentu(nisab) dan digunakan untuk tujuan-tujuan sebagai mana tercantum dalam qs AlTaubag[9]:60. c. Ada perbedaan substansi antara ekonomi dan non ekonomi dalam peranan pengelolaan utang publik. Hal ini Karena utang dalam islam adalah bebas bunga.( Zakat sebagai instrument dalam kebijakan fiskal, nuruddin,hal-129) Sebagian besar pengeluaran pemerintah dibiayai dari pajak atau (dalam kasus proyek-proyek produktif) berdasarkan atas bagi hasil. Dengan demikian ukuran utang publik jauh lebih sedikit dalam ekonomi islam dibanding ekonomi konvensional. 6

• Kebijaan Fiskal Masa Awal Islam Secara historis, kebijakan fiskal pada masa awal islam dapat dibagi menjadi dua periode, sebelum ekspansi dan periode sesudah ekspansi dengan ditaklukannya wilayah yang luas bekas kerajaan romawi dan Persia. Unsur-unsur penting kebijakan fiskal pada periode pertama adalah kontribusi dari fai’ dan shodaqoh. Pelaksanaan kebijakan fiskal pada masa Rosullullah dan Abu Bakar hampir sama Karena belum banyak persoalan yang muncul seiring dengan perluasan wilayah kekuasaan kekhalifahan islam. Kewajiban zakat di perintahkan kepada muslim pada tahun kedua hijrah atau 624 M. hal ini menunjukkan bahwa pada periode Makkah, masyarakat muslim masih sedikit dan belum memerlukan sebuah system keuangan publik. Menjelang penakhlukan kota Makkah (fath Makkah) tahun (630)M, negara islam sudah mulai terkonsolidasi. Rasullullah SAW. Pernah mengirim para pengumpul zakat kepada suku-suku Arab. Meskipun pajak tanah telah mulai pada masa Nabi Muhammad SAW., namun pajak ini merupakan sumber pendapatan yang sangat sedikit dan hanya di praktikkan sebagai hasil perjanjian yang di buat dengan salah satu suku Yahudi. Pajak perdagangan belum dikenal sampai masa pemerintahan Umar bin Khattab. Pengumpulan jizyah juga di mulai pada masa Rasullullah SAW. Namun, pajak tersebut belum di standarisasi dalam jumlah dan pada waktu tertentu dengan metode pengumpulan yang sistematis. Pada masa Abu Bakar, tidak ada perubahan berarti yang di buat, praktik pengumpulan pendapatan negara meneruskan tradisi yang dibuat pada masa Rasulullah Saw, (oran dan Rasyid, 1989). Pada periode kedua yang dimulai pada masa kekahlifahan Umar Ibn Khattab, Negara islam Madinah telah mulai mapan. Inilah sebabnya mengapa Umar Ibn Khattab sering di sebut sebagai pendiri kedua negara Islam. Pada awalnya, Umar berusaha untuk meneruskan tradisi pemerintah yang telah di praktikkan sebelumnya. Namun, perluasan wilayah kekhalifahan dan pertambahan penduduk yang berlangsung cepat membutuhkan sistem operasional pemerintahan yang sistematis sehingga dapat memenuhi syarat untuk mengendalikan kekuasaan yang demikian luas. Pada masa Umar banyak di bentuk lembaga-lembaga yang mengelola administrasi kekayaan nengara. Salah satu lembaga yang didirikan adalah diwan yang di adopsi dari praktik pemerintahan Persia. Selain itu dikenal juga bait almal atau pembendaharaan publik, memberikan kerangka umum mengenai kebijakan fizkal umat islam. Meskipun demikian, secara konseptual bait al-mal tidak di pahami sebagai bangunan fisik, tetapi lebih sebagai tujuan, artinya bait al-mal lebih sebagai institusi yang abstrak. Menurut Oran dan Rasyid, bait al-mal memiliki beberapa kebijakan, antara lain: •

Di antara liabilitas, pembayaran utang mendapat prioritas utama.



Jika bait al-mal mengalami deficit anggaran, bait al-mal dibolehkan meminjam dari public.

7



Jika bait al-mal mengalami surplus, ada beberapa pendapat tentang jenis penggunaan kelebihan itu. Menurut Abu Hanifah, surplus tersebut harus disimpan sebagai dana cadangan. Sebaliknya, menurut Syafi’I, dana surplus tersebut hendaknya digunakan untuk dana kesejahteraan sosial, sementara untuk dana cadangan adalah tanggungjawab masyarakat untuk mengadakannya jika dibutuhkan.

Lembaga lain yang didirikn oleh Umar adalah diwan militer yang bertugas mengelola administrasi militer dan pembayaran tunjangan mereka. Administrasi tersebut meliputi pendataan prajurit muslim dan status keterlibatan mereka dalam peperangan sejarah awal islam. Dalam penentuan jumlah gaji yang di terima oleh tantara, Umar menggunakan beberapa kriteria seperti: jumlah anggota keluarga; jumlah kuda yang dipunyai untuk perang dan daya beli si tentara dengan pertimbangan fluktuasi harga. ( oran dan Rasyid, 1989) • Sumber penerimaan negara pada masa awal islam •

Zakat

Sumber penerimaan utama negara pada masa awal islam adalah zakat. Yang dikumpulkan berbentuk uang tunai (dinar dan dirham), hasil pertanian dan binatang ternak. Zakat yang pertama di wajibkan adalh zakat fitrah yang di wajibkakn pada tahun hiijrah. Zakat fitrah tersebut di wajibkan setiap bulan puasa Ramadhan. Pada masa sebelumnya (periode Makkah) dan pada awal hijrah, pendapatan umat islam masih sangat sedikit. Pada masa ini pembayaran zakat hanya bersifat himbauan. Menurut salah satu riwayat zakat harta mulai di wajibkan pada tahun kesembilan hijrah, dan menurut riwayat lain adalah tahun kelima hijrah. Adapula yang berpendapat bahwa zakat telah di wajibkan pada periode Makkah. (Karim; 2001) Pada masa permulaan Islam zakat ditarik daari sseluruh pendapatan utama, yaitu perdagangan, kerajinan, pertanian, perkekbunan, dan peternakan. pendapatan dari kedua kegiatan pertama biasanya dalam bentuk uang tunai dan dapat dinilai dalam bentuk dinar atau dirham. Mata uang ini merupakan unit moneter perekonomian di masa awal islam. Penarikan zakat terhadap zakat pendapatan yang berasal dari kegiatan komersial seperti kerajinan tangan, sedangkakn pendapatan dari kegiatan ertanian lelbih berbentuk barang, yaitu dalam bentuk hasil pertanian itu sendiri. •

Khums

Sumber pendapatan lainya adalah khums, sebagaimana yang di atur dalam surah al-anfal yang mengatur tentang pembagian rampasan perang dan menyatakakn bahwa seperlima dari harta rampasan perang itu adalah untuk Allah dan Rasulnya, dan untuk kerabat Rasul, dan anak yatim, orang yang membutuhkan dan orang yang sedang dalam perjalanan.

8

Dalam Bahasa Arab, bagian seperlima tersebut dinamakan khums. Rasullullah Saw. Biasanya membagi bagian pertama untuk dirinya dan keluarganya bagian kedua untuk keluarganya; bagian ketiga untuk anak yatim piatu orang yang membutuhkan, dan orang yang sedang dalam perjalanan. Empat perlima bagian yang lain dibagikan kepada para perajurit yang ikut dalam berperang. Penunggang kuda mendapatkan dua bagian (untuk dirinya dan kudanya), bagian untuk perajurit pejalan kaki, wanita yang hadir dalam peperangan untuk membantu beberapa hal tidak mendapat bagian dari rampasn perang. (karim, 2001) •

Jizyah

Selain itu, penerimaan negara lainya berasal dari sektor jizyah yang di bayarkan oleh non-muslim khususnya ahli kitab untuk jaminan perlindungan jiwa, property, ibadah, dan bebas dari kewajiban militer. Pembayayran tersebut tidak harus berupa uang tunai namun bisa juga dalam bentuk barang atau jasa. System ini berlaku hingga masa Harun al Rasyid (170-193). Jumlah jizyah sama dengan jumlah minimum zakat yang dibayarkakn oleh non muslim, Karena nisab zakat saat itu setara dengan 400 dirham atau 40 dinar dan zakatnya sebesar 10 dirham atau 1dinar. Salain jizyah kaum non muslim tidak dikenai pajak, kecuali apabila mereka mempunyai lahan pertanian (kadim, 2001) •

Kharja

Pada tahun ketujuh hijriah kaum muslimin berhasil menakhlukkkan khaibar. Penduduk khaibar di haruskan menyerahkan setengah dari hasil pertanian mereka kepada Rasullullah Saw. Yang digunakan untuk kepentingan umum. Kharaj merujuk pada pendapatan yang di peroleh dari biaya sewa atas tanah pertanian dan hutan milik umat. Jika tanah yang di kelolah dan kebun buah-buahan yang dimilliki orang non muslim juga jatuh ketangan orang islam akibat kalah dalam pertempuran, asset tersebut menjadi bagian dari kekayaan publik umat. Karena itu, siapapun yang ingin mengelola lahan tersebut harus membayar sewa. Pendapatan dari sewa inilah yang termasuk dalam lingkup kharaj. Jika terjadi konfrontasi antara kaum muslim dengan orang-orang kafir yang berakhir damai, maka mereka membuat perjanjian damai untuk menentukan apakah lahan yang dikelola tetap menjadi milik orang kafir atau kah diserahkan kepada kaum muslim. Dalam kasus pertama orang kafir biasanya membayar kharaj yang memiliki karakteristik pajak dan bukan sewa, Karena tanah tersebut tetap menjadi miliknya. Jika tanah tersebut menjadi milik muslim, pajak tanah yang di tarik dipandang sebagai ongkos sewa atas tanah tersebut.

B.

Fungsi zakat dalam stabilitas fiskal

Para pembuat kebijakan biasanya membutuhkan suatu perangkat yang dapat mengontrol variabel-variabel yang dapat menggerakkan keberhasilan dan kepuasan dari tujuan stabilitas fiskal. Pemerintah dalam menunjukkan rasional

9

dalam kestabilan ekonomi islam, salah satunya adalah fungsi stabilitas zakat dalam fiskal. Fungsi-fungsi stabilitas zakat dalam fiskal harus diciptakan dengan berbagai model determinan yang paling rasional antara aspek empiris dan sosial. Beberapa logika rasional yang dapat dijadikan pijakan kebijakan seperti terlihat pada modelmodel berikut : •

Rasio pengeluaran campuran (DMR/The distribution mixing ratio). Rasio ini merupakan definisi sederhana dalam istilah volume, yaitu rasio campuran bagi konsumen kepada produsen barang dengan pengeluaran zakat. Model ini berubah-ubah dari tahun ke tahun, tetapi ada keseimbangan DMR (equilibrium DMR) yang menyesuaikan untuk optimalisasi kapitalatau rasio pengeluaran. Oleh karena itu, bagian pertumbuhan Negara yang kokoh adalah EDMC yang digabungkan dengan hitungan keseimbangan pertumbuhan jangka panjang.



Model pengumpulan zakat (ZCM/zakat collection mode) yaitu zakat yang terkumpul setiap tahun secara rutin dan normal kemudian disebut RZCM (Routine zakat Collection mode). Sebagai acuan pengumpulan zakat yang dapat memajukan banyak orang harus lebih didahulukan. ..



Keseimbangan pembagian dalam pungutan lain terhadap zakat. Pada garis ini perkiraannya adalah total zakat yang diproses dialokasikan antara kemiskinan plus kebutuhan dan tuntutan lainnya dalam memberikan risiko yang cocok dapat dilakukan dengan terus-menerus sebagai keseimbangan pertumbuhan.

• keseimbangan hasil zakat (EZY/the equilibibrium share of other claims on zakat). EZY didefenisikan sebagai fungsi equilibrium natiobal output yang didapat pada point waktu. Zakat pada umumnya dikumpulkan dengan waktu RZCM (Routine Zakat Collection Mode), kemudian dialokasikan untuk memberantas kemiskinan dan tuntutan lainnya dengan didefenisikan ESOC (the equilibrium share of other claims on zakat). (Dahlan, 2008;P

C.

Kebijakan fiskal dan alokasi sumber daya

Pengelolaan sumber daya yang merupakan sumber kesejahteraan pada tujuan kebijakan fiskal tidak boleh dipraktikkan sebagaimana pada sumber lainnya. Sumber daya harus digali secara optimal demi kebutuhan dan kemakmuran generasi selanjutnya dan tidak boleh berlebih-lebihan. Sistem islam menginterpensikan efisien dalam bentuk keserasian hubugan antara kebutuhan material dan spiritual sehingga penggunaan sumber-sumber dana harus ditujukan untuk mencapai kesejahteraan dunia dan akhirat. Tidak dibenarkan pengalokasian sumber daya untuk kebijakan tidak berdimensi substansi dan tidak untuk kepentingan rakyat.

10

Pengelokasian kebijakan fiskal mencakup sector individu dan sector public, yang kesemuanya harus sesuai dengan syari’ah, dan dalam konteks pemanfaatan sumber daya harus mempertimbangkan kepentingan generasi berikutnya. Dalam skala umum,...


Similar Free PDFs