Sejarah Ilmu Qira'at PDF

Title Sejarah Ilmu Qira'at
Author Q. Furqoniyah
Pages 19
File Size 286.8 KB
File Type PDF
Total Downloads 123
Total Views 585

Summary

A. Pendahuluan Al-Quran berperan sebagai kitab umat Islam sepanjang zaman, menjadi pedoman bagi kehidupan, juga pusat dari sumber keilmuan.Kemudian As-Sunnah sebagai penjelasan dari al-Quran. Dalam mengarungi beratnya kehidupan dengan tantangan zaman, kedua sumber ini kaya akan solusi dari segala ma...


Description

A. Pendahuluan Al-Quran berperan sebagai kitab umat Islam sepanjang zaman, menjadi pedoman bagi kehidupan, juga pusat dari sumber keilmuan.Kemudian As-Sunnah sebagai penjelasan dari al-Quran. Dalam mengarungi beratnya kehidupan dengan tantangan zaman, kedua sumber ini kaya akan solusi dari segala masalah kehidupan manusia, di dalamnya terdapat perintah dan larangan, juga ilmu yang berlimpah lainnya. Seperti yang telah diketahui bersama bahwa perintah yang pertama kali turun dalam ayat Al-Quran adalah “Iqro” yang artinya bacalah, karena membaca membuka wawasan dunia, dunia pemikiran, dunia penafsiran dan kajian keilmuan lainnya yang mana dengan luasnya ilmu dalam al-Qur‟an tersebut penjadi dasar bagi manusia untuk lebih memperdalam kajiannya.Dengan luasnya kajian ilmu dalam al-Qur‟an terdapat disiplin ilmu yang dinamakan Ulum-al-Qur‟andengan kata jama‟ dari „ilmu yaitu „Ulum‟ yang berarti „ilmu-ilmu‟ menandakan bahwa didalamnya terkandung begitu banyak ilmu yang dapat dikaji manusia, mencakup pelbagai cabang ilmu yang beraneka ragam. Seperti halnya di dalam ilmu hadist yang menaungi ilmu Rijalul Hadist, ilmu Jarh wa ta‟dil dan masih banyak lainnya, maka dalam ilmu al-Qur‟an pun memiliki ranting yang beragam, seperti ilmu tafsir, ilmu rasm utsmani, ilmu I‟jazul qur‟an, ilmu Qira‟atjuga ragam lainnya. Dalam pembahasan kali ini penulis ingin megkaji tentang disiplin ilmu qira‟at yang di tinjau dari aspek historis masa awal kodifikasi ilmu Qiro‟at ini di mulai. Al-Qur‟an diturunkan di jazirah Arab dengan Bahasa Quraisy dikarenakan bangsa Arab sendiri bermacam-macam suku, dan dari setiap sukunya memiliki dialek tersendiri, namun mereka menyepakati untuk menggunakan Bahasa Qurasy sebagai Bahasa bersama untuk berinteraksi dalam hal perdagangan ataupun mengunjungi Ka‟bah. Dan dari bermacam suku yang dimiliki bangsa Arab, maka tidak mengherankan jika al-Qur‟an-pun diturunkan dengan berbagai Bahasa yang mereka miliki untuk mempermudah masyarakat mempelajari dan memahami alQur‟an sesuai dengan lahjah atau dialek yang mereka miliki saat itu.

1

B. Sejarah Pentadwinan Ilmu Qira’at Eksistensi Ilmu Qira‟at sangatlah penting, karena sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa qira‟at ini bukanlah Ijtihadi para shohabi atau tabi‟in akan tetapi tauqifi yang langsung diberikan Allah kepada Rasul-Nya dan disandarkan pada sistem sanad. Dan sebelum pembahasan memasuki tahap kodifikasi ilmu Qiro‟at ini, perlu untuk diketahui hakikat ontology dari ilmu Qiro‟at sehingga pembahasan akan dimulai dari pengenalan akan ilmu tersebut secara singkat. Dan untuk mengetahui kapankah ilmu qira‟at ini mulai di bukukan hingga menjadi sebuah disiplin ilmu yang mandiri maka perlu untuk di ketahui awal kehadiran Qira‟at itu sendiri. Sehingga diperlukan untuk meninjau secara historis awal turunnya al-Qur‟an, karena mengkaji ilmu Qiro‟at tidak akan terlepas dari kajian awal turunnya al-Qur‟an hingga kodifikasinya. a. Definisi Ilmu Qiro‟at Dalam memahami arti dari Ilmu Qiro‟at perlu untuk meninjau beberapa definisi yang dipaparkan oleh para Ulama tetang ilmu tersebut.Secara etimologi lafadz Qiro‟at merupakan mashdar dari qoro‟ayang memiliki arti bacaan.Dan maksud qiro‟at disini adalah macam-macam bacaan al-Qur‟an. Apabila ditinjau dari segi terminologi terdapat banyak pendapat dari ulama dibukunya sesuai dengan paradigma yang dimiliki ulama tersebut, dan penulis akan memaparkan sebagian dari pengertian tersebut. Dalam kitabMabahits fi Ulum al-Qur‟an, Manna Qaththan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan ilmu qiro‟at adalah sebuah madzhab atau cara tertentu dalam pengucapan kalimat-kalimat al-Qur‟an yang dipilih oleh salah seorang imam qiro‟at yang berbeda dengan yang lainnya.1Manna Qaththan disini mengaitkan definisi qiro‟at yang mana diartikan dengan tata cara pengucapan atau membaca kalimat dalam al-Qur‟an dengan madzhab atau imam qiro‟at tertentu selaku pakar dari ilmu tersebut atau ia yang mempopulerkannya.

Manna‟ Khalil al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur‟an, (Riyadh; Mansyurat al-„Ashri al-Hadist, cetakan ke-2, 1990), hal. 170 1

2

Lain halnya dengan Nabil bin Muhammad Ibrahim yang membagi pengertian Qiro‟at yang dipaparkan para Ulama menjadi dua bagian, madzhab pertama mengatakan bahwa qiro‟at memiliki pengertian yang luas juga berupa himpunan hadits tentang kalimat-kalimat al-Qur‟an yang telah disepakati ataupun yang masih berselisih pendapat. Dan yang termasuk dalam madzhab ini adalah Ibnu Jazari, lalu Addimyathi, dan beberapa ulama lainnya. Madzhab kedua berpendapat bahwa pengertian qiro‟at terbatas pada kalimat-kalimat al-Qur‟an yang berselisih pendapat saja.2 Dan yang termasuk kedalam madzhab ini adalah Zarkasy dalam al-Burhan, definisi Qira‟at menurut al-Zarkasyi merupakan perbedaan lafal-lafal al-Qur'an, baik menyangkut hurufhurufnya maupun cara pengucapan huruf-huruf tersebut, sepeti takhfif, tasydid dan lain-lain.3 Dan Imam Jazari mengatakan bahwa definisi ilmu qira‟at adalah ilmu tata cara membaca kalimat al-Qur‟an dengan segala diferensiasinya sesuai dengan riwayat yang diikutinya.4 Maka dapat diketahui bahwa ilmu qira‟at ini adalah ilmu tetang bagaimana membaca al-Qur‟an dengan bermacam-macam bacaan meski ada ulama‟ yang mengatakan tentang madzhabnya atau tentang qira‟ah yang telah disepakati atau tidak namun dalam satu inti bahwa ilmu ini mengkaji cara baca alQur‟an yang bervariasi. b. Perkembangan Ilmu Qiro‟at Terdapat perbedaan tentang awal adanya qiro‟at, ada yang berpendapat bahwa turunnya di Makkah bersama dengan turunnya al-Qur‟an juga ada yang Nabil bin Muhammad Ibrahim Ali Isma‟il, Ilmu al-Qiro‟at-Nasy‟atuhu wa Tathowuruhu wa Atsaruhu fi Ulum al-Syar‟iyyah-, (Riyadh; Maktabah Attaubah, 2000, cet.1), hal.28 3 Zarkasy, Al-Burhan fi Ulum al-Qur‟an, (Kairo: Dar at-Turats), hal. 226 4 Disertasi „Abdullah bin Hamid bin Ahmad Assulaimani, Mushtalah al-Isyarat fi Qira‟ati al-Zawaid al-Marwiyah „An Tsiqat, hal. 34 2

3

berpendapat bahwa turunya di Madinah setelah hijrah, dan telah banyak yang masuk islam. Sehingga dibutuhkan qiroat yang beragam untuk mempermudah ummat islam dalam mempelajarinya. Namun Penulis akan merangkumnya dalam beberapa periode perkembangan ilmu Qira‟at ini. 1. Pada Masa Rasulullah Saw. Orisinilitas al-Qur‟an yang sangat terjaga tidak lepas dari proses turunnya al-Qur‟an yang secara gradual bukan langsung keseluruhannya sehingga mempermudah talaqiRasulullah

umat

dalam

mendapatkan

memahami wahyu

dan

dari

menghafalkannya.

Jibril,

begitu

pula

Secara Rasul

menyampaikannya kepada para sahabat yang di hafal dengat sangat cermat dan sempurna,5 apalagi dengan garansi dari Allah yang akan menjaga al-Qur‟an sendiri.6 Dan dalam masa penurunan al-Qur‟an ini meski disandarkan pada hafalan yang kuat milik Rasul dan sahabatnya, selain para sahabat terkadang menuliskan hafalannya pada daun atau pelapah dan lainnya, Rasul juga menunjuk beberapa sahabat yang dapat membaca dan menulis untuk menjadi sekretaris wahyu atau katibul wahyi yang bertugas melakukan dokumentasi al-Qur‟an dalam sebuah catatan dan melakukan pengecekan antara dokumentasi satu dengan yang lainnya.7 Dengan menyebarnya Islam di jazirah Arab maka al-Qur‟an berhadapan dengan pluralistik dalam sistem linguistik bangsa Arab, karena setiap kabilah akan memiliki dialek atau lahjat sendiri dalam pengucapan Bahasa kesehariannya. Seperti yang terjadi pada suku Tamim yang sering menggunakan vocal „e‟, lalu suku Hijaz yang cenderung melunakkan pelafalan huruf hamzah.Namun meski bangsa Arab memiliki banyak suku dan Bahasa mereka memiliki kesepakatan Wawan Djunaedi, Sejarah Qira‟at al-Qur‟an di Nusantara, (Jakarta: PustakaSTAINU cet. Kedua 2008), hal. 40 6 Terdapat dalam al-Qur‟an surah al-Hijr ayat 9 5

       

(Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya) 7 Wawan Djunaedi, Sejarah Qiro‟at al-Qur‟an di Nusantara, (Jakarta: PustakaSTAINU, cet. Kedua, 2008), hal. 41

4

untuk menggunakan Bahasa Quraisy sebagai Bahasa bersama, baik dalam hal perdagangan ataupun berhaji mengunjungi masjidil haram, juga interaksi antar suku.8Maka Allah menurunkan al-Qur‟an pada awalnya dengan Bahasa Quraisy yang menjadi common language bagi bangsa Arab. Namun seperti yang telah dipaparkan di atas, perbedaan Bahasa dari setiap suku tentu akan mempersulit mendalami al-Qur‟an, dan setelah meninjau kondisi sosial masyarakat akhirnya Rasulullah meminta kepada Allah agar tidak menurunkan al-Qur‟an dengan satu huruf saja. Permintaan Rasulullah ini dapat ditemukan dalam hadist;9

Dari Ubai bin Ka‟ab, dia berkata, “rasulullah saw, menjumpai Jibril sembari berkata, „Wahai Jibril, aku telah diutus kepada umat yang ummi (buta aksara). Di antara mereka ada yang sudah lanjut usia, hamba sahaya lelaki maupun perempuan, dan orang yang sama sekali tidak mengenal aksara.‟ Maka Jibril berkata, „Wahai Muhammad, sesungguhnya al-Qur‟an itu diturunkan dengan tujuh huruf.‟ Hingga akhirnya setiap kaum diizinkan untuk menggunakan bacaan yang menurut mereka mudah sebagaimana yang telah mereka gunakan seperti biasanya, baik dari segi idhar, idhghom, imalah, isymam, hamzah, mad,dan lainnya. Dan keseluruhan ini sanadnya disandarkan pada nabi Muhammad saw dan telah dikumpulkan oleh Utsman dalam sebuah mushaf.10

Manna‟ Khalil al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur‟an, hal. 156 Muhammad bin „Isa al-Turmudzi, Sunan al-Turmudzi, (Bairut: Dar Ihya‟ Turats alArabi, jilid V) hadits no. 2944, hal. 194 10 Zarkasy, Al-Burhan fi Ulum al-Qur‟an, hal. 227 8

9

5

Namun Tujuh Huruf atau Sab‟atu Ahruf dan Qiro‟ah Sab‟ah disini berbeda, banyak yang salah dalam memahami kedua hal ini.Beberapa kaum berpendapat bahwa dua hal tersebut sama, akan tetapi berbeda.11 Jika sab‟atu ahruf makna dan definisinya banyak ulama‟ yang berbeda pendapat tentangnya, namun dapat disimpulkan dengan tujuh wajah diturunkannya al-Qur‟an dan salah satunya adalah huruf diturunkannya al-Qur‟an dalam tujuh Bahasa bangsa Arab saat itu, lafadz yang berbeda namun tetap satu makna yang menjadi keringanan bagi hamba-Nya hingga jika mereka tidak dapat mengucapkan al-Qur‟an seperti yang pertama diturunkan maka mereka dapat memilih untuk membaca mana yang mudah baginya.12 Sedangkan qiro‟ah sab‟ah sebagaimana yang telah disebutkan pada pengertian awal ilmu ini bahwa Qiro‟at adalah madzhab dalam membaca alQur‟an yang bermacam-macam. Apabila Sab‟ah Ahruf muncul sejak masa Rasulullah saw, maka qiro‟at sab‟ah dikenal luas pada awal abad ke-3 H, di masa khalifah al-Ma‟mun, dan dipopulerkan oleh Ibnu Mujahid,Lalu sab‟ah ahruf adalah embrio dari disiplin ilmu qiro‟at.13 Sederhananya bila sab‟ah ahruf adalah sebuah tulisan maka qiro‟at sab‟ah adalah bermacam cara membacanya.Dan tetap ada kaitan di antara keduanya yang mana Qira‟at adalah bagian dari ahruf sab‟ah namun bukan keseluruhannya.14 Maka pada dasarnya ilmu qira‟ah ini sudah ada sejak zaman Rasulullah Saw, hanya saja terbatas pada para sahabat yang menekuni bacaan tersebut mempelajarinya hingga mengajarkannya. Dengan keingintahuan sahabat akan ayat yang turun selanjutnya mereka menghafalkannya hingga membacakannya di hadapan Nabi untuk disimak.15

11

Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah, Al madkhol li Dirosati al-Quran al-Karim, (kairo, Maktabah Sunnah, 2002), hal.196 12 Ibnu „Aqilah al-Makki, Al-Ziyadah wal Ihsan fi Ulum al-Qur‟an, (Uni Emirat Arab, Markaz Buhuts wa dirosah, 2006) hal.491 13 Wawan Djunaedi, Sejarah Qiro‟at….hal. 35 14 Disertasi „Abdullah bin Hamid bin Ahmad Assulaimani, Mushtalah al-Isyarat fi Qira‟ati al-Zawaid al-Marwiyah „An Tsiqat, hal. 27 15 Rusydie Anwar, S. Thi, Pengantar Ulumul Qur‟an dan Ulumul Hadits, (jogja: penerbit Diva, Cet. Pertama), hal. 133

6

2. Pada Masa Sahabat Dalam pengkajian qira‟at pada masa ini maka tidak bisa lepas dari awal pengumpulan al-Qur‟an untuk diasatukan dalam sebuah mushaf pada zaman Abu Bakar dan Utsman.Setelah Rasulullah wafat, banyak nabi palsu yang bermunculan hingga Abu Bakar harus memerangi para nabi palsu dan orang-orang yang murtad, sehingga perang Yamamah-pun tak terelakkan. Dan konsekuensi yang didapat dari peperangan ini adalah banyaknya para penghafal al-Qur‟an yang harus syahid di medan tempur. Berawal dari sinilah Umar bin Khatab memiliki keinginan untuk mengkodifikasi al-Qur‟an dalam satu bundel, demi menjaga agar tidak hilang bersama gugurnya para penghafal al-Qur‟an. namun ide ini belum di setujui oleh khalifah Abu Bakar karena dinilai sangat berani, hingga Allah membukakan hatinya bahwa ini adalah pilihan yang terbaik. Maka dimulailah proyek besar ini dengan menunjuk Zaid bin Tsabit sebagai pemimpin. Karena ia juga pernah menjadi sekretaris wahyu Rasulullah, dan muda juga memiliki hafalan yang kuat.16 Lalu dengan proses yang ketat dan cermat sejarah baru terukir dengan tersusunnya al-Qur‟an yang menghimpun semua jenis qira‟at. Dan al-Qur‟an yang telah tersusun sistematis itu di simpan di kediaman Abu Bakar Ash-Shidiq ingga beliau meninggal, lalu berpindah kepada Umar.Pada saat itu semua memahami diferensiasi yang terjadi pada qira‟at al-Qur‟an karena mereka percaya bahwa seluruh sumbernya dari Rasulullah. Dan tidak dapat dipungkiri bagi beberapa umat muslim yang tidak sempat hidup di zaman Rasulullah mulai terusik jiwanya dengan perbedaan qira‟at tersebut.Namun hal tersebuat hanya tentang mana yang lebih fashih antara satu dan yang lainnya.17 Dan kondisi mulai parah saat perdebatan itu mulai membuat mereka saling menyalahkan. Dan ini memacu khalifah „Utsman untuk membuat satu mushaf master yang akan menjadi rujukan utama kaum muslimin. Dan mushaf ini

16 17

Manna‟ KhalilQaththan, hal. 125 Manna‟ KhalilQaththan, hal. 128

7

akanmereprentasikan diferensiasi qira‟at. Sehingga berbeda dengan mushaf Abu Bakar yang menghimpun keseluruhan qira‟at.18 Dan demi persatuan umat maka dibentuklah sebuah tim yang akan menyusun mushaf yaitu Zaid bin Tsabit, „Abdullah bin Zubair, Sa‟id bin al-„Ash dan „Abdurrahman bin al-Harits. Dengan meminjam mushaf yang tersusun pada masa Abu Bakar kepada Hafshah putri Umar untuk dijadikan panduan dalam penyusunan ulang. Dan telah disepakati mushaf akan ditulis dengan Bahasa awal turunnya al-Qur‟an yaitu Bahasa Quraisy, selama tidak ada perbedaan presepsi antar anggota tim.19 Dan kesuksesan tim ini menghasilkan beberapa kopi mushaf al-Qur‟an yang disebut sebagai mushaf „Utsmani. Dengan jumlah yang masih diselisihkan namun yang paling masyhur adalah lima ekslempar. Dari penampilan fisik tidak ada perubahan berarti pada mushaf ini karena sama seperti mushaf Abu Bakar mushaf ini juga tidak di beri tanda dalam penulisannya baik harakat ataupun titik. Namun jika mushaf Abu Bakar menghimpun keseluruhan qira‟at tidak dengan mushaf „Utsmani yang hanya memuat satu wajah qira‟at saja. Dengan harapan tidak akanada perselisihan lagi masalah perbedaan qira‟at apalagi sampai saling mengkafirkan. Dalam penghimpunan ini bukan berarti „Utsman menghapuskan qira‟at yang lain, sementara qira‟at ini adalah bagian dari al-Qur‟an, dan itu tidak mungkin dilakukan karena sama saja menghilangkan setengah bagian al-Qur‟an. Namun dengan ditulisnya al-Qur‟an kali ini sama dengan penulisan pada masa Abu Bakar yaitu tanpa titik, atau harakat menjadikan Qur‟an dapat di baca dengan berbagai macam bacaan, maka Qira‟at pun tetap terjaga.20 Kawasan yang menerima kiriman mushaf ini adalah, Mekah, Syam, Bashrah, Kufah dan Madinah. Sengaja ditinggalkan satu di Madinah untuk dijadikan rujukan umat muslim disana juga sebagai arsip negara, sehingga mushaf itu dinamakan mushaf al-imam. Dan khalifah tidak hanya mengirimkan kopian mushaf begitu saja, akan tetapi mengirimkan seorang muqri‟ atau ahli qira‟at di Abi Thohir, al-Unwan fi al-Qiro‟at as-Sab‟a, (Saudi: Jami‟ah Ummul Qura) Hal. 18 Wawan Djunaedi, Sejarah Qira‟at al-Qur‟an di Nusantara, hal. 51 20 Disertasi „Abdullah bin Hamid bin Ahmad Assulaimani, Mushtalah al-Isyarat fi Qira‟ati al-Zawaid al-Marwiyah „An Tsiqat, hal. 37 18

19

8

setiap mushaf yang dikirim, yang telah kompeten dan memiliki carabaca yang sama dengan mushaf yang dikirimkan.21 Pendistribusian mushaf ke banyak kawasan inilah yang menjadi factor utama terbentuknya madzhab-madzhab qira‟at di beberapa kawasan Islam. Dan menjadi cikal bakal lahirnya imam qira‟at yang dipopulerkan oleh Ibnu Mujahid sebagai imam qira‟at sab‟ah. 3. Kodifikasi Qira‟at Sebagai Sebuah Ilmu. Ketika tiba pada generasi tabi‟in di awal abad ke-2 H, beberapa orang mulai memiliki ketertarikan pada bidang ilmu qira‟at seingga memfokuskan perhatiannya akan ketepatan qira‟ah dengan seksama. Dan mulai menjadikan qira‟at ini disiplin ilmu sebagaimana ilmu-ilmu syari‟ah lainnya, dan mulailah umat islampun merasa membutuhkannya hingga banyak yang mempelajarinya. Dan kehadiran ilmu qira‟at ini tidak hanya fokus pada kawasan islam saja namun tersebar kebeberapa distrik lainnya.22 Seperti di Madinah muncul tokoh qira‟at bernama Abu Ja‟far Yazid bin al-Qa‟qa‟ dan Nafi‟ bin Abdurrahman bin Nu‟aim, lalu di Makah muncul seorang bernama „Abdullah bin Ibnu Katsir dan Humaid bin Qais al-A‟raj, dan di Kufah terdapat qari‟ bernama „Ashim bin Abi al-Najud, dan Sulaiman A‟masy, lalu Hamzah, lalu Kasa‟i, dan dari daerah Bushra ada „Abdullah bin Abi Ishaq, „Isa bin „Amr, Abu „Amr, „Ashim al-Jahdari, dan Ya‟qub al-Hadhrami, dan di wilayah Syam terdapat „Abdullah bin „Amir, Isma‟il bin „Abdullah, Yahya bin Harits, dan Syuraih bin Yazid al-Hadhrami.23 Kajian ini mulai berkembang menjadi sebuah disiplin ilmu saat abad ke-3 dimulai dimana seorang ulama‟ bernama Abu „Ubaid al-Qasim bin Sallam (224 H) mengkodifikasikan ilmu qira‟at dengan menghimpun qira‟at dari 25 orang perawi ini dalam sebuah buku yang berjudul al-Qira‟at, yang berisi bahasan khusus tentang ilmu qira‟at.24 Lalu kegiatan penulisan ini semakin marak hingga Wawan Djunaedi, Sejarah Qira‟at al-Qur‟an di Nusantarahal. 54 Wawan Djunaedi, Sejarah Qira‟at.. hal. 56 23 Manna‟ Kholil Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur‟an, hal. 171 24 Rusydie Anwar, S. Thi, Pengantar Ulumul Qur‟an dan Ulumul Hadits ,hal. 133

21 22

9

bermunculan para penulis dalam bidang qira‟at dengan menghimpun bacaan Imam Lima yaitu Ahmad bin Jubair al-Kufi, ada pula yang menghimpun 20 bacaan yaitu Isma‟il bin Ishaq al-Maliki, ada pula Ibnu Jarir al-Thobari. Dan kegiatan ini pun meningkat dari tahun ke tahun.25 Namun banyak nya qira‟at yang terbentuk dan tersebar di negeri Islam memunculkan keresahan dalam hati banyak kalangan, terutama orang yang masih awam.Karenanya sebagian ahli qira‟at ingin menyeleksi qira‟at yang tersebar dengan sebuah rambu-rambu yang patut di anggap shahih.Rambu atau syarat yang dimaksud adalah pertama harus mutawatir, dan masyhur dikalangan ahli qira‟at.Kedua harus sesuai dengan rasm Utsmani, dan yang ketiga adalah harus sesuai dengan kaidah Bahasa Arab.26 Sampai saat itu terminologi ahruf sab‟ah belum muncul, hingga seorang ahli qira‟at dengan reputasi yang sangat bagus muncul yaitu Abu Bakar Ahmad bin Musa bin al-„Abbas bin Mujahid (w. 324 H/ 935 M),27 ia menyederhanakan bacaan dari imam-imam paling berpengaruh di setiap negeri Islam hingga terpilihlah tujuh imam yang mewakili setiap daerah, yaitu;28 1. Dari Madinah: Imam Nafi‟ bin Abi Nu‟aim al-Ashfihani (w. 169 H) 2. Dari Makah: „Abdullah bin Katsir al-Makki (w. 120 H) 3. Dari Bashrah: Abu „Amr al-Bashri (w. 154 H) 4. Dari Syam: „Abdullah bin „Amr al-Syami (w. 118 H) 5. Dari Kufah: terpilih tiga imam, „Ashim bin Abi al-Najud (w. 127 H) 6. Dari Kufah: Hamzah bin Habib al-Zayat (w. 156 H) 7. Dari Kufah: „Ali bin Hamzah al-Kisa‟i (w. 198 H) Bacaan para imam itu di himpun dalam sebuah buku yang dinamakan “alSab‟ah”, dan karya ini juga menuai pro dan kontra. Bagi yang pro mereka mengikuti gagasan Ibnu Mujahid ini dengan cara menghimpun bacaan Imam

Wawan Djunaedi,Sejarah Qira‟at..hal. 57 Ibnu al-Jazari, Thayyibah al-Nasyr fi al-Qira‟at al-„Asyr, (Madinah: Maktabah Dar alHuda, 2000), hal. 32 27 Wawan Djunaedi, Sejarah Qira‟at... hal. 58 28 Kholid Muhammad a...


Similar Free PDFs