Struktur Jiwa dalam Islam PDF

Title Struktur Jiwa dalam Islam
Author Savira Puspita
Course Psikologi Agama
Institution Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Pages 23
File Size 514.7 KB
File Type PDF
Total Downloads 31
Total Views 127

Summary

STRUKTUR JIWA DALAM ISLAMMakalah ini dibuat untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Islam dan Psikologi Dosen Pengampu: Prof. Dr. Abdul Mujib, M., MDisusun Oleh: Kelompok 1 Qory Mutia Nursaid 11180700000015 Andini Salsabilla 11180700000018 Azkia Dhea Kamila 11180700000025 Salsabila Shafa 111807000001...


Description

STRUKTUR JIWA DALAM ISLAM Makalah ini dibuat untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Islam dan Psikologi

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag., M.Si

Disusun Oleh: Kelompok 1 Qory Mutia Nursaid

11180700000015

Andini Salsabilla

11180700000018

Azkia Dhea Kamila

11180700000025

Salsabila Shafa

11180700000106

Inka Maulidah

11180700000180

Ana Nabila Firdaus

11180700000181

Kelas 7B

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020

KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan kepada Allah Swt. yang telah memberikan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Struktur Jiwa dalam Islam ” untuk memenuhi tugas mata kuliah Islam dan Psikologi. Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Penulis mengakui bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, maka dari itu kami berharap kepada pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang membangun untuk makalah ini.

Jakarta, 11 Oktober 2020

Penyusun

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 1 1.3 Tujuan............................................................................................................................... 1 BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 2 2.1 Struktur Manusia ............................................................................................................. 2 2.2 Perbandingan Struktur Jiwa dalam Psikologi Islam dan Psikologi Barat Kontemporer 11 2.3 Pengertian Kepribadian dalam Islam ............................................................................. 13 2.4 Ruang Lingkup Pembahasan Psikologi Kepribadian Islam ........................................... 14 BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 19 3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 19 DAFTAR PUSTAKA

iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dianggap sebagai Khalifah di muka bumi ini, sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Quran bahwa manusia adalah makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh Allah SWT. Dalam Al-Quran menjelaskan bahwa manusia berasal dari tanah. Allah menciptakan struktur manusia dalam bentuk potensial, struktur itu tidak secara otomatis bernilai baik atau buruk. Hal ini sangat tergantung dengan pilihan manusia dalam mengaktuliasasikan struktur tersebut, yang mana pilihan itu menjadi tanggung jawab di akhirat kelak. Maka dari itu, aktualisasi struktur ini yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya, serta yang menjadikan manusia sebagai Khalifah di bumi ini. Dalam mengupayakan potensi potensi struktur manusia terdapat dinamika proses serta variabel variabel yang mempengaruhi. Pendekatan Islam memandang dinamika tersebut dibagi menjadi tiga dimensi yakni, al-jismiah, al-nafsiyah dan al-ruhaniah. Pandangan ini sesuai dengan istilah istilah mengenai manusia di Al-Quran yang mengacu aspek fisik maupun psikis secara totalitas. Namun seiring munculnya beragam paradigma, metodologi dan konsep, terdapat tiga pendekatan psikologi besar yang mempengaruhi yakni, pendekatan psikoanalisa, behaviourisme, dan humanisme. Pendekatan ini sangat mempengaruhi kajian mengenai perilaku dan kejiwaan manusia, meskipun terdapat banyak kekurangan dalam masing masing pendekatan. Oleh karena itu, kami ingin membahas mengenai struktur manusia dan kepribadian dalam pendekatan Psikologi Islam. 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa saja struktur manusia dalam pendekatan Psikologi Islam? 2. Bagaimana perbandingan struktur manusia dalam pendekatan Psikologi Islam dengan Psikologi Barat Kontemporer? 3. Apa pengertian dari kepribadian dalam Psikologi Islam? 4. Bagaimana ruang lingkup kepribadian dalam Psikologi Islam? 1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui struktur manusia dalam pendekatan Psikologi Islam. 2. Untuk memahami perbandingan struktur manusia dalam pendekatan psikologi Islam dengan Psikologi Barat Kontemporer. 3. Untuk memahami definisi kepribadian dalam Psikologi Islam. 4. Untuk mengetahui ruang lingkup kepribadian dalam Psikologi Islam. 1

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Struktur Manusia Menurut al-Zarkalî, studi tentang diri manusia dapat dilihat melalui tiga sudut, yaitu: 1.

Jasad (fisik); apa dan bagaimana organisme dan sifat-sifat uniknya.

2.

Jiwa (psikis); apa dan bagaimana hakikat dan sifat-sifat uniknya.

3.

Jasad dan jiwa (psikofisik); berupa akhlak, perbuatan, gerakan, dan sebagainya. Ketiga kondisi tersebut dalam terminologi Islam lebih dikenal dengan term al-jasad, al-

rûh, dan al-nafs. Jasad merupakan aspek biologis atau fisik manusia, roh merupakan aspek psikologis atau psikis manusia, dan nafs merupakan aspek psikofisik manusia yang merupakan sinergi antara jasad dan roh. 2.1.1. Struktur Jism (Jasmani) Jism adalah aspek diri manusia yang terdiri atas struktur organisme fisik. Setiap alam biotik-lahiriah memiliki unsur material yang sama, yakni terbuat dari unsur tanah, api, udara, dan air. Manusia merupakan makhluk biotik yang unsur-unsur pembentukan materialnya bersifat proporsional antara keempat unsur tersebut, sehingga manusia disebut sebagai makhluk yang terbaik. Firman Allah Swt. dalam Q.S. Al-Tin ayat 4 disebutkan, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” Keempat unsur diatas merupakan materi yang abiotik (tidak hidup). Ia akan hidup jika diberi energi kehidupan yang bersifat fisik (thâqah al-jismiyyah). Energi kehidupan ini lazimnya disebut dengan nyawa, karena nyawa manusia hidup. Ibn Maskawih menyebut energi tersebut dengan al-hayâh (daya hidup). Sedangkan al-Ghazali menyebutnya dengan al-rûh jasmaniyyah (ruh material). Nyawa atau daya hidup manusia telah ada sejak adanya sel-sel seks pria (sperma) dan wanita (ovum). Sperma dan ovum itu hidup dan kehidupannya mampu menjalin hubungan sehingga terjadilah benih manusia (embrio). Dengan begitu, maka nyawa (al-hayat) berbeda dengan al-rûh, sebab al-hayat ada sejak adanya sel-sel kelamin, sedang al-rûh ada setelah embrio berusia empat bulan dalam kandungan (HR al-Bukhari dan Ahmad ibn Hambal). Nyawa dimiliki oleh hewan dan manusia, sedangkan roh hanya dimiliki manusia. Kematian alhayat tidak berarti kematian al-rûh, sebab al-rûh selalu hidup sebelum dan sesudah adanya nyawa manusia. Roh bersifat substansi (jawhar), sedang nyawa merupakan sesuatu yang baru datang (‘aradh) bersamaan adanya tubuh.

2

Daya hidup pada diri manusia memiliki batas yang disebut sebagai ajal. Apabila batas energi telah habis, tanpa sebab apa pun manusia akan mengalami kematian (al-mawt). Jasad memiliki natur tersendiri. Diantaranya: 1.

Dari alam ciptaan (al-khalq), yang memiliki bentuk, rupa, berkualitas, berkadar, bergerak dan diam, serta berjasad yang terdiri dari beberapa organ (al-Farabi).

2.

Dapat bergerak, memiliki rasa, berwatak gelap dan kasar, dan tidak berbeda dengan benda-benda lain (al-Ghazalî).

3.

Komponen materi (Ibn Rusyd).

4.

Sifatnya material yang hanya dapat menangkap satu bentuk yang konkret, dan tidak dapat menangkap yang abstrak.

5.

Naturnya indrawi, empirik, dan dapat disifati.

2.1.2. Struktur Roh Roh merupakan substansi (jawhar) psikologis manusia yang menjadi esensi keberadaannya, baik di dunia maupun di akhirat. Hal itu berbeda dengan psikologi kepribadian Barat yang hanya menerjemahkan roh dengan spirit yang accident (‘aradh). Pendapat para ahli tentang hakikat roh dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu: 1.

Materialisme. Roh tidak bersifat rohani, sebab roh adalah ‘aradh (sifat yang baru

datang). Jika badan hancur maka roh pun ikut lenyap. Roh menjalar ke seluruh tubuh manusia yang menjadikan kehidupan, gerak, merasa, dan berkehendak. 2.

Spiritualisme (roh merupakan substansi yang bersifat rûhani dan tidak bersifat

jasmani). Mazhab ini menyatakan bahwa roh itu adalah jawhar rûhani (substansi yang bersifat rohani). 3.

Gabungan (materialisme-spiritualisme). Roh merupakan kesatuan jiwa (al-nafs) dan

badan. Kematian jasad bukan berarti kematian roh. Roh masuk pada tubuh manusia ketika tubuh tersebut siap menerimanya. Menurut hadis Nabi, kesiapan itu ketika manusia berusia empat bulan dalam kandungan (HR Al-Bukhari dan Ahmad ibn Hambal). Pada saat inilah roh berubah sifat dan bernama al-nafs . Roh hidup sebelum tubuh manusia ada (Q.S. Al-A’raf: 172, AlAhzab: 72). Sayid Husen Naser menyatakan bahwa ayat tersebut berkaitan dengan asrâr alast (rahasia alastu) yang mana Allah SWT telah memberikan perjanjian ketuhanan kepada roh manusia.

3

Secara teoritis, roh manusia terbagi atas dua bagian: 1.

Roh yang masih murni berhubungan dengan zatnya sendiri, disebut dengan roh al-

munazzalah. Roh ini merupakan potensi rohaniah yang diturunkan secara langsung dari Allah kepada diri manusia. Potensi ini diciptakan di alam imateri (‘alam al-arwâh) atau di alam perjanjian (‘alam al-mitsâq aw ‘alam al-‘ahd) 2.

Roh yang berhubungan dengan jasmani, disebut dengan al-ghârizah, atau nafsaniah.

Apabila rohani al-ghârizah lupa akan dirinya, maka roh al-munazzalah dalam memberi peringatan. 2.1.3.

Struktur Nafs Istilah nafs dalam Al-Qur’an memiliki banyak makna. Achmad Mubarak dengan metode

tematiknya, menyebutkan tujuh makna nafs, yaitu: 1.

Nafs berarti diri atau seseorang (Q.S. Ali Imran: 61, Yusuf: 54, Al-Dzariyat: 21).

2.

Nafs berarti diri Tuhan (Q.S. Al-An’am: 12, 54).

3.

Nafs berarti person sesuatu (Q.S. Al-Furqan: 3, Al-An’am: 130).

4.

Nafs sebagai roh (Q.S. Al-An’am: 93)

5.

Nafs sebagai jiwa (Q.S. Al-Syams: 7, Al-Fajr: 27).

6.

Nafs sebagai totalitas manusia, yang memiliki dimensi jiwa dan raga (Q.S. Al-Maidah: 32, Al-Qashash: 19, 33).

7.

Nafs sebagai sisi dalam manusia yang melahirkan tingkah laku (Q.S. Al-Ra’du: 11, AlAnfal: 53). Dalam konteks ini, nafs memiliki arti psikofisik manusia, yang mana komponen jasad

dan roh telah bersinergi. Dalam hadis riwayat Imam al-Bukhari dan Imam Ahmad ibn Hambal, sinergi dua komponen itu terjadi ketika janin usia empat bulan dalam kandungan: “Sesungguhnya salah satu diantara kuliah diciptakan dalam perut ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk nuthfah, lalu empat puluh hari lagi menjadi ‘alaqah (segumpal darah),dan empat puluh hari menjadi mudhgah. Kemudian Allah menyuruh malaikat untuk menulis empat perkara, yaitu amal, rizki, ajar, celaka-bahagianya, kemudian roh ditiupkan ke dalamnya.” (HR al-Bukhari dari ‘Abd Allah). Al-Ghazali lebih lanjut menjelaskan proses penciptaan daya nafsaniah. Penjelasan itu berdasarkan ayat berikut ini:

฀ ْ ْ ‫ ْم َع َو‬฀َ‫وح َ ِهۦ ۖ َجوَع َل لَكُ ُم ٱلس‬ َ ْ ْ ‫ص َر َو‬ َ‫ ا تَ ْشكُ ُرون‬฀‫ٱل ِفْدَـةَ ۚقَل اِيل َم‬ ِ ‫ر‬฀ُ ‫وىٰ ُه َ ون َف َخ فِي ِه مِن‬฀ََ‫ س‬฀َ‫ثُم‬ َ ٰ ‫ٱل َ ْب‬

4

Artinya: “Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh) nya roh (ciptaan) Nya. Dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi kamu sedikit sekali bersyukur.” (Q.S. Al-Sajdah: 9). Menurut Al-Ghazali, ayat tersebut memiliki tiga proses penciptaan manusia, yaitu: 1.

Taswiyyah, aktivitas yang dilakukan pada tempat penerimaan roh, yaitu tanah (al-thîn) bagi Adam dan air mani (al-nuthfah) bagi anak cucunya.

2.

Nafkh,

3.

Rûh, substansi abadi yang bukan baru datang (‘aradh), sebab ia mampu mengenal dirinya sendiri dan Penciptanya, serta memahami hal-hal yang masuk akal. Nafs adalah potensi yang terikat dengan hukum yang bersifat jasad-rohani (psikofisik)

manusia dan secara inherent telah ada sejak manusia siap menerimanya, yaitu usia empat bulan dalam kandungan. Semua potensi yang terdapat pada daya ini bersifat potensial, tetapi ia dapat mengaktual jika manusia mengupayakan. Setiap komponen yang ada memiliki daya-daya laten yang dapat menggerakkan tingkah laku manusia. Aktualitas nafs ini merupakan citra kepribadian manusia dan dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya faktor usia, pengalaman, pendidikan, pengetahuan, lingkungan dan sebagainya. Nafs memiliki potensi gharizah. Gharizah dalam arti etimologi berarti insting, naluri, tabiat, perangai, kejadian, laten, ciptaan, dan sifat bawaan. Sedangkan menurut terminologi dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: pertama, pengertian untuk semua spesies biotik, seperti tumbuhan, hewan, dan manusia. Menurut J.P. Chaplin, insting adalah suatu reaksi yang kompleks dan tidak dipelajari (terlebih dahulu) yang menjadi sifat khas suatu spesies. Kedua, pengertian khusus untuk spesies manusia, tetapi orientasinya pada gejala somatik (jasmaniah). Menurut Freud, insting merupakan bagian dari struktur Id. Insting adalah perwujudan psikologis dari sumber rangsangan somatik yang dibawa sejak lahir. Perwujudan psikologisnya disebut dengan hasrat (wish), sedangkan rangsangan jasmaniahnya darimana hasrat itu muncul disebut kebutuhan (need). Ketiga, orientasinya pada gejala kejiwaan. Menurut F. Khan, insting adalah nafsu asli yang menjadi tenaga pendorong bagi kepribadian manusia. Sedang Mac Dougall menyebut insting dengan keadaan pembawaan yang menjadi pendorong/sebab (motif) bagi timbulnya perbuatan, sikap, dan ucapan bagi manusia.

5

Nafs memiliki beberapa daya dan natur. Tetens dan Kant menyatakan trichotomi kejiwaan manusia, yaitu (1) kognisi yang berhubungan pengenalan, (2) emosi yang berhubungan dengan perasaan, dan (3) konasi yang berhubungan dengan kemauan. Senada dengan pendapat tersebut, Ki Hajar Dewantara mengemukakan daya kejiwaan manusia dengan istilah cipta (kognisi), rasa (emosi), dan karsa (konasi). Pembagian nafsani manusia adalah : 1. Qalbu Qalbu (al-qalb) merupakan salah satu daya nafsani. Dalam psikologi kontemporer, kata qalbu sering digunakan untuk makna al-syu’ur (emosi), yaitu perasaan uang disadari atau diketahui. Al-Ghazali melihat qalbu dari dua aspek, yaitu: a.

Qalbu Jasmaniah merupakan segumpal daging yang berbentuk seperti jantung pisang yang terletak di dalam dada sebelah kiri tubuh manusia

b.

Qalbu Rohani merupakan sesuatu yang bersifat lathif (halus), rabbani, berhubungan dengan qalbu jasmani, dan merupakan esensi dari manusia. Setiap nafsani memiliki komponen fisik dan psikis. Komponen fisik tercermin di dalam

qalbu jasmani sedangkan komponen psikis tercermin di dalam qalbu rohani. Qalbu jasmani merupakan jantung (heart) yang menjadi pusat jasmaninya manusia dan berfungsi sebagai pusat peredaran serta pengaturan aliran darah. Apabila fungsi ini berhenti, maka ajal (batas) kehidupan manusia selesai dan terjadi apa yang disebut dengan kematian. Selain itu, qalbu jasmani tidak hanya dimiliki oleh manusia tetapi dimiliki oleh makhluk bernyawa lainnya seperti binatang. Sedangkan qalbu rohani hanya dimiliki oleh manusia saja, yang menjadi pusat kepribadiannya. Meskipun jantung bersifat fisik, namun berkaitan erat dengan kondisi psikologisnya. Apabila kondisi psikologis seseorang normal, maka ia berdetak secara teratur. Namun apabila kondisi psikologisnya terlalu senang atau terlalu sedih maka frekuensi denyutnya akan lebih cepat bahkan dapat menghambat pernafasan manusia. Qalbu rohani memiliki dua karakteristik khusus, diantaranya : a.

Memiliki insting yang disebut dengan al-nur al-ilahi (cahaya ketuhanan) dan albashirah al-bathinah (mata batin) yang memancarkan keyakinan dan keimanan

b.

Diciptakan oleh Allah sesuai dengan fitrah asalnya dan memiliki kecenderungan menerima kebenaran dari Allah SWT

6

Dari kedua karakteristik ini, maka qalbu rohani berfungsi sebagai pemandu, pengontrol, dan pengendali semua tingkah laku yang dilakukan manusia. Apabila qalbu rohani ini berfungsi secara baik, maka kehidupan manusiapun akan menjadi baik dan sesuai dengan fitrah aslinya karena qalbu rohani memiliki natur ilahiyyah atau rabbaniyah. Dengan natur ini, maka manusia tidak sekedar mengenal lingkungan fisik dan sosialnya saja, melainkan mampu mengenal lingkungan spiritual, ketuhanan, dan keagamaan. Sabda Nabi Muhammad SAW, yang artinya “Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Apabila ia baik, maka semua tubuhakan menjadi baik. Tetapi, apabila ia rusak maka semua tubuh menjadi rusak pula. Dan itu merupakan qalbu” (HR.al-Bukhori dari Nu’man ibn Basyir). Sedangkan Al-Ghazali berpendapat bahwa qalbu diciptakan untuk memperoleh kebahagiaan akhirat. Tanpa qalbu maka indra manusia tidak akan memperoleh puncak persepsi, teutama persepsi spiritual. Qalbu memiliki dua daya insani yaitu daya indrawi seperti pendengaran dan penglihatan, serta daya psikologis seperti kognisi, emosi, dan konasi. Daya indrawi qalbu berbeda dengan daya indrawi biologis. Qalbu mampu mendengar dengan suara hati, melihat dengan mata hati dan berbicara dengan kata hati. Daya psikologis emosi (al-infi’ali) qalbu sebagai daya yang paling dominan diantara yang lain karena menimbulkan daya rasa. Daya emosi qalbu dalam Al-qur’an maupun Al-Sunnah ada yang positif seperti percaya (iman), tulus (ikhlas), dan senang) serta ada juga yang negatif seperti benci, sedih, ingkar (kufr), dan mendua (nifaq). Daya psikologis qalbu lainnya adalah konasi yang dapat membuat manusia beraksi, berusaha, dan berbuat. Sumber konasi qalbu adalah sinergi pikiran hati, kemauan, dan kemampuan. Oleh karenanya, sebagai pusat kepribadian manusia maka qalbu harus sehat, sebab apabila qalbu sakit maka seluruh kepribadian manusiapun mengalami kesakitan. 2. Aqal Secara etimologi, aqal memiliki arti al-ribath (ikatan), al-imsak (menahan), al-nahi (melarang), dan ma’nu (mencegah). Orang yang disebut berakal (al-‘aqil) adalah mereka yang mampu menahan dan mengikat hawa nafsunya. Aqal juga merupakan bagian dari daya nafsani manusia yang memiliki dua makna, yaitu : a.

Aqal jasmani, merupakan salah satu organ anggota tubuh yang terletak di kepala dan sering disebut otak.

b.

Aqal rohani, merupakan cahaya rohani dan daya nafsani yang dipersiapkan untuk memperoleh pengetahuan (al-ma’rifah) dan kognisi (al-mudrikat).

7

Aqal diartikan sebagai energi yang mampu memperoleh, menyimpan, dan mengeluarkan pengetahuan dan merupakan kesehatan fitrah yang memiliki daya-daya pembeda antara hal baik dan buruk. Dapat dikatakan juga bahwa aqal merupakan daya berpikir manusia untuk memperoleh pengetahuan yang bersifat rasional serta dapat menentukan hakikatnya. Al-Ghazali berpendapat bahwa aqal memiliki beberapa fungsi dan aktivitas, diantaranya : a.

Al-Nazhar, secara bahasa memiliki arti mempertimbangkan, memperhatikan, dan melihat. Secara istilah berarti daya aqal yang mencapai penglihatan reflektif untuk mencapai berbagai kesimpulan yang konkret. Al-Nazhar biasanya menggunakan alat bantu indra mata yang berhubungan dengan fenomena empris.

b.

Al-Tadabbur, daya aqal yang dapat memperhatikan sesuatu secara teratu...


Similar Free PDFs