Tauhid Kebudayaan.pdf PDF

Title Tauhid Kebudayaan.pdf
Author Ahe joko riyanto
Pages 11
File Size 1000.2 KB
File Type PDF
Total Downloads 428
Total Views 905

Summary

Oleh : Joko Riyanto Prodi : Aqidah dan Filsafat Islam, UIN Sunan Kalijaga Alamat : Kandang Babi Progresif A. Pengertian dan Ruang lingkup Secara etimologis tauhid merupakan masdhar dari kata wahada yang artinya satu/esa. Sedangkan secara terminologis tauhid adalah suatu bentuk keyakinan paling terti...


Description

Accelerat ing t he world's research.

Tauhid Kebudayaan.pdf Ahe joko riyanto

Related papers BUKU GURU ILMU KALAM X MA SYAIFUL ISLAM Pendekat an Saint ifik Kurikulum 2013 ANKER Official BUKU SISWA ILMU KALAM X MA SYAIFUL ISLAM

Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

Oleh : Joko Riyanto Prodi : Aqidah dan Filsafat Islam, UIN Sunan Kalijaga Alamat : Kandang Babi Progresif

A. Pengertian dan Ruang lingkup Secara etimologis tauhid merupakan masdhar dari kata wahada yang artinya satu/esa. Sedangkan secara terminologis tauhid adalah suatu bentuk keyakinan paling tertinggi kepada Allah SWT sebagai Tuhan yang tidak lain adalah tempat makhluk bergantung. Akan tetapi tauhid sebagai ilmu adalah suatu ilmu yang membahas Tuhan sebagai dzat, sifat dan perbuatanNya. Ilmu tauhid dalam Islam pastilah tidak akan terlepas dari sebuah dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan Hadis. Q.S. Al-Ikhlas :1-4 yang artinya “1. Katakanlah (Muhammad), Dialah Allah yang Maha Esa, 2. Allah tempat meminta segala sesuatu, 3. Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, 4. Dan tidak ada yang setara dengan Dia.” Dalam Q. S. Asy-Syura : 11-12 yang artinya “11. Allah menciptakan langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu pasangan-pasangan dari jenis kamu sendiri, dan dari jenis hewan ternak pasangan-pasangan (juga). Dijadikan-Nya kamu berkembang baik dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengan, Maha Melihat. 12. Milik-Nyalah perbendaharaan langit dan bumi; Dia melapangkan rezeki dan membatasinya bagi siapa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” Penulis di sini tidak akan menerangkan arti secara bahasa dalam ayat-ayat tersebut, melainkan penulis mencoba menarik makna yang terkandung dalam ayatayat tersebut. Berbicara masalah ketauhidan maka akan mendapati sebuah dasar dari ketauidan yaitu iman yang pada diri manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT. Karena dalam ilmu kalam Muhammad Abduh menerangkan bahwa Ada itu yaitu ada dan mumkin ada, yang artinya adalah Ada adalah Pencipta dan yang mumkin ada adalah makhluk yaitu manusia secara khusus. Jadi iman berfungsi sebagai sebuah hubungan manusia dengan penciptanya yaitu Allah SWT. Pengertian sederhana dari Iman adalah kepercayaan. Sedangkan dalam sebuah syariat Islam 1

diterangkan iman adalah percaya dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dalam perbuatan. Sedangkan, budaya dapat diartikan sebagai kebiasaan, hal yang dilakukan secara terus menerus dan lain-lain. Namun yang perlu disadari bahwa, dalam ilmu antropologi budaya tidak hanya berkutat pada ranah praksis dan produk seperti cara makan, cara bertamau, candi barobudur, candi prambanan, tarian daerah, pakaian dll. Melainkan budaya menurut ilmu antropolog ada tiga hal yaitu pertama, budaya sebagai sistem nilai, yaitu suatu pembentuk atau melatar belakangai sesatu itu terwujud sebagai tindakan. Contohnya : kenapa para kader IMM disebut immawan bagi yang laiki-laki dan immawati bagi yang perempuan? Disitulah ada sebuah sistem nilai yang harus disadari dan tidak selamanya sistem nilai itu benar sepanjang zaman. Kedua, budaya sebagai sistem sosial. Yang dimaksud ialah sistem-sistem yang berlaku seperti pembedaan kaum proletar dengan kaum borjuis, kaum priyayi, santri dan abangan. Jika di dalam imm antara kader ex-DAD dengan kader yang sudah PK, PC, DPD dan sampai DPP. Perbedaan tersebut dilihat dari fungsi dan ranah geraknya. Ketiga, budaya sebagai produk yaitu apa-apa yang ditinggalkan dari sebuah kebiasaan-kebiasaan masa lalu sekarang dan mendatang seperti: candi, buku, tarian, lagu, musik dan lain-lain. Oleh karena itu, jika seseorang ingin diakui keberadaannya sebagai orang yang berbudaya maka harus melewati tiga proses tersebut. Tidak serta merta hidup di dunia ini hanya mengalir mengikuti arah angin maupun arah air mengalir. Terkadang layangan harus melawan arah angin, karena dengan begitu ia dapat terbang. Dari pemaparan di atas maka dapat disimpulkan, bahwa tauhid kebudayaan adalah sebuah kebiasaan-kebiasaan perilaku dari seseorang yang didasari oleh sistem nilai ketauhidan dengan iman kepada Allah SWT yang kuat dan tidak dapat bergoyah sedikitpun walau diserang dari segala arah. Baik pemikiran, keyakinan, kecintaan, perbuatan yang tercela. Maka dari itu manusia hidup tidak akan terlepas dari sitem kebudayaan setempat maupun budaya dari luar daerahnya. Dilihat dari sejarah kebudayaan manusia, kebudayaan yang ada selalu berubah, karena sifat dari budaya sifatnya elastis, dapat terakulturasi, terasimilasi bahkan tersinkretisasi antar budaya. B. Macam-Macam Tauhid dan Hal-Hal yang Membatalkannya Syaikh Muhammad Shalih Al-„Utsaimin rahimahullah menjelaskan definisi tauhid dalam istilah syari‟at secara umum adalah: “Mengesakan Allah Subhanahu dalam perkara yang menjadi kekhususan-Nya, yaitu rububiyyah, uluhiyyah, dan asma` was shifat”. 2

Dari penjelasan Syaikh Mhammad Shalih Al-„Utsaimin ra dan dalam hukum syari‟at Islam macam-macam tauhid dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu: 1. Tauhid Rubbubiyyah “Mengesakan Allah dalam perbuatan-Nya”. Maksudnya adalah meyakini hanya Allahlah yang bisa melakukan perbuatan-perbuatan yang menjadi kekhususann-Nya, seperti menciptakan makhluk, mengaturnya, memberi rezeki, memberi manfa‟at, menimpakan musibah/keburukan, menghidupkan, mematikan, dan lainnya yang menjadi kekhususan Allah. Allah Ta‟ala berfirman yang artinya: “Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam” (Q.S. Al-Fatihah : 1). Dan Nabi Shallallahu „Alaihi wa Sallam bersabda, “Engkau adalah Rabb di langit dan di bumi” (Mutafaqqun „Alaih. 2. Tauhid Uluhiyyah “Mengesakan Allah dalam beribadah kepada-Nya”. Maksudnya adalah me-yakini hanya Allahlah yang berhak diibadahi, tidak boleh mempersembahkan peribadatan kepada selain-Nya dalam bentuk ibadah lahiriyah maupun yang batin, ucapan maupun perbuatan. Allah Ta‟ala berfirman yang artinya: “Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” (Q.S. Al-Baqarah : 163). Dan Nabi Shallallahu „Alaihi wa Sallam bersabda, “Maka hendaklah apa yang kamu dakwahkan kepada mereka pertama kali adalah syahadat bahwa tiada Tuhan yang berhak diibadahi kecuali Allah” (Mutafaqqun „Alaih). Dalam riwayat Imam Bukhari, “Sampai mereka mentauhidkan Allah”. 3. Tauhid Asma‟ was Shifat “Tauhid Nama dan Sifat adalah mengesakan Allah dalam nama-nama-Nya yang terindah dan sifat-sifat-Nya yang termulia,yang bersumber dari Al-Qur`an dan As-Sunnah,dan beriman terhadap makna-makna dan hukum-hukumnya”. Maksudnya adalah meyakini hanya Allahlah yang memiliki nama yang husna (baik) dan sifat yang „ulya (tinggi). Sedangkan selain Allah tidaklah berhak dikatakan memiliki nama dan sifat tersebut. Allah Ta‟ala berfirman yang artinya: “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Q.S. AsySyuura : 11). Dan Nabi Shallallahu „Alaihi wa Sallam bersabda, “Allah tabaraka wa ta‟ala turun ke langit dunia pada setiap malam” (Mutafaqqun „Alaih). Ketiga jenis ketauhidan tersebut jika sudah mengakar kuat di dalam hati dan pikiran umat muslim, maka segala aspek perilaku manusia akan lebih baik dari pada seorang muslim yang tidak memiliki landasan ketauhidan yang kuat. Akan tetapi, karena sebuah keimanan sesorang layaknya hidrolik, yang naik turun. Maka terkadang ada sesuatu perbuatan maupun penyakit hati dan fikiran yang dapat 3

merusak keimanan seseorang dalam meyakini bahwa Allah SWT adalah Tuhan Semesta Alam. Setidaknya ada tiga hal yang dapat menjadikan rusaknya keimanan dalam tauhid: 1) Syirik (menyekutukan Allah), 2) Ilhad (menyimpang dari kebenaran), 3) Nifaq (berwajah dua, menampakkan diri sebagai muslim, sementara hatinya kafir). 1. Syirik Syirik adalah lawan kata dari tauhid. Yaitu sikap menyekutukan Allah secara zat, sifat, perbuatan dan ibadah. Macam-macam Syirik: Ada dua macam syirik: pertama, Syirik besar, kedua, syirik kecil. Masing-masing dari kedua macam ini mempunyai dua dimensi: zhahir (nampak) dan khafiy (tersembunyi). Marilah kita bahas satu-satu persatu dari kedua macam syirik tersebut. a. Syirik besar (Asy Syirkul Akbar), yaitu tindakan menyekutukan Allah dengan makhluk-Nya. Dikatakan syirik besar karena dengannya seseorang tidak akan diampuni dosanya dan tidak akan masuk surga. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya” (An Nisaa‟:116). Ilustarsi syirik besar ini dibagi dua dimensi: dzahir dan khafiy. Yang zhahir bisa dicontohkan seperti menyembah bintang, matahari, bulan, patung-patung, batu-batu, pohon-pohon besar, manusia (seperti menyembah Fir‟un, raja-raja, Budha, Isa ibn Maryam, malaikat, Jin dan Syetan. Sementara yang khafiy bisa dicontohkan seperti meminta kepada orang-orang yang sudah mati dengan keyakinan bahwa mereka bisa memenuhi apa yang mereka yakini, atau menjadikan seseorang sebagai pembuat hukum, menghalalkan dan mengharamkan seperti Allah swt. b. Syirik kecil (Asyirkul Ashghar), yaitu suatu tindakan yang mengarah kepada syirik, tetapi belum sampai ketingkat keluar dari tauhid, hanya saja mengurangi kemurniannya. Syirik kecil ini juga dua dimensi: zhahir dan khafiy. Yang zhahir bisa berupa lafal (pernyataan) dan perbuatan. (a) Yang berupa lafal contohnya: bersumpah dengan nama selain Allah dan mengarah ke syirik, seperti pernyataan: demi Nabi, demi Ka‟bah, demi Kakek dan Nenek dan lain sebagainya. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda: “siapa yang bersumpah dengan selain maka ia kafir dan musyrik” (HR. Turmidzi no 1535). Termasuk lafal yang mengarah ke syirik pernyataan: kalau tidak karena Allah dan dia niscaya ini tidak akan terjadi, atau memberikan nama seperti abdul ka‟bah dan lain sebagainya. (b) Adapun yang berupa perbuatan contohnya: mengalungkan jimat dengan keyakinan bahwa itu bisa menyelamatkan dari mara bahaya dan sebagainya. 4

Adapun syirik Ashghar yang khafiy, biasanya berupa niat atau keinginan, seperti riya‟ dan sum‟ah. Yaitu melakukan tindak ketaatan kepada Allah dengan niat ingin dipuji orang dan lain sebagainya. Seperti menegakkan shalat dengan nampak khusyu‟ karena sedang di samping calon mertuanya, supaya dipuji sebagai orang saleh, padahal di saat shalat sendirian tidak demikian. Riya‟ adalah termasuk dosa hati yang sangat berbahaya. Sebab Islam sangat memperhatikan perbuatan hati sebagai factor yang menentukan bagi baik tidaknya perbuatan zhahir. Allah berfirman, “Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebutnyebut nya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir” (Al-Baqarah:264). Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda: “Siapa yang menampakkan amalnya dengan maksud riya‟ Allah akan menyingkapnya di hari Kiamat, dan siapa yang menunjukkan amal shalehnya dengan maksud ingin dipuji orang, Allah mengeluarkan rahasia tersebut di hari Kiamat” (HR. Bukhari:288 dan Muslim no. 2987). C. Tantangan Ketauhidan dalam Kebudayaan Islam Klasik, Pertengahan, Modern dan Pots-modern Dalam kesempatan ini sekiranya penulis tidak akan mengurai secara menyeluruh tentang kebudayaan dalam Islam. Dikarenakan keterbatasan waktu yang tidak dapat dituliskan semuanya. Akan tetapi penulis sedikit banyaknya akan mengurai point-point kebudayaan dalam sejarahnya Islam yang tidak dapat terlepas dari sebuah keyakinan tentang Allah SWT. Karena sperti yang telah dijelaskan pada sebuah pengertian budaya diatas, bahwa kebuadayaan adalah sebuah hasil proses kreaktif manusia yang tidak terlepas dari sebuah sistem nilai yang melandasinya. Akan tetapi di sini penulis tekankan bahwa untuk mengaitkan budaya dengan sesuatu yang dapat merusak keyakinan seseorang, maka penulis mengajak untuk berfikir radikal, fundamental, komprehensif serta filosofis dengan melihat sesuatu itu dari subtansi (inti) dan aksidensi (bentuk). 1. Era klasik/Nabi Muhammad SAW Dalam sejarah perkembangan Islam awal/klasik/Nabi Muhammad, budaya pada zaman itu adalah budaya jahiliyah (kebodohan). Akan tetapi, kebodohan di sini tidak sama dengan orang yang bodoh tidak pandai dan pintar. Melainkan kebodohan ini dalam keterangan Al-Jabiri ialah orang-orang arab yang tidak staknan dengan kebudayaannya. Melihat sebuah peradaban kebudayaan yang 5

dpandang hanya sebatas bentuknya, sehingga membuat mereka terjerembab pada dunia kegelapan menyembah patung berhala. Dan lebih jauh sistem nilai etik pada budaya arab saat itu yang tidak mereka perdalam. Sehingga Nabi Muhammad dipilih oleh Allah SWT sebgai utusan-Nya untuk kembali mencerdaskan masyarakat Arab ke dunia yang lebih terang akan cahaya-Nya. Bentuk dakwah Nabi Muhammad yaitu beliau tidak menyalahkan berhala yang telah menjadi Tuhan, melainkan manusia yang salah dalam persembahan. Dan sifat-sifat Nabi Muhammad SAW menjadi suri tauladan umatnya yaitu Sidiq, amanah, tabliq, fathonah. Keempat sifat tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa diperuntukkan pada diri sendiri, tidak hanya sifat yang keluar secara sosial. Karena, secara filosofis, jika manusia sudah jujur kepada dirinya sendiri, maka keluarnya yaitu dalam bentuk interaksi sosial, mereka akan jujur kepada orang lain. dsb 2. Era Abad Pertengahan Islam Pada era pertengahan terjadi di timur tengah sampai eropa, Islam telah berjaya dalam hal budaya baik budaya pemikiran, teknologi, pendidikan, politik dan ekonomi. Mengapa demikian? Karena dalam sejarah filsafat Islam, dan juga diterangkan oleh Abid Al-Jabiri bahwa Islam pada masa kejayaannya telah dapat membedakan apa itu subtansi dan apa itu aksidensi. Peradaban kebudayaan maju karena mereka telah sadar bahwa Islam secara subtansi/moral etik telah mendukung untuk kemajuan buadaya, dalam artian tidak staknan. Perdebatan dapat di arahklan dalam hal moral etik, bukan sekedar hal-hal yang bersifat bentuk seperti pakaian yang Islam, pendidikan yang Islam, maupun lain sebagainya. Karena pada daarnya pada abad pertengahan, mereka telah menanamankan moral etik islami dalam tindakan proses kreaktivitasnya. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan setiap zaman pasti memiliki kelemahan. Dalam sejarah, ilmu ketauhidan mulai berkembang menjadi ilmu teologi dan ilmu kalam. Di dalam kedua keilmuan tersebut para mutakallim dan teolog muslim berdebat tentang eksistensi Tuhan dan penciptaan-Nya yang berakibat pada perdebatan sengit. Akan tetapi dapat menghidupkan tradisi pemikiran Islam yang sangat disegani oleh dunia barat. Namun, berjalannya waktu pada masa Ibnu Rusyd Sewaktu timbul peperangan antara Sultan Abu Yusuf dan kaum Kristen, sultan berhajat pada kata-kata kaum ulama dan kaum fuqaha. Maka keadaan menjadi berubah, Ibnu Rusyd disingkirkan oleh kaum ulama dan kaum fuqaha. Ia dituduh membawa aliran filsafat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, akhirnya Ibnu Rusyd ditangkap dan diasingkan ke suatu tempat yang bernama Lucena di daerah Cordova. Oleh sebab itu, kaum filosof tidak disenangi lagi, maka timbullah pengaruh kaum ulama dan kaum fuqaha.

6

Ibnu Rusyd sendiri kemudian dipindahkan ke Maroko dan meninggal di sana dalam usia 72 tahun pada tahun 1198 M. 3. Era Modern Islam Setelah ditandai runtuhnya peradaban Islam di timur tengah dan Cordova, Andalusia. Maka Islam mulai tertinggal secara budaya. Dalam artian, Islam pada abad kurang lebih abad 15-19 M. Islam pada masa-masa modern telah terjadi saling kafir-mengkafirkan, saling klaim tentang kebenaran tafsir yang telah dipegangnya, hal ini mengakibatkan kondisi politik yang kacau karena tidak dapat bersatunya umat islam. Menurut Ibnu Khaldun, hancurnya suatu peradaban diakibatkan oleh hal-hal berikut : Penindasan penguasa dan ketidakadilan; despotisme atau kezaliman; orientasi kemewahan masyarakat; egoisme; opporyunisme; penarikan pajak secara berlebihan; Keikutsertaan penguasa dalam kegiatan ekonomi rakyat; rendahnya komitmen masyarakat terhadap agama; penggunaan pena dan pedang secara tidak tepat. Sehingga muncullah gerakan modernisme Islam yang ditandai oleh gerakan PAN Islamisme yang awalnya adalah paham politik yang lahir pada saat Perang Dunia II (April 1936). Mengingkuti paham yang tertulis dalam al-a'mal alKamilah dari Jamal al-Din Afghani. Kemudian berkembang menjadi gerakan memperjuangkan untuk mempersatukan umat Islam di bawah satu negara Islam yang umumnya disebut kekhalifahan. Pan Arabisme adalah ideologi yang sering bersaing dengan Pan Islamisme, Bila dalam Pan Arabisme bertujuan dengan kemerdekaan bangsa Arab tanpa memedulikan agama akan tetapi berdasarkan pada budaya etnis, sedangkan dalam PAN Islamisme tujuan kemerdekaan bangsa Arab dianggap sebagai budaya Arab sebagai umat Islam tanpa memandang etnis. Kemudian karena gerakan modernisme Islam ini tidak dapat terealisasi, Muhammad Abduh yang juga murid dari dari Jamal al-Din Afghani, mulai merumuskan ulang gerakan tersebut dengan tidak membawa unsur politik. Yaitu prinsip dasarnya adalah bagaimana posisi akal sebagai penerima wahyu yang dapat ditafsirkan dan dapat dikontekstualisasikan dalam kebudayaan pada zamannya. Bahkan dalam pembahasan Ketahuidan dalam Islam, segala sesuatu yang tidak rasional perlu ditelisik agar umat tidak menjadi jumud dalam kungkungan budaya yang staknan. Sehingga Islam mulai bernegosiasi dengan budaya barat yang dapat memajukan secara pendidikan, ekonomi, politik, budaya, dan lain sebagainya. Pemahaman inilah yang nantinya akan masuk ke Indonesia, dan mencoba untuk merubah pemahaman ketauhidan yang sedah melenceng dari akar-akar Islam, seperti spirit tajdid yang di bawa oleh K.H. Ahmad Dahlan untuk memberantas TBC (Takhayul, Bid‟ah dan Khurafat). 7

4. Era Post-modern Setalah Islam mulai berdamai dengan kebudayaan modern, amun ada sebuah permasalahan dari budaya modren yang tidak dirasakan secara langsung oleh manusia-manusia yang mendewakan modernisme, yaitu arus Globalisasi. Jika menilik kedalan prinsip modernisme di barat, maka ada sebuah iodeologiideologi modernisme yang telah mempengaruhi umat Islam, yaitu : MK2PH (Materialisme, Kapitalisme, konsumerisme, positivisme dan hedonisme). Inilah yang menjadi tantangan ketauhidan umat Islam sekarang. Mengapa penulis mengatakan hal demikian, karena sudah barang tentu keimanan seseorang akan mengimplementasikan diri pada tindakan-tindakan kreaktivitas dalam kehidupan. Akan tetapi kebanyakan dari diri seorang muslim kontemporer mereka tidak sadar bahwa mereka telah menjadikan tuhan-tuhan baru selain dari Tuhan yang maha Esa, seperti : a. Matrealisme Di mulai dari dalam segi pendidikan yaitu membawa kita pada dunia-dunia yang serba materi atau jasmani, bahkan cara pandang manusia kontemporer adalah acara andang matrealistik. Bagaimana kebahagiaan, cinta, kebijaksanaan diukur secara metari berupa barang fisik tanpa ada unsur rohani. Contohnya: ideologi komunisme; kesejahteraan ayng diukur dari developmentalisme (pembangunan infrastruktur); ibadah yang ukurannya simbolsimbol; kafir-mengkafirkan antar budaya dan lain sebagainya. b. Kapitalisme Kapitalisme adalah sistem ekonomi di mana perdagangan, industri dan alatalat produksi dikendalikan oleh pemilik swasta dengan tujuan memperoleh keuntungan dalam ekonomi pasar. Pemilik modal dalam melakukan usahanya berusaha untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Dengan prinsip tersebut, pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna memperoleh keuntungan bersama, tetapi intervensi pemerintah dilakukan secara besar-besaran untuk kepentingan-kepentingan pribadi. Dari permasalahan kapitalisasi yang ada, amak akan beribas kepada masyarakat kecil yang tidak berdaya. Karena adanya sebuah penindasan baik secara politik, ekonomi, sistem sosial dan lain-lain. Nabi Muhammad SAW dalam memperjuangkan kebenaran aqidah Islam, secara implementatif beliau juga membebaskan rakyat-rakyat kecil yang tertindas, sep...


Similar Free PDFs