Tentang Bogor PDF

Title Tentang Bogor
Author Yogie Natanael
Pages 34
File Size 339.9 KB
File Type PDF
Total Downloads 619
Total Views 830

Summary

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Pengembangan Wilayah Kota Bogor Kota Bogor adalah salah satu kota yang berada dibawah wilayah administratif Propinsi Jawa Barat dan hanya berjarak lebih kurang 50 Km dari pusat pemerintahan Indonesia, Jakarta. Kota dengan luas 11.850 Ha ini pada tahun 2005 d...


Description

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Gambaran Umum Pengembangan Wilayah Kota Bogor Kota Bogor adalah salah satu kota yang berada dibawah wilayah administratif

Propinsi Jawa Barat dan hanya berjarak lebih kurang 50 Km dari pusat pemerintahan Indonesia, Jakarta. Kota dengan luas 11.850 Ha ini pada tahun 2005 dihuni 855.085 jiwa (BPS, 2006) dan tersebar di enam kecamatan, 68 kelurahan yang berbatasan dengan Kabupaten Bogor : − Sebelah Utara : Wilayah Kecamatan Kemang, Kecamatan Bojong Gede dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor − Sebelah Barat : Wilayah Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor − Sebelah Timur : Wilayah Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. − Sebelah Selatan: Wilayah Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Secara administratif Kota Bogor dikelilingi oleh Kabupaten Bogor dan sekaligus menjadi pusat pertumbuhan Bogor Raya dan secara geografis dikelilingi oleh bentangan pegunungan, mulai dari Gunung/Pegunungan Pancar, Megamendung, Gunung Gede, Gunung Pangrango, Gunung Salak dan Gunung Halimun yang menyerupai huruf U.

II-1

Pelayanan yang ekstra bagi pemenuhan kebutuhan warga juga menjadi tuntutan utama karena semakin berkembang dan beragamnya kebutuhan seluruh warga terhadap barang dan jasa. Implikasi dari semua ini adalah meningkatnya kebutuhan pengadaan sarana transportasi masyarakat Kota, timbulnya kemacetan, meningkatnya jumlah pedagang kaki lima secara berlebihan, rusaknya tata kota, semakin menurunnya kualitas kebersihan kota sebagai akibat dari kelebihan penduduk dan segala aktivitasnya yang melebihi daya dukung lingkungan. Dengan posisinya yang strategis sebagai salah satu penyangga ibukota serta kondisi alamnya yang relatif lebih nyaman dibanding kota penyangga lainnya menjadikan kota Bogor menjadi pilihan bagi penduduk baik yang datang dari sekitar Bogor maupun para perantau dari daerah-daerah lainnya yang menjadikan Bogor atau Jakarta sebagai sumber mencari mata pencaharian. Kondisi tersebut memberikan dampak yang luas bagi Kota Bogor baik dalam tatanan kemasyarakatan, perekonomian, dan kondisi lainnya. 2.1.1

Karakteristik Fisik Wilayah Secara geografis Kota Bogor terletak pada 106,48° Bujur Timur dan 6,36°

Lintang selatan. Terletak pada jarak ± 50 km di selatan Ibu Kota Negara serta ± 180 km dari Bandung, ibukota propinsi Jawa Barat. Secara Topografis Kota Bogor terdiri dari daerah yang berbukit bergelombang dengan perbedaan ketinggian yang cukup besar, bervariasi antara 190 s/d 350 m diatas permukaan laut. Kemiringan lereng lahan Kota Bogor adalah berkisar 0-2% (datar) seluas 1.763,94 Ha, 2-15% (landai) seluas 8.91,27 Ha, 15-25% (agak curam) seluas

II-2

1.109,89 Ha, 25-40% (curam) seluas 764,96 Ha, dan > 40% (sangat curam) seluas 119,94 Ha. Dilihat dari kondisi geologisnya, maka secara umum Kota Bogor ditutupi oleh batuan vulkanik yang berasal dari endapan (batuan sedimen) dua gunung berapi, yaitu Gunung Pangrango (berupa batuan breksi tupaan/kpbb) dan Gunung Salak (berupa alluvium/kal dan kipas alluvium/kpal). Lapisan batuan ini berada agak dalam dari permukaan tanah dan jauh dari aliran sungai. Endapan permukaan umumnya berupa alluvial yang tersusun oleh tanah, pasir dan kerikil hasil pelapukan endapan, hal ini baik untuk vegetasi. Dari struktur geologi tersebut, maka Kota Bogor memiliki jenis aliran Andesit seluas 2.719,61 Ha, Kipas Aluvial seluas 3.249,98 Ha, Endapan 1.372,68 Ha. Tufaan 3.395,75 Ha dan Lanau Breksi Tufan dan Capili seluas 1.112, 56 Ha.

II-3

Gambar 2.1. Wilayah Administrasi Kota Bogor

Sumber air bagi Kota Bogor menurut asalnya terdiri dari sungai, air tanah dan mata air. Sungai utama yang mengalir di Kota Bogor terdiri dari Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane, dan beberapa anak sungai. Pada umumnya aliran sungai tersebut dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat Kota Bogor sebagai sarana MCK dan usaha perikanan karamba serta sumber air baku bagi PDAM dan keberadaan air tanah di Kota Bogor kualitasnya terbilang cukup baik. Namun demikian tingkat pelapukan batuan yang cukup tinggi selain tingginya laju perubahan penutupan lahan oleh

II-4

bangunan menyebabkan kapasitas infiltrasi air hujan menjadi sangat rendah yang pada akhirnya mempertinggi run off, hal ini merupakan salah satu penyebab menurunnya muka air tanah di musim kemarau. Curah hujan rata-rata di wilayah Kota Bogor berkisar antara 3.000 sampai 4.000 mm/tahun. Curah hujan bulanan berkisar antara 250 – 335 mm dengan waktu curah hujan minimum terjadi pada bulan September sekitar 128 mm, sedangkan curah hujan maksimum terjadi di bulan Oktober sekitar 346 mm. Temperatur rata-rata wilayah Kota Bogor berada pada suhu 26°C, temperatur tertinggi sekitar 34,4°C dengan kelembaban udara rata-rata lebih dari 70 %. Kecepatan angin rata-rata per tahun adalah 2 km/jam dengan arah Timur Laut. 2.1.2

Karakteristik Kependudukan Peran dan fungsi Kota Bogor dalam konstelasi regional maupun nasional telah

menciptakan kesempatan yang luas dalam peekembangan dan pertumbuhan Kota Bogor, seperti tercermin dalam pertumbuhan penduduk yang meningkat dengan stabil disertai dengan dinamika kegiatan yang cukup tinggi dan terus meningkat. Jumlah penduduk merupakan salah satu faktor utama yang memperngaruhi perkembangan suatu perkotaan. Penambahan dan pengurangan jumlah penduduk akibat adanya perubahan batas administrasi, migrasi, kelahiran, dan juga kematian mempengaruhi kebutuhan akan saran dan prasarana perkotaan yang akhirnya menentukan arahan perkembangan perkotaan. Dalam perkembangannya, Kota Bogor memiliki rate pertumbuhan penduduk sebesar 2,2 % dari tahun 1999 – 2004. Dari data perkembangan jumlah penduduk terlihat bahwa jumlah penduduk meningkat setiap tahunnya. Dalam lima tahun, jumlah

II-5

penduduk meningkat dari 1.035.221 jiwa menjadi 1.095.573 jiwa. Perkembangan penduduk Kota Bogor yang pesat terjadi pada tahun 2004 sebesar 40.672 jiwa, jumlah ini merupakan peningkatan yang cukup besar karena pada tahun sebelumnya, pertambahan jumlah pendudunya hanya mencapai 6.265 jiwa. Menurut proyeksi jumlah pertambahan penduduk, pertumbuhan jumlah penduduk Kota Bogor akan mencapai 1.159.461 jiwa pada tahun 2009, 1.227.074 jiwa pda tahun 2014, dan 1.298.630 jiwa pada tahun 2019. 2.1.3

Karakteristik Sosio Ekonomi Laju Inflasi Kota Bogor dilihat dari rata-rata selama 5 tahun terakhir

(2001-

2005) sebesar 11,18 %. Hal ini disebabkan oleh kebijakan Pemerintah mengurangi subsidi BBM pada tahun 2005. Proporsi pengeluaran pemerintah terhadap PDRB kota Bogor rata-rata selama lima tahun terakhir ( 2001-2005) adalah Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sebesar 9.88 %, yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar 1.26% dan Dana Perimbangan sebesar 8.26% Indeks Pembangunan Manusia Kota Bogor pada tahun 2005 sebesar 74,94 % yang terdiri dari Indeks Kesehatan sebesar 78 %, Indeks Pendidikan 88,10 % serta Indeks Daya Beli 58,71 %. Adanya berbagai upaya penanganan krisis dan didukung oleh penerapan otonomi daerah yang lebih luas memberikan keleluasaan kepada daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini berdampak pada perbaikan kondisi perekonomian Kota Bogor. Perbaikan kondisi tersebut bisa dilihat dari nilai PDRB berdasarkan harga konstan tahun 2000, selama 5 tahun (2001- 2005) mencapai rata-rata Rp. 3.181.424,52 juta atau rata-rata per kapita sebesar Rp. 3.888.071,98 per tahun. PDRB sektor primer

II-6

tercatat sebesar Rp. 11.680,58 juta, sektor sekunder sebesar Rp. 1.230.386,77 juta dan sektor tersier sebesar Rp. 1.939.357,24 juta. Laju pertumbuhan Ekonomi Kota Bogor selama 5 tahun terakhir mencapai rata-rata 5,95 %. Sektor yang pertumbuhannya paling tinggi dari tahun 2001- 2005 adalah sektor tersier. Untuk mendapatkan gambaran komprehensif terhadap struktur perekonomian yang terdapat pada suatu wilayah biasanya analisis dilakukan dengan mengklasifikasi lapangan-lapangan

usaha

ekonomi

dalam

klasifikasi

sektor,

yaitu:

Sektor

Primer,Sektor Sekunder dan Sektor Tersier. a. Sektor Primer Sektor pertanian kontribusinya terhadap PDRB akan semakin menurun sebesar 0,37% terhadap nilai total PDRB Kota Bogor, dengan laju pertumbuhan 4,45%. Angka-angka ini sangat kecil, karena sektor pertanian masih menghadapi beragam permasalahan yang perlu ditangani, yaitu rendahnya kualitas sumber daya manusia, produktivitas, efesiensi usaha, lahan yang semakin menyempit akibat konversi lahan pertanian, keterbatasan sarana dan prasarana, terbatasnya kredit dan pemanfaatan teknologi yang masih kurang. b. Sektor Sekunder Sektor Sekunder merupakan sektor ekonomi yang lebih bertumpu pada pengintegrasian sumber daya manusia, modal, teknologi dan bahan baku yang berasal dari hasil sektor primer. Sektor ini meliputi lapangan usaha industri pengolahan, listrik, gas, air minum dan konstruksi. Sumbangan Sektor ini terhadap

II-7

PDRB Kota Bogor selama 5 tahun terakhir (2001-2005) adalah sebesar 38,67 %, dengan laju pertumbuhan 5,99%. c. Sektor Tersier Sektor Tersier merupakan sektor ekonomi yang bertumpu nilai tambah yang diperoleh dari proses pengolahan informasi, daya cipta, organisasi dan koordinasi antar manusia dan tidak memproduksi dalam bentuk fisik melainkan dalam bentuk Jasa. Sektor ini meliputi lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran, angkutan, komunikasi, keuangan dan jasa-jasa. 2.2

Kondisi Lalu Lintas dan Transportasi Eksisting

2.2.1 Gambaran Umum Kondisi Lalu Lintas Kondisi lalu lintas dan transportasi di Kota Bogor saat ini memerlukan upaya yang sungguh-sungguh baik dalam penyediaan, perawatan, maupun pendistribusian sebarannya. Ketimpangan dalam penyediaan, perawatan dan pendistribusian akan berdampak pada tidak seimbang dan meratanya pembangunan kota. Di Kota Bogor saat ini terdapat 2 terminal untuk kendaraan umum yang terdiri dari : 1.

Terminal Tipe A Baranangsiang dengan luas 22.100 m2 dengan daya tampung 102 unit kendaraan untuk trayek Antar Kota Antar Propinsi (AKAP) dan trayek Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP). (Sumber: Wulanraini, Analisis Fungsi Jalan Pajajaran Sebagai Jalan Arteri Sekunder di Kota Bogor, TA Planologi Unpak, 2007)

II-8

2.

Terminal Tipe C yaitu terminal Bubulak dengan luas 11.850 m2 dan terminal Merdeka yang melayani angkutan kota. (Sumber: Wulanraini, Analisis Fungsi Jalan Pajajaran Sebagai Jalan Arteri Sekunder di Kota Bogor, TA Planologi Unpak, 2007)

Semakin meningkatnya kebutuhan akan moda untuk transportasi yang lebih menimbulkan pertumbuhan jumlah moda/kendaraan yang berada di Kota Bogor. Dalam kurun waktu tahun 2002 sampai dengan 2005 rata-rata pertumbuhan nya adalah sebesar 32%. Moda/kendaraan yang terdaftar di Kota Bogor pada tahun 2005 adalah sejumlah 120.635 kendaraan dengan didominasi oleh keberadaan kendaraan pribadi sebanyak kendaraan pribadi sebanyak 111.013 unit (92,02%) dan kendaraan umum sebanyak 9.622 unit (7,98%). Kendaraan pribadi yang ada juga didominasi oleh sepeda motor dimana jumlahnya mencapai 73.146 unit (65,89%) dari keseluruhan jumlah kendaraan pribadi dan sisanya adalah kendaraan beroda empat dan sepeda non-motor. Pertumbuhan yang tinggi dari kendaraan pribadi bila dicermati sebenarnya terjadi dari peningkatan yang cukup signifikan dari jumlah sepeda motor, hal ini terjadi karena dengan kondisi sediaan jalan yang terbatas, sehingga menimbulkan kepadatan yang tinggi, maka pemilihan sepeda motor sebagai sarana dilakukan oleh penduduk untuk menjawab kebutuhan dalam melakukan pergerakan secara cepat dan murah. 2.2.2

Jaringan Jalan Eksisting

Panjang jalan di Kota Bogor tahun 2004 adalah sebanyak 620.595 km terdiri atas 33.810 km jalan negara, 6.358 km jalan propinsi dan 580.427 km jalan kota. Kondisi

II-9

jalan di koa Bogor adalah: jalan baik sekali 5,67%, sedang 39,96%, rusak 27,63% (21,8%,0%,28,27%), dan rusak berat 24,81% (0%,0%,26,53%) sedangkan Jenis perkerasan permukaan jalannya adalah: permukaan aspal 86,05%, Kerikil 3,24%, tanah 1,46%, beton/conblok 6,3%, dan tidak dirinci 2,95%. 2.2.3 Pola Jaringan Jalan Sebagian besar ruas jalan dalam kota terdiri dari 2 lajur untuk dua arah, demikian pula jaringan jalan penghubung Kota Bogor dengan kota sekitarnya terdiri dari 2 lajur untuk dua arah. Jaringan transportasi Kota Bogor saat ini cenderung berpola radial konsentrik dengan berpusat pada Pusat Kota. Kondisi ini menyebabkan timbulnya beberapa titik-titik kemacetan terutama pada jam-jam sibuk. 2.2.4 Karakteristik Perjalanan Perjalanan yang terjadi dalam Kota Bogor adalah 1.063.753 perjalanan orang/hari (perjalanan Internal – internal), sedangkan perjalanan yang melintasi Kota Bogor (perjalanan eksternal – eksternal) adalah 675.354 perjalan orang/hari. Khusus perjalanan dari Kota Bogor menuju Jakarta adalah 53.188 perjalanan orang/hari atau sekitar 5% dari total perjalan yang terjadi dengan penggunaan angkutan umum sekitar 48,83% atau sebesar 25.972 perjalanan orang/hari. Untuk pola pergerakan dengan menggunakan moda Kereta Api, berdasarkan sumber pencatatan Stasiun Bogor, pada 2004 terdapat pergerakan berangkat dari Stasiun Bogor sebanyak 10.457.405 perjalanan orang/tahun atau 28.572 perjalanan orang/hari. (Sumber : Wulanraini, Analisis Fungsi Jalan Pajajaran Sebagai Jalan Arteri Sekunder di Kota Bogor, TA Planologi Unpak, 2007)

II-10

2.2.5 Angkutan Umum Pelayanan angkutan umum di Kota Bogor sangat bergantung pada moda mobil penumpang umum dengan kapasitas 15 orang per unitnya. Dengan moda mobil penumpang umum seperti itu, pergerakan pada jam-jam sibuk akan membutuhkan jumlah moda yang sangat banyak, hal ini menyebabkan keberadaan angkutan umum makin menambah kepadatan di jalan Kota Bogor. Pada jam-jam lengang karena ingin bersaing untuk mendapatkan pendapatan yang setinggi-tingginya angkutan umum yang ada ini tetap beroperasi sehingga walaupun tidak banyak penumpang tetapi keberadaannya tetap menggunakan sebagian besar kapasitas jalan yang ada. Selain itu pada tahun 2005 di Kota Bogor mulai dioperasikannya bis Trans Pakuan yang melayani route dari terminal Bubulak ke terminal Baranangsiang. Sementara itu angkutan umum berupa bis baik bis besar ataupun bis kecil melayani angkutan antar kota antar propinsi maupun antar kota dalam propinsi menggunakan langsung jalan tol jagorawi tidak melalui jalan arteri di kota Bogor. Sedangkan angkutan umum berupa bis kecil yang melalui jalan arteri Kota Bogor, terutama Jalan Raya Bogor-Jakarta seperti Bogor-Tangerang, Bogor-Kampung Rambutan, BogorPasar Minggu dan Bogor-Depok. 2.2.6 Angkutan Kereta Api Untuk terminal kereta api maka di Kota Bogor terdapat dua stasiun kereta api yaitu Stasiun Kereta Api Bogor sebagai stasiun utama dan Stasiun Batu Tulis sebagai stasiun pembantu. Stasiun Bogor sangat berperan dalam melayani pergerakan penduduk yang menuju Jakarta, setiap harinya tercatat Stasiun Bogor digunakan oleh lebih dari 45.000 orang.

II-11

2.3

Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Kota (RUJTJK) Kota Bogor tahun 2006 Grand design Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Kota di Kota Bogor

(sumber : Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kota Bogor) yaitu mencakup penanganan Skenario Do Nothing atau tidak ada penanganan khusus terhadap jaringan transportasi jalan dan Skenario Do Something yang mencakup: (1)

Pembangunan jalan arteri dari simpang kedung halang ke sentul selatan/Bukit Sentul;

(2)

Pembangunan jalan tol tahap I : dari tol jagorawi gate sentul selatan – simpang kedung halang;

(3)

Pembangunan Jalan R3 – Pandawa (Jalan Kolektor);

(4)

Pembangunan On Ramp pada tol Baranangsiang (R3);

(5)

Perbaikan hirarki jaringan angkutan umum dan rerouting trayek akibat adanya relokasi Terminal Baranangsiang;

(6)

Pelaksanaan dan pengoperasian SAUM (Sistem Angkutan Umum Massal) dengan bus pada Koridor 1 : Terminal Bubulak – Jl. KH. Sholeh Iskandar – Jl. Pajajaran – Pool Bus Wisata; Koridor 2 : Terminal Bubulak – Jl. KH. Sholeh Iskandar – Jl. R2 – Terminal Tanah Baru;

(7)

Penetapan jaringan lintas (Tol Jagorawi – Jl. Raya Bogor – Jl. Raya Pajajaran – Jl. Raya Tajur, Jl. KH. Sholeh Iskandar/Parung, Abdullah Bin Nuh, Jl. Raya Sindang Barang (Dramaga), Jl. A. Yani, Jl. Pemuda, dan;

(8)

Peningkatan kapasitas ruas jalan pada Jl. Raya Pajajaran, Simpang Pomad dan Jl. P. Ashogiri,Jl. Pasir Kuda, Jl. RE. Abdullah.

II-12

2.4

Permasalahan Transportasi di Kota Bogor Pola jaringan jalan radial konsentris menyebabkan arah pergerakan lalu-lintas

masih harus melintas pusat Kota. Kapasitas aksebilitas jaringan jalan masih terbatas dan terdapat sejumlah ruas jalan yang mengalami penyempitan disejumlah titik. jaringan transportasi lokal dan regional belum terpadu, tingginya frekwensi perisilangan kereta apai dengan jaringan jalan, tingginya populasi kendaraan bermotor, penggunaan badan jalan oleh PKL dan masih rendahnya disiplin lalu lintas. Sedangkan rencana besar pembangunan jalan tol Warung Jambu, Sentul dan Jalan arteri yang mendampingi jalan tol tersebut masih terhambat oleh proses pembebasan lahannya. Sedangkan jalan Alteleri Pandu Raya menuju Warung Jambu belum termanfaatkan optimal karena pembangunan jalan tersebut belum tuntas. Sementara kerusakan yang cukup parah terjadi di jalur utama Jalan KH. Sholeh Iskandar. 2.5

Elemen Perencanaan Geometrik

2.5.1

Alinemen Vertikal Alinemen vertikal adalah perencanaan elevasi sumbu jalan pada setiap titik yang

ditinjau, berupa profil memanjang. Pada perencanaan alinemen vertikal akan ditemui kelandaian positif (tanjakan) dan kelandaian negatif (turunan), sehingga kombinasinya berupa lengkung cembung dan lengkung cekung. Disamping kedua lengkung tersebut ditemui pula kelandaian = 0 (datar). Kondisi tersebut dipengaruhi oleh keadaan topografi yang dilalui oleh trase/route jalan rencana. Kondisi topografi tidak saja berpengaruh pada perencanaan alinemen

II-13

horisontal, tetapi juga mempengaruhi alinemen vertikal. Untuk menghitung dan merencanakan lengkung vertikal ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu.: - Karakteristik kendaraan pada kelandaian Hampir seluruh kendaraan penumpang dapat berjalan baik dengan kelandaian 7-8% tanpa ada perbedaan dibandingkan pada bagian datar.

Pengamatan

menunjukkan bahwa untuk mobil penumpang pada kelandaian 3% hanya sedikit sekali pengaruhnya dibanding dengan jalan datar. Sedangkan untuk truk kelandaian akan lebih besar pengaruhnya. - Kelandaian Maksimum Kelandaian maksimum yang ditentukan untuk berbagai variasi kecepatan rencana, dimaksudkan agar kendaraan dapat bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti. Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh, mampu bergerak dengan kecepatan tidak kurang dari separuh kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah. - Kelandaian Minimum Pada jalan yang menggunakan kerb pada tepi perkerasannya, perlu dibuat kelandaian minimum 0,5 % untuk keperluan kemiringan saluran samping, karena kemiringan melintang jalan dengan kerb hanya cukup untuk mengalirkan air ke samping. - Panjang Kritis Suatu Kelandaian Panjang kritis ini Tabel 2.1 diperlukan sebagai batasan panjang kelandaian maksimum, agar pengurangan kecepatan kendaraan tidak lebih dari separuh V rencana. Lama perjalanan pada panjang kritis tidak lebih dari 1 (satu) menit. II-14

Tabel 2.1

Panjang Kritis (m)

Kecepatan Pada Awal Tanjakan (Km/Jam) 80 60

Kelandaian (%) 4

5 630 320

6 460 210

7 360 160

8 270 120

9

230 110

10 230 90

200 80

Sumber :TPGJK (Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota), 1997

- Lengkung Vertikal Cembung Ketentuan ...


Similar Free PDFs