The Unijunction Transistor PDF

Title The Unijunction Transistor
Author Umar Sidik
Pages 12
File Size 133.2 KB
File Type PDF
Total Downloads 485
Total Views 722

Summary

TRANSISTOR SAMBUNGAN TUNGGAL (Unijunction Transistor) 7.1 Pendahuluan Pada prinsipya sebuah transistor sambungan tunggal atau yang disebut juga dengan unijunction transistor seperti yang terlihat pada gambar 7.1 di samping ini merupakan sebuah komponen 3 (tiga) terminal yang dikemas dengan cara yang...


Description

TRANSISTOR SAMBUNGAN TUNGGAL (Unijunction Transistor) 7.1 Pendahuluan Pada prinsipya sebuah transistor sambungan tunggal atau yang disebut juga

dengan

unijunction

transistor

seperti yang terlihat pada gambar 7.1 di samping

ini

merupakan

sebuah

komponen 3 (tiga) terminal

yang

dikemas dengan cara yang sama seperti (a)

transistor

dikemas.

Transistor

sambungan

tunggal

(unijunction

transistor) tersebut memiliki 2 (dua) karakteristik

yang

berbeda

dari

transistor, yaitu: 1.

Transistor

sambungan

(unijunction

transistor)

tunggal hanya

memiliki 1 (satu) persambungan,

(b)

oleh

karena

disebut

itu

transistor

transistor

ini

sambungan

tunggal. 2.

Transistor

sambungan

tunggal

(unijunction transistor) transistor memiliki sebuah tahanan negatif atau yang disebut dengan negative resistance.

(c) Gambar 7.1. Berbagai macam transistor sambungan tunggal (unijunction transistor).

Pada dasarnya tahanan negatif (negative

resistance)

pada

sebuah

transistor sambungan tunggal (unijunct-

190

ion transistor) akan meningkatkan arus pada transistor sambungan tunggal tersebut di saat terjadi penurunan tegangan yang melintasi transistor sambungan tunggal. Tahanan negatif (negative resistance) yang terdapat pada transistor sambungan tunggal (unijunction transistor) tersebut umumnya dimanfaatkan pada aplikasi-aplikasi rangkaian osilator (oscillator circuit), pewaktuan (timing circuit) dan pemicu SCR (SCR trigger circuit).

7.1.1 Simbol Pada

umumnya

transistor

tunggal

(unijunction

persambungan

transistor) disimbolkan seperti yang terlihat pada gambar 7.2 di samping ini. Gambar 7.2. Simbol transistor sambungan tunggal (unijunction transistor).

7.1.2 Konstruksi Konstruksi sambungan

dari

tunggal

transistor (unijunction

transistor) seperti yang terlihat pada gambar 7.3 tersebut adalah sangat berbeda dengan konstruksi transistor bipolar. Perbedaan antara konstruksi transistor

persambungan

tunggal

(unijunction transistor) dan konstruksi transistor bipolar menunjukan bahwa Gambar 7.3. Konstruksi fisik dari sebuah transistor sambungan tunggal (unijunction transistor).

kedua jenis transistor tersebut juga memiliki cara kerja yang berbeda. Pada konstruksi

transistor

persambungan

tunggal (unijunction transistor) tersebut

191

terlihat 2 (dua) terminal basis, yaitu B1 dan B2 , serta 1 (satu) terminal emitter, yaitu E .

7.2 Pengoperasian Transistor Sambungan Tunggal Pada prinsipnya sebuah transistor sambungan

tunggal

transistor)

merupakan

(unijunction komponen

pengganti dari rangkaian yang terlihat pada gambar 7.4 di samping ini dan rangkaian tersebut dinyatakan sebagai rangkaian ekivalen UJT. Rangkaian ekivalen UJT tersebut disusun oleh sebuah dioda Gambar 7.4. Rangkaian ekivalen dari sebuah transistor sambungan tunggal (unijunction transistor).

D , sebuah tahanan

variabel RB1 dan sebuah tahanan tetap

RB 2 . Pada rangkaian ekivalen UJT ters-

ebut terlihat bahwa di antara B1 dan B2 terdapat 2 (dua) buah tahanan, yaitu sebuah tahanan variabel RB1 dan sebuah tahanan tetap RB 2 . Tahanan variabel

RB1 dan tahanan tetap RB 2 pada rangkaian ekivalen UJT tersebut membentuk sebuah tahanan antar basis (inter-base resistance) serta disimbolkan dengan RBB . Tahanan variabel pada RB1 disebut demikian karena nilai tahanan tersebut akan berubah-ubah sesuai dengan arus emiter I E

sehingga membuat tahanan pada

RB1 tersebut beroperasi layaknya sebuah tahanan variabel (variable resistance). Rangkaian ekivalen UJT tersebut juga menunjukan sebuah persambungan PN (PN junction) yang dibuat oleh dioda D dan tegangan yang melintasi dioda tersebut dinyatakan sebagai tegangan dioda serta disimbolkan dengan VD . Tahanan variabel RB1 dan tegangan pada titik A V A di dalam rangkaian ekivalen UJT tersebut membentuk sebuah pembagi tegangan (voltage division). Secara

192

matematis pembagi tegangan V A dapat ditulis sebagai berikut:

VA

RB1 VBB RB1 RB 2

VA

VBB

Di mana:

V A = Teangan pada titik A volt RB1 = Tahanan variabel B1 RB 2 = Tahanan tetap B2 VBB = Tegangan B1

B2 volt

= Rasio pengimbang (intrinsic standoff ratio) Di mana

merupakan rasio pengimbang (intrinsic standoff ratio) adalah:

RB1 RB1 RB 2

RB1 RBB

7.2.1 Cara Kerja Transistor Sambungan Tunggal Pada prinsipnya sebuah tegangan yang diberikan kepada transistor sambungan tunggal (unijunction transistor) melalui

B1

dan

B2

akan

menyebabkan terjadinya aliran arus listrik yang kecil pada transistor sambungan tunggal tersebut. Tegangan yang diberikan kepada transistor sambungan tunggal (unijunction transistor) melalui B1 dan B2 tersebut juga akan membuat sebuah tegangan di antar B1 dan E . Tegangan di antara B1 dan E tersebut nilainya akan sesuai dengan hasil antara rasio pengimbang (intrinsic standoff ratio) dan tegangan B1

B2 VBB , yaitu sebesar

VBB dan dinyatakan sebagai tegangan

basis1-emiter VEB1 . Pada umumnya nilai rasio pengimbang (intrinsic standoff ratio) dari sebuah transistor sambungan tunggal (unijuntion transistor) adalah bernilai di antara 0,5 dan 0,8, namun nilai rasio pengimbang tersebut menjadi lebih bermanfaat bila bernilai sama dengan tegangan jatuh basis-emiter VBE yaitu sebesar 0,7.

193

Tegangan basis1-emiter VEB1 pada tingkat tertentu akan membuat dioda

D menjadi berkondisi prategangan maju (forward bias), yaitu nilai tegangan basis1-emiter VEB1 cukup untuk melewati potensial barrier (barrier potential) pada dioda

D . Dioda

D

yang sedang dalam kondisi prategangan maju

(forward bias) tersebut akan memiliki tegangan maju (forward voltage) sebesar

VF

yang mampu mengaktifkan persambungan basis1-emiter (base1-emitter

junction). Persambungan basis1-emiter (base1-emitter junction) yang telah aktif tersebut akan menyebabkan nilai tahanan pada B1 , yaitu RB1 , menjadi rendah sehingga arus emiter

IE

akan mengalir pada transistor sambungan tunggal

(unijunction transistor).

7.2.2 Karakterisitik

Gambar 7.5. Kurva karakteristik dari sebuah transistor sambungan tunggal (unijunction transistor).

Pada prinsipnya karakteristik dari sebuah transistor sambungan tunggal (unijunction transistor) dapat dijelaskan secara sederhana melalui sebuah kurva seperti yang terlihat pada gambar 7.5 di atas. Kurva tersebut merupakan kurva

194

dari tegangan emiter VE dan arus emiter I E pada sebuah transistor sambungan tunggal (unijunction transistor) serta dinyatakan sebagai kurva UJT. Pada kurva UJT tersebut dapat kita lihat bahwa saat tidak ada tegangan emiter VE

0 volt

maka dioda berkondisi prategangan balik (reverse bias).

Dioda yang sedang dalam kondisi prategangan balik (reverse bias) tersebut akan mengalirkan sebuah arus listrik yang sangat kecil, yaitu arus jenuh balik (reverse saturation current) dan disimbolkan dengan

I E 0 . Saat tegangan emiter VE

mulai dinaikan maka dioda D menjadi kurang berkondisi prategangan balik (reverse bias) dan arus emiter I E menjadi kurang bernilai negatif. Saat tegangan emiter VE menjadi cukup tinggi maka dioda D akan berubah kondisi menjadi prategangan maju (forward bias). Dioda yang berkondisi prategangan maju (forward bias) tersebut akan memasukan lubang-lubang (holes) ke dalam tahanan basis1 RB1 sehingga menyebabkan tahanan basis1 RB1 tersebut akan memiliki kelebihan lubang-lubang (holes) dan akhirnya akan menurunkan nilai tahanan basis1 RB1 . Sebagai contoh, ketika I E

IE

50 mA maka RB1

40

0 maka RB1

5.000

. Kurva UJT tersebut memperlihatkan bahwa

tahanan basis1 RB1 akan menurun di saat tegangan emiter VE arus emiter I E

dan ketika

menurun dan

meningkat sehingga membuat tahanan basis1 RB1

tersebut

memiliki konduktivitas yang tinggi. Perilaku menurunnya RB1 akibat VE dan I E tersebut dinyatakan sebagai tahanan negatif atau negative resistance. Pada kurva UJT tersebut dapat kita perhatikan bahwa tegangan dan arus pada titik puncak (peak point) dari kurva tersebut adalah sama dengan tegangan puncak

VP (peak voltage) dan arus puncak I P (peak current). Tegangan puncak VP pada kurva tersebut merupakan tegangan emiter VE

yang membuat sebuah

transisi dari daerah terputus (cutoff region) menuju daerah tahanan negatif (negative resistance region), sedangkan arus puncak I P

pada kurva tersebut

merupakan arus minimum yang dibutuhkan untuk mengaktifkan transistor sambungan tunggal (unijunction transistor).

195

Pada kurva UJT tersebut juga terlihat bahwa tegangan dan arus pada titik lembah (valley point) dari kurva tersebut adalah sama dengan tegangan lembah VV (valley voltage) dan arus lembah I V (valley current). Tegangan lembah VV pada kurva tersebut merupakan tegangan emiter VE

yang membuat sebuah

transisi dari daerah tahanan negatif (negative resistance region) menuju daerah jenuh (saturation region). Pada daerah jenuh (saturation region) tersebut tahanan basis1

RB1

akan beroperasi layaknya sebuah tahanan positif (positive

resistance), yaitu peningkatan nilai tahana pada RB1 dan nilai arus pada I E akan menyebabkan kenaikan tegangan pada VE . Pada kurva UJT tersebut juga terlihat tegangan V EB1 sat yang merupakan tegangan yang melintasi basis1 B1 dan emiter

E .

7.3 Parameter Transistor Sambungan Tunggal Pada dasarnya transistor sambungan tunggal (unijunction transistor) memiliki 8 (delapan) parameter yang sebaiknya diketahui untuk mengoperasikan transistor sambungan tunggal tersebut, yaitu: 1.

Tegangan maksimum emiter (peak emitter voltage).

2.

Arus maksimum emiter (peak emitter current).

3.

Tegangan lembah emiter (valley emitter voltage).

4.

Arus lembah emiter (valley emitter current).

5.

Tegangan antar-basis (inter-base voltage).

6.

Tegangan jenuh emiter (emitter saturation voltage).

7.

Tahanan antar-basis (inter-base resistance).

8.

Rasio pengimbang (intrinsic standoff ratio)

7.3.1 Tegangan Maksimum Emiter (Peak Emitter Voltage) Pada dasarnya tegangan maksimum emiter atau yang disebut juga dengan peak emitter voltage merupakan tegangan maksimum dari emiter sebelum transistor sambungan tunggal (unijunction transistor) memasuki daerah tahanan

196

negatif (negative resistance region). Secara matematis tegangan maksimum emiter (peak emitter voltage) tersebut disimbolkan dengan VP .

7.3.2 Arus Maksimum Emiter (Peak Emitter Current) Pada prinsipnya arus maksimum emiter atau yang disebut juga dengan peak emitter current merupakan arus maksimum dari emiter sebelum transistor sambungan tunggal (unijunction transistor) memasuki daerah tahanan negatif (negative resistance region). Arus maksimum emiter (peak emitter current) tersebut juga dapat dipahami sebagai arus minimum yang dibutuhkan oleh emiter untuk mengaktifkan transistor sambungan tunggal (unijunction transistor). Secara matematis arus maksimum emiter (peak emitter current) tersebut disimbolkan dengan I P .

7.3.3 Tegangan Lembah Emiter (Valley Emitter Voltage) Pada prinsipnya tegangan lembah emiter atau yang disebut juga dengan valley emitter voltage merupakan tegangan emiter pada titik lembah (valley point). Secara matematis tegangan lembah emiter (valley emitter voltage) tersebut disimbolkan dengan VV .

7.3.4 Arus Lembah Emiter (Valley Emitter Current) Pada prinsipnya arus lembah emiter atau yang disebut juga dengan valley emitter current merupakan arus emiter pada titik lembah (valley point). Secara matematis arus lembah emiter (valley emitter current) tersebut disimbolkan dengan I V .

7.3.5 Tegangan Antar-Basis (Inter-Base Voltage) Pada prinsipnya tegangan antar-basis atau yang disebut juga dengan interbase voltage merupakan tegangan di antara basis1 B1 dan basis2 B2 . Secara matematis tegangan antar-basis (inter-base voltage) tersebut disimbolkan dengan

VBB .

197

7.3.6 Tegangan Jenuh Emiter (Emitter Saturation Voltage) Pada prinsipnya tegangan jenuh emiter atau yang disebut juga dengan emitter saturation voltage merupakan tegangan yang melintasi emiter E dan basis1 B1 pada arus emiter I E dan tegangan antar-basis VBB tertentu. Secara matematis tegangan jenuh emiter (emitter saturation voltage) tersebut disimbolkan dengan V BE1, sat .

7.3.7 Tahanan Antar-Basis (Inter-Base Resistance) Pada prinsipnya tahanan antar-basis atau yang disebut juga dengan inter-base resistance merupakan tahanan dc (direct current) di antara basis1 B1 dan basis2

B2 saat emiter E dalam kondisi terbuka (opened circuit). Secara matematis tahanan antar-basis (inter-base resistancce) tersebut disimbolkan dengan RBB .

7.3.8 Rasio Pengimbang (Intrinsic Standoff Ratio) Pada prinsipnya rasio pengimbang atau yang disebut juga dengan intrinsic standoff ratio merupakan perbandingan antara tahanan basis1-emiter RB1 dan tahanan antar-basis RBB . Secara matematis rasio pengimbang (intrinsic standoff ratio) tersebut disimbolkan dengan

.

RB1 RBB

7.4 Analisa Transistor Sambungan Tunggal Pada dasarnya transistor sambungan tunggal (unijuntion transistor) banyak dimanfaatkan pada berbagai aplikasi. Berikut ini adalah analisa dari sebuah rangkaian yang menggunakan transistor sambungan tunggal (unijunction transistor).

198

7.4.1 Rangkaian Gigi Gergaji (Sawtooth Waveform) Pada prinsipnya sebuah transistor sambungan

tunggal

(unijunction

transistor) dapat dimanfaatkan untuk membuat sebuah rangkaian gigi gergaji atau yang disebut juga dengan sawtooth waveform circuit. Bentuk gelombang gigi gergaji (sawtooth waveform) yang dihasilkan pada rangkaian tersebut Gambar 7.6. Rangkaian gigi gergaji

diperoleh dengan memanfaatkan daerah

(sawtooth waveform circuit) dengan

terputus (cutoff region) dan daerah

menggunakan transistor sambungan

tahanan negatif (negative resistance

tunggal (unijunction transistor).

region) pada transistor sambungan tunggal (unijunction transistor).

Perhatikan rangkaian gigi gergaji (sawtooth waveform circuit) pada gambar 7.6 di atas. Pada rangkaian gigi gergaji (sawtooth waveform circuit) tersebur terlihat bahwa sebuah transistor sambungan tunggal (unijunction transistor) disusun secara bersama dengan 2 (dua) buah resistor

dan 1 (satu) buah

R dan R1

kapasitor C . Kapasitor C pada rangkaian gigi gergaji tersebut awalnya adalah tidak bermuatan listrik (uncharged), kemudian saklar SW

akhirnya tertutup

hingga membuat rangkaian gigi gergaji tersebut menjadi sebuah rangkaian tertutup. Rangkaian gigi gergaji (sawtooth waveform circuit) yang telah tertutup tersebut menyebabkan kapasitor C

mulai terisi oleh muatan listrik hingga

mencapai E BB volt. Transistor sambungan tunggal (unijuntion transistor) pada rangkaian gigi gergaji tersebut akan aktif bila tegangan emiter VE adalah sama dengan tegangan puncak VP , tetapi bila tegangan emiter VE ` pada rangkaian gergaji tersebut adalah kurang dari tegangan puncak

VP

maka transistor

sambungan tunggal berada di dalam kondisi terputus (cutoff). Saat tegangan

199

emiter VE tersebut telah menyamai tegangan puncak VP , maka kapasitor C juga akan terisi muatan hingga menyamai tegangan puncak

VP

tersebut.

Kapasitor C yang telah terisi muatan yang sama besarnya dengan tegangan puncak VP

tersebut menyebabkan transistor sambungan tunggal (unijunction

transistor) menjadi aktif. Transistor sambungan tunggal (unijunction transistor) yang telah aktif tersebut menyebabkan nilai tahanan pada RB1 menurun sehingga arus emiter I E dapat mengalir menuju R1 . Pada saat tegangan emiter VE pada rangkaian gergaji tersebut adalah sama dengan tegangan lembah VV , maka transistor sambungan tunggal (unijunction transistor) akan berkondisi terputus (cutoff). Pada saat transistor sambungan tunggal (unijunction transistor) tersebut berkondisi terputus (cutoff), maka peristiwa seperti di awal akan terulang kembali dan terus seperti itu untuk berikutnya.

Gambar 7.7. Bentuk gelombang gergaji (sawtooth waveform) yang diperoleh dari rangkaian gigi gergaji (sawtooth waveform ciruit).

Peristiwa yang berkelanjutan tersebut menyebabkan transistor sambungan tunggal (unijunction transistor) menghasilkan 2 (dua) buah bentuk gelombang yang berbeda pada kapasitor C dan resistor1 R1 . Kedua gelombang pada

200

kapasitor C dan resistor1 R1 tersebut merupakan gelombang yang berbentuk gigi gergaji (sawtooth waveform). Gelombang gergaji (sawtooth waveform) yang dihasilkan oleh rangkaian tersebut , seperti yang terlihat pada gambar 7.7, memiliki amplitudo (peak-to-peak amplitude) yang besarnya adalah sama dengan besarnya perbedaan di antara tegangan puncak (peak voltage) dan tegangan lembah (valley voltage). Pada umumnya rangkaian gigi gergaji (sawtooth waveform circuit) tersebut digunakan sebagai pemicu (trigger) SCR pada aplikasi-aplikasi rangkaian kendali fase (phase controller circuit). Rangkaian gigi gergaji tersebut dimanfaatkan melalui arus yang mengalir pada resistor1 I R1 saat kapasitor C melepaskan muatan.

201...


Similar Free PDFs