Week 7 - Frankfurt School of Thought PDF

Title Week 7 - Frankfurt School of Thought
Course Teori Hubungan Internasional
Institution Universitas Airlangga
Pages 3
File Size 97.5 KB
File Type PDF
Total Downloads 267
Total Views 422

Summary

Nizzah Amalia Subchan_071511233058_Week 7 Frankfurt School of Thought: Perspektif Kritis dalam Hubungan Internasional Seiring dengan berkembangnya kompleksitas fenomena HI, para akademisi HI menganggap perlunya sebuah teori alternatif yang dapat memberi penjelasan lengkap terhadapnya. Sehingga muncu...


Description

Nizzah Amalia Subchan_071511233058_Week 7

Frankfurt School of Thought: Perspektif Kritis dalam Hubungan Internasional Seiring dengan berkembangnya kompleksitas fenomena HI, para akademisi HI menganggap perlunya sebuah teori alternatif yang dapat memberi penjelasan lengkap terhadapnya. Sehingga muncul Critical Theory yang turut berkontribusi pada HI kontemporer. Critical Theory adalah sebuah tradisi pemikiran yang dianggap sebagai sebuah ‘pendobrak’ tradisi pemikiran-pemikiran yang berakar kuat pada masa itu. Critical Theory muncul pertama kali dan dikembangkan di Frankfurt pada tahun 1980-an dengan pemikir Antonia Gramsci di Institute of Social Reasearch Jerman, dan berakar dari Enlightenment thinkers seperti Kant, Hegel, dan Marx, lalu diperkuat oleh tulisan Jurgen Habermas dan sekelompok ilmuwan yang menuangkan pemikirannya terhadap pergerakan sosial dan politik, maka dinamakan Frankfurt School of Thought. Sama seperti Marxisme, Critical Theory merupakan perspektif yang diadopsi oleh HI dari ilmu Sosiologi (Linklater, 1996: 280). Dalam pemikiran ini ada koneksi erat antara teori-teori dengan praktek sosial nyata dalam kehidupan. Sebagai sebuah perspektif yang kritikal terhadap fenomena yang berlangsung, hal tersebut menuntut kita untuk berefleksi pada kegiatan seharihari. Walaupun merupakan sebuah bentuk kritik atas perspektif-perspektif tradisional terdahulu, namun Frankfurt School juga memiliki beberapa asumsi dasar (Steans, et al., 2010: 115-116). Pertama, sifat dasar manusia bersifat dinamis karena dibentuk oleh kondisi sosial yang sedang berlangsung saat itu. Kaum ini percaya bahwa kebutuhan dasar manusia adalah untuk memperoleh emansipasi atau kebebasan hak terlepas dari latar belakang ras, kelas, dan gender yang dimiliki, maka dari itu dianggap universalis. Sehingga, seharusnya studi hubungan internasional berorientasi kepada pendekatan politik emansipatoris, suatu usaha untuk mengembalikan potensi masyarakat yang sudah ditutupi oleh tren-tren. Adanya sebuah eksplorasi terhadap otonomi, kebebasan, dan self-determining yang terdapat dalam kapasitas manusia itu sendiri. Hal ini bertujuan untuk menghapus dan menghentikan struktur sosial yang bersifat abusive dalam sejarah. Contohnya merupakan division of labor yang timbul maupun sifat eksploitatif sebagai akibat dari world system theory, salah satu bukti nyata hal tersebut dapat terlihat pada institusi IMF, yang secara tidak langsung merendahkan peran state dengan memprivatisasi perusahaan nasional yang berada di negara tersebut. Cara menghentikan bentuk

Nizzah Amalia Subchan_071511233058_Week 7

struktur sosial seperti itu dibutuhkan adanya dekonstruksi pemikiran yang teropresi (Wardhani, 2016). Menurut Cox (1981) kaum Critical Theory ini berargumen bahwa adanya teori pasti diperuntukkan untuk suatu tujuan maka dari itu mereka menolak pandangan teori tradisional yang mengatakan bahwa teori bersifat bebas nilai ataupun anggapan bahwa ilmu pengetahuan itu netral atau non-politikal. Critical Theory mengatakan pada dasarnya dalam pembentukan sebuah teori sendiri pasti dipengaruhi oleh pemikiran dari subjek yang dipengaruhi oleh keadaan sekitar (Wardhani, 2016). Sehingga ilmu dapat bias ke suatu sisi dan cenderung mendukung kepentingan-kepentingan kelompok yang mendominasi, maka Critical Theory mengatakan sebuah teori harus value-free. Teori yang dihadirkan oleh HI sendiri telah dikondisikan dan dipengaruhi oleh aspek-aspek sosial budaya maupun ideologi-ideologi, oleh karena itu Critical Theory menyimpulkan bahwa subjek dan objek dalam pembentukan teori tidak dapat dapat dipisahkan. Sehingga teori kritis berusaha untuk mengkritisi dan menetralisir pemikiran dogmatis. Disini muncul metode immanent critique yang berfungsi untuk selalu mengkritik secara terus menerus dan mempertanyakan suatu hal yang dianggap mutlak. Mereka beranggapan bahwa tidak ada kebenaran yang absolut terhadap suatu realita karena fakta dapat bersifat objektif (Brown 1994, 60). Ada beberapa tema utama yang diusung oleh teori ini yang diringkas menjadi 6. Pertama negara dan kekuatan; kedua, institusi dan tatanan dunia; di mana power utama tetap berasal dari negara, akan tetapi power juga dapat berasal dari institusi-institusi dan power bekerja untuk mendukung ketertiban sosial. Ketiga, komunitas dan identitas; keempat, ketidaksetaraan dan keadilan yaitu bagaimana merealisasikan politik emansipasi yang bersifat inklusif secara sosial dan demokratis, serta kelima konflik dan kekerasan; dan terakhir perdamaian dan keamanan, yang hanya dapat tercapai apabila masalah yang ditimbulkan dari kapitalisme dapat terselesaikan. (Steans et al. 2005, 116-125). Critical Theory sendiri mendapatkan banyak kritik terhadapnya, yaitu terlalu berfokus pada kesenjangan kelas sehingga tidak terlalu menggubris kesenjangan lain yang sama pentingnya untuk dianalisa. Standarisasi kesetaraan budaya tiap negara itu berbeda sehingga tidak ada persetujuan jelas mengenai isu kesetaraan ras dan gender antar budaya. Percaya akan runtuhnya kapitalisme dan sosialisme tapi pada realitasnya, aspek ekonomi dan sosial adalah hal

Nizzah Amalia Subchan_071511233058_Week 7

yang diperjuangkan. Dianggap utopis karena penerapan kondisi internasional berbasis keadilan dan ilmu pengetahuan objektif tidaklah mudah (Ritzer dan Goodman 2004, 121). Penulis berpendapat bahwa Frankfurt School merupakan suatu perspektif yang bersifat dinamis karena menyanggah dan mengkritisi perspektif lainnya sesuai keadaan atau fenomena yang sedang berlangsung. Teori ini juga menarik karena memiliki metode tersendiri dalam menanggapi ilmu pengetahuan yaitu immanent critique and self-reflective. Selain itu, mereka sangat menjunjung tinggi eksistensi individu sebagai aktor yang dasar dan juga penting dalam suatu entitas serta memperjuangkan adanya emasipasi politik dalam dunia. Terakhir, Critical Theory berkontribusi atas perkembangan signifikan dalam membahas isu-isu internasional melalui perspektif turunannya, seperti feminism maupun post-modernisme.

Referensi : Brown, Chris. 1994. “Critical Theory and Postmodernism in International Relations”, dalam A. J. R. Groom dan Margot Light [eds.]. Contemporary International Relations: A Guide to Theory. New York: Pinter, pp. 56-68. Linklater, Andrew. 1996. “The Achievements of Critical Theory”, dalam Steve Smith, et al. [eds.] International Theory: Positivism and Beyond. Cambridge: Cambridge University Press, pp. 279-300. Ritzer, G dan Goodman, Douglas. 2004. Sociological Theory: Karl Marx and Varieties of Neomarxian Theory. New York: McGraw Hill, pp. 103-120. Steans, Jill dan Pettiford, Lloyd dan Diez, Thomas. 2005. Introduction to International Relations, Perspectives, and Themes, Vol. 2. New York: Pearson and Longman, pp. 103-128. Wardhani, Baiq L.S.W., 2016. Critical Theory. Materi disampaikan pada kuliah Teori Hubungan Internasional. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga, 14 April 2016....


Similar Free PDFs