2. Standarisasi larutan PDF

Title 2. Standarisasi larutan
Author Samriani Mahmud
Pages 15
File Size 267.5 KB
File Type PDF
Total Downloads 436
Total Views 743

Summary

A. JUDUL PERCOBAAN “Pembuatan Larutan Standar KmnO4 dan Penetapan Campuran Fe2+ dan Fe3+”. B. TUJUAN PERCOBAAN Pada akhir percobaan mahasiswa dapat mengetahui: 1. Prinsip dasar permanganometri. 2. Standarisasi larutan. 3. Menetapkan campuran Ferro dan Ferri. C. LANDASAN TEORI Sistem homogen yang men...


Description

A. JUDUL PERCOBAAN “Pembuatan Larutan Standar KmnO4 dan Penetapan Campuran Fe2+ dan Fe3+”. B. TUJUAN PERCOBAAN Pada akhir percobaan mahasiswa dapat mengetahui: 1. Prinsip dasar permanganometri. 2. Standarisasi larutan. 3. Menetapkan campuran Ferro dan Ferri. C. LANDASAN TEORI Sistem homogen yang mengandung dua atau lebih zat disebut larutan. Zat terlarut dan pelarut adalah dua istilah yang sering dipakai dalam pembahasan larutan. Komponen utama larutan disebut pelarut dan komponen yang lain disebut zat terlarut. Dalam larutan dikenal komposisi atau konsentrasi larutan yang menyatakan jumlah zat terlarut dalam suatu larutan. Dalam kimia, yang paling umum menyatakan komposisi/konsentrasi larutan adalah molaritas, molalitas dan fraksimol. Selain itu, ada beberapa konsentrasi yang lain seperti persen (%) dan part permilion (ppm) atau bagian perjuta (bpj) (Tim Dosen Kimia Dasar,2013:17). Dalam percobaan titrasi, suatu larutan yang konsentrasinya diketahui secara pasti, disebut sebagai larutan standar (standard solution), ditambahkan secara bertahap kelarutan lain yang konsentrasinya tidak diketahui, sampai reaksi kimia antara kedua larutan tersebut berlangsung sempurna. Jika diketahui volume larutan standar dan larutan tidak diketahui yang akan digunakan dalam titrasi, maka dapat menghitung konsentrasi larutan tidak diketahui itu (Chang, 2004:111). Dalam banyak prosedur analitis analitnya berada dalam lebih dari satu keadaan oksidasi harus diubah ke suatu keadaan oksidasi tunggal sebelum dititrasi. Suatu contoh dalam penetapan besi dalam suatu bijih. Sekali bijih itu sudah dilarutkan, besi berarti baik dalam keadaan oksidasi +2 maupun +3. Besi itu harus direduksi sempurna menjadi keadaan +2 sebelum dititrasi oleh zat pengoksidasi. Reagen redoks yang digunakan dalam tahap ini harus mampu mengubah analit dengan lengkap dan cepat menjadi keadaan oksidasi yang diinginkan (underwood dan Day, 1986: 290).

Menurut (Khopkar, 1990: 54), terdapat dua jenis indikator redoks: a). Indikator spesifik: yaitu indikator yang bereaksi hanya dengan salah satu komponen yang berhubungan dalam titrasi. Contoh: amilum dan KSCN. b). Indikator redoks asli: yaitu indikator yang peka terhadap potensial sistem. Reaksi separuh sel menyebabkan perubahan warna dapat dijelaskan dengan persamaan berikut: ln ox + ne = ln red jika E = Eo –

0,0591 n

log

[ln red] [ln ox]

Biasanya konsentrasi suatu pereaksi berubah 100 kali lipat, yaitu harga (ln red) / (ln ox) berubah dari 0,1 ke 10 maka: E = Eo ±

0,0591 n

. berarti suatu indikator akan menunjukkan perubahan warna yang

dapat dideteksi bila penetrasi menyebabkan suatu pergeseran sekitar (0,0118/n)V atau 0,059 V bila n=2. Kalium permanganat telah digunakan sebagai zat pengoksidasi secara meluas lebih dari 100 tahun ini. Reagensia ini mudah diperoleh, murah dan tak memerlukan indikator kecuali bila digunakan larutan yang sangat encer. Setelah permanganat 0,1 N memberikan warna merah muda yang tampak, kepada larutan yang volumenya lazim digunakan dalam titrasi. Warna ini digunakan untuk menyatakan berlebihnya reagensia itu. Permanganat bereaksi secara beraneka, karena mangan dapat memiliki keadaan oksidasi +2, +3, +4, +6 dan +7 (Underwood dan Day, 1986: 293). Kalium permanganat adalah oksidator kuat. Tidak memerlukan indikator. Kelemahannya adalah dalam medium HCl Cl- dapat teroksidasi, demikian juga larutannya, mempunyai kestabilan yang terbatas. Biasanya digunakan pada medium asam 0,1 N: MnO4- + 8H+ + 5e

Mn2+ + 4H2O Eo = 1,51 V. Reaksi

oksidasi terhadap H2C2O4 berjalan lambat pada temperatur ruangan. Untuk mempercepat perlu pemanasan. Sedangkan reaksinya dengan As(III) memerlukan katalis. Titik akhir permanganat titik permanen dan warnanya dapat hilang karena reaksi: 2MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O Ungu

5MnO2 + 4H+ tidak berwarna

Larutan dalam air tidak stabil dan air tidak stabil dan air teroksidasi dengan cara: 4MnO4- + 2H2O

4MnO2 + 3O2 + 4OH-. Penguraiannya dikatalis oleh

cahaya panas asam-basa, ion Mn(II) dan MnO2. MnO2 biasanya terbentuk dari dekomposisinya sendiri dan bersifat autokatalitik (Khopkar, 1990: 56). Penetapan besi dalam bijih besi merupakan salah satu penerapan paling penting dalam titrasi kalium permanganat. Bijih besi yang utama adalah oksidasi atau oksidasi atau oksidasi terhidrasi: hematit, Fe2O3 : Magnetit, Fe3O4 : goelit, Fe2O3.H2O : dan limonit, 2Fe2O3.3H2O. karbonat FeCO3 (siderit), dan sulfida, FeS2 (pirit) kalah penting. Asam terbaik untuk melarutkan bijih-bijih ini adalah asam klorida-oksidasi terhidrasi dengan mudah melarut, sedangkan magnetit hemanit melarut, dengan agak lambat. Penambahan timah (II) klorida membantu dalam melarutkan oksida tak terhidrasi ini. Residu silika, yang tetap tinggal setelah sampel dipanaskan dengan asam dapat menahan sejumlah besi. Silika itu dapat dilelehkan dengan natrium karbonat dan kemudian diolah dengan asam klorida untuk memulihkan besinya (Underwood dan Day, 1986: 296). Analisa kandungan besi dalam sampel dilakukan dengan mengomplekskan besi dengan agen pangkhelat 1,10-fenantrolin. Sebelum dikomplekskan dengan 1,10-fenantrolin, Fe3+ harus direduksi untuk mengubah Fe3+ menjadi Fe2+ dengan menggunakan natrium tiosulfat (Na2S2O3). Setelah melalui proses reduksi larutan Fe3+ akan mengalami reduksi menjadi Fe2+ akibat penambahan Na2S2O3. Penambahan 1,10-fenantrolin sebagai ligan bidentat akan menghasilkan kompleks dengan Fe2+ yang berikatan secara kovalen koordinasi dan menghasilkan warna merah-orange (Rifki dan Djarot, 2013: 12). Kadar Fe tertinggi pada sampel ini dihasilkan oleh lama radiasi 40 menit, yaitu sebesar 97,68% dan akan mengalami penurunan seiring dengan semakin lamanya radiasi gelombang mikro sampai pada nilai kadar Fe 90,56%. Penurunan kadar Fe ini diakibatkan oleh mulai ikut melelehnya crucible yang memiliki melting point sebesar 1800oC dikarenakan kuantitas sampel yang terlalu sedikit dan tidak proporsional dengan cawan crwible. Crucible yang meleleh akan bercampur dengan produk reduksi dan mengurangi kadar Fe nya. Dimana semakin lama waktu radiasi kadar Ca dan Si semakin meningkat

(Primaningtyas dan Sungging, 2012: 5). D. ALAT DAN BAHAN 1. Alat a. Erlenmeyer 250 mL

6 buah

b. Penutup Erlenmeyer

5 buah

c. Labu takar 100 mL

1 buah

d. Gelas kimia 100 mL

2 buah

e. Gelas kimia 1000 mL

1 buah

f. Gelas ukur 10 mL

1 buah

g. Gelas ukur 5o mL

1 buah

h. Buret 50 mL

1 buah

i. Kaki tiga dan kasa asbes

1 buah

j. Botol semprot

1 buah

k. Ball pipet

2 buah

l. Pipet volum 25 mL

2 buah

m. Corong biasa

2 buah

n. Pembakar spiritus

1 buah

o. Termometer 110oC

1 buah

p. Batang pengaduk

1 buah

q. Neraca analitik

1 buah

r. Spatula

1 buah

s. Statif dan klem

1 buah

2. Bahan a. Larutan sampel (campuran Fe2+ dan Fe3+) b. Kalium permanganat (KMnO4) 0,1 N c. Larutan Merkuri (II) klorida (HgCl2) 5% d. Kristal asam oksalat (H2C2O4) e. Asam klorida pekat (HCl) f. Asam sulfat pekat (H2SO4) g. Asam sulfat (H2SO4) 1 N h. Timah (II) klorida (SnCl2) 5%

i. Aquades (H2O) j. Tissue k. Korek api l. Es batu E. PROSEDUR KERJA 1. Standarisasi Larutan a. 0,6 gram kristal Asam Oksalat ditimbang dengan menggunakan neraca analitik dan dilarutkan dengan 100 mL aquades. b. 25 mL larutan asam oksalat diambil menggunakan pipet volum kemudian ditambahkan 5 mL H2SO4 pekat dan dipanaskan sampai suhu ± 70oC. c. Larutan asam oksalat dititrasi dalam keadaan panas dengan larutan KMnO4 standar sampai warna ungu dari tetesan larutan permanganat tersebut tidak hilang. d. Cara kerja ke-2 dan ke-3 diulangi sebanyak tiga kali dan dicatat volume titrasi rata-rata. 2. Penetapan campuran Ferro dan Ferri a. 25 mL larutan sampel campuran Fe2+ dan Fe3+ dipipet menggunakan pipet volum kemudian ditambahkan 25 mL larutan H2SO4 1 N. b. Larutan yang telah dicampur dititrasi dengan larutan KMnO4 standar sampai terjadi warna ungu muda dan dicatat volume titran. c. Cara kerja ke-1 dan ke-2 diulangi sebanyak tiga kali dan dicatat volume ratarata titran sebagai V1. d. 25 mL larutan sampel campuran Fe2+ dan Fe3+ dipipet menggunakan pipet volum kemudian ditambahkan 10 mL HCl pekat dan dipanaskan sampai suhu ±70oC. e. Kemudian ditambahkan beberapa tetes larutan SnCl2 5% dalam keadaan panas sampai warna kuning hilang dan berubah menjadi hijau. f. Larutan didinginkan dengan cepat dan kemudian ditambahkan 10 mL HgCl2 5%. g. Larutan dititrasi dengan larutan KMnO4 standar sampai terbentuk warna ungu muda dan dicatat volume titran.

h. Cara kerja ke-4 sampai ke-7 diulangi sebanyak tiga kali dan dicatat volume titran rata-rata. F. HASIL PENGAMATAN 1. Standarisasi Larutan 0,65 gram H2C2O4 (serbuk putih) + 100 mL aquades (bening)

larutan

bening (dingin).  25 mL larutan H2C2O4 (bening) + 5 mL H2SO4 (bening) (panas)

± 70oC

dititrasi KMnO4

larutan berwarna ungu (V1 = 5,5 mL).

 25 mL larutan H2C2O4 (bening) + 5 mL H2SO4 (bening) (panas)

± 70oC

dititrasi KMnO4

V = =

± 70oC

dititrasi KMnO4

larutan bening

larutan berwarna ungu (V2 = 5,5 mL).

 25 mL larutan H2C2O4 (bening) + 5 mL H2SO4 (bening) (panas)

larutan bening

larutan bening

larutan berwarna ungu (V3 = 5,6 mL).

V1+V2+V3 3

(5,5+5,5+5,6) mL 3

= 5,533 mL 2. Penetapan campuran Ferro dan Ferri a. - 25 mL larutan sampel Fe2+ dan Fe3+ (kuning) + 25 mL H2SO4 (bening) larutan bening

dititrasi dengan larutan KMnO4

larutan berwarna coklat (V1 = 5,2 mL).

- 25 mL larutan sampel Fe2+ dan Fe3+ (kuning) + 25 mL H2SO4 (bening) larutan bening

dititrasi dengan larutan KMnO4

larutan berwarna coklat muda (V2 = 5,3

mL). - 25 mL larutan sampel Fe2+ dan Fe3+ (kuning) + 25 mL H2SO4 (bening) larutan bening V = =

dititrasi dengan larutan KMnO4

V1+V2+V3 3

(5,2+5,3+5,3) mL

= 5,27 mL

3

larutan coklat kemerahan (V3 = 5,3 mL).

b. – 25 mL larutan sampel Fe2+ dan Fe3+ (kuning) + 10 mL HCl pekat (bening) larutan berwarna orange

± 70oC

larutan berwarna kuning + beberapa

larutan berwarna hijau dinginkan

tetes SnCl2 5%

larutan berwarna hijau

larutan berwarna hijau titrasi dengan larutan KMnO4

+ 10 mL HgCl2 5% (bening)

larutan berwarna coklat (V1 = 6,2 mL). – 25 mL larutan sampel Fe2+ dan Fe3+ (kuning) + 10 mL HCl pekat (bening) larutan berwarna orange

± 70oC

larutan berwarna kuning + beberapa

larutan berwarna hijau dinginkan

tetes SnCl2 5%

larutan berwarna hijau

larutan berwarna hijau titrasi dengan larutan KMnO4

+ 10 mL HgCl2 5% (bening)

larutan berwarna coklat (V2 = 6,3 mL). – 25 mL larutan sampel Fe2+ dan Fe3+ (kuning) + 10 mL HCl pekat (bening) larutan berwarna orange

± 70oC

larutan berwarna hijau dinginkan

tetes SnCl2 5%

+ 10 mL HgCl2 5% (bening)

=

V1+V2+V3 3

(6,2+6,3+6,2) mL 3

= 6,2 mL G. ANALISIS DATA 1. Standarisasi Larutan Diketahui

:

Massa H2C2O4 = 0,65 gram = 650 mg Mr H2C2O4

= 126 g/mol = 126 mg/mmol

Volume titran = 5,533 mL Ditanyakan : N KMnO4 Penyelesaian :

= ..... N ?

larutan berwarna hijau

larutan berwarna hijau titrasi dengan larutan KMnO4

larutan berwarna coklat (V3 = 6,2 mL). V =

larutan berwarna kuning + beberapa

𝑤 (𝑚𝑔) 𝑚𝑒𝑘 25 𝑚𝐿 ×2 × 100 𝑚𝐿 𝑀𝑟 𝑚𝑙 𝑁 𝐾𝑀𝑛𝑂4 = 𝑉̅ 650 𝑚𝑔 𝑚𝑒𝑘 25 𝑚𝐿 𝑚𝑔 × 2 𝑚𝑙 × 100 𝑚𝐿 126 𝑚𝑚𝑜𝑙 𝑁 𝐾𝑀𝑛𝑂4 = 5,533 𝑚𝐿 ( 5,1587 × 2 × 0,25)𝑚𝑒𝑘 𝑚𝐿 = 5,533

=

2,58 𝑚𝑒𝑘/𝑚𝐿 5,533

= 0,4662 𝑁 𝐾𝑀𝑛𝑂4 2.

𝑚𝑒𝑘 𝑚𝐿

= 0,4662 𝑁

Penetapan Kadar Ferro dan Ferri

Diketahui : V1

= 5,27 mL

V2

= 6,25 mL

N KMnO4

= 0,4662 N = 0,4662 mek/mL

BM Fe

= 56 g/mol = 56 mg/mmol

Ditanyakan : Kadar Ferro dan Ferri = ... ? Penyelesaian : 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐹𝑒𝑟𝑟𝑜 =

=

𝑉̅1 × 𝑁 𝐾𝑀𝑛𝑂4 × 𝐵𝑀 𝐹𝑒 25 𝑚𝐿 5,27 𝑚𝐿 × 0,4662 × 56

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐹𝑒𝑟𝑟𝑜 = 5,5034

25 𝑚𝐿

𝑚𝑔 𝑚𝑚𝑜𝑙

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐹𝑒𝑟𝑟𝑖 =

= =

𝑉̅2 − 𝑉̅1 × 𝑁 𝐾𝑀𝑛𝑂4 × 𝐵𝑀 𝐹𝑒 25 𝑚𝐿 ( 6,25 − 5,27 )𝑚𝐿 × 0,4662 × 56 25 𝑚𝐿 0,96 𝑚𝐿 × 0,4662 × 56 25 𝑚𝐿

𝑚𝑔 𝑚𝑚𝑜𝑙

𝑚𝑔 𝑚𝑚𝑜𝑙

𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐹𝑒𝑟𝑟𝑖 = 1,0025 H. PEMBAHASAN Percobaan ini menggunakan prinsip kerja permanganometri. Dimana permanganometri merupakan reaksi oksidasi-reduksi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium permanganat. Dalam percobaan ini dilakukan dua kegiatan, yaitu : standarisasi larutan KMnO4 dan penetapan campuran Fe2+ dan Fe3+. 1. Standarisai Larutan KMnO4 Standarisasi oleh oleh larutan KMnO4 digunakan asam oksalat sebagai larutan standar primer, karena asam oksalat kemurniannya tinggi, mudah larut dalam air dan tersedia dengan mudah serta stabil dalam penyimpanannya. Standarisasi larutan bertujuan untuk mengetahui konsentrasi larutan KMnO4 yang sebenarnya, mengingat KMnO4 adalah larutan yang tidak stabil dalam penyimpanannya sehingga konsentrasinya dapat berubah-ubah, atau dengan kata lain larutan KMnO4 adalah larutan standar sekunder. Hal pertama yang dilakukan dalam proses standarisasi ini adalah melarutkan asam oksalat kedalam air untuk menghasilkan larutan asam okslat, kemudian larutan asam oksalat yang bening ini ditambahkan dengan larutan H2SO4 pekat menghasilkan larutan bening dan panas. Penambahan H2SO4 berfungsi memberi suasana asam karena dalam suasana asam reaksi tidak terjadi bolak-balik sehingga Mn+7 dapat direduksi menjadi Mn+2 saat titrasi berlangsung, kemudian panas yang terjadi saat penambahan H2SO4 pekat disebabkan karena terjadinya reaksi eksoterm. Dimana reaksi eksoterm adalah reaksi kimia kimia dengan sistem melepaskan kalor dari sistem ke lingkungan, setelah itu, larutan

dipanaskan untuk mempercepat terjadinya reaksi. Larutan kemudian dititrasi dengan larutan KMnO4 menghasilkan larutan berwarna ungu. Disini titrasi dilakukan tanpa ada penambahan indikator karena KMnO4 memiliki sifat yang autokatalitik sehingga dapat menjadi indikator. Titarasi dihentikan setelah warna ungu dari tetesan larutan KMnO4 sudah tidak hilang lagi. Pada percobaan ini, titrasi dilakukan sebanyak tiga kali, tujuannya agar diperoleh hasil yang lebih akurat. Hasil titrasi diperoleh volume rata-rata titran sebesar 5,533 mL dengan normalitas sebesar 0,4662 N, ini menandakan bahwa KMnO4 benar merupakan larutan standar sekunder yang konsentrasinya dapat berubah-ubah, yang dimana konsentrasi awal KMnO4 sebelum distandarisasi sebesar 0,1 N. Adapun reaksi yang terjadi : 𝑅𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 ∶ 𝑀𝑛𝑂4 − + 8 𝐻 + + 5 𝑒 − → 𝑀𝑛2+ + 4 𝐻2 𝑂 | × 2 𝑂𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎𝑠𝑖 ∶ 𝐶2 𝑂42− → 𝐶𝑂2 + 2𝑒 −

| ×5

𝑅𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 ∶ 2 𝑀𝑛𝑂4 − + 16 𝐻 + + 10 𝑒 − → 2 𝑀𝑛2+ + 8 𝐻2 𝑂 𝑂𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎𝑠𝑖 ∶ 5 𝐶2 𝑂4 2− → 5 𝐶𝑂2 + 10 𝑒 − 𝑅𝑒𝑑𝑜𝑘𝑠 ∶ 2 𝑀𝑛𝑂4 − + 16 𝐻 + + 5 𝐶2 𝑂4 2− → 2 𝑀𝑛2+ + 5 𝐶𝑂2 + 8 𝐻2 𝑂 Reaksi lengkapnya : 2 𝐾𝑀𝑛𝑂4 + 5 𝐻2 𝐶2 𝑂4 + 3 𝐻2 𝑆𝑂4 → 2 𝑀𝑛𝑆𝑂4 + 10 𝐶𝑂2 + 𝐾2 𝑆𝑂4 + 8 𝐻2 𝑂 2. Penetapan Kadar Campuran Ferro dan Ferri Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui kadar ferro dan ferri dalam campuran. Pada percobaan pertama dilakukan untuk mengetahui kadar ferro dalam campuran. Pada tahap ini dilakukan titrasi langsung dengan menggunakan larutan standar KMnO4. Hal pertama yang dilakukan yaitu menambahkan H2SO4 pekat kedalam larutan sampel Fe3+ dan Fe2+. Penambahan H2SO4 pekat berfungsi untuk memberikan suasana asam agar tidak terjadi reaksi bolak-balik karena KMnO4 merupakan oksidator kuat dalam larutan yang bersifat asam. Selain itu, mengapa dalam keadaan asam, untuk memudahkan dalam pengamatan, karena

dalam suasana basa atau netral KMnO4 diubah menjadi MnO4 sehingga larutan menjadi berwarna cokelat yang menyukarkan pengamatan pada titik akhir titrasi. Selanjutnya, dilakukan titrasi dengan larutan standar KMnO4 sampai terjadi perubahan warna, karena percobaan ini menghasilkan larutan berwarna cokelat, maka hal ini tidak sesuai dengan teori karena seharusnya warna larutan yang diperoleh pada akhir titrasi adalah larutan berwarna ungu muda. Hal ini dikarenakan kesalahan praktikan dalam praktikum, terutama dalam melakukan titrasi. Adapun titrasi yang dilakukan sebanyak tiga kali tujuannya untuk memperoleh hasil yang lebih akurat. Dari hasil titrasi diperoleh volume rata-rata titaran sebesar 5,27 mL dengan kadar Ferro sebesar 5,5034 mek/mL yang berarti dalam campuran Fe3+ dan Fe2+ terdapat 5,5034 mek Fe3+ dalam volume total campuran atau konsentrasi Fe3+ dalam campuran sebesar 5,5034 N. Adapun reaksi yang terjadi : 𝑅𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 ∶ 𝑀𝑛𝑂4 − + 8 𝐻 + + 5 𝑒 − → 𝑀𝑛2+ + 4 𝐻2 𝑂 | × 1 𝑂𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎𝑠𝑖 ∶ 𝐹𝑒 2+ → 𝐹𝑒 3+ + 𝑒 −

| ×5

𝑅𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 ∶ 𝑀𝑛𝑂4− + 8 𝐻 + + 5 𝑒 − → 𝑀𝑛2+ + 4 𝐻2 𝑂 𝑂𝑘𝑠𝑖𝑑𝑎𝑠𝑖 ∶ 5 𝐹𝑒 2+

→ 5 𝐹𝑒 3+ + 5 𝑒 −

𝑅𝑒𝑑𝑜𝑘𝑠 ∶ 𝑀𝑛𝑂4 − + 8 𝐻 + + 5 𝐹𝑒 2+ → 𝑀𝑛2+ + 5 𝐹𝑒 3+ + 4 𝐻2 𝑂 Reaksi lengkapnya : 2𝐾𝑀𝑛𝑂4 + 8𝐻2 𝑆𝑂4 + 10𝐹𝑒𝑆𝑂4 → 2𝑀𝑛𝑆𝑂4 + 5 𝐹𝑒2 (𝑆𝑂4 )3 + 𝐾2 𝑆𝑂4 + 8 𝐻2 𝑂 Percobaan kedua dilakukan untuk mengetahui kadar Ferri dalam campuran. Pada tahap ini terlebih dahulu mereduksi SnCl2 dan HgCl2 lalu kemudian dititrasi. Langkah pertama yang dilakukan adalah menambahkan HCl pekat kedalam larutan sampel Fe3+ dan Fe2+ menghasilkan larutan berwarna orange. Penambahan HCl berfungsi untuk memberikan suasana asam karena dalam suasana asam lebih memudahkan dalam pengamatan titik akhir titrasi dibandingkan dalam suasana basa atau netral, kemudian larutan dipanaskan sampai suhu 700 C yang bertujuan untuk mempercepat terjadinya reaksi,

kemudian larutan tersebut ditambahkan SnCl2 5 % yang berfungsi sebagai reduktor yang mereduksi besi (III) menjadi besi (II), sedangkan Sn teroksidasi dari Sn2+ menjadi Sn4+ menghasilkan larutan berwarna hijau, penambahan SnCl2 dilakukan dalam keadaan panas karena larutan KMnO4 dapat bereaksi pada suhu tinggi, dan warna hijau yang dihasilkan menandakan bahwa terjadi reaksi reduksi. Adapun reaksinya : 𝑆𝑛2+ + 2 𝐹𝑒 + → 𝑆𝑛4+ + 3 𝐹𝑒 2+ Selanjutnya larutan didinginkan dan dilanjutkan dengan penambahan HgCl2 5% menghasilkan larutan berwarna hijau. Pendinginan dan penambahan HgCl2 5% berfungsi untuk menghilangkan kelebihan ion timah (II) karena apabila terjadi kelebihan timah (II) dapat menyebabkan larutan tersebut bereaksi dengan KMnO4. Dimana pada proses penambahan HgCl2 menghasilkan larutan berwarna hijau. Hal ini tidak sesuai dengan teori, karena seharusnya setelah penambahan HgCl2 akan terbentuk endapan putih yang menandakan bahwa Sn2+ telah terhidrasi. Peristiwa ini dapat terjadi karena kesalahan dalam praktikum ataupun dari segi bahan yang mungkin sudah rusak. Adapun reaksinya : 2 𝐻𝑔𝐶𝑙2 + 𝑆𝑛2+ → 𝐻𝑔2 𝐶𝑙2 + 𝑆𝑛4+ + 2 𝐶𝑙 − ( Merkuri (II) klorida) ( Klorida ) Setelah penambahan HgCl2 larutan tersebut dititrasi dengan larutan KMnO4 sampai terjadi warna ungu muda. Namun dalam percobaan ini diperoleh warna larutan cokelat. Hal ini tidak sesuai dengan teori karena pada titik akhir titrasi seharusnya diperoleh larutan warna ungu muda, hal ini dapat disebabkan karena kesalahan praktikum dalam menitrasi. Dalam percobaan ini titrasi dilakukan sebanyak tiga kali tujuannya untuk memperoleh volume yang konstan sehingga diperoleh hasil yang lebih akurat. Dari hasil titrasi diperoleh volume rata-rata titran sebesar 6,27 mL dengan kadar Ferri sebesar 1,0025 mek/mL yang berarti dalam campuran terdapat 1,0025 mek Fe2+ dalam volume total campuran atau konsentrasi ...


Similar Free PDFs