A Vindication of the Rights of Woman PDF

Title A Vindication of the Rights of Woman
Author Ravio Patra
Pages 3
File Size 161.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 15
Total Views 148

Summary

Ravio Patra 170210110019 Analisis bacaan dari Wollstonecraft, Mary (1792) A Vindication of the Rights of Woman. Boston: Thomas and Andrews. Pertama kali dipublikasikan pada akhir abad ke-18, tepatnya di tahun 1792, A Vindication of the Rights of Woman diakui secara luas sebagai salah satu karya pemi...


Description

Ravio Patra 170210110019

Analisis bacaan dari Wollstonecraft, Mary (1792) A Vindication of the Rights of Woman. Boston: Thomas and Andrews.

Pertama kali dipublikasikan pada akhir abad ke-18, tepatnya di tahun 1792, A Vindication of the Rights of Woman diakui secara luas sebagai salah satu karya pemikiran feminisme paling awal. Wollstonecraft, seorang wanita berkebangsaan Inggris, terlahir di keluarga berada yang sedang mengalami kesulitan finansial, membuka sebuah sekolah progresif di London ketika masih berusia 20 tahun. Ia kemudian menjadi pengajar bagi anak-anak dari Lady Kingborough, bangsawan yang kemudian menjadi salah satu sumber inspirasi utama Wollstonecraft dalam menajamkan pandangannya mengenai wanita. A Vindication of the Rights of Woman ditulis pada masa pergolakan politis dan intelektual. Pemikiran abad pencerahan (Age of Enlightenment) ketika itu telah berhasil mengukuhkan kodrat dan posisi pria (rights of men) di titik pusat perdebatan politis serta dipercaya merupakan pemicu dari revolusi politik terhadap monarki absolut di Prancis. Akan tetapi, sedikit sekali pemikiran progresif yang berani membahas posisi wanita di dalam masyarakat. Sebaliknya, yang muncul malah opini Jean-Jacques Rousseau, yang terkenal sebagai advokat bagi kebebasan politis, dalam Emile (1762) bahwa wanita haruslah diedukasi namun terbatas pada dua tujuan: menjadi istri yang baik dan memberikan kebahagiaan pada pria. Pada prinsipnya, A Vindication of the Rights of Woman ditulis oleh Wollstonecraft sebagai sebuah tesis tandingan terhadap pandangan Rousseau. Ia percaya bahwa kemajuan, kebebasan, dan kebaikan di dunia hanya dapat dicapai apabila wanita juga bahagia; bukan hanya pria. Sayangnya, kondisi ini sulit diwujudkan karena wanita selalu terjebak dalam sebuah stigma berisikan berbagai macam keterbatasan karena Ǯketergantungannyaǯ pada pria. Wanita, Pendidikan, dan Kemandirian Menurut Wollstonecraft, posisi wanita dalam masyarakat ketika itu tak lebih hanyalah sebatas kelompok yang Ǯterpaksaǯ memperdagangkan kerupawanan dan dengan cerdik memanfaatkannya untuk menarik perhatian pria. Dalam kondisi seperti ini, wanita yang terhormat (respectable women), yang ia definisikan sebagai wanita yang menjauhkan dirinya dari menggoda pria demi kebahagiaan, adalah wanita yang harus hidup dalam kesulitan paling rumit.

Gender dan Seksualitas dalam Politik Dunia

September 2014

Ravio Patra 170210110019

Kunci bagi terwujudnya kemandirian (independence) bagi wanita menurut Wollstonecraft adalah adanya kebebasan bagi wanita untuk menghidupi dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada Ǯbelas kasihanǯ pria. Dengan begitu, wanita dapat memiliki otonomi untuk mengatur dirinya sendiri. Akan tetapi, untuk mencapai titik ini, wanita semestinya memiliki kebebasan untuk mengenyam pendidikan. Sementara pada masa itu, pendidikan adalah sebuah kemewahan yang teramat sangat bagi kaum wanita. Stigma yang melekat kuat pada masa itu bahwa wanita adalah makhluk yang inferior secara intelektual diyakini oleh Wollstonecraft hanyalah akibat dari dibatasinya kesempatan bagi wanita untuk mengakses pendidikan secara bebas. Ia menyuarakan bahwa kaum wanita dapat melakukan banyak hal, selaiknya kaum pria, apabila memiliki kesempatan dan pendidikan yang memadai (right education and opportunities). Dalam karyanya yang revolusioner ini, Wollstonecraft juga menjelaskan bahwa kemandirian bagi wanita pada dasarnya adalah sebuah keuntungan pula bagi kaum pria. Berbekal pendidikan dan kemandirian, wanita tidak lagi harus memosisikan dirinya sebagai gender yang inferior; melainkan setara dan sepadan. Dengan kata lain, dalam pernikahan pun, wanita dan pria dapat memiliki hubungan yang saling mengafeksi dan menghargai satu sama lain (mutual respect and affection). Berangkat dari berbagai kritiknya terhadap pemosisian wanita di dalam masyarakat ketika itu, Wollstonecraft menyuarakan tuntutan agar dilakukan reformasi terhadap pendidikan, seperti melakukan peleburan lembaga pendidikan publik dan privat serta pendekatan yang lebih demokratis serta partisipatoris dalam pengelolaan sekolah. Selama berpuluh tahun, pemikiran Wollstonecraft tentang pentingnya pendidikan bagi wanita untuk dapat mengemansipasikan dirinya dari kungkungan pria diabaikan sama sekali. Hingga kematiannya sekalipun, Wollstonecraft lebih banyak dikenal oleh masyarakat berkat gaya hidupnya yang jauh dari konvensional dan tidak biasa bagi masyarakat ketika itu. Baru pada abad ke-19 lah kemudian pemikiran Wollstonecraft mulai dikaji ulang oleh pemikir-pemikir feminis lain; salah satunya Emily Davies yang pada tahun 1869 di University of Cambridge mendirikan Girton College untuk wanita. Meskipun begitu, perubahan memang tidak semudah itu untuk dicapai bagi kaum wanita. Pun begitu, kaum wanita harus menunggu lebih dari 150 tahun semenjak Wollstonecraft menulis A Vindication of the Rights of Women untuk dapat mengenyam pendidikan dengan gelar penuh dari University of Cambridge; sebuah

Gender dan Seksualitas dalam Politik Dunia

September 2014

Ravio Patra 170210110019

bukti nyata bahwa kemajuan dan emansipasi kaum wanita adalah sebuah perjuangan panjang yang terus dilanjutkan dari generasi ke generasi. Meskipun Wollstonecraft semasa hidupnya tidak pernah secara literal menyuarakan emansipasi ataupun kesetaraan gender, bukan berarti pemikirannya tidak mengandung nilai-nilai tersebut. Hal ini lebih disebabkan oleh masih belum dikenalnya istilah kesetaraan gender dan emansipasi, apalagi istilah feminisme, oleh masyarakat ketika itu. Salah satu pemikiran Wollstonecraft yang paling kental dengan nuansa feminisme, di samping pendidikan, adalah kritiknya yang tajam terhadap adanya standar ganda (double standard) di dalam masyarakat abad ke-18 dalam memosisikan wanita dan pria. Salah satu contoh kritiknya adalah bahwa pria semestinya dituntut untuk menghormati kesakralan ikatan pernikahan selaiknya wanita dituntut untuk melakukan hal yang sama. Pemikiran-pemikiran Wollstonecraft bisa jadi tidak terdengar revolusioner sama sekali bagi pemikir di abad ke-21 yang sudah sangat mafhum dengan berbagai isu kesetaraan gender dan emansipasi. Akan tetapi, bagi masyarakat abad ke-18 pada masanya, pemikiran Wollstonecraft merupakan sebuah pemikiran berbahaya yang mengguncang sistem kepercayaan tradisional di mana wanita adalah lebih kurang Ǯkomoditasǯ yang menjadi objek bagi kaum pria. Pun sebenarnya sebelum Wollstonecraft, pemikiran dengan tema sejenis bukannya belum ada, namun masih sangat terbatas dan hampir tidak pernah didiskusikan sama sekali. Beberapa di antaranya adalah karya sastra Her Protection for Women (1589) oleh Jane Anger serta In Declaration of the Rights of Woman (1791) oleh Olympe de Gouges. Karya-karya ini juga menyuarakan kritik terhadap pemosisian wanita sebagai makhluk yang inferior dan ditempatkan semata sebagai objek seksual dan kepuasan bagi pria.

Simpulan Dalam A Vindication of the Rights of Woman, Wollstonecraft menjelaskan bahwa wanita harus bergantung pada pria secara finansial untuk bertahan hidup. Pendidikan sekalipun dirancang bagi wanita untuk sekadar menjadi pemuas bagi pria, sehingga pada akhirnya, wanita harus bergantung pada pesona seksualnya agar memeroleh afeksi dan dukungan dari pria. Sementara wanita yang enggan mengeksploitasi seksualitasnya demi kemapanan, meskipun lebih terhormat, hidup dalam kesulitan karena sulit memeroleh kemandirian. Logika inilah yang kemudian menghasilkan postulasi Dzthe most respectable women are the most oppresseddz yang menjadi salah satu ide feminisme paling populer hingga saat ini.

Gender dan Seksualitas dalam Politik Dunia

September 2014...


Similar Free PDFs