Analisa Lingkungan Bisnis Garuda Indonesia PDF

Title Analisa Lingkungan Bisnis Garuda Indonesia
Author Laura Rawung
Pages 17
File Size 162.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 17
Total Views 278

Summary

ANALISA PENURUNAN DRASTIS KINERJA KEUANGAN GARUDA INDONESIA PADA TAHUN 2014 A. LATAR BELAKANG Suatu organisasi atau perusahaan tidak akan pernah lepas dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan perusahaan atau lingkungan bisnis dapat menjadi faktor pendukung maupun penghambat organisasi, dan juga sebali...


Description

ANALISA PENURUNAN DRASTIS KINERJA KEUANGAN GARUDA INDONESIA PADA TAHUN 2014 A. LATAR BELAKANG Suatu organisasi atau perusahaan tidak akan pernah lepas dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan perusahaan atau lingkungan bisnis dapat menjadi faktor pendukung maupun penghambat organisasi, dan juga sebaliknya aktivitas organisasi dapat mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Lingkungan bisnis adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung terhadap manajemen organisasi atau aktifitas usaha. Setiap perubahan dalam lingkungan bisnis akan dapat berdampak secara langsung ataupun tidak langsung pada perusahaan, sehingga perusahaan harus mampu beroperasi dan menyesuaikan diri secara optimal dalam kondisi lingkungan yang hampir selalu mengalami perubahan setiap waktu. Garuda Indonesia sebagai suatu perusahaan juga tidak dapat terlepas dari lingkungan yang ada di sekitarnya, baik itu lingkungan internal ataupun lingkungan eksternal. Lingkungan perusahaan tersebut dapat mempengaruhi ataupun terpengaruh dari aktivitas bisnis yang dilakukan perusahaan. Untuk dapat bertahan dalam industri maskapai penerbangan dan sekaligus memiliki keunggulan kompetitif, Garuda Indonesia harus selalu mampu menyesuaikan diri dengan optimal terhadap perubahan yang terjadi di sekitarnya. Permasalahan yang dihadapi Garuda Indonesia saat ini adalah untuk bangkit kembali dan menunjukkan kinerja laba yang membaik, setelah pada tahun 2014 lalu mengalami penurunan laba secara drastis yaitu rugi sebesar Rp 4,8 triliun, turun sebesar 734% dibandingkan kinerja 2013. Penyebab permasalahan tersebut adalah inefisiensi biaya operasional perusahaan khususnya biaya bahan bakar, beberapa rute penerbangan kurang profitable atau merugikan, termasuk juga karena kenaikan harga bahan bakar pesawat, nilai tukar Rupiah, serta persaingan dengan maskapaian penerbangan biaya murah. Faktor lingkungan bisnis yang mempengaruhi dapat dilihat dari aspek ekonomi dan aspek hukum. Selanjutnya dari analisa aspek-aspek tersebut dapat diberikan solusi dan rekomendasi yang dapat dilakukan oleh Garuda Indonesia untuk dapat bertahan dan memiliki kemampuan yang kompetitif dalam menghadapi persaingan di dunia penerbangan domestik dan internasional.

B. LANDASAN TEORI Menurut Basu Swastha DH dan Ibnu Sukotjo W (Liberty, 1988), lingkungan perusahaan adalah keseluruhan faktor-faktor intern dan ekstern yang mempengaruhi perusahaan baik organisasi maupun kegiatannya. Berdasarkan tingkat pengaruh pada perusahaan maka lingkungan bisnis atau lingkungan perusahaan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kategori, yaitu Lingkungan Internal dan Lingkungan Eksternal. Berikut ini adalah penjelasan dari kedua macam lingkungan bisnis tersebut. 1. Lingkungan Internal Lingkungan internal adalah faktor-faktor yang ada di dalam organisasi yang berpengaruh terhadap manajemen organisasi.

Lingkungan internal ini biasanya

digunakan untuk menentukan kekuatan (strength) perusahaan dan juga mengetahui kelemahan (weakness) perusahaan. Lingkungan internal terdiri dari: visi misi perusahaan, nilai-nilai perusahaan, budaya perusahaan, gaya manajemen, kebijakan organisasi, hubungan antar divisi, karyawan, modal, material/ bahan baku dan peralatan/ perlengkapan produksi. 2. Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal adalah faktor-faktor yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap kegiatan perusahaan. Lingkungan eksternal meliputi variabel-variabel di luar organisasi yang dapat berupa tekanan umum dan tren di dalam lingkungan sosial ataupun faktor-faktor spesifik yang beroperasi di dalam lingkungan kerja. Lingkungan eksternal terbagi menjadi 2 yaitu : -

Lingkungan Khusus (Mikro) Pada lingkungan khusus, perusahaan dapat melakukan aksi-reaksi terhadap faktorfaktor penentu peluang pasar (opportunity) dan juga ancaman dari luar (threat). Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan khusus antara lain: pelanggan, pemasok, pesaing, pemegang saham, kreditor, serikat pekerja dan pemerintah sebagai pembuat peraturan.

-

Lingkungan Umum (Makro) Lingkungan umum mencakup kondisi yang mungkin dapat mempengaruhi dan mempunyai dampak terhadap perusahaan secara tidak langsung. Lingkungan ini jauh lebih luas dan lebih besar dari lingkungan mikro. Pada lingkungan umum (makro), perusahaan hanya dapat merespon terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan di luar perusahaan. -1-

Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan umum antara lain: a. Kondisi Ekonomi Kondisi Ekonomi yaitu kondisi umum dari perekonomian yang berkaitan dengan suku bunga, inflasi, konvertibilitas mata uang, tingkat penghasilan perkapita, produk dimestik bruto, kebijakan moneter dan fiskal, sistem perpajakan, pengangguran, tingkat upah, dan indikator ekonomi lainnya yang berkaitan. b. Kondisi Sosial-Budaya Kondisi Sosial-budaya yaitu kondisi umum dari nilai-nilai sosial yang berlaku mengenai hak asasi manusia, adat istiadat, norma, nilai, kepercayaan, bahasa, sikap perilaku, bahasa, agama, selera, aspirasi, trend pendidikan dan lembaga sosial terkait. c. Kondisi Hukum-Politik Kondisi hukum-politik yaitu ideologi politik, partai dan organisasi politik, bentuk pemerintah, hukum, undang-undang dan peraturan pemerintah yang mempengaruhi transaksi bisnis, perjanjian dengan negara lain, hak paten dan merek dagang. d. Kondisi Internasional Kondisi internasional adalah kekuatan internasional yang dapat mempengaruhi perusahaan, seperti perjanjian perdagangan internasional, kondisi ekonomi dan politik internasional, kondisi pasar internasional, tenaga kerja, budaya suatu negara, nilai mata uang, dan sebagainya. e. Kondisi Demografi Kondisi demografi adalah kondisi kependudukan yang terkait dengan jumlah, struktur, komposisi dan perkembangan (perubahan) penduduk yang dapat dipengaruhi atau berpengaruh terhadap keputusan dan aktivitas bisnis perusahaan. Kondisi kependudukan dapat berupa jumlah penduduk, angka kelahiran/kematian, migrasi penduduk, komposisi umur penduduk, angkatan kerja, pendidikan, etnis/suku atau kewarganegaraan dan sebagainya pada suatu daerah. f. Kondisi Teknologi Kondisi teknologi yaitu kondisi umum dari pengembangan dan tersedianya teknologi di dalam lingkungan, termasuk kemajuan ilmu pengetahuan, proses -2-

dan metode kerja, peralatan fisik, elektronik dan telekomunikasi, dan sebagainya yang digunakan untuk menjalankan aktivitas bisnis. g. Kondisi Lingkungan Alam (Ekologi) Kondisi lingkungan alam yaitu merupakan kondisi umum dari alam dan kondisi lingkungan secara fisik.

C. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk adalah sebuah perusahaan BUMN (Badan Umum Milik Negara) bergerak di bidang jasa transportasi udara yang didirikan pada tanggal 4 Maret 1975 berdasarkan Akta Pendirian No. 8 tanggal 4 Maret 1975. Tonggak sejarah berdirinya Garuda Indonesia diawali pada 28 Desember 1949, dimana pesawat tipe Douglas DC-3 Dakota dengan registrasi PK-DPD dilabeli dengan nama Garuda Indonesian Airways. Pesawat tersebut melakukan penerbangan dari DKI Jakarta ke Yogyakarta untuk menjemput Presiden RI saat itu, Presiden Soekarno. Pada 1989, Garuda Indonesian Airways berganti nama menjadi Garuda Indonesia. Setahun kemudian, Garuda Indonesia diresmikan menjadi Perusahaan Negara. Pada masa itu, Garuda Indonesia telah memiliki 38 pesawat yang terdiri dari 22 jenis DC-3, 8 pesawat laut Catalina, dan 8 pesawat jenis Convair 240. Armada Garuda Indonesia terus berkembang, di mana untuk pertama kalinya Garuda Indonesia membawa penumpang jamaah Haji ke Mekkah pada 1956. Saat ini komposisi kepemilikan saham Garuda Indonesia adalah sebesar 60,51 % dimiliki oleh Pemerintah Indonesia, 25,49% oleh Credit Suisse AG Singapore TC AR CL PT Trans Airways dan masyarakat (kepemilikan saham di bawah 2%) sebesar 13,55%. Hingga 2014, Garuda Indonesia memiliki 7 (tujuh) entitas anak yang berfokus pada produk/jasa pendukung bisnis perusahaan induk, yaitu PT Aero Wisata, PT Abacus Distribution Systems Indonesia, PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia, PT Aero Systems Indonesia, PT Citilink Indonesia, PT Gapura Angkasa, dan Garuda Indonesia (GIH) France. Dalam kegiatan kesehariannya, Garuda Indonesia didukung oleh 7.861 orang karyawan, termasuk 2.010 orang siswa yang tersebar di kantor pusat dan kantor cabang. Visi Garuda Indonesia adalah untuk menjadi perusahaan penerbangan yang andal dengan menawarkan layanan yang berkualitas kepada masyarakat dunia menggunakan keramahan Indonesia. Saat ini Garuda Indonesia memiliki 169 armada yang melayani penerbangan ke 57 destinasi domestik Indonesia dan 19 destinasi internasional. -3-

Seiring dengan pertumbuhan kinerja di berbagai aspek finansial dan operasional, Garuda Indonesia meraih beragam apresiasi dan penghargaan prestisius dari berbagai lembaga nasional maupun internasional. Pada 2012, Garuda dinobatkan sebagai “The Best International Airline” oleh lembaga riset Roy Morgan di Australia, serta “The World’s Best Regional Airline” oleh Skytrax, lembaga pemeringkat airline yang berkedudukan di London dalam ajang pameran kedirgantaraan Farnborough Airshow. Selanjutnya, dalam pameran kedirgantaraan “Paris Air Show” yang diselenggarakan pada Juni 2013, Garuda Indonesia memeroleh penghargaan “The World’s Best Economy Class” dan “Best Economy Class Airline Seat”, serta dinobatkan pada peringkat ke-7 dalam jajaran “The World’s Top 10 Airlines”. Pada September 2013, acara “Passenger Choice Award 2013” yang diselenggarakan di Anaheim, California, Amerika Serikat oleh Airline Passenger Experience Association (APEX) - asosiasi peningkatan layanan penerbangan yang berkedudukan di New York - mengukuhkan Garuda Indonesia sebagai “Airline Terbaik di Kawasan Asia dan Australasia” (“Best in Region: Asia and Australasia”). Pada 15 Juli 2014, Garuda Indonesia dinobatkan menjadi maskapai penerbangan dengan awak kabin terbaik di dunia. Setelah itu, pada 11 Desember 2014, Garuda Indonesia dikukuhkan menjadi salah satu dari tujuh maskapai bintang lima di dunia.

D. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Pada tahun 2014 Garuda Indonesia secara mengejutkan mencatat kerugian sebesar Rp4,8 triliun, turun sebesar 734% dibandingkan kinerja 2013. Berikut ini data trend laba/rugi operasional Garuda Indonesia yang dibukukan selama 4 tahun terakhir:

Tahun

Laba Operasional

2011

92.347.588

2012

173.489.875

87,87

2013

62.942.065

(63,72)

2014

(399.313.006)

(734,41)

-4-

Naik/Turun (%)

Dari grafik di atas dapat terlihat bahwa kinerja Garuda Indonesia pada tahun 2014 menurun tajam menjadi rugi USD 399 juta atau sebesar Rp 4,8 T. Akar permasalahan (kerugian) yang dialami Garuda Indonesia dapat dibagi dalam 2 faktor yaitu dari faktor eksternal dan faktor internal, sebagai berikut: 1. Faktor Eksternal

Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi antara lain: -

Tingginya nilai tukar dan harga avtur Depresiasi IDR terhadap USD sangat berpengaruh bagi Garuda Indonesia, mengingat sebagian besar rute Garuda Indonesia memberikan pendapatan dalam Rupiah sedangkan pembiayaan hampir didominasi dalam USD. Beban bahan bakar pesawat terbang mewakili sekitar 36,0% dari total beban operasional perusahaan. Realisasi rata-rata nilai tukar Rupiah terhadap USD tahun 2014 sebesar Rp 11.878/US$, melemah sebesar 13,7% dibandingkan pada tahun 2013 yang sebesar Rp 10.445/US$. Bagi Garuda Indonesia, setiap pelemahan Rp 100 terhadap USD akan menyebabkan kenaikan beban sebesar USD 12,8 Juta. Sedangkan rata-rata harga avtur Indonesia pada tahun 2014 sebesar Rp 10.825 – Rp 11.350 per liter naik sebesar 3% dibandingkan tahun 2013. Selain itu harga avtur Indonesia lebih mahal 12% dibandingkan harga internasional, sehingga Garuda Indonesia harus membayar lebih mahal sekitar US$ 125 juta atau sekitar Rp 1,3 triliun.

-

Persaingan yang semakin ketat di wilayah domestik dan regional terkait dengan gencarnya pertumbuhan LCC (Low Cost Carrier). Hal ini menyebabkan banyak penumpang yang beralih pada penerbangan dengan biaya yang lebih murah. -5-

Penurunan tingkat isian penumpang dapat terlihat dari tabel berikut, dimana tingkat isian penumpang menurun dari 74,1 % di 2013 menjadi 71,8 % di 2014.

2013

2014

-

2012

Lambatnya pengembangan infrastruktur transportasi udara nasional yang berdampak pada inefisiensi operasional penerbangan. Misalnya pada bandara Soekarno Hatta, waktu tunggu pesawat untuk take off atau untuk landing bisa mencapai 30 menit karena harus antri akibat padatnya pesawat di landasan bandara. Pada kondisi menunggu, mesin pesawat harus tetap menyala sehingga terjadi pemborosan bahan bakar. Menurut Direktur Utama Garuda Indonesia, keterlambatan landing tahun 2014 rata-rata selama 11 menit dan hal tersebut menyebabkan kerugian beban bahan bakar avtur sebesar Rp 344 miliar.

2. Faktor Internal

Faktor-faktor internal yang mempengaruhi antara lain: -

Inefisiensi penggunaan bahan bakar pesawat terbang, selain pemborosan karena waktu tunggu pesawat untuk take off dan landing, juga pemborosan karena adanya rute-rute dan jumlah penerbangan yang kurang profitable.

-

Beberapa rute atau jadwal penerbangan kurang profitable. Misalnya rute BpnMdc-Bpn yang kurang profitable karena seringnya penerbangan tidak full terjual. Atau rute Bpn-Jkt-Bpn sebanyak 5 kali dalam sehari, namun tidak full terjual pada setiap penerbangannya. Selain itu Garuda Indonesia mengembangkan rute-rute baru, terutama pada rute perintis yang diterbangkan dengan pesawat ATR72-600, namun dalam setiap penerbangannya masih belum dapat terjual penuh. Hal ini karena penerbangan perintis Garuda Indonesia masih kalah bersaing dengan maskapai-maskapai pesawat perintis terdahulu, seperti Susi Air, Kalstar, Trigana Air, atau Wings Air. Kondisi ini selain menyebabkan peningkatan biaya bahan bakar, namun juga -6-

kenaikan dalam biaya perawatan dan pemeliharaan pesawat, biaya bandara dan biaya per unit penerbangan lainnya.

Review kondisi keuangan Garuda Indonesia tahun 2014 berkaitan dengan adanya faktor eksternal dan faktor internal di atas adalah sebagai berikut. Peningkatan beban operasional (meningkat 17,2% dibandingkan 2013) tidak diikuti oleh peningkatan pendapatan operasional yang signifikan, yaitu hanya 4,63 %. Berikut ini data pendapatan dan beban operasional perusahaan pada 2012 – 2014.

Keterangan

2014

2013

2012

Pendapatan

3.933.530.272

3.759.450.237

3.508.077.977

Biaya

4.332.843.278

3.696.508.172

3.334.588.104

Laba Operasional

(399.313.066)

62.942.065

173,489,875

Dari data di atas persentase beban operasional adalah sebesar 110% dibandingkan pendapatan operasional, sedangkan pada tahun 2013 dan 2012 adalah sebesar 98% dan 95% dibandingkan pendapatan operasionalnya.

Peningkatan pendapatan yang tidak signifikan (4,63%) di atas, berasal dari: -

Pendapatan dari penerbangan berjadwal meningkat sebesar 6,8% pada 2014 menjadi USD3.384,3 juta. Pendapatan ini mendominasi pendapatan usaha di 2014, yaitu mencakup 86,0% dari total pendapatan usaha yang disebabkan oleh kenaikan penumpang penerbangan berjadwal sebesar 6,5% dari USD2.995,3 juta di 2013 menjadi USD3.147,7 juta di 2014.

-

Pendapatan penerbangan tidak berjadwal tercatat sebesar USD203,9 juta di 2014, menurun sebesar 5,6% atau setara dengan USD 12,1 juta, dibandingkan 2013 yang mencatatkan pendapatan sebesar USD216 juta. Hal ini disebabkan oleh penurunan pendapatan dari penerbangan haji sebesar 6,7%, dari USD195,2 juta pada 2013 menjadi USD182,1 juta pada 2014. Penurunan tersebut akibat dampak pembatasan kuota haji sebesar 20% oleh Pemerintah Arab Saudi.

-

Pendapatan usaha lainnya membukukan penurunan sebesar 8,8% dari USD373,4 juta pada 2013 menjadi USD345,4 juta pada 2014. Penurunan ini terutama berasal dari penurunan pendapatan biro perjalanan sebesar 18,2%, dari USD82 juta di 2013 -7-

menjadi USD67 juta pada 2014 akibat penurunan jumlah Passenger Tour di 2014 serta penurunan pendapatan hotel sebesar 10,8% seiring penurunan occupancy rate dari 74,7% di 2013 menjadi 70,8% di 2014.

Peningkatan beban operasional (17,2%) pada tahun 2014 di atas, berasal dari: -

Beban operasional penerbangan pada 2014 tercatat sebesar USD2.562,2 juta, meningkat sebesar 14,1% dibandingkan dengan 2013 yang tercatat sebesar USD2.244,8 juta. Kenaikan ini disebabkan oleh peningkatan beban bahan bakar, beban sewa dan beban charter pesawat. Beban bahan bakar pada 2014 tercatat sebesar USD1.560,3 juta, meningkat sebesar 9,9% dibandingkan 2013 sebesar USD1.420,1 juta. Beban sewa dan charter pesawat pada 2014 tercatat sebesar USD765,9 juta, meningkat sebesar 29,3% dibandingkan 2013 sebesar USD592,3 juta.

-

Beban tiket, penjualan dan pemasaran pada 2014 tercatat sebesar USD354,8 juta, meningkat sebesar 5,7% dibandingkan dengan 2013 sebesar USD335,9 juta. Peningkatan ini terutama akibat peningkatan beban komisi seiring peningkatan penumpang di 2014.

-

Beban pemeliharaan, perawatan dan perbaikan pada 2014 tercatat sebesar USD420,9 juta, meningkat sebesar 46,6% dibandingkan dengan 2013 sebesar USD287,1 juta.

-

Beban pelayanan penumpang pada 2014 tercatat sebesar USD302,9 juta, meningkat sebesar 6,9% dibandingkan 2013 sebesar USD283,4 juta. Kenaikan ini merupakan dampak dari peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan Garuda Indonesia serta peningkatan jumlah penumpang.

-

Beban bandara pada 2014 tercatat sebesar USD339 juta, meningkat sebesar 14,1% dibandingkan 2013 sebesar USD297 juta. Kenaikan ini disebabkan oleh peningkatan jumlah penerbangan menjadi 228.329 pada 2014 dari 196.403 pada 2013, serta pembukaan kantor cabang dan rute baru di 2014.

-

Beban administrasi dan umum pada 2014 tercatat sebesar USD246 juta, meningkat sebesar 8,4% dibandingkan 2013 sebesar USD227 juta. Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan beban gaji dan tunjangan terkait kenaikan jumlah pegawai, kenaikan beban pajak, dan beban pemeliharaan dan perbaikan.

-8-

-

Beban operasional hotel pada 2014 tercatat sebesar USD34,1 juta, meningkat sebesar 0,9% dibandingkan 2013 sebesar USD33,8 juta. Hal ini merupakan dampak dari meningkatnya beban pegawai dan bahan baku makanan.

-

Beban operasional transportasi dan operasi jaringan pada 2014 tercatat sebesar USD34,6 juta, menurun masing-masing sebesar 10,2% atau USD2,0 juta dan 6,9% atau USD1,2 juta, dibandingkan dengan 2013 yang tercatat sebesar USD37,8 juta. Hal ini merupakan dampak dari penurunan biaya operasional entitas anak yang bergerak di bidang transportasi dan operasi jaringan.

E. ANALISA PERMASALAHAN DARI ASPEK LINGKUNGAN BISNIS Dalam permasalahan PT. GARUDA INDONESIA (Persero), Tbk yang telah diuraikan di atas, aspek lingkungan bisnis yang akan dianalisa adalah dari aspek Ekonomi dan Aspek Hukum. Penjelasan masing-masing adalah sebagai berikut: 1. Aspek Ekonomi Seperti yang kita ketahui bersama, Garuda Indonesia merupakan perusahaan maskapai penerbangan yang menjadi pelopor transportasi udara di Indonesia. Namun pada kenyataannya pada tahun 2014 Garuda Indonesia mengalami kerugian yang sangat besar yaitu sebesar Rp 4,8 triliun. Aspek Ekonomi merupakan aspek yang paling utama penyebab permasalahan yang dialami Garuda Indonesia, yaitu antara lain : -

Depresiasi nilai Rupiah dan naiknya harga bahan bakar pesawat terbang. Depresiasi Rupiah terhadap USD sangat berpengaruh bagi Garuda Indonesia, mengingat sebagian besar rute Garuda Indonesia memberikan pendapatan dalam Rupiah sedangkan pembiayaan hampir didominasi dalam USD. Persentase beban bahan bakar pesawat terbang cukup besar berkontribusi pada total beban operasional perusahaan yaitu sebesar 36%.

...


Similar Free PDFs