ANALISIS KEBUTUHAN DIKLAT (TRAINING NEEDS PDF

Title ANALISIS KEBUTUHAN DIKLAT (TRAINING NEEDS
Author Kutim Bkpp
Pages 23
File Size 423.8 KB
File Type PDF
Total Downloads 332
Total Views 495

Summary

ANALISIS KEBUTUHAN DIKLAT (TRAINING NEEDS) Dalam Berbagai Pendekatan Oleh, Drs. Idris, M.Si Sebelum program pelatihan dan pengembangan dilaksanakan harus diawali dengan penilaian atau analisis kebutuhan diklat. Menzel dan Messina (2011:22) mengatakan, “A TNA is only the first critical stage in any t...


Description

ANALISIS KEBUTUHAN DIKLAT (TRAINING NEEDS) Dalam Berbagai Pendekatan Oleh, Drs. Idris, M.Si

Sebelum program pelatihan dan pengembangan dilaksanakan harus diawali dengan penilaian atau analisis kebutuhan diklat. Menzel dan Messina (2011:22) mengatakan, “A TNA is only the first critical stage in any training cycle. Thus, a TNA is quite simply a way of identifying the existing gaps in the knowledge and the strengths and weaknesses in the processes that enable or hinder effective training programs being delivered.” Artinya, TNA merupakan tahap kritis pertama dalam siklus pelatihan. Dengan TNA, manajemen mengidentifikasi kesenjangan yang ada dalam pengetahuan dan kekuatan dan kelemahan dalam proses yang memungkinkan atau menghambat program pelatihan. Analisis

kebutuhan

diklat

memiliki

kaitan

yang

erat

dengan

perencanaan diklat di mana perencanaan yang paling baik didahului dengan mengidentifikasikan masalah atau kebutuhan. Hasil dari analisis kebutuhan diklat merupakan masukan utama dalam proses perencanaan diklat. a. Definisi Analisis Kebutuhan Diklat (AKD)/Training Needs Analysis (TNA) Lembaga Administrasi Negara (2003:8) mendefinisikan penilaian kebutuhan pelatihan adalah : “Suatu proses yang sistematis dalam mengidentifikasi ketimpangan antara sasaran dengan keadaan nyata atau diskrepansi antara kinerja standar dan kinerja nyata yang penyelesaiannya melalui pelatihan”. Sementara, berdasarkan pendapat Moore (1978) dan Schuler (1993), Wulandari (2005:79) menyimpulkan,

“Untuk menentukan kebutuhan dapat diperoleh dari persamaan berikut ini: kinerja standar-kinerja aktual = kebutuhan pelatihan. Ini berarti perbedaan antara kinerja yang ingin dicapai dengan kinerja sesungguhnya merupakan kebutuhan pelatihan”. Analisis kebutuhan pelatihan dan pengembangan sangat penting, rumit, dan sulit. Hariadja (2007) mengungkapkan, sangat penting sebab di samping menjadi landasan kegiatan selanjutnya seperti pemilihan metode pelatihan yang tepat, biaya pelatihannya tidak murah sehingga jika pelatihan tidak sesuai dengan kebutuhan, selain tidak meningkatkan kemampuan organisasi juga akan menghabiskan banyak biaya. Selanjutnya dikatakan rumit dan sulit sebab perlu mendiagnosis kompetensi organisasi pada saat ini dan kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan kecenderungan perubahan situasi lingkungan yang sedang dihadapi dan yang akan dihadapi pada masa yang akan datang. Selain itu, Analisis kebutuhan diklat mengambil peran yang penting dalam menyajikan informasi sebagai tahap usaha, mengenai apa yang dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja. Menurut Barbazette (2006:5), “analisis kebutuhan pelatihan dilakukan untuk meningkatkan kinerja atau menutupi kinerja yang tidak memenuhi standar”. Goldstein dan Bukton (Mangkunegara 2001) mengungkapkan, penentuan kebutuhan akan pelatihan harus dilakukan melalui analisis baik ditingkat organisasi, jabatan/tugas/pekerjaan, maupun individu. 1) Analisis tingkat organisasi untuk mengetahui dibagian mana dalam organisasi memerlukan pelatihan

2) Analisis ditingkat jabatan/tugas/pekerjaan untuk mengidentifikasi isi pelatihan yang dibutuhkan, artinya apa yang harus dilakukan pegawai supaya dapat melaksanakan tugas sesuai jabatan yang kompeten. 3)

Analisis ditingkat individu untuk mengidentifikasi karakteristik pegawai, artinya kemampuan dan keterampilan apa yang seharusnya diperlukan untuk melaksanakan jabatan. Dari berbagai uraian di atas maka dapat peneliti simpulkan bahwa,

analisis kebutuhan diklat adalah upaya sistematis manajemen organisasi untuk mengidentifikasi akar penyebab ketidakefisienan dan ketidakefektifan yang terjadi dalam pelaksanaan tugas atau pekerjaan pegawai serta upaya dalam menutupi kekurangan pengetahuan dan keterampilan pegawai tersebut melalui analisis pada tingkat organisasi, tingkat jabatan dan tingkat individu. b. Tujuan dan Manfaat Analisis kebutuhan Diklat (AKD)/Training Needs Analysis (TNA) Secara singkat, tujuan penilain kebutuhan pelatihan menurut Kaswan (2011:57) adalah: “Mengumpulkan informasi untuk menetukan apakah pelatihan di butuhkan dalam organisasi. Jika di butuhkan, apa yang menjadi penting adalah menetukan di mana dalam organisasi pelatihan itu dibutuhkan? pengetahuan, keterampilan kemampuan spesifik dan karakteristik apa yang harus diajarkan”. Sedangkan Bee (PKP2A I LAN, 2006:19), mendifinisikan tujuan diklat berdasarkan tiga tahap analisis kebutuhan yaitu : 1) Mengindentifikasi adanya kebutuhan untuk meningkatkan kinerja atau kompetensi sumber daya manusia organisasi. 2) Menentukan kebutuhan diklat tersebut secara tepat.

3) Menentukan jenis diklat yang dapat memenuhi kebutuhan diklat. Manfaat analisis kebutuhan diklat sendiri menurut Miller dan Osinski (Kaswan, 2011:60), analisis kebutuhan dapat membantu: 1) Kompetensi dan kinerja tim kerja. 2) Memecahkan masalah atau isu produktivitas. 3) Mempersiapkan dan merespon kebutuhan masa depan di dalam organisasi atau kewajiban pekerjaan. Lembaga Administrasi Negara (2003:10) menyebutkan, manfaat analisis kebutuhan pelatihan antara lain: 1) Program-program diklat yang disusun sesuai dengan kebutuhan organisasi, jabatan maupun individu setiap pegawai. 2) Menjaga dan meningkatkan motivasi peserta dalam mengikuti pelatihan, karena program pelatihan yang diikuti sesuai dengan kebutuhannya. Dengan demikian akan mencapai efektifitas pencapaian tujuan pelatihan. 3) Efisiensi biaya organisasi karena pelatihan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan organisasi. Jadi biaya yang tidak sedikit yang dikeluarkan untuk pelatihan tidaklah sia-sia. 4) Memahami penyebab timbulnya masalah dalam organisasi, karena pelaksanaan penilaian kebutuhan yang tepat dan efektif, tidak saja akan menemukan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh diskrepansi kompetensi pegawai/pekerja. Dengan demikian, melalui informasi dari analisis kebutuhan diklat, manajemen dapat mengetahui di mana dan program atau intervensi jenis apa yang dibutuhkan, siapa yang perlu dilibatkan, apakah ada hambatan terhadap efektivitasnya. Selanjutnya, kriteria dapat ditetapkan untuk memandu proses evaluasi. c. Tahapan Analisis Kebutuhan Diklat (AKD)/Training Needs Analysis (TNA) Tahapan analisis kebutuhan diklat menurut Tees, David W., You, Nicholas., dan Fisher, Fred., (1987) seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1 Tahapan Analisis Kebutuhan Diklat Management sanction Scanning Studing records

Direct observation Focusing

Step 1

Step 2 Asking questions

Step 3

Compiling Analysing Specifying

Discrepancies Non Training Needs

Training Needs Planning

Step 4

Strategies & Priorities Reporting

Management action planning Step 5

Training & Evaluations

Non-training remedies

Sumber : Diagram of the Training needs Assessment Process, Tees, You, dan Fisher (1987:10).

Tees, David W., You, Nicholas., dan Fisher, Fred., (1987) membagi TNA dalam 5 (lima) proses penting yaitu : 1) Tahap 1 : Persetujuan dan kesiapan manajemen dalam melakukan analisis kebutuhan.

Proses TNA dimulai ketika manajemen terutama pimpinan organisasi

mengizinkan

penggunaan

penilaian

kebutuhan

yang

sistematis dalam menemukan target yang tepat untuk pelatihan. Inisiasi TNA harus didahului dengan perencanaan yang rinci dan penjadwalan. 2) Tahap 2 : Membaca lingkungan kerja organisasi. Tahapan

ini

melihat

permasalahan

yang

terjadi

pada

pelaksanaan pekerjaan, tim kerja, departemen, atau organisasi. Tiga bentuk umum dalam pembacaan lingkungan organisasi dengan mempelajari catatan tertulis/telaah dokumen organisasi, mengajukan pertanyaan/kuesioner kepada pegawai tentang kinerja atau kesenjangan lain yang dicari, dan mengamati kinerja yang terjadi. 3) Tahap 3 : Memfokuskan pada kesenjangan dan kebutuhan diklat. Tahapan selanjutnya adalah memfokuskan permasalahan yang

didapatkan

sebelumnya

dengan

menghimpun

semua

permasalahan, menganalisa dan menspesifikasikan jenis kesenjangan yang dapat diselesaikan melalui kebutuhan diklat atau kebutuhan non diklat. 4) Tahap 4 : Merencanakan untuk pelaksanaan diklat. Setelah menetapkan kebutuhan diklat, selanjutnya merancang pelaksanaan diklat. Proses ini bisa saja menggunakan tenaga konsultan/tenaga ahli dalam memudahkan penentuan model dan jenis pelatihan yang akan digunakan. 5) Tahap 5 : Pelaporan Manajemen.

Langkah terakhir dalam penilaian kebutuhan pelatihan adalah untuk mempersiapkan laporan kepada manajemen. Isi laporan harus mencakup latar belakang pada setiap kebutuhan pelatihan, tingkat kinerja yang diinginkan dalam setiap permasalahan, strategi pelatihan yang digunakan untuk mencapai atau mengembalikan kinerja ketingkat yang diinginkan, peringkat prioritas pelatihan dan berbagai fakta tentang setiap detail dan strategi yang dilakukan dalam pelaksanaan TNA. d. Instrumen dalam Analisis Kebutuhan Diklat (AKD)/Training Needs Analysis (TNA) Ada beberapa jenis informasi yang dibutuhkan dalam analisis kebutuhan diklat. Informasi-informasi tersebut selanjutnya menjadi bahan olahan untuk mengetahui materi dan metode diklat yang akan digunakan dalam menutupi kesenjangan dalam organisasi. Sedarmayanti (2007:178) membagi sumber data seperti yang ditunjukkan pada tabel 1 yang menunjukkan suber data yang dipakai dalam pemenuhan kebutuhan pelatihan yang berupa sumber dari analisis organisasi, sumber dari analisis analisis operasonal, dan sumber dari analisis analisis personalia dengan beberapa instrumen yang bisa digunakan. Menurut Barbazatte (2006), jenis informasi terbagi atas informasi formal dan informal. Biasanya, pengumpulan informasi informal dilakukan secara lisan melalui percakapan, dan mungkin catatan. Pengumpulan informasi resmi melibatkan penggunaan survei, wawancara stakeholder, dan metode terstruktur lainnya mengumpulkan informasi.

Tabel 1 Sumber Data yang Dipakai dalam Pemenuhan Kebutuhan Pelatihan

        



Analisis Organisasional Tujuan dan sasaran organisasional Persediaan Pegawai Persediaan Keahlian Indeks iklim organisasional Indeks efisiensi Perubahan dalam system/subsystem Permintaan manajemen Wawancara keluar MBS (Manajemen Berdasarkan Sasasaran) sistem perencanaan kinerja Survei Pelanggan/data kepuasan pelanggan

     



  

Analisis Operasional Deskripsi pekerjaan Spesifikasi pekerjaan Standart kinerja Pelaksanaan pekerjaan Pengambilan sampel kerja Telaah literature tentang pekerjaan Mengajukan pertanyaan tentang pekerjaan Komite pelatihan Analisis masalah operasi Catatan kerja

Analisis Personalia  Data penilaian kinerja  Pengambilan sampel kerja  Wawancara  Kuesioner  Tes kemampuan, keahlian, pengetahuan dll  Survei sikap pegawai/pelanggan  Kemajuan pelatihan  Skala penelitian  Teknik kejadian kritis  Pusat penilaian

Sumber : Sedarmayanti (2007:178)

e. Pendekatan dalam Analisis Kebutuhan Diklat (AKD)/Training Needs Analysis (TNA) Dalam penentuan kebutuhan, sebaiknya suatu organisasi perlu melibatkan sumber daya pegawainya dalam melakukan analisis kebutuhan diklat. Apabila itu keputusan seorang manager, maka harus mendapat dukungan dari organisasi dan mendukung tujuan organisasi atau bermanfaat besar bagi kepentingan organisasi seperti peningkatan produksi, adaptasi

terhadap lingkungan/aturan baru, distribusi barang atau pelayanan yang lebih efisien. Lembaga Administrasi Negara (2003) membagi pendekatan yang bisa dilakukan dengan: a) Meninjau dari orang yang melakukan (teknik intuitif dan ulasan pimpinan). b) Atas dasar analisis data sekunder (melalui studi pustaka dan analisis jabatan). c) Fokus group dan nominatif group. d) Analisis litengring dengan teori DIF (difficulties, importancy, frekuency) analisis jabatan, menganalisa bagian kegiatan dari awal sampai akhir (proses alir), menganalisa key result area dan juga menganalisa kesenjangan pengetahuan keterampilan dan sikap. e) diskrepansi kompetensi (competency model needs accesment) melalui pengukuran kinerja. Sedarmayanti (2007) membagi pendekatan yang dilakukan dalam penentuan kebutuhan pelatihan menjadi empat metode yaitu performance analysis

(analisis kinerja),

task analysis

(analisis tugas/pekerjaan),

competency study (studi kompetensi) dan training needs survei (survei kebutuhan pelatihan). Dari kedua teori di atas, peneliti akan membahas beberapa pendekatan dalam analisis kebutuhan diklat dengan pandangan beberapa ahli lainnya sebagai berikut :

1) Analisis Kinerja a) Pengertian Analisis Kinerja Menurut Dessler (2015:331) analisis kinerja “merupakan proses terus-menerus untuk mengidentifikasi, mengukur dan mengembangkan kinerja individu dan tim dan menyelaraskan kinerja mereka dengan sasaran organisasi”. Sementara Barbazatte (2006) mengutarakan bahwa “analisis kinerja biasa juga disebut dengan gap analysis, yaitu melihat kinerja yang telah dilakukan pegawai dan melihat hasil pekerjaan tersebut apakah telah sesuai dengan kinerja yang diinginkan”. Gambar 2 Kesenjangan kinerja dalam Analisis Kinerja Analisis Kinerja

Standart Kinerja

Kinerja Pegawai

Kesenjangan Kinerja

Solusi dengan diklat

Solusi dengan nondiklat

Sumber : teori Performance Analysis, Barbazette (2006)

Lebih lanjut Barbazatte (2006) mengungkapkan seperti pada gambar 2, tujuan melakukan analisis kinerja adalah untuk mengidentifikasi

penyebab

kekurangan/kesenjangan

kinerja

pegawai dan tindakan korektif apa yang tepat untuk mengatasinya.

Dan lebih khusus adalah, apabila isu atau masalah kesenjangan tersebut disebabkan oleh kurangnya keterampilan, solusi berupa pelatihan yang sesuai. Jika masalah tersebut bukan disebabkan karena kurangnya keterampilan, maka solusi non pelatihan apa yang lebih tepat. Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa analisis kinerja sebagai salah satu metode dalam melakukan analisis kebutuhan diklat di mana identifikasi diklat yang dibutuhkan organisasi ditentukan berdasarkan analisa kesenjangan antara target kinerja organisasi dengan hasil kinerja individu. Apabila pegawai tidak melakukan pekerjaan seperti yang diinginkan organisasi, maka perlu diidentifikasi apa yang salah terhadap pegawai tersebut, dan apakah pegawai tersebut memiliki pengetahuan yang cukup untuk melakukan tugasnya. Apabila melihat dari tinjauan teori yang dibahas sebelumnya, rendahnya kinerja pegawai dapat diakibatkan oleh 3 (tiga) kondisi sumber daya manusia berikut, yakni: 1) Seseorang tidak punya kesempatan untuk melakukan pekerjaan

yang dimaksud, 2) Seseorang tidak mau melakukan pekerjaan yang dimaksud, 3) Seseorang tidak tahu cara melakukan atau tidak mampu

melaksanakan pekerjaan yang dimaksud.

Jika kondisi sumber daya manusia yang pertama dan kedua yang menjadi penyebab terjadinya kesenjangan antara standar kompetensi sumber daya manusia dengan kinerja sumber daya manusia, maka diklat bukan solusi yang tepat, tetapi jika kondisi sumber daya manusia ketiga yang menjadi penyebab terjadinya kesenjangan antara standar kompetensi sumber daya manusia dengan kinerja sumber daya manusia, maka diklat merupakan solusi yang tepat. b) Pengukuran Kinerja (AKD dengan Analisis Kinerja) Banyak metode yang digunakan dalam mengukur/menilai kinerja. Dessler (2015) memberikan alternatif beberapa metode yang digunakan perusahaan-perusahaan di dunia usaha dan sektor publik sebagai berikut : 1) Metode skala penilaian grafis, yaitu metode menggunakan formulir berbasis kompetensi pegawai yang berfokus terhadap keterampilan terkait pekerjaan spesifik yang dibutuhkan untuk menyelesaikan

suatu

pekerjaan.

Dalam

skala

grafis

menyebutkan berapa dimensi pekerjaan (komunikasi atau kerja tim) dan kisaran nilai kinerja. 2) Metode peringkat alternasi, yaitu memeringkat pegawai dari yang terbaik hingga yang terburuk berdasarkan ciri tertentu. 3) Metode perbandingan berpasangan, adalah metode peringkat yang lebih presisi. Metode ini dengan membuat gambar dari

semua kemungkinan pasangan pegawai untuk setiap ciri dan mengindikasikan mana pegawai yang lebih baik dari pasangan tersebut. 4) Metode distribusi paksa, merupakan penilaian dalam sebuah kurva dengan menarik persentase pegawai yang akan dinilai yang telah ditentukan sebelumnya ditempatkan dalam berbagai kategori kinerja. 5) Metode insiden kritis, adalah metode dengan menggunakan catatan perilaku baik atau perilaku yang tidak diinginkan terkait pekerjaan pegawai dan meninjau berdasarkan waktu yang telah ditentukan sebelumnya. 6) Manajemen yang berdasarkan sasaran, biasanya merujuk pada penetapan sasaran dan program penilaian multi langkah, yang mencakup seluruh perusahaan. Pemerintah Republik Indonesia dengan PP. No. 46 tahun 2011 tentang penilaian prestasi kerja pegawai negeri sipil, menggunakan pendekatan ini dalam menentukan kinerja pns. 7) Penilaian kinerja berbasis situs, adalah penilaian berbasis komputer

atau

menggunakan

berbasis piranti

internet.

perangkat

Metode lunak

penilaian

yang

ini

biasanya

dikembangkan oleh pihak ke tiga dengan mengombinasikan beberapa metode.

8) Pemantauan kinerja elektronik, memantau secara elektronik jumlah data yang terkomputerisasi yang diproses pegawai perharinya, demikian juga kinerjanya. 9) Percakapan harian, metode ini tidak terdapat penilaian yang eksplisit. Penekannya pada percakapan manager-pegawai dalam area-area perbaikan dan perkembangan pekerjaan, penentuan sasaran kedepan sesuai minat karir pegawai. Berbeda dengan Barbazatte (2006), AKD melalui analisis kinerja menurutnya dapat menggunakan beberapa cara dalam menarik informasi seperti: 1) “Oh, so (oh, jadi)” performance analysis method, dengan menanyakan beberapa pertanyaan informal kepada pimpinan organisasi yang dianalisis. Jenis pertanyaan atau tanggapan atas permintaan biasaya berupa tanggapan balik dengan kata “oh” atau “jadi”. Metode ini digunakan oleh lembaga pelatihan yang diinginkan menentukan pelatihan dalam waktu yang relatif singkat. 2) Can-can’t/will-wont performance analysis method, dengan menggunakan matrix empat sel yang menampilkan apa yang dapat atau tidak dapat dan ingin atau tidak ingin dilakukan pegawai. 3) Performance analysis case study, metode yang lebih terstruktur dan lebih formal. Pada metode ini menggunakan beberapa tools

kuesioner yang melibatkan bisa saja seluruh elemen sumber daya manusia organisasi. c) Analisis Kinerja dengan Metode 360 Derajat Pendekatan lain dalam analisis kinerja oleh Hasan (2013) berupa metode 360 derajat dengan mengumpulkan masukan dari berbagai narasumber di lingkungan kerja pegawai. Tujuan utamanya adalah

untuk

menilai

mengenai

kebutuhan

pelatihan

dan

pengembangan dan mempersiapkan informasi yang berkaitan dengan kompetensi untuk perencanaan suksesi dan bukan promosi ataupun peningkatan gaji. Metode ini disebut juga multi-rater assessment, multi-source assessment, multi-source feedback. Menurut Linman (Ali, 2013:3), ‘Metode umpan balik 360 derajat adalah metode evaluasi yang menggabungkan umpan balik dari para pegawai itu sendiri, rekan kerjanya, atasan langsung, para bawahannya dan pelanggan. Hasil yang diperoleh dari survei yang bersifat rahasia ini selanjutnya ditabulasikan dan dibagikan kepada pegawai yang dinilai, biasanya oleh seorang manajer. Interpretasi hasil yang diperoleh, tema dan tren-nya selanjutnya didiskusikan sebagai bagian dari umpan balik’. Concord (2015) menegaskan, metode umpan balik 360 derajat sanga...


Similar Free PDFs