Analisis Studi Kasus Etika Bioteknologi "Kedelai Impor Melangkahi Regulasi Keamanan Hayati Indonesia" PDF

Title Analisis Studi Kasus Etika Bioteknologi "Kedelai Impor Melangkahi Regulasi Keamanan Hayati Indonesia"
Author hadiyan rahimi
Pages 8
File Size 70.5 KB
File Type PDF
Total Downloads 192
Total Views 216

Summary

MAKALAH ETIKA PERTANIAN (BA4001) Analisis Studi Kasus Etika Bioteknologi “Kedelai Impor Melangkahi Regulasi Keamanan Hayati Indonesia” Disusun oleh: Ilmiasa Saliha 11413037 Hadiyan Rahimi 11413039 Katiana Apriyani Nurjanah 11413041 Muhammad Haris Abdulloh 11413043 PROGRAM STUDI REKAYASA PERTANIAN SE...


Description

MAKALAH ETIKA PERTANIAN (BA4001) Analisis Studi Kasus Etika Bioteknologi “Kedelai Impor Melangkahi Regulasi Keamanan Hayati Indonesia”

Disusun oleh: Ilmiasa Saliha

11413037

Hadiyan Rahimi

11413039

Katiana Apriyani Nurjanah

11413041

Muhammad Haris Abdulloh

11413043

PROGRAM STUDI REKAYASA PERTANIAN SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG JATINANGOR 2016

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati yang banyak dikonsumsi bangsa Indonesia. Produk turunan kedelai seperti tempe, tahu, dan susu kedelai cukup dikenal oleh rakyat Indonesia. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, konsumsi kedelai juga semakin meningkat. Konsumsi kedelai domestik tahun 2013 sebesar 1,96 juta ton dan diproyeksikan meningkat menjadi di atas 2,7 juta ton pada tahun 2015 atau meningkat sebesar 19,2% (Darmadjati et al., 2005). Meningkatnya konsumsi kedelai ternyata tidak diiringi dengan meningkatnya produksi kedelai. Pada tahun 2013, produksi kedelai domestik hanya sebesar 807,57ribu ton. Produksi tersebut hanya mampu memenuhi 42,5% dari konsumsi domestik sehingga terdapat kelebihan permintaan sebesar 1,65 juta ton yang harus diimpor (Muslim, 2014). Indonesia mengimpor kedelai bukanlah yang pertama kali tetapi sudah dipraktekkan beberapa tahun belakangan ini. Kebijakan kedelai impor itu menuai kritik di media massa nasional karena selain dianggap merugikan petani kecil saja tetapi secara kebijakan hal itu menunjukkan kian rapuhnya kedaulatan pangan nasional. Masalah lain yang cukup serius tapi luput dari pengamatan publik terkait informasi mengenai biji kedelai impor tersebut, dan informasi tersebut tak pernah disampaikan terbuka kepada public. Sementera dari berbagai informasi perkembangan di kalangan pengamat dan akademisi sudah lama menjelaskan bahwa biji kedelai impor adalah kedelai transgenik, akan tetapi secara pasti dan ilmiah belum bisa diketahui dan dijelaskan sifat gen apa yang disisipkan kedalam genom kedelai impor dan, masalah ketidaktahuan gen sisipan kedelai impor lebih dikarenakan ketidaksiapan pihak regulator dan para pihak kepentingan untuk menegakkan peraturan impor pangan transgenik.

1.2 Tujuan Tujuan dari makalah yang membahas tentang studi kasus dari kedelai impor yang melangkahi regulasi keamanan hayati Indonesia adalah untuk mengetahui dampak positif dan dampak negatif penggunaan kedelai impor transgenik di Indonesia berdasarkan etika bioteknologi dan merumuskan usulan/saran kebijakan kedelai impor transgenik untuk masa yang akan datang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kedelai Transgenik/GMO Genetically Modified Organisms (GMO) atau istilah dipakai pemerintah Indonesia adalah produk rekayasa genetika (PRG), merupakan organisme yang telah mengalami modifikasi bahan genetik, sehingga dimasukkannya gen salah satu organisme pada organisme lainnya dengan tujuan penambahan sifat unggul. Sebagai contoh, gen bakteri dipotong bagian tertentu sesuai sifat yang diinginkan kemudian dimasukkan atau disambungkan ke dalam genom tanaman kedelai dengan tujuan tahan hama atau resisten terhadap reaksi kimia yang mematikan, sehingga tanaman kedelai disebut tanaman kedelai transgenik (GMO). Hasil uji GMO menunjukkan bahwa kedelai impor teridentifikasi produk rekayasa genetik dengan sisipan gen bakter itanah Agrobacterium tumefaciens. Genom (DNA) agrobacterium ini bersifat tahan (resistant) terhadap bahan kimia beracun, glifosat (glyphosate) “Roundup”. Glifosat - Roundup ready adalah bahan kimia beracun yang diproduksi oleh perusahaan benih raksasa Monsanto guna membasmi gulma tanaman. Kedelai transgenik jenis ini diberi nama event GTS-40-3-2 (kode event MON-Ø4Ø326).GTS 40-3-2 termasuk kedelai transgenik generasi pertama yang diproduksi dan disisipkan gen bakteri tanah (Agrobacterium tumefaciens). Donor gen dalam kedelai transgenik itu berasal dari DNA Agrobacterium tumefaciens strain CP4, yang memiliki tanggung jawab dalam toleransi atau tahan terhadap glifosat.

2.2 Dampak Positif dan Negatif dari Kedelai Impor Transgenik Dampak postitif dan negatif yang ditimbulkan oleh pelaksanaan impor kedelai transgenik adalah sebagai berikut: Tabel 1. Dampak Positif dan Negatif Kedelai Impor Transgenik Dampak Positif

Dampak Negatif

Kebutuhan kedelai di Indonesia

Kebutuhan kedelai lokal menjadi tertekan

jadi dapat terpenuhi.

produksinya.

Sifat tanaman kedelai menjadi

Status aman dikonsumsi belum jelas.

lebih unggul. Sistem pertanian yang dapat

Lonjakan harga kedelai yang mencapai dua kali

ditingkatkan produktivitasnya

lipat.

dengan menggunakan pengolahan konvensional termodifikasi (Timmer, 2003). Pemupukan alami lebih ramah

Kenaikan harga pangan akan berdampak serius

lingkungan yang menjamin

bagi pemenuhan gizi.

ketersediaan nutrisi pada tanah (Timmer, 2003). Mereduksi penggunaan bahan

Ketergantungan pada impor dapat mengancam

kimia sintetis dalam pestisida

stabilitas sosial, ekonomi, dan politik (Rasahan,

(Timmer, 2003).

1999).

2.3 Analisis Berdasarkan Etika Bioteknologi Produk rekayasa genetika (PRG) yang ada di Indonesia sebelum dikomersilkan harus terlebih dahulu melalui rangkaian pemeriksaan keamanan pangan dan pelabelan pada produknya oleh komisi yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Berdasarkan pasal 14 PP No. 28 tahun 2004 yang terdiri atas 5 ayat, dapat disimpulkan bahwa setiap orang yang memproduksi pangan, bahan baku, bahan tambahan pangan atau bahan bantu lainnya yang merupakan GMO harus memeriksakan bahan-bahan tersebut ke komisi yang menangani keamanan pangan produk rekayasa genetika. Pemeriksaan tersebut antara lain meliputi informasi genetika dari bahan tersebut, deskripsi organisme donor, deskripsi modifikasi genetika, karakterisasi modifikasi genetika, dan informasi keamanan pangannya. Persyaratan dan tata cara pemeriksaan juga menjadi wewenang komisi yang menangani keamanan pangan produk rekayasa genetika untuk menetapkannya. Setelah itu, berdasarkan rekomendasi dari komisi tersebut, Kepala Badan POM menetapkan aman atau tidaknya pangan GMO tersebut (BB Biogen, 2008). Produk kedelai impor yang masuk ke Indonesia diduga merupakan kedelai hasil transgenik. Masalah utama dalam kasus impor kedelai transgenik ini adalah karena belum terbentuknya badan pemeriksa keamanan hayati dan keamanan pangan sehingga produk transgenik dapat beredar secara bebas. Berdasarkan fakta saat ini para regulator kurang dalam melakukan pengawasan secara hati-hati dan investigasi lebih lanjut terhadap dugaan kedelai impor asal USA adalah kedelai transgenik. Selain itu, ketidaksiapan pihak regulator menindaklanjuti laporan hasil investigasi kedelai transgenik dikarenakan ketidaksinkronan

birokrasi untuk menangani masalah impor pangan transgenik, akibatnya tidak jelas siapa pihak regulator yang berwenang dan harus bertanggungjawab terhadap kasus kedelai impor ini. Padahal dalam PP Nomor 21 Tahun 2005 tentang keamanan hayati produk rekayasa genetika, telah dijelaskan bahwa sebelum produk beredar, perlu diberlakukan pengkajian resiko dan pengujian terlebih dahulu. Meliputi teknik perekayasaan, efikasi dan persyaratan keamanan hayati. Untuk proses itu, PP tadi juga sudah menunjuk Tim Teknis Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan (TTKHKP) di bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Namun sampai sekarang, tim ini belum juga terbentuk. Sehingga produk rekayasa genetika bebas beredar di pasaran (Karmana,2009). Selain masalah kurang adanya perkajian terlebih dahulu sebelum produk dikomersilkan, masalah lain terkait kasus impor kedelai adalah adanya pelanggaran PP No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan yang mengharuskan produk transgenik diberi label sebelum diedarkan. Pasal 35 PP No.69/1999 berbunyi sebagai berikut: 1) Mewajibkan pencantuman keterangan "PANGAN REKAYASA GENETIKA" untuk pangan hasil rekayasa genetika. 2) Pada label harus menyebutkan bahan/komposisi PRG bila bahan yang digunakan dalam produk pangan bersangkutan merupakan hasil rekayasa genetika. Fenomena yang ada saat ini adalah beredar bebasnya produk kedelai transgenik dipasaran tanpa adanya informasi mengenai produk tersebut sehingga konsumen tidak dapat membedakan mana yang produk transgenik dan mana yang non-transgenik. Berdasarkan PP No.69/1999 sudah jelas dicantumkan bahwa setiap PRG harus dilabeli PRG dan memberi informasi mengenai komposisi PRG tersebut, dengan adanya pelabelan tersebut maka konsumen mendapatkan informasi dari produk secara lengkap dan dapat memberikan kesempatan kepada konsumen untuk memilih produk mana yang akan dikonsumsi.

2.4 Solusi dan Inovasi Solusi yang tepat untuk produk GMO adalah keterpaduan usaha dalam edukasi dan publikasi informasi bioteknologi dan pangan GMO yang diperlukan untuk memberikan kenyamanan masyarakat serta jaminan mutu dan keamanan pangan yang dikonsumsi masyarakat. Selain itu, solusi lain untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah menjalankan aturan perundang-undangan terkait produk rekayas genetik (PRG) yang telah ada dengan sebaik-baiknya. Seperti melakukan pelabelan pada PRG yang akan diedarkan dipasar sehingga informasi yang diperoleh konsumen manjadi lengkap serta segera

membentuk Tim Teknis Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan (TTKHKP) sehingga pengkajian keamananan PRG dapat lebih terjamin kejelasannya. Inovasi dengan menggunakan gen yang disisipkan tidak berbahaya atau minim resiko bagi makhluk lain dan lingkungan sekitar serta lebih ramah lingkungan. Melakukan penelitian pemuliaan tanaman sehingga didapatkan tanaman kedelai yang tahan hama dan produksinya tinggi. Penggunaan pengelolaan hama terpadu dan penggunaan tanaman pelindung bagi tanaman kedelai sehingga produksi kedelai tidak menurun drastis sehingga impor kedelai bisa ditekan. Selain itu, dilakukan penelitian yang berlanjut dan agak panjang untuk mengetahui resiko-resiko yang dapat ditimbulkan dari produk-produk GMO.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Dugaan kedelai impor berasal dari Amerika Serikat adalah kedelai transgenik terbukti berdasarkan hasil uji GMO di laboratorium terhadap dua sampel kedelai impor yang diambil di dua lokasi sekitar kota Jakarta. Hasil uji GMO menunjukan kedelai impor kode nama event GTS 40-3-2, yang mana kedelai disisipkan gen bakteri tanah (Agrobacterium tumefaciens). Peredaran kedelai transgenik di pasar dan dikonsumsi masyarakat luas tanpa ada informasi dan

label

sesuai

dengan

Peraturan

Kepala BPOM

Republik

Indonesia Nomor

HK.03.1.23.03.12.1564 Tahun 2012 tentang Pengawasan Pelabelan Pangan PRG. Ketidaksinkronan

antar

birokrasi

menata

mekanisme

PRG

impor

mencerminkan

ketidaksiapan regulator menegakkan prinsip kehati-hatian terhadap PRG di Indonesia.

3.2 Saran Sebaiknya para pihak regulator dan pihak berkepentingan yaitu Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Menteri Kesehatan, dan Menteri Negara Pangan dan Hortikultura segera menertibkan mekanisme pangan impor PRG sesuai peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, dan mencantumkan informasi dan label “Pangan PRG”. Pengujian sampel kedelai impor transgenik sebaiknya mengikuti tata cara pengajuan pemanfaatan tanaman transgenik dari aspek keamanan produk rekayasa genetik dari 4 menteri tersebut yaitu dengan cara membuat permohonan izin pemanfaatan kedelai transgenik ke Departement Pertanian RI kemudian proses ditindaklanjuti kebagian Komisi Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan (KKHKP) lalu permintaan pengkajian kelayakan teknis pemanfaatan kedelai transgenik akan diproses di Tim Teknis Keamanan Hayati dan Keamanan Pangan (TTKHKP) dibantu Tim Penguji. Kemudian pemberian saran tentang kelayakan dan rekomendasi tentang usulan pemanfaatan kedelai transgenik. Dan terakhir membentuk tim independen untuk segera melakukan pengkajian lebih lanjut mengenai dampak pangan PRG terhadap masalah kesehatan manusia, hewan dan lingkungan. Kemudian, mendesak kepada BPOM agar segera mencantumkan label Pangan PRG pada kedelai transgenik.

DAFTAR PUSTAKA

BB Biogen. 2008. Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik. [online] http://biogen.litbang.pertanian.go.id/index.php/2008/06/pedoman-pengkajiankeamanan-pangan-produk-rekayasa-genetik diakses pada 30 Oktober 2016 pukul 20.00. Darmadjati, D. S., Marwoto, D. K. S., Swastika D. M. Arsyaddan Y. Hilman. 2005. “Prospek dan Pengembangan Agribisnis Kedelai.” Badan Litbang Pertanian: Jakarta. Departemen Pertanian. Herman, M. 1999. “Tanaman Hasil Rekayasa Genetik dan Pengaturan Keamanan di Indonesia.” BuletinAgroBio 3 (1): 8-26. Karmana,I,W. 2009. "Adopsi Tanaman Transgenik dan Beberapa Aspek Pertimbangannya.” Ganec Swara 3 (2): 12-21. Muslim, Azis. 2014. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nilai Impor Kedelai Indonesia.” Buletin Ilmiah Litbang Perdangan 8 (1): 117- 138. Timmer, C. P. 2003. “Bioteknologi and Food Systems in Developing Countries”. Jurnal Nutr 13 (1): 3319-3322....


Similar Free PDFs