Analisis urin PDF

Title Analisis urin
Author Ahmad Arsyadi
Pages 17
File Size 97.6 KB
File Type PDF
Total Downloads 757
Total Views 1,009

Summary

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN PEMERIKSAAN URIN Nama : Ahmad Arsyadi NIM : 12640024 Asisten : Mbak Ayu Kelompok :1 Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 2014 I. Tujuan a. Mengidentifikasi ciri-ciri dan komposisi urin yang norma...


Description

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN PEMERIKSAAN URIN

Nama

: Ahmad Arsyadi

NIM

: 12640024

Asisten

: Mbak Ayu

Kelompok

:1

Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 2014

I.

Tujuan a. Mengidentifikasi ciri-ciri dan komposisi urin yang normal. b. Mengidentifikasi kelainan ginjal dari hasil pemeriksaan urin.

II.

Dasar Teori Sistem tubuh makhluk hidup pada dasarnya mempunyai karakteristik yang prinsipnya sama pada setiap individu. Dari prinsip karakteristik sama ini sistem tubuh makhluk hidup dapat dapat dipelajari. Misalnya, cara oksigen masuk ke dalam tubuh, cara zat makanan diserap dari saluran pencernaan, cara sel mendapatkan makanan, dan lain sebagainya (Irianto, 2012). Menurut Irianto (2012), setiap tubuh organisme hidup terdiri dari berbagai sistem fungsional, misalnya sistem pernafasan, sistem pencernaan, sistem saraf, sistem ekskresi, dan sebagainya. Sistem-sistem tersebut terdiri dari beberapa organ pendukungnya, misalnya sistem ekskresi pada manusia meliputi kulit, paru-paru, ginjal, dan rektum. Kecuali ginjal, alat-alat tersebut termasuk juga dalam sistem lain. Sistem ekskresi merupakan sistem yang berperan dalam proses pembuangan zat-zat yang sudah tidak diperlukan (zat sisa) ataupun zat-zat yang membahayakan bagi tubuh dalam bentuk larutan. Karena adanya pembakaran (oksidasi) zat makanan dalam tubuh dan perombakan zaat kimia, terjadilah zat yang tak berguna lagi bagi tubuh. Apabila zat itu tetap tinggal di dalam tubuh, zat itu akan menjadi “zat racun”. Oleh karena itu, zat racun harus dikeluarkan dari tubuh. Yang berfungsi mengangkut zat sampah itu ialah darah, dibawanya ke paru-paru, hati, kelenjar-kelenjar keringat, dan ginjal (Tuti, 2009). Ginjal sering disebut buah pinggang. Bentuknya seperti kacang dan letaknya di sebelah belakang rongga perut, kanan kiri dari tulang punggung. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan dan berwarna merah keunguan. Setiap ginjal panjangnya 6-7,5 cm dan tebalnya 1,5-2,5 cm dan pada orang dewasa beratnya kirakira 140 gram. Pembuluh-pembuluh ginjal semuanya masuk dan keluar pada hillus (sisi dalam). Di atas setiap ginjal menjulang sebuah kelenjar suprarenalis (Irianto, 2012). Menurut Irianto (2012), struktur ginjal dilingkupi selaput tipis dari jaringan fibrus yang rapat membungkusnya dan membentuk pembungkus yang halus. Di

dalamnya terdapat struktur-struktur ginjal. Terdiri atas bagian korteks dari sebelah luar dan bagian medulla di sebelah dalam. Bagian medulla ini tersusun atas 15-16 massa berbentuk piramida yang disebut piramis ginjal. Puncak-puncaknya langsung mengarah ke hillus dan berakhir di kalises. Kalises ini menghubungkannya dengan pelvis ginjal. Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan-satuan fungsional ginjal dan diperkirakan ada 1.000.000 nefron dalam setiap ginjal. Nefron adalah satu kesatuan dari tiap tubulus ginjal dan glomerulusnya. Setiap nefron mulai sebagai berkas kapiler (glomerulus) yang erat tertanam dalam ujung atas yang lebar pada nefron (Irianto, 2012). Tubulus terbentuk sebagian berkelok-kelok dan sebagian lurus. Bagian pertama tubulus berkelok-kelok dan dikenal sebagai kelokan pertama atau tubulus proksimal dan sesudah itu terdapat sebuah simpai Henle. Kemudian tubulus itu berkelok-kelok lagi disebut kelokan kedua atau tubulus distal yang bersambung dengan tubulus penampung, yang berjalan melintasi korteks dan medulla, yang berakhir di puncak salah satu piramida (Irianto, 2012). Menurut irianto (2012), struktur ginjal berisi pembuluh darah. Arteri renalis membawa darah bersih dari aorta abdominalis ke ginjal. Cabang-cabang arteri beranting banyak di dalam ginjal dan menjadi arteriola aferen yang masing-masing membentuk simpul dari kapiler-kapiler di dalam salah satu badan malpighi, inilah glomerulus. Pembuluh aferen kemudian tampil sebagai arteriola aferen yang bercabang-cabang membentuk jaringan kapiler sekeliling tubulus urineferus. Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung untuk membentuk vena renalis yang membawa darah dari ginjal ke vena cava inferior. Oleh karena itu, darah yang beredar dalam ginjal mempunyai dua kelompok kapiler yang bertujuan agar darah dapat lebih lama berada di sekitar tubulus urineferus (Irianto, 2012). Menurut Fox (2008), ginjal memiliki fungsi primer dalam mengatur keseimbangan cairan ekstraselluler (plasma dan cairan interstitial) di dalam tubuh. Fungsi ini dapat dilihat dengan terbentuknya urin yang merupakan bentuk modifikasi dari filtrate plasma darah. Menurutnya, dalam proses pembentukan urin, ginjal berfungsi dalam mengatur hal-hal berikut:

1. Volume plasma darah (dan berpengaruh terhadap pengaturan tekanan darah). 2. Konsentrasi zat sisa di dalam darah. 3. Konsentrasi elektrolit (Na+, K+, HCO3-, dan ion lain) dalam plasma darah. 4. Mengatur pH plasma darah. Urin atau air seni maupun air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Namun, ada juga beberapa spesies yang menggunakan urin sebagai sarana komunikasi olfaktori. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra (Wilmar, 2000). Menurut Wilmar (2000), dari urin yang terbentuk bisa memantau penyakit melalui perubahan warnanya. Meskipun tidak selalu bisa dijadikan pedoman namun ada baiknya kita mengetahui hal ini untuk berjaga-jaga. Urin merupakan cairan yang dihasilkan oleh ginjal melalui proses penyaringan darah. Oleh karena itu kelainan darah dapat menunjukkan kelainan di dalam urin. Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obatobatan dari dalam tubuh. Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang "kotor". Hal ini berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau saluran kencing yang terinfeksi, sehingga urinnya pun akan mengandung bakteri. Namun jika urin berasal dari ginjal dan saluran kencing yang sehat, secara medis urin sebenarnya cukup steril dan hampir bau yang dihasilkan berasal dari urea. Sehingga bisa diakatakan bahwa urin itu merupakan zat yang steril (Wilmar, 2000). Terdapat tiga proses penting yang berhubungan dengan proses pembentukan urin,

yaitu:

1. Filtrasi (Penyaringan) Kapsula bowman dari dalam malphigi menyaring darah dalam glomelurus yang mengandung air, garam, gula, urea, dan zat bermolekul besar (protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat glomelurus (Urin Primer). Di dalam filtrat ini terlarut zat yang masih berguna bagi tubuh maupun zat yang tidak berguna bagi

tubuh,

misalnya

glukosa,

asam

amino, dan

garam-garam

(Wiwi,

2006).

2. Reabsorpsi (PenyerapanKembali) Dalam tubulus kontortus proksimal dalam urin primer yang masih berguna akan direabsorpsi kembali dan yang dihasilkan oleh filtrat tubulus ini adalah urin sekunder

yang

memiliki

kadar

urea

tinggi

(Wiwi,

2006).

3. Eksresi (Pengeluaran) Dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah menambahkan zat lain yang tidak dipergunakan lagi dan terjadi reabsorpsi aktif ion Na+dan Cl- serta sekresi ion H+ dan K+. Di tempat ini sudah terbentuk urin yang sesungguhnya yang tidak terdapat glukosa dan protein lagi, selanjutnya akan disalurkan ke tubulus kolektifus lalu menuju pelvis renalis (Wiwi, 2006). Adapun proses pembentukan urin secara ringkas dijelaskan oleh Ganong (1999) yaitu: cairan yang menyerupai plasma di filtrasi melalui dinding kapiler glomerulus ke tubulus renalis di ginjal (filtrasi glomerulus). Dalam perjalanannya sepanjang tubulus ginjal, volume cairan filtrat akan berkurang dan susunannya berubah akibat proses reabsorbsi tubulus (penyerapan kembali air dan zat terlarut dari cairan tubulus) dan proses sekresi tubulus (sekresi zat terlarut ke dalam cairan tubulus) untuk membentuk kemih (urin) yang akan disalurkan ke dalam pelvis renalis. Air serta elektrolit dan metabolit penting lainnya akan diserap kembali. Selain itu, susunan urin dapat berubah-ubah dan banyak mekanisme pengaturan homeostasis yang meminimalkan atau mencegah perubahan susunan cairan ekstrasel dengan cara mengubah jumlah air dan zat terlarut tertentu yang diekskresi melalui urin. Dari pelvis renalis, urin dialirkan ke dalam vesika urinaria (kandung kemih) untuk kemudian dikeluarkan melalui proses berkemih, atau miksi (Ganong, 1999). Urin mengandung bermacam-macam zat, antara lain: urea, asam urea, amoniak, dan zat-zat lain yang merupakan hasil pembongkaran protein. Garamgaram terutama garam dapur. Pada orang yang melakukan diet yang rata-rata berisi 80-100 gram protein dalam 24 jam, kadar air dan zat padat dalam 24 jam pada air kemih adalah sebagai berikut: air 96%, zat padat 4% (terdiri atas urea 2% dan hasil metabolisme lainnya 2% (Irianto, 2012).

1. Ureum, adalah hasil akhir metabolisme protein. Berasal dari asam amino yang telah dipindahkan amoniaknya di dalam hati dan mencapai ginjal serta disekresikan rata-rata 30 gram sehari. Kadar ureum darah yang normal adalah 30 mg setiap ccm darah, tetapi hal ini tergantung dari jumlah normal protein yang dimakan dan fungsi hati dalam pembentukan ureum (Irianto, 2012). 2. Asam urat, kadar normal di dalam darah adalah 2-3 mg setiap 100 cm, sedangkan 1,5-2 mg setiap hari dikeluarkan ke dalam air kemih (Irianto, 2012). 3. Keratin, adalah hasil buangan keratin dalam otot. Hasil metabolisme lain meliputi zat-zat purin oksalat, fosfat, sulfat, dan urat (Irianto, 2012). 4. Natrium klorida (garam dapur), garam seperti natrium dan kalium klorida dikeluarkan untuk mengimbangi jumlah yang masuk melalui mulut (Irianto, 2012). Pemeriksaan urin rutin adalah pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan kimia urin yang meliputi pemeriksaan protein dan glukosa. Sedangkan yang dimaksud dengan pemeriksaan urin lengkap adalah pemeriksaan urin rutin yang dilengkapi dengan pemeriksaan benda keton, bilirubin, urobilinogen, darah samar dan nitrit (Wilmar, 2000). 1. Pemeriksaan Makroskopik Yang diperiksa adalah volume, warna, kejernihan, berat jenis, bau dan pH urin. Pengukuran volume urin berguna untuk menafsirkan hasil pemeriksaan kuantitatif atau semi kuantitatif suatu zat dalam urin, dan untuk menentukan kelainan dalam keseimbangan cairan badan (Wilmar, 2000). Pemeriksaan Makroskopik adalah pemeriksaan yang meliputi : a. Volume urin Banyak sekali faktor yang mempengaruhi volume urin seperti umur, berat badan, jenis kelamin, makanan dan minuman, suhu badan, iklim dan aktivitas orang yang bersangkutan. Rata-rata di daerah tropik volume urin dalam 24 jam antara 800--1300 mL untuk orang dewasa. Bila didapatkan volume urin selama 24 jam lebih dari 2000 mL maka keadaan itu disebut poliuri (Wilmar, 2000).

Bila volume urin selama 24 jam 300--750 mL maka keadaan ini dikatakan oliguri, keadaan ini mungkin didapat pada diarrhea, muntah-muntah, deman edema, nefritis menahun (Wilmar, 2000). Anuri adalah suatu keadaan dimana jumlah urin selama 24 jam kurang dari 300 mL. Hal ini mungkin dijumpai pada shock dan kegagalan ginjal (Wilmar, 2000). b. Warna urin Pemeriksaan terhadap warna urin mempunyai makna karena kadang-kadang dapat menunjukkan kelainan klinik. Warna urin dinyatakan dengan tidak berwarna, kuning muda, kuning, kuning tua, kuning bercampur merah, merah, coklat, hijau, putih susu, dan sebagainya. Warna urin dipengaruhi oleh kepekatan urin, obat yang dimakan maupun makanan. Warna normal urin berkisar antara kuning muda dan kuning tua yang disebabkan oleh beberapa macam zat warna seperti urochrom, urobilin, dan porphyrin (Wilmar, 2000). c. Berat jenis urin Pemeriksaan berat jenis urin bertalian dengan faal pemekatan ginjal, dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan memakai falling drop, gravimetri, menggunakan pikno meter, refraktometer dan reagens 'pita' (Wilmar, 2000). d. Bau urin Bau urin normal disebabkan oleh asam organik yang mudah menguap. Bau yang berlainan dapat disebabkan oleh makanan seperti jengkol, petai, obat-obatan seperti mentol, bau buah-buahan seperti pada ketonuria (Wilmar, 2000). e. PH urin Penetapan pH diperlukan pada gangguan keseimbangan asam basa, kerena dapat memberi kesan tentang keadaan dalam badan. pH urin normal berkisar antar 4,5 - 8,0. Selain itu penetapan pH pada infeksi saluran kemih dapat memberi petunjuk ke arah etiologi. Pada infeksi oleh Escherichia coli biasanya urin bereaksi asam, sedangkan

pada infeksi dengan kuman Proteus yang dapat merombak ureum menjadi amoniak akan menyebabkan urin bersifat basa (Wilmar, 2000). 2. Pemeriksaan Mikroskopik Yang dimaksud dengan pemeriksaan mikroskopik urin yaitu pemeriksaan sedimen urin. Ini penting untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih serta berat ringannya penyakit (Wilmar, 2000). 3. Pemeriksaan Kimia Urin Di samping cara konvensional, pemeriksaan kimia urin dapat dilakukan dengan cara yang lebih sederhana dengan hasil cepat, tepat, spesifik dan sensitif yaitu memakai reagens pita. Reagens pita (strip) dari berbagai pabrik telah banyak beredar di Indonesia. Reagens pita ini dapat dipakai untuk pemeriksaan pH, protein, glukosa, keton, bilirubin, darah, urobilinogen dan nitrit (Wilmar, 2000). a. Pemeriksaan glukosa Dalam urin dapat dilakukan dengan memakai reagens pita. Selain itu penetapan glukosa dapat dilakukan dengan cara reduksi ion cupri menjadi cupro. Dengan cara reduksi mungkin didapati hasil positif palsu pada urin yang mengandung bahan reduktor selain glukosa seperti : galaktosa, fruktosa, laktosa, pentosa, formalin, glukuronat dan obat-obatan seperti streptomycin, salisilat, vitamin C (Wilmar, 2000). Cara enzimatik lebih sensitif dibandingkan dengan cara reduksi. Cara enzimatik dapat mendeteksi kadar glukosa urin sampai 100 mg/dl, sedangkan pada cara reduksi hanya sampai 250 mg/dl (Wilmar, 2000). b. Benda- benda keton Dalam urin terdiri atas aseton, asam asetoasetat dan asam 13hidroksi butirat. Karena aseton mudah menguap, maka urin yang diperiksa harus segar. Pemeriksaan benda keton dengan reagens pita ini dapat mendeteksi asam asetoasetat lebllh dari 5--10 mg/dl, tetapi cara ini kurang peka untuk aseton dan tidak bereaksi dengan asam beta

hidroksi butirat. Hasil positif palsu mungkin didapat bila urin mengandung bromsulphthalein, metabolit levodopa dan pengawet 8hidroksi-quinoline yang berlebihan (Wilmar, 2000). Dalam keadaan normal pemeriksaan benda keton dalam urin negatif. Pada keadaan puasa yang lama, kelainan metabolisme karbohidrat seperti pada diabetes mellitus, kelainan metabolisme lemak didalam urin didapatkan benda keton dalam jumlah yang tinggi (Wilmar, 2000). c.

Pemeriksaan bilirubin Dalam urin berdasarkan reaksi antara garam diazonium dengan bilirubin dalam suasana asam, yang menimbulkan warna biru atau ungu tua. Garam diazonium terdiri dari p-nitrobenzene diazonium dan p-toluene sulfonate, sedangkan asam yang dipakai adalah asam sulfo salisilat (Wilmar, 2000). Adanya bilirubin 0,05-1 mg/dl urin akan memberikan basil positif dan keadaan ini menunjukkan kelainan hati atau saluran empedu. Hasil positif palsu dapat terjadi bila dalam urin terdapat mefenamic acid, chlorpromazine dengan kadar yang tinggi sedangkan negatif palsu dapat terjadi bila urin mengandung metabolit pyridium atau serenium (Wilmar, 2000).

d. Pemeriksaan urobilinogen Dengan reagens pita perlu urin segar. Dalam keadaan normal kadar urobilinogen berkisar antara 0,1 - 1,0 Ehrlich unit per dl urin. Peningkatan ekskresi urobilinogen urin mungkin disebabkan oleh kelainan hati, saluran empedu atau proses hemolisa yang berlebihan di dalam tubuh (Wilmar, 2000). Dalam keadaan normal tidak terdapat darah dalam urin, adanya darah dalam urin mungkin disebabkan oleh perdarahan saluran kemih atau pada wanita yang sedang haid. Dengan pemeriksaan ini dapat dideteksi adanya 150-450 ug hemoglobin per liter urin. Tes ini lebih

peka terhadap hemoglobin daripada eritrosit yang utuh sehingga perlu dilakukan pula pemeriksaan mikroskopik urin (Wilmar, 2000). Hasil negatif palsu bila urin mengandung vitamin C lebih dari 10 mg/dl. Hasil positif palsu didapatkan bila urin mengandung oksidator seperti hipochlorid atau peroksidase dari bakteri yang berasal dari infeksi saluran kemih atau akibat pertumbuhan kuman yang terkontaminasi (Wilmar, 2000).

III.

Bahan dan Metode Kerja a. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah 6 buah tabung reaksi, 1 rak tabung reaksi,1 pembakar spiritus, 1 gelas ukur 10 mL,1 indikator universal pH, 1 korek api, spatula, dan pipet tetes. Bahan yang dibutuhkan yaitu sampel urin manusia, reagen benedict, reagen biuret, dan larutan AgNO3 1%. b. Metode Kerja 1. Pengambilan sampel urin Percobaan ini dilakukan dengan diambilnya urin yang pertama kali dikeluarkan saat bangun tidur lalu diberikan label pada botol sampel tersebut. 2. Pemeriksaan urin a. Tampilan urin Percobaan ini dilakukan dengan dimasukkannya urin ke dalam gelas kimia, lalu dibandingkan warna urin pada seluruh sampel lalu dicatat warna dan tingkat kepekatan warna dari setiap sampel tersebut dengan skala + hingga +++ untuk warna paling jernih hingga paling pekat. b. Mengukur pH urin Percobaan ini dilakukan dengan dimasukkannya urin ke dalam gelas kimia kemudian diukur pH urin dengan menggunakan indikator universal lalu dicocokkan warna pada indikator dan dicatat pH yang terukur.

c. Menguji amonia Percobaan ini dilakukan dengan dimasukkannya 1 mL urin ke dalam tabung reaksi kemudian dipanaskan dengan pembakar spiritus hingga mendidih lalu dicatat bau yang ditimbulkan dari urin yang dipanaskan tersebut. d. Menguji glukosa Percobaan ini dilakukan dengan dimasukkannya 2 mL urin ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 5 tetes reagen benedict lalu dipanaskan. Selanjutnya, diamati dan dicatat perubahan warna yang terjadi beserta tingkat kepekatan warnanya dengan skala + hingga +++ untuk warna paling muda hingga paling tua. e. Menguji protein Percobaan ini dilakukan dengan dimasukkannya 2 mL urin ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 5 tetes reagen biuret lalu dibiarkan selama 5 menit. Selanjutnya, diamati dan dicatat perubahan warna yang terjadi beserta tingkat kepekatan warnanya dengan skala + hingga +++ untuk warna paling muda hingga paling tua. f. Menguji ion klorida Percobaan ini dilakukan dengan dimasukkannya 2 mL urin ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 5 tetes larutan AgNO3 1% lalu dibiarkan selama 5 menit. Selanjutnya, diamati dan dicatat terbentuknya endapan putih dengan skala + hingga +++ untuk endapan paling sedikit hingga paling banyak. IV.

Hasil dan Pembahasan 1. Tampilan urin Tabel a. Hasil pengamatan berbagai tampilan urin Kelompok

1

2

3

4

5

6

Skala warna

+++

++

+

++

+++

+++

Ket: +

: bening

++

: pekat

+++

: sangat pekat Berdasarkan tabel a di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebanyakan

urin yang dihasilkan oleh probandus setiap kelompok adalah berwarna kuning sangat pekat, dan sisanya diikuti oleh warna kuning pekat lalu berwarna kuning bening (jernih). Urin berwarna kuning jernih merupakan pertanda bahwa tubuh probandus tersebut sehat. Sedangkan warna kuning tua atau pekat dan bahkan sangat pekat tersebut disebabkan karena tubuh probandus diindikasikan mengalami kekurangan cairan (Wilmar, 2000). Perbedaan warna urin ini ditentukan oleh besarnya dieresis. Makin besar dieresis, makin muda warna urin itu. Biasanya warna urin normal berkisar antara kuning muda dan kuning tua. Warna itu disebabkan oleh beberapa macam zat warna, terutama urochrom dan urobilin. Oleh karena itu, meskipun terdapat perbedaan tingkat kepekatan, keenam sampel urin di atas dapat diindikasikan normal karena m...


Similar Free PDFs